Seorang siswi baru tengah berjalan dengan santainya di koridor sekolah. Gadis itu tengah mencari di mana letak ruang kepala sekolah.
"Bro... Bro... ciwi, Bro!" Heboh cowok yang bernama lengkap Sebastian Arseino kepada kedua sahabatnya.
"Mana?" Tanya cowok satunya yang bernama lengkap Verrel Zufar Mahendra.
"Arah jam 12.00, Depan noh!" Tunjuk Bastian menggunakan dagunya.
"Kayaknya dia siswi baru deh". Tebak Verrel.
Sementara salah satu dari mereka, Axello Arkana Marvellyo masih asyik memejamkan matanya.
"Samperin ah... Siapa tau gue bisa dapat nomor WA tuh cewe. Hihi..." Celetuk Bastian bersemangat.
"Cewek mulu Lo!" Cibir Verrel.
"Lah... Apa salahnya dong, Bro? Gue jomblo, ada ciwi bening depan mata, gue pepetlah. Kali aja ini cewek jodoh gue." Jawab Bastian santai.
"Ye... Jodoh-jodoh... Sekolah aja belum kelar, udah ae mikirin jodoh!" Lagi-lagi Verrel mencibir sambil menonyor kepala sahabatnya itu.
"Sialan Lo, ya. Nggak masalah dong, Bro. Di masa SMA ini gue nggak mau, dong, pacaran cuma sekali..." Jawab Bastian menggantung tak terima.
"... Emangnya ..." Sambil melirik Axell. "... yang sekali pacaran putus, terus nggak mau deket sama ciwi lagi." Jawab Bastian setengah menyindir.
"Wah... Cari gara-gara, nih bocah. Sikat, Xell!" Kompor Verrel sambil menepuk pundak sahabatnya itu.
Seketika Axell langsung membuka matanya yang sedari tadi ia pejamkan sambil duduk bersandar pada bangku taman. Ya memang sekarang mereka sedang berada di taman depan sambil menunggu bel sekolah berbunyi.
Axell Melirik Bastian yang tadi sempat menyindirnya. Mendapat lirikan mata tajam dari Axell membuat Bastian merinding. Pasalnya Axell termasuk cowok yang nggak banyak bicara.
"Wait... Santai, Bro! Serem amat tuh muka! Santai kali, Man!" Ucap Bastian.
Tak ada kata yang terucap dari mulut Axell. Laki-laki itu hanya diam sambil kembali memejamkan matanya.
Verrel hanya bisa tertawa melihat interaksi keduanya. Axello yang begitu pendiam dan juga Bastian yang tak bisa sebentar saja untuk menutup mulutnya. Sungguh dua kepribadian yang berbeda.
"Dah lah... Cabut dulu gue." Ucap Bastian sambil berlalu meninggalkan kedua sahabatnya.
"Eh... Bas, Mau ke mana Lo?" Tanya Verrel.
"Mau susulin bidadari gue." Jawab Bastian asal sambil berjalan menyusul gadis yang sempat menjadi perhatian mereka tadi.
"Mimpi Lo!" Teriak Verrel karena jarak mereka yang sudah lumayan jauh.
"Cabut, yuk!" Ajak Verrel pada Axello.
Tanpa menjawab Axell pun bangkit dari duduknya. Mereka mulai berkeliling untuk memeriksa setiap sudut sekolah terlebih dahulu sebelum menuju ke kelas. Untuk mencari-cari kalau ada murid yang datang terlambat atau sengaja bolos tidak mengikuti pelajaran.
...***...
Terlihat seorang gadis tengah menelpon seseorang di koridor sekolah.
"**Iya, Pa. Ini Dira sudah sampai di sekolah."
"(....)."
"Iya, Pa."
"(....)."
"Nggak usah, Pa. Dira bawa mobil sendiri kok!"
"(....)."
"Iya, Pa. Assalamualaikum**."
"(....)."
Tuutt...
Gadis cantik itu pun menutup teleponnya dan memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas sekolah.
"Cewek..." Sapa Bastian.
Merasa ada yang memanggil, Dira pun menoleh. Dan...
'E buset... Mimpi apa gue semalem. Gila! Nih cewek cantik banget.' Kagum Bastian dalam hati.
"Lo anak baru?" Pertanyaan yang muncul bukan dari Bastian melainkan dari Verrel yang baru saja datang bersama dengan Axell setelah selesai berkeliling.
