" Saya terima nikah dan kawinnya Yamuna Yin, bin Jordan dengan mas kawin berupa Vila di Bandung, 1 mobil mewah keluaran baru dan Emas seberat 100 kilo, tunai! ” ucap mempelai pria berwajah tampan menjabat tangan seorang pria paruh baya sedang duduk di kursi roda.
“ Sah? ” tanya Pak penghulu ke semua tamu undangan, saksi, dan keluarga.
“ Sah! ” terdengar suara sorak-menyorak dari semua para tamu dan saksi undangan pernikahan.
“ Alhamdulillah, ” ucap seorang pria paruh baya duduk di kursi roda.
Seorang wanita cantik, memakai baju kebaya pengantin berwarna putih dihiasi butiran berlian tengah duduk di samping kursi mempelai pria. Sebut saja Yamuna, wanita cantik berusia 19 tahun di jodohkan dengan seorang anak dari rekan bisnis Jordan ( Ayahnya ). Jordan adalah seorang pengusaha bergerak di bidang periklanan cukup terkenal di kota M. Karena kanker sudah memasuki stadium akhir dan sudah menggerogoti hampir seluruh tubuhnya, Jordan terpaksa menikahkan anak gadis semata wayangnya dengan anak kedua dari rekan bisnis Jordan. Alasan Jordan menikahkan putrinya karena Jordan tidak ingin membuat putri kesayangannya itu sendirian setelah kepergiannya nanti.
Setelah ijab Kabul selesai Jordan mendadak batuk tiada henti, hingga darah terus menyembur dari mulut dan mengenai baju kebaya putih milik Yamuna. Semua tamu undangan, kerabat dan lainnya panik. Baru saja menyiapkan mobil untuk membawa Jordan ke Rumah sakit, ternyata Jordan lebih memilih menghembuskan nafas terakhirnya di pelukan sang anak ( Yamuna ). Isak-tangis langsung pecah, hari bahagia kini berubah menjadi duka. Resepsi pernikahan terpaksa dibatalkan, dan segera diganti menjadi pemakaman buat Jordan.
Rasa sakit akan kepergian Jordan membuat Yamuna seperti orang bisu. Yamuna hanya diam menatap kepergian Jordan di bawa menuju Ambulan untuk di makamkan ke TPU.
Seorang wanita cantik berumur 55 tahun mendekati Yamuna sedang duduk di sofa ruang tamu. Wanita cantik itu mengelus kedua lengan Yamuna, “ Yang sabar ya, Yamuna. Mungkin ini pilihan terbaik dari Allah untuk Ayah kamu! ” ucap lembut wanita tersebut.
Yamuna menundukkan kepalanya, air mata kembali menetes ketika kedua kelopak mata kembali mengingatkan wajah Jordan 1 jam sebelum Ijab Kabul berlangsung.
.
# POV Jordan
" Putriku. Nanti setelah kamu menikah dan sudah memiliki keluarga sendiri. Jika sewaktu-waktu Ayah meninggalkan kamu untuk untuk selamanya di Dunia ini, maka kamu tidak akan merasa kesepian lagi. Pria ini adalah anak yang cukup baik, buktinya setelah Abangnya menikah dia sangat memperdulikan Ibunya. Kepada Ibunya saja dia sangat perduli, apalagi nanti bersama kamu. Ayah pasti sangat yakin hidup kamu pasti akan sangat bahagia jika menikah dengannya. "
“ Jika Ayah sangat yakin dengan pria pilihan Ayah, Yamuna mau bilang apa lagi. Yamuna sangat yakin jika pilihan Ayah pasti tidak pernah meleset. Jadi Ayah tenang saja, Yamuna pasti akan bahagia bersamanya. Tapi jika Yamuna tidak bahagia bersamanya, maka Yamuna akan mencari kebahagian lain di luar sana, ” sahut Yamuna bercanda.
“Kamu nih bisa saja, ” ucap Jordan ikut bercanda.
##POV SELESAI
.