"Iya. Sorry, Kak, Ruang kepala sekolah dimana ya?" Tanya Dira.
"Oh... Ruang kepala sekolah? Lo lurus aja, Nanti ada perpustakaan. Ruang kepala sekolah sebelah kanan perpustakaan." Jelas Verrel.
"Ok, thanks. Kalo gitu, gue duluan ya, kak?" Pamit Dira sopan dengan senyum tipisnya.
"Seketika gue meleleh, Man. Keknya gue diabet mendadak, deh!" Celetuk Bastian setelah melihat senyum manis yang dari Dira.
"Cantik." Ucap Verrel.
"Eh, Bro... Jatah gue tuh!" Protes Bastian tak terima.
"Kenapa?" Tanya Verrel santai.
"Ya... Kagak ngapa-ngapa, sih!" Jawab Bastian.
"Gue duluan." Ucap Axell yang pergi tanpa menunggu jawaban dari kedua sahabatnya.
"Woy... Tunggu, Xell!" Teriak Bastian sambil berjalan menyusul sahabatnya itu.
"Kebiasaan." Cibir Verrel.
...***...
11 IPS 1
"Anak-anak... Kumpulkan tugas sekolah yang bapak berikan Minggu lalu!" Ucap pak Bambang - Guru yang kebetulan mengajar di kelas tersebut.
"Lah... Pak. Emangnya ada tugas, ya?" Tanya Melody Dewantari - Salah satu murid yang ada di kelas tersebut.
"Ada. Memangnya kamu tidak mengerjakannya, Melody?" Tanya balik pak Bambang.
"Tidak, Pak." Jawab Melody sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Huu..." Teriak seisi kelas.
"Sudah... Sudah... Sudah anak-anak!" Teriak pak Bambang.
"Jadi, kenapa kamu tidak mengerjakan tugas yang bapak berikan Melody?" Tanya Pak Bambang lagi.
"Saya kan baru masuk hari ini, pak. Seminggu yang lalu kan saya izin. Gimana, sih, Bapak!" Protes Melody.
"O... Iya, saya lupa. Baik anak-anak, yang sudah mengerjakan lanjut halaman lima belas. Nanti sebelum jam istirahat harus sudah dikumpulkan di meja bapak. Dan kamu Melody, Tugas kamu tetap di kerjakan, di tambah seperti yang bapak jelaskan tadi!" Ucap pak Bambang.
"Yahh... Bapak... Kira-kira, dong, Pak! Bisa sakit tangan saya nanti!" Protes Melody tak terima.
"Daripada kamu banyak protes, Sebaiknya kamu segera mengerjakan tugas! Ini semua juga salah kamu sendiri. Kenapa kamu tidak bertanya dengan teman-teman kamu, apa ada tugas dari bapak atau tidak? Supaya kejadian seperti ini tidak terjadi." Ucap pak Bambang panjang lebar.
"Tapi nggak segini banyaknya juga kali, pak!" Protes Melody.
"Itu sudah menjadi konsekuensi kamu Melody. Kalau kamu masih kurang, nanti bisa bapak tambahkan lagi tugas untuk kamu." Ujar pak Bambang.
"Nggak... Nggak, pak. Segini aja cukup, kok." Tolak Melody cepat.
"Sebaiknya kamu segera mengerjakan Melody, lihat teman-teman kamu! Mereka sudah mulai mengerjakan tugas yang bapak berikan." Tegur pak Bambang lagi.
"Baik, pak." Jawab Melody pasrah.
'Bisa gempor nanti.' Batin Melody.
...***...
Tok...
Tok...
Tok...
"Masuk!" Titah pak Bambang.
"Permisi." Ucap siswi baru yang tak lain adalah Dira.
"O... Kamu murid baru itu, ya?" Tanya pak Bambang ramah.
"Iya, pak." Jawab Dira.
"Baik, kalau begitu perkenalkan diri kamu!" Ucap pak Bambang.
Dira mengangguk sebelum akhirnya memperkenalkan diri.
"Hai... Gue Andira Gracelia. Gue pindahan dari Bandung." Ucap Dira menyapa.
"Baik, Dira. Silahkan duduk. Di Sana ada dua bangku kosong, kamu boleh pilih!" Titah pak Bambang. Dira mengangguk lalu menuju bangku kosong dekat jendela.
"Dira cantik, kok duduk di situ, sih?! Sini sama Abang Zaki!" Celetuk Zaki yang duduk tepat di belakang Dira. Sorak-sorak langsung terdengar dari siswa-siswi seisi kelas karena perkataan Zaki tadi.
"Jangan mau, Dira! Entar Lo malah di modusin sama si Zaki!" Sahut Melody pada Dira.
"Hilih... Bilang aja Lo cemburu kalo gue ada yang lain!" Jawab Zaki sekenanya.
"Idih... Siapa Lo? Tanya Melody sambil bergidik.
"Hahaha... " Terdengar tawa dari seisi kelas.
"Lo tanya gue siapa? Kenalin, gue Zaki... Zaki Arya Pradipta kalo Lo lupa nama gue!" Jawab Zaki sambil membanggakan namanya itu.
"Woi... Berisik Lo berdua! Kalo mau bertengkar masalah rumah tangga, Jangan disini! Sana ke lapangan, biar nggak ganggu kita yang lagi ngerjain tugas!" Protes Adit sang ketua kelas.
Dira yang melihat tingkah absurd teman-teman barunya itu pun hanya bisa menggelengkan kepalanya. Mereka bahkan lupa kalau guru yang mengajar masih berada di dalam kelas.
"Sudah anak-anak! Tolong diam! Bapak ada urusan sebentar. Nanti tugasnya bapak tunggu di meja bapak, ya! Sebelum jam istirahat sudah harus dikumpulkan." Peringat Pak Bambang.
...***...
Bel istirahat telah berbunyi dan semua murid sedang beristirahat di kantin. Namun tak sedikit juga yang menghabiskan waktu di taman, perpustakaan, atau bahkan duduk santai di sekitar lapangan.
Di kantin sekolah, Dira tengah menikmati makanannya. Entah sarapan atau makan siang, karena Dira memang hampir tidak pernah sarapan. Mengingat Dira yang tinggal sendiri di apartemen, terkadang Dira malah hanya untuk membuat sarapan untuk dirinya sendiri. Nanti sarapan di kantin pikir gadis itu.
"Dira..." Sapa Melody.
"Iya." Jawab Dira.
"Boleh gabung?" Tanya Melody.
"Boleh, duduk aja." Jawab Dira.
"Thanks... Gue liat Lo sendirian aja." Ucap Melody yang kini mulai memakan makanannya.
Tak menjawab, Dira hanya tersenyum tipis.
"Kok Lo ngirit banget, sih, Dir, Ngomongnya!" Celetuk Melody.
Dira kembali tersenyum, sampai akhirnya menjawab, "Gue emang gini orangnya."
Tiba-tiba terdengar riuh teriakan para siswi dari arah pintu masuk kantin, karena kedatangan tiga cowok most wanted di sekolah tersebut. Siapa lagi kalau bukan Axell sang ketua OSIS, Verrell si wakil ketua OSIS, dan jangan lupakan si Bastian - Si cowok tengil sekaligus The high quality jomblonya SMA Bhakti bangsa.
Tanpa ba-bi-bu lagi, Bastian yang tak sengaja melihat keberadaan Dira di salah satu meja kantin itupun langsung datang menghampiri.
"Hai cantik... Lo yang tadi pagi itu kan?" Tanya Bastian cepat.
"Iya." Singkat Dira.
"Boleh gabung dong?" Tanya Bastian dan langsung duduk tanpa menunggu jawaban dari Dira.
"Kak, kalau gak perlu nunggu jawaban ngapain tanya!" Protes Melody.
"Insting, Mel." Jawab Bastian santai.
"Insting?" Beo Melody. Sementara Dira hanya mengangkat satu alisnya.
"Ya insting gue yakin, kalo nggak mungkin lah Lo berdua bakalan ngelarang kita duduk disini." Jelas Bastian.
"Kita?" Tanya Dira bingung. Pasalnya setahu Dira Bastian datang sendiri.
'Siapa yang dimaksud kita?'
"Iya. Gue sama temen-temen gue. Tuh." Tunjuk Bastian menggunakan dagunya.
Dan benar saja, saat Dira dan Melody menoleh ke belakang, Ternyata sudah ada Axell dan Verrel yang sedang berjalan mendekat ke arah mereka.
"Boleh gabungkan?" Pertanyaan yang sama seperti yang Bastian ucapkan dari Verrel.
"Boleh, kak. Duduk aja!" Jawab Melody.
"Oh... iya, kita belum kenalan. Gue Bastian." Ucap Bastian sambil mengulurkan tangannya.