Setelah pemakan selesai, semua tamu dan orang tak'jiah sudah pada pulang. Tinggallah Yamuna, suami dan Ibu mertuanya di ruang tamu besar. Sebut saja Farran, CEO tampan berusia 27 tahun. Dan Ibu mertua bernama Caden, berusia 55 tahun. Farran dan Caden adalah pemilik PT. SIXX, bergerak di bidang parfum cukup terkenal di kalangan remaja. Farran bukanlah anak satu-satunya dari Caden. Farran masih memiliki satu saudara yaitu, Abang. Abangnya sudah menikah dan sekarang tinggal di kota Malaysia. Alasan Abangnya belum sampai tepat waktu ke acara pernikahan, karena harus memimpin rapat penting demi kontrak kerjasama ratusan miliyaran rupiah.
Melihat Yamuna masih terus menangis, Farran berjalan mendekati sofa. Farran berjongkok di depan Yamuna, tangan kanan mengusap lembut air mata membasahi kedua pipi Yamuna, “ Jangan menangis terus, sekarang Ayah kamu sudah tenang di sana. Kalau kamu menangis terus nanti Paman Jordan akan bersedih melihat kamu dari atas sana, ” ucap Farran lembut.
Yamuna mengangkat wajahnya, kedua mata sembab menatap wajah tampan Farran. Yamuna segera menyeka air mata di kedua pipinya, kepala menggeleng, “ Aku tidak menangis lagi. Dan Ayah juga tidak boleh menangis di sana! " sahut Yamuna polos.
“ Gitu dong, gadis baik harus berhenti menangis! ” peluk Caden merasa senang melihat Yamuna sudah berhenti menangis.
Yamuna menatap ke sekeliling ruang tamu, “ Katanya tante masih punya anak dan menantu. Tapi dimana mereka, dari tadi aku tidak melihatnya? ” tanya Yamuna polos.
“ Oh…mereka… ”
Baru saja hendak menjawab pertanyaan Yamuna, datang sepasang suami/istri memakai baju untuk pernikahan.
“ Nah, itu mereka! ” tunjuk Canda kepada sepasang suami/istri sedang berjalan mendekati mereka.
“ Apa yang terjadi di sini Ma? ” tanya pria tersebut kepada Caden.
Caden menundukkan wajahnya, air mata perlahan menetes, “ Tuan Jordan sudah meninggal dunia, ” ucap Caden memberitahu dengan wajah sedih.
“ Apa! ” sahut sepasang suami/istri serentak.
“ Kata Farran dan juga tante Caden tidak perlu bersih. Bukannya Ayah sudah tenang di sana. Oh ya, perkenalkan nama aku Yamuna Yin, ” ucap Yamuna memperkenalkan dirinya kepada Abang dan Kakak Iparnya.
“ Saya Dara, ” sahut Kakak Ipar menerima jabat tangan Yamuna.
“ Kalau aku Garda, ” sambung Garda.
Caden berdiri, kedua mata menatap satu-persatu anak dan menantunya, “ Karena kita semua sudah mengumpul di sini. Bagaimana kalau kita pergi makan ke Restauran mewah. Mama sangat ingin pergi bersama-sama ke sana, ” ucap Caden dengan senyum bahagia.
“ Benar, Dara juga sudah tidak pernah makan bersama tante, ” dengan manja Dara menyandarkan kepalanya di bahu kanan Caden, “ Dara juga punya oleh-oleh buat tante, ” Dara mengambil satu kotak hadiah kecil dan memberikannya pada Caden.
“ Apa ini? ” tanya Caden penasaran.
“ Buka saja, ” ucap Dara kepada Caden.
Kedua bola mata Caden, Farran, Yamuna, dan juga Garda membulat sempurna saat melihat isi dalam kotak hadiah mini tersebut. Isinya adalah satu buah alat tes kehamilan dengan garis dua berwarna merah. Hasil tersebut sontak saja membuat seisi ruang tamu dipenuhi kegembiraan.
“ Akhirnya Mama akan segera mendapatkan cucu, ” ucap Caden girang, sambil menjunjung alat tes kehamilan setinggi mungkin. Caden mendekati Yamuna, menunjukkan alat tes kehamilan, “ Kamu juga harus cepat memberikan Mama cucu. Biar nanti rumah ini menjadi ramai dengan kehadiran cucu-cucu Mama. ”
Yamuna hanya bisa tersenyum paksa. Kedua mata menatap tawa kegembiraan di raut wajah keluarga barunya itu. Namun ada satu hal membuat hatinya terus bertanya-tanya.