"Dira." Ucap Dira sambil menyambut ukuran tangan Bastian.
"Gue Verrel..." Sahut Verrel sambil mengulurkan tangannya bergantian dengan Bastian dan di sambut baik oleh Dira.
"...Dan yang ini temen gue. Kenalin, Axell, Si pak Ketos disini." Sambung Verrel dan di angguki kepala oleh Dira, tanda gadis itu mengerti.
Drrtt... drrtt...
Tiba-tiba ponsel Dira bergetar, pertanda ada panggilan masuk.
"Ponsel Lo, Dir." Celetuk Melody. Tanpa melihat nama si pemanggil, Dira langsung menerima panggilan tersebut.
"Hallo." Sapa Dira, dan seketika gadis itu mengangkat satu alisnya.
"(....)."
"Nggak bisa, Sorry!"
"(....)."
"Nggak bisa, gue sibuk."
"(....)."
"Terserah." Dan...
Tuutt...
Dira langsung mematikan teleponnya sepihak. Seakan enggan berlama-lama menerima telepon tersebut.
"Siapa, Dira?" Tanya Bastian kepo. Tak ada jawaban yang keluar dari Dira, gadis itu hanya menggelengkan kepalanya samar sebagai jawaban.
"Buset... Nih cewek 11-12 sama kayak si bapak muka datar temen kita, Rel." Bisik Bastian pada Verrel.
"Wah... Nantangin Lo, Xell." Kompor Verrel. Sementara Axell hanya melirik Bastian sekilas dan langsung memasang earphone andalannya untuk mendengarkan musik.
"Gue duluan." Pamit Dira dan beranjak dari kursi yang ia duduki.
"Lho... Kok buru-buru banget, sih, Dir!" Tanya Melody.
"Iya, nih. Buru-buru banget, kita baru aja duduk." Sahut Bastian.
"Gue mau ke toilet." Jawab Dira yang pada kenyataanya tak sesuai dengan kaki kemana gadis itu melangkah.
"Ya elah, Dir... Dir... Baru juga mau gue pepet tuh cewe. Ditinggal lagi gue, heran!" Ucap Bastian frustasi.
"Tuh ciwi beda, Bro." Sahut Verrel.
"Si Dira emang agak pendiam, Kak. Di kelas juga gitu tadi." Jelas Melody. Sementara Axell, diam-diam laki-laki itu melirik ke arah perginya Dira.
...***...
Bel pulang sekolah telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Kini Dira tengah mengendarai mobilnya menuju apartemen yang sudah hampir setahun ini ia tinggali.
Sebelumnya, Dira tinggal bersama papa dan mama tirinya. Mama Dira sudah meninggal beberapa tahun yang lalu saat Dira masih di bangku SMP. Kenapa Dira memilih tinggal sendiri di apartemen? Alasannya karena Dira ingin belajar hidup mandiri.
Awalnya sang papa menolak dengan keras keinginanmu Dira, mengingat Dira adalah putri satu-satunya. Tapi, karena keinginan Dira yang begitu kuat akhirnya mampu meluluhkan hati papa Dira dan mengizinkannya untuk tinggal sendiri di apartemen.
...***...
Hari ini, Dira bangun kesiangan. Hingga dia datang terlambat ke sekolah. Ditambah jalanan yang macet karena padatnya kendaraan, membuat gadis itu uring-uringan sendiri di dalam mobil.
"O-Shitt! Telat, deh gue pasti." Ucap Dira sambil memukul stir mobilnya.
Hingga beberapa menit berlalu, kini Dira sudah berada di depan pintu gerbang sekolah yang sudah di tutup. Ya, Dira sampai di sekolah pukul 07.18.
Tiinn... Tiinnn...
Bunyi klakson mobil Dira.
"Pak tolong bukain pintu gerbangnya, dong!" Ucap Dira setelah keluar dari mobil dan menghampiri pak satpam penjaga gerbang sekolah.
"Bentar, ya, Neng!" Jawab pak Dirman selaku satpam sekolah.
"Lah... Si bapak, bukannya bukain pintu gerbangnya, eh, malah pergi." Keluh Dira kesal. Pasalnya bukannya berjalan mendekat untuk membukakan pintu, pak dirman malah pergi entah kemana.
Tak lama kemudian, datanglah pak Dirman disusul Verrel dan juga Axell di belakangnya.
"Ckk. Kena hukum deh, gue, pasti." Tebak Dira yang sudah kembali ke dalam mobil. Gadis itu mengira kalau ia pasti akan di hukum karena keterlambatannya datang ke sekolah.
Verrel dan Axell berjalan mendekat. Tangan Verrel terulur untuk mengetuk kaca jendela mobil Dira.
Tok... Tok...
"Parkirin mobil Lo, terus langsung temuin gue di lapangan!" Ucap Axell lalu pergi meninggalkan Verrel dan juga Dira di depan pintu gerbang.
"Cepetan ya, Dir!" Ucap Verrel lalu berjalan menyusul sahabatnya itu.
Kini Dira tengah berada di lapangan dengan Axell dan Verrel yang berdiri di depannya.
"Andira Gracelia P. P." Ucap Verrel sambil membaca Name tag yang tercantum pada seragam Dira. Sementara Dira hanya mengangkat satu alisnya.
"Kenapa telat?" Tanya Axell dingin.
"Kesiangan, kak." Jawab Dira.
"Kenapa bisa kesiangan?" Tanyanya lagi.
"Semalam nggak bisa tidur, kak." Jawab Dira apa adanya.
"Kenapa nggak bisa tidur? Mikirin cowoknya, ya?" Pertanyaan dengan nada menggoda yang keluar dari mulut Verrel.
"Nggak, kak." Jawab Dira lagi.
"Ok, Karena Lo murid baru disini, gue masih bisa tolerir..." Ucap Axell. "...Tapi besok-besok nggak lagi." Sambung laki-laki itu dan langsung pergi meninggalkan lapangan.
"Ok, Dira. Lo boleh langsung ke kelas." Ucap Verrel menambahkan.
"Thanks, Kak." Ucap Dira sambil menghembuskan nafasnya kasar.
...***...
Di kelas, Dira yang baru saja masuk langsung mendapatkan pertanyaan dari Zaki. Beruntung kelas dalam keadaan jam kosong.
"Telat, ya, Dir?" Tanya Zaki. Dira hanya menoleh sekolah dang menganggukkan kepalanya.
"Untung jamkos, Dir. Kalo enggak..." Ucap Melody menggantung
"Kenapa?" Tanya Dira sambil mengangkat satu alisnya.
"Hari ini tuh jam pelajarannya Bu Sarah." Jawab Melody.
Dira tak lagi bertanya, gadis itu lebih memilih menunggu Melody menjelaskan ada apa dengan jam pelajaran Bu Sarah.
"Bu Sarah itu termasuk salah satu guru yang gak main-main kalo ngasih hukuman." Jelas Melody. Sementara Dira gadis itu hanya mengangguk dengan mulut yang membentuk huruf O.
...***...
Dira tengah menikmati nasi goreng dan juga Lemon tea hangat kesukaannya bersama Melody di kantin.
"Dira gue boleh nanya nggak?" Tanya Melody tiba-tiba.
"Boleh." Jawab Dira sambil kembali melanjutkan makannya.
"Rumah Lo jauh ya dari sekolah? Kok Lo bisa telat tadi?" Tanya Melody To the points.
"Lumayan... 30 menit perjalanan." Jawab Dira.
"Eh... Ada Dira. Tadi telat ya, Dira?" Celetuk Bastian yang tiba-tiba datang.
"Iya." Jawab Dira singkat.
"Besok-besok jangan terlambat lagi ya, Dir!" Ucap Verrel mengingatkan. Sementara Axell tetap dengan diamnya. Entah sudah berapa lama tiga cowok most wanted itu sudah berada satu meja dengan Dira.
"Iya, kak." Jawab Dira.
Drrtt... drrtt...
"Eh... Ponsel Lo, Dir!" Ucap Melody. Dira hanya memutar matanya malas. Sementara Zaki yang kepo karena melihat ekspresi wajah dari wajah Dira pun langsung membaca nama si pemanggil.
📲 Jangan diangkat is Caling...
"Kok namanya jangan diangkat, Dir? Siapa emang?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Melody.
"Bukan siapa-siapa, Mel." Jawab Dira lirih.
"Mantan Lo pasti." Tebak Verrel.
Dira menggeleng pelan, "Bukan."
Tak lama berselang, ponsel Dira kembali bergetar dan menunjukkan nomor tidak di kenal.
📲 08522728xxxx is Calling...
Dira mengangkat sebelah alisnya melihat nomor si pemanggil. Namun kali ini Dira memutuskan untuk menerima panggilan tersebut. Siapa tahu penting, begitu pikirnya.