‘Apakah mereka semua yang tadinya menyemangati dirinya adalah benar-benar orang yang baik. Karena tadi aku sempat mendengar mereka akan pergi ke sebuah Restauran mewah, sedangkan ini adalah malam pertama Ayah meninggal dunia. Dan seharusnya semuanya berduka, bukan untuk pergi bersenang-senang. Tante juga menyuruhku untuk segera memiliki anak agar rumah ini ramai. Apa mereka semua akan tinggal di rumahku? Kalau mereka semua tinggal di rumahku, lantas buat apa mereka memiliki rumah?’
“ Akhirnya Mama akan segera mendapatkan cucu, ” ucap Caden girang, sambil menjunjung alat tes kehamilan setinggi mungkin. Caden mendekati Yamuna, menunjukkan alat tes kehamilan, “ Kamu juga harus cepat memberikan Mama cucu. Biar nanti rumah ini menjadi ramai dengan kehadiran cucu-cucu Mama. ”
Yamuna hanya bisa tersenyum paksa. Kedua mata menatap tawa kegembiraan di raut wajah keluarga barunya itu. Namun ada satu hal membuat hatinya terus bertanya-tanya.
‘ Apakah mereka semua yang tadinya menyemangati dirinya adalah benar-benar orang yang baik. Karena tadi aku sempat mendengar mereka akan pergi ke sebuah Restauran mewah, sedangkan ini adalah malam pertama Ayah meninggal dunia. Dan seharusnya semuanya berduka, bukan untuk pergi bersenang-senang. Tante juga menyuruhku untuk segera memiliki anak agar rumah ini ramai. Apa mereka semua akan tinggal di rumahku? Kalau mereka semua tinggal di rumahku, lantas buat apa mereka memiliki rumah? ’
Karena merasa senang Caden berdiri menghadap anak dan menantunya sedang duduk di sofa. Kedua matanya segara bergantian menatap wajah anak dan menantunya, “ Bagaimana kita rayakan ini di Restauran bintang lima? ” Caden memukul pelan dadanya, melanjutkan ucapannya, “ Biar Mama saja yang mentraktirnya. ”
Yamuna bukan iri atas kebahagian Kakak iparnya mengenai kabar kehamilan anak pertamanya. Tapi menurut Yamuna untuk merayakan itu semua saat ini tidaklah tepat baginya. Terlebih lagi dirinya masih berduka atas kepergian Ayah tercinta.
Yamuna berdiri, tatapan serius tersirat di raut wajahnya saat menatap Ibu mertuanya tersebut, “ Maaf tante, apa tidak sebagusnya perayaan atas kehamilan Kak Dara kita tunda dulu sampai 40 hari kepergian Ayah. Soalnya Yamuna masih sangat terpukul dan bersedih hari ini.”
Dara berdiri, “ Kan kamu yang bersedih bukan aku!” ucap Dara terdengar tidak senang kepada Yamuna.
“ Tapi aku masih berduka. Kenapa Kakak tega bersenang-senang di atas hatiku yang sedang hancur dan rapuh,” sahut Yamuna sedih.
Dara menarik tangan Caden, “Tante, coba kamu lihat menantu baru kamu. Masa dia mau membatalkan perayaan atas kehamilan Dara!” tangan kanan mengarah pada Yamuna, “ Kasih tahu dia untuk bersikap baik kepada Kakak Iparnya,” rengek Dara sekali lagi.
Caden memeluk tubuh Dara, “Sudah kamu jangan bersedih seperti ini. Kita akan tetap pergi kok,” Caden melirik tajam ke Yamuna, “Kamu tidak boleh seperti itu ya, Yamuna. Bagaimana jika bayi di dalam kandungan Dara merasa tertekan akan sikap kamu!” ucap Caden mengelus perut langsing Dara.
Hati Yamuna semakin hancur saat mertua membela Dara. Seharusnya sebagai seorang mertua harus bisa adil kepada menantunya, dan seharusnya bisa melihat mana waktu baik buat merayakan kabar baik dari Dara.