"Hallo."
"(....)."
"Gue sibuk."
"(....)."
"Gue nggak bisa, Sorry!"
"(....)."
"Ya karena seberapa banyak Lo ngajakin gue, jawaban gue akan tetap sama. Gue nggak bisa."
Tuutt...
Dira langsung memutus teleponnya itu sepihak. Bukan itu saja, gadis itu bahkan langsung me-non aktifkan ponselnya tersebut dan langsung beranjak pergi dari kantin.
"Gue duluan, ya!" Ucap gadis itu sebelum pergi meninggalkan kantin.
"Dira, makan Lo bahkan belum abis." Cegah Melody.
"Buat Lo aja, Mel. Gue udah nggak selera." Jawab Dira sambil berlalu meninggalkan kantin.
"Si Dira emang gitu ya kalo di kelas!" Tanya Bastian yang semakin penasaran dengan Dira.
"Iya, kak. Si doi emang terkesan cuek kalo di kelas." Jawab Melody apa adanya.
Dalam diam, Axell memperhatikan punggung Dira yang semakin mengecil dari pandangannya.
'Misterius!'
...***...
Kini Dira sedang berada di parkiran. Bel pulang sekolah sudah berbunyi hampir sepuluh menit yang lalu. Gadis itu ingin segera pulang dan mengistirahatkan tubuhnya, ia merasa sedikit lelah hari ini.
"Eh... Dira... Pulang sendiri, Dir?" Tanya Bastian yang kebetulan lewat.
"Iya, kak." Jawab Dira singkat.
"Mau gue anterin nggak?" Tanya Bastian lagi.
"Nggak usah, kak. Makasih..." Tolak Dira. "...Gue bawa mobil sendiri." Lanjutnya.
Bastian mengangguk, "Emang kalo boleh tau, Lo tinggal dimana?" Tanya Bastian lagi pantang mundur. Sungguh, baru kali ini, Bastian merasa diabaikan.
"PEPET TERUS, BAS! JANGAN KASIH KENDOR!" Teriak Verrel dari kejauhan. Verrel tengah berjalan dengan Axell saat ini.
"Nggak bisa gue kasih tau, kak. Sorry." Jawab Dira. Gadis itu lalu masuk kedalam mobil dan menjalankan mobilnya meninggalkan area sekolah.
"Gimana, Bas?" Tanya Verrel.
"Gue tanya doi tinggal dimana. Eh... Nggak mau jawab!" Jawab Bastian.
"Baru kali ini, Lo di cuekin sama cewek." Ucap Verrel.
"Justru itu, Rel, Gue jadi semakin penasaran sama tuh cewek." Jawab Bastian.
"Gue duluan." Ucap Axell tiba-tiba.
"Eh... Xell! Buru-buru banget? Jadi kan ke kafe?" Tanya Verrel cepat.
"Jadi. Lo berdua duluan. Gue nyusul."
Sore itu, Axell yang baru sampai di apartemen miliknya langsung bergegas menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang lengket karena aktivitasnya di sekolah.
Selesai dengan urusan mandinya, Axell langsung mencari Outfit miliknya untuk datang ke kafe, menemui kedua sahabatnya sekaligus untuk melihat beberapa laporan dari kafe miliknya.
Ting...
Saat keluar dari lift, pandangan mata Axell tertuju pada seorang gadis yang masih mengenakan seragam SMA yang sama dengan sekolahnya.
"Bukannya itu Dira? Ngapain tuh cewe disini?" Gumam Axell. "... Bunga? Bunga dari siapa?" Lirih laki-laki itu. Pasalnya ia melihat Dira di lobi apartemen sambil membawa buket bunga, bahkan masih mengenakan seragam sekolah.
Tiba-tiba ponsel Axell berdering.
📲 Verrel is Calling...
"Hallo."
"Bro... Lo lama banget, sih!" Protes Bastian yang menelpon menggunakan ponsel Verrel. "... Lo mandi apa berendam?"
"Gue udah mau otw." Jawab Axell sambil melajukan mobilnya menuju kafe.
"Ok. Tapi jangan lupa, Man!" Ucap Bastian mengingatkan.
"Apa?" Tanya Axell singkat.
"Jangan lupa belok. Jangan lurus terus jalannya, Bisa-bisa Lo nabrak. Hahaha..." Tawa pecah Bastian.
"Sialan Lo!" Umpat Axell kesal.
Tuutt..
Axell mutus sepihak telepon dari Bastian dan semakin mempercepat laju mobilnya.
...***...
Kini Axell sudah sampai di kafe yang hampir setiap hari ia datangi. d'Axe Cafe adalah kafe tempat nongki yang sekarang ini tengah populer dan di gandrungi kalangan remaja. Dengan desain interior yang Instragamable, serta menu makanan dan minuman kekinian yang semakin menambah minat para pengunjung yang kebanyakan anak muda tersebut.
Tapi tak banyak yang tahu, kalau d'Axe Cafe adalah kafe yang Axell dirikan dua tahun lalu. Ya, Axello Arkana Marvellyo, si ketos dingin tak tersentuh dari SMA Bhakti bangsa.
Cowok yang terkenal tampan, mempunyai postur tubuh tinggi tegap, dan irit bicara. Axell hanya akan bicara kalau menurutnya perlu. Tapi lain cerita jika Axell bersama dengan kedua orang tuanya dan juga sahabatnya. Axell akan sedikit berbeda. Catat ya, sedikit.
"Ini nih, yang kita tungguin sedari tadi. Akhirnya dateng juga. Nungguin Lo berasa kek nungguin cewe dandan, Bro!" Protes Bastian.
"Udah untung gue Dateng!" Jawab Axell tak terima.
"Sorry kali, Xell. Sensi amat Lo jadi cowo, kek ciwi PMS!" Cibir Bastian lagi.
"Sialan Lo!" Kesal Axell. "...BTW, Verrel mana?" Tanya Axell ingin tahu karena tak melihat adanya Verrel.
"Ck. Si Verrell? Baru balik dia, di telepon nyokapnya, suruh balik." Jelas Bastian.
"Balik?" Tanya Axell heran. Karena tak biasanya Verrel pergi tanpa menunggu kedatangannya terlebih dahulu. Biasanya mereka menyempatkan waktu untuk sekedar berkumpul untuk makan atau mabar game online.
"Iya, balik. Di suruh minum susu dulu katanya. Hahaha..." Jawab Bastian asal.
Tiba-tiba datang pelayan kafe menghampiri Axell.
"Bos." Panggil pelayan itu sopan.
"Ada apa?" Tanya Axell dengan satu alis terangkat.
"Ada beberapa laporan harian yang harus di cek dulu, Bos." Jawab pelayan itu.
"Pak Rheyhan nggak kesini?" Tanya Axell.
"Tidak, Bos. Sudah tiga hari pak Rheyhan tidak datang." Jelas pelayan tadi.
Axell mengangguk mengerti. Ia baru ingat, kakak sepupunya itu sedang berada di luar kota saat ini.
"Ok." Ucap Axell. Pelayan kafe itu pun kembali bekerja.
"Gue juga mau balik dulu, Bro." Pamit Bastian.
"Buru-buru banget! Lo juga di suruh minum susu sama nyokap Lo?" Tanya Axell sambil tersenyum miring.
"Sialan Lo!" Umpat Bastian tak terima.
"Ya udah, Balik Sono!" Usir Axell.
"Lo ngusir gue?" Tanya Bastian sedikit ngegas.
"Bukannya Lo sendiri yang mau balik? Gue mau ngecek laporan dulu. Kalo Lo masih mau disini, terserah." Jawab Axell santai.
"Ok lah kalo gitu, gue balik. Daripada sendirian, mending di temenin sama Dira, Auto betah gue." Jawab Bastian asal. Axell diam. Seketika ia teringat akan Dira yang tadi ia lihat tanpa sengaja di lobi apartemen.
...***...
Kini Axell sedang dalam perjalanan pulang ke apartemen setelah selesai melihat laporan dari kafenya. Hampir satu Minggu ia tidak datang ke kafe, di tambah kakak sepupunya yang pergi ke luar kota membuat pekerjaannya sedikit menumpuk. Butuh sekitar dua jam lebih untuk Axell membaca laporan harian dari kafenya dan itu sedikit menguras tenaga.
Sampai di lobi apartemen, Axell kembali melihat Dira yang berjalan membelakanginya menuju ke arah lift sambil membawa beberapa kantong belanjaan.
"Tuh cewe disini lagi. Nemuin seseorang, atau emang dia tinggal disini?" Tanya Axell pada dirinya sendiri. Entah mengapa pikiran Axell menjadi terusik tentang mengapa Dira ada disini. Tanpa sadar Axell mengikuti Dira masuk ke dalam lift Yang hampir tertutup itu.