Yamuna gadis baik dan polos mulai mengeluarkan semua isi hatinya, tangan kanan Yamuna memegang dadanya, air mata perlahan menetes membasahi kedua pipinya, “Aku tahu kalau Kak Dara ingin merayakan kebahagiaan ini, tapi boleh tidak jangan malam ini. Tapi kalau tante dan yang lainnya mau pergi untuk merayakannya aku tidak masalah!” Yamuna berbalik badan, kedua tangan menyeka kasar air mata di kedua pipi cantiknya, “ Aku bisa sendiri di sini kok! ” kedua kaki Yamuna melangkah pergi menuju lantai dua.
Farran berdiri, tatapan suram mengarah pada Dara, " Kamu! ” bentak Farran kepada Kakak iparnya. Farran ikut melangkahkan kedua kakinya mengikuti Yamuna.
Dara dan Caden kembali duduk. Melihat menantunya berwajah masam Caden membelai rambut bagian belakang Dara, “Sudah kamu jangan cemberut seperti ini dong. Kasihan bayi kamu nantinya,” rayu Caden lembut kepada Dara.
“ Lagian kalian ini apaan sih. Sudah tahu Yamuna lagi berduka kalian masih saja sibuk mau pergi makan malam dan merayakan atas kehamilan Dara! ” sambung Garda kesal, kedua mata beralih ke Caden, “ Mama lagi! Seharusnya Mama juga harus mengerti jika Yamuna masih berduka. Kalian berdua sibuk mau pergi hari ini seolah-olah besok akan terjadi kiamat! ” Garda berdiri dengan kesal, “Lagian aku masih meragukan itu anakku atau bukan!” sambung Garda kesal, kedua kaki melangkah pergi dari ruang tamu menuju lantai dua.
Tidak ingin membuat Dara merasa kecewa dan sedikit terbebani dengan pikiran Garda atas mengenai anak di dalam kandungan Dara. Caden mengelus kedua lengan Dara, “Kamu yang sabar ya Dara. Garda orangnya memang seperti itu, suka menuduh tanpa bukti.”
Dara menundukkan wajahnya, ari mata perlahan menetes. Hatinya terasa sakit saat mendengar Garda berkata seperti itu. “ Apa sebaiknya aku gugurin saja? ” tanya Dara pada Caden.
“ Eh jangan! ” tangan kanan mengelus perut ramping Dara, “ Mama sangat yakin jika bayi yang kamu kandung itu adalah darah daging dari Garda. Ini cucu pertama Mama loh! Kamu harus menjaganya dengan baik, ya! ” bujuk Caden agar Dara tidak berbuat nekad dengan bayi dalam kandungannya.
.
.
✨✨Depan pintu kamar Yamuna✨✨
Tok!tok
“ Yamuna tolong bukain pintunya dong! ” panggil Farran dari depan pintu kamar Yamuna.
“ Kenapa dek? ” tanya Garda berjalan mendekati Farran.
“ Buat apa kamu ke sini! ” tangan kanan mengarah ke lantai satu, “ Pergi sana urus mulut Istri kamu yang terlewat batas itu. Baru hamil saja sudah ingin minta dirayakan, belum lagi anak itu keluar nantinya, ” ucap Farran kesal mengingat sikap Dara.
“ Tapi Mama juga salah di sini, buat apa Mama tadi menuruti semua keinginan Dara, ” tangan kanan melambai, “ Sudah lupakan saja. Masa gara-gara mereka berdua kita harus berdebat. Sekarang bagaimana dengan Yamuna. Apa dia masih belum mau keluar dari kamar? ”
Farran menggeleng.
Garda memukul pelan bahu kiri Farran, “Sebaiknya kita biarkan saja Yamuna di dalam kamar. Biarkan dirinya tenang, kalau sudah tenang pasti dia akan segera turun. Mari kita turun, agar Yamuna bisa beristirahat,” ucap Garda lembut mengajak Farran untuk turun bersamanya dan membiarkan Yamuna sendirian di dalam kamar.
Farran akhirnya menurut, kedua kaki mereka pun melangkah secara bersama meninggalkan kamar Yamuna.
.
✨✨Di dalam kamar Yamuna✨✨
Yamuna sedang duduk di pinggiran ranjang meratapi foto Jordan, air matanya perlahan menetes mengingat senyum manis Jordan terlihat ikhlas dan tulus sebelum acara resepsi pernikahannya. Tidak ingin terlalu larut dalam kesedian meratapi kepergian Jordan. Yamuna segera menyeka kasar air matanya, menarik nafas panjang dan melepaskannya ke udara.