"Kak Axell." Ucap Dira yang begitu terkejut dengan kedatangan Axell yang tiba-tiba.
"Lo ngapain disini." Tanya Axell To the points.
"Gue tinggal disini, kak." Jawab Dira apa adanya.
Axell mengangkat satu alisnya, "Sama siapa?" Tanyanya.
"Sendiri." Singkat Dira.
Drrtt... Drrtt...
Tiba-tiba ponsel Dira berdering.
📲 Papa Is Calling...
"Hallo."
"(....)."
"Ini Dira abis belanja, pa."
"(....)."
"Iya, Ini Dira udah sampai apartemen kok, pa, Dira nggak keluyuran."
"(....)."
"Ok, pa. Besok Dira mampir ke rumah."
Ting...
Pintu lift pun terbuka. Dira yang sedang berbicara dengan papanya pun mengakhiri teleponnya.
"Udah dulu ya, pa. Selamat malam, assalamualaikum." Ucap Dira lembut.
"(....)."
Tuutt...
Panggilan selesai dan Dira memasukkan ponselnya ke dalam Sling bag miliknya.
"Duluan ya, kak." Ucap Dira pada kakak kelasnya itu.
"Ok." Jawab Axell singkat.
'Jadi, dia beneran tinggal disini." Batin Axell.
Drrtt... Drrtt...
Ponsel Axell bergetar menandakan adanya panggilan masuk.
📲 Bunda is Calling...
"Hallo... Assalamualaikum, Bun."
"(....)."
"Ini Axell baru pulang dari kafe, Bun."
"(....)."
"Ok, Bun. Besok Axell pulang ke rumah."
"(....)."
"Baik, Bun."
Tuutt... tuutt....
Axell memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya setelah telepon dari sang Bunda selesai.
...***...
Hari Minggu ini, Dira sudah siap dengan setelan Outfit miliknya. Gadis itu tengah bergegas menuju mobil. Ia akan pulang ke rumah, karena permintaan dari papanya semalam yang menelponnya dan memintanya untuk pulang ke rumah karena ada sesuatu yang perlu mereka bicarakan.
Sama halnya dengan Dira, Axell hari ini juga akan pulang ke rumah dengan alasan yang sama. Memenuhi permintaan bundanya yang memintanya pulang karena ada hal yang perlu mereka bicarakan.
...****...
Di rumah keluarga Dira.
"Papa..." Seru Dira memanggil papanya.
"Eh sayang, kamu sudah datang? Sini, duduk di samping papa!" Ucap papa Prastiko Lucky - Papa dari Dira.
"Dira kangen, pa." Cicit Dira sambil memeluk cinta pertamanya itu.
"Yakin kangen?" Tanya papa Pras tak yakin. "Kalo kangen kok nggak pernah pulang?" Tanya papa Pras. Tak ada jawaban, Dira hanya tersenyum sambil menampilkan giginya.
...***...
Di rumah keluarga Axello.
"Boy, ada yang mau ayah sama bunda kasih tau sama kamu." Ucap Bunda Resty.
"Ada apa, Bun." Tanya Axell ingin tahu.
Bunda Resty tidak menjawab, ia malah menoleh ke arah suaminya.
"Ada yang ayah mau tanyakan sama kamu, Boy." Ucap ayah Marvellyo Jodi - Ayah dari Axello.
"Ada apa, yah? Kenapa kelihatannya serius begitu?" Tanya Axell ingin tahu.
"Sekarang kan kamu sudah kelas 12, sudah besar dan semakin dewasa. Kok datang ke rumah sendiri?" Tanya ayah Marvellyo.
"Maksud ayah?" Tanya Axell bingung.
"Memangnya kamu tidak punya pacar, kok datang ke rumah sendirian?" Pancing ayah Marvellyo ingin tahu.
Axell Melirik ke arah bundanya sesaat, sebelum akhirnya menjawab, "Axell nggak punya pacar, yah."
"Benar kan, apa yang ayah bilang. Putra kita ini nggak punya pacar, Bun..." Ucap ayah Marvellyo. "...Putra kita itu tampan, tapi ketampanannya mubasir." Lanjut ayah Marvellyo.
"Bukan mubasir, yah. Mungkin ini karena Axell yang masih belum mau pacaran." Jawab Bunda Resty membela putra kesayangannya itu.
"Mungkin karena Axell nggak mau pacaran, tapi maunya langsung nikah. Betul