Yamuna berdiri, ia meletakkan kembali foto Jordan di atas meja rias miliknya. Tangan kanan mengelus lembut pinggiran bingkai foto sambil berkata, “ Sepertinya Ayah salah memilih keluarga suami buat Yamuna. Seperti ini rasanya jika kita tersudut dengan keluarga orang lain, ingin melawan tapi hanya sendiri. Ingin mengadu, tapi harus ke mana. Di dunia ini orang yang sangat peduli dan terus membela Yamuna adalah Ayah. Tapi sekarang Ayah sudah pergi meninggalkan Yamuna untuk selamanya. Sebenarnya hati ini masih tidak rela, tapi Allah lebih sayang kepada Ayah daripada Yamuna. Ayah…jika Yamuna ingin mengadu dan menangis. Apakah Ayah bisa memeluk Yamuna dari atas sana? Saat ini Yamuna sangat merindukan pelukan itu. Pelukan yang mungkin tidak akan pernah Yamuna dapatkan setelah kepergian Ayah, ” air mata perlahan menetes, tangan kanan dengan cepat menyekanya, “ Air mata ini bukan air mata kesedihan. Yamuna hanya merindukan Ayah. ”
Yamuna berbalik badan, kedua tangan kembali menyeka kasar air mata di kedua pipinya. Berulang kali Yamuna menarik oksigen segar di dalam ruang kamarnya.
Yamuna menatap langit-langit kamarnya, “Semua sudah terlanjur. Aku sudah masuk ke dalam keluarga ini. Jalan satu-satunya harus dihadapi, dan aku tidak boleh lemah seperti ini. Aku harus kuat! tapi bagaimana caranya?"
...Bersambung...
Yamuna terus menghirup udara segar di dalam kamarnya. Setelah cukup menyegarkan pikiran dan hatinya, Yamuna melangkah pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan diri sejenak. Setelah itu Yamuna mengganti baju kebayanya dengan baju piyama tipis berwarna merah muda. Tidak ingin membuat suami, mertua, dan ipar merasa tersudutkan ketika sedang di rumahnya. Yamuna segera keluar dari dalam kamar. Kedua kakinya terus melangkah menuruni anak tangga. Rambut hitam panjang setengah basah tergerai bebas di udara.
Farran, dan Garda berdiri Sedangkan Caden dan Dara masih duduk di sofa. Mereka menatap kedatangan Yamuna terlihat sangat cantik dan begitu mempesona dengan baju piyama tipis miliknya.
Dara menaikan alis kanannya menatap kedatangan Yamuna, ‘Sial. Wanita satu ini cantik juga. Kalau seperti ini aku bisa kalah saing dengannya.’
Yamuna menghentikan langkah kakinya di depan mertua, suami, dan Iparnya. Tangan kanan mengulur ke pintu, “Karena tante dan yang lainnya ingin merayakan kehamilan Kak Dara. Lebih bagus kalian pergi dari rumahku sekarang juga. Dan kalian boleh kembali jika kalian ingin mengunjungi aku dan juga Farran,” tegas Yamuna, kedua mata melirik tajam ke Caden.
‘Gawat. Kalau gadis ini menyuruh aku kembali, pasti aku tidak bisa menikmati kekayaan dari gadis ini. Bukannya aku menyetujui pernikahan Farran dengan Yamuna semata aku juga ingin ikut menikmati hartanya. Kalau seperti ini aku harus segera bertindak agar Yamuna bisa tetap mempertahankan aku tinggal bersama dengan Farran.’
Setelah bergelut dengan pikiran kotornya, Caden segera berjalan mendekati Yamuna. Ibarat karyawan ingin naik jabatan. Caden mengemis dengan cara memijat lembut kedua bahu Yamuna sambil berkata, “Mana mungkin kami pergi di saat menantu baru Mama sedang berduka. Ini juga sudah malam, kenapa kamu tega mengusir Mama mertua kamu pergi dari rumah ini. Izinkanlah Mama dan yang lain untuk bermalam di sini!” rayu Caden lembut.
Yamuna melepaskan perlahan kedua tangan Caden dari kedua lengannya. Senyum palsu Yamuna tunjukan saat menatap wajah Caden, “Maaf tante. Air ludah yang sudah dibuang, tidak perlu di jilat lagi!” Yamuna berjalan mendekati Dara, kedua tangan diletakkan di atas pinggang, tubuh sedikit membungkuk menatap Dara sedang duduk manis di sofa. Yamuna menyambung ucapannya, “Bukannya tadi Kak Dara bilang jika hanya aku yang berduka, bukan dirinya. Bukan begitu Kak Dara?”
“Yamuna. Kamu kenapa jadi marah seperti ini?” tanya Caden berusaha mendekati Yamuna.
“Ha ha” tawa renyah keluar dari bibir Yamuna. Tatapan dingin tertuju kepada Caden, “Aku tidak marah. Hanya saja aku mengulang….”
Plaakk!!
Farran mendaratkan satu tamparan keras di pipi kiri Yamuna.
Melihat Mamanya seperti sedang direndahkan. Farran terlihat tidak senang, tangan kanannya dengan ringan melayang ke pipi Yamuna. Farran memeluk Mamanya. Jari telunjuk Farran mengarah ke Yamuna, “Lancang sekali mulut kamu membantah Mama. Aku menyesal menikah dengan kamu!”
“Ha ha. Menyesal?” tanya Yamuna dengan tawa renyah menyelimuti perkataannya.
“Iya. Aku menyesal!” ucap Farran sekali lagi dengan nada sedikit tinggi.
“Daripada penyesalan ini membuat kamu menjadi rasa penyesalan untuk seumur hidup. Lebih bagus kita bercerai.”
‘Tidak aku sangka gadis polos dan lugu ini memiliki sikap pemberani juga. Jika dia ngotot ingin bercerai dengan putraku. Maka Farran tidak akan mendapatkan hasil apa pun. Aku tidak boleh membiarkan ini terjadi. Aku harus menuruti semua permintaan gadis sombong ini. Mala mini aku haru mengalah, dan aku juga harus memikirkan sesuatu hal yang matang untuk rencana selanjutnya. Agar aku bisa menetap tinggal di sini.’
Caden mengelus bidang dada Farran. Kepala menggeleng, “Nak. Kamu tidak boleh kasar seperti itu dengan Istri kamu. Kamu harus sabar, mungkin amarah Yamuna efek dirinya sedang merasa sedih karena baru saja ditinggalkan oleh tuan Jordan. Karena hari mulai larut, Mama dan yang lainnya sebaiknya pulang ke rumah saja. Lagian jarak rumah kita tidak jauh, hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu jam saja. Besok Mama dan yang lainnya mampir kembali,” Caden mendekati Yamuna, tangan kanannya membelai lembut bahu kanan Yamuna, “Mama pulang dulu. Dan kamu jangan berkelahi lagi dengan Farran. Jika punya masalah jangan terlalu buru-buru meminta cerai."
Yamuna diam, tidak mempedulikan nasehat Caden, dengan wajah ia buang ke sisi kanan.
Garde mendekati Yamuna, tangan kanan membelai lembut puncak Yamuna, “Maafkan perbuatan kasar dari Farran!” ucap Garda meminta maaf kepada Yamuna atas kesalahan adiknya.
Melihat Garda bersikap lembut kepada Yamuna, Dara terlihat tidak senang. Dara segera menarik tangan Garda, membawa Garda berjalan keluar meninggalkan kediaman rumah Yamuna.
“Aku ikut Mama pulang,” ucap Farran merangkul tangan kanan Caden. Membawa Caden perlahan berjalan menuju pintu utama.
Caden menghentikan langkahnya. Caden berdiri, menatap serius wajah Farran, “Kamu sudah menikah, dan di sini Yamuna hanya tinggal sendirian. Sebagai seorang lelaki tidak boleh tega membiarkan seorang wanita tinggal sendirian di rumah sebesar ini!” Caden membelai lembut pipi kiri Farran, “Mama pulang dulu. Kamu harus mengontrol emosi kamu, dan bertahanlah dengan sikap Istri kamu!” Caden melirik ke Yamuna masih berdiri di tengah ruang tamu. Tangan kanan melambai, “Mama pergi dulu ya sayang. Besok pagi Mama akan datang kembali dengan membawakan kamu sarapan,” ucap Caden lembut berpamitan dengan Yamuna. Caden kembali menatap wajah Farran, “Mama pulang dulu,” sambung Caden melangkah pergi meninggalkan Farran dan juga Yamuna.
Melihat Caden, Garda dan juga Dara sudah pergi dari rumahnya. Yamuna berbalik badan, kedua kaki melangkah menuju anak tangga dengan bibir mengumpat, “Aku tidak menyangka jika memiliki Ibu mertua yang sangat pandai bersandiwara.”
Mendengar umpatan Yamuna, Farran langsung menutup dan mengunci pintu. Kedua kaki Farran melangkah besar mengikuti Yamuna. Farran langsung menggenggam erat pergelangan tangan kiri Yamuna. Membawa paksa Yamuna menaiki anak tangga menuju kamar.
“Lepaskan aku!” teriak Yamuna berusaha melepaskan diri dari genggaman tangan Farran.
Farran tidak memperdulikan rintihan Yamuna. Kedua kakinya terus melangkah cepat sambil menggandeng tangan Yamuna berjalan menuju kamar. Sesampainya di depan pintu kamar, Farran langsung membuka pintu, mendorong tubuh Yamuna masuk ke dalam kamar hingga tubuh Yamuna tersungkur di lantai. Membuat kedua lutut memar.
“Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Yamuna berusaha bangkit.
Setelah mengunci pintu dan membuang kuncinya, Farran membuka perlahan baju kemeja putih, dan gasper celana. Tatapan dingin mengarah ke wajah Yamuna, “Menurut kamu apa lagi?” tanya Farran kembali. Kedua kaki berjalan cepat mendekati Yamuna.
Yamuna berbalik badan, “Tidak. Sudah gila kamu!” ucap Yamuna meninggikan nada suaranya, kedua kaki berlari menuju kamar mandi.
Blam!
Saat Yamuna hendak membuka pintu kamar mandi, Farran segera menahan pintu kamar mandi dengan tangannya.
“Berhenti di sana, atau aku akan berteriak!” ucap Yamuna sedikit mengancam Farran. Merasa takut akan hal buruk menimpa dirinya, kedua kaki Yamuna berjalan mundur, menjauh dari Farran.
“Teriak saja,” Farran mengulurkan tangannya, menarik tangan kanan Yamuna sehingga Yamuna jatuh dalam pelukannya.
“Lepaskan aku!” teriak Yamuna berusaha lepas dari Farran.
Farran tidak memperdulikan teriakan Yamuna. Farran malah menggendong Yamuna dan membawanya menuju ranjang. Farran menjatuhkan tubuh Yamuna dengan kasar di atas ranjang.
“Aku bilang jangan lakukan hal ini kepadaku, Farran!” ucap Yamuna sedikit menekan nada suaranya.
Yamuna perlahan ingin duduk. Namun Farran dengan cepat menindih tubuh Yamuna. Tangan kanan dengan cepat menyatukan kedua pergelangan tangan Yamuna, dan menggenggamnya sangat erat. Tatapan penuh maksud tersirat jelas di raut wajah Farran saat menatap wajah Yamuna, “Kamu sudah membuat aku marah. Jadi kamu harus menerima hukumannya!” Farran membungkam bibir merah muda Yamuna dengan ciuman manis.
‘Ciuman ini membuat aku tidak bisa bernafas. Aku harus bagaimana ini. Aku harus segera melepaskan diri, tapi genggaman tangannya sangat kuat sekali.’
Farran melepaskan ciumannya. Dan berpindah ke tempat lain. Tangan Farran sangat aktif dan ramah menjelajahi tubuh mulus Yamuna. Membuat bibir Yamuna tadi hanya diam membisu kini mulai mengeluarkan suaranya. Saat semua pemanasan sudah terlanjur panas, Farran hendak memasukan rudalnya. Farran dapat tunjangan hangat dari Yamuna.
Bam!
Sebuah kaki mulus mend-arat tepat di rudal Farran.
“Auw!” keluh Farran memegang rudalnya.
“Hiks..hiks..sakit… kamu sangat kasar. Aku kan sudah bilang jangan lakukan hal ini kepadaku!” rengek Yamuna, kedua tangan terus menyeka kasar air mata di pipinya.
...Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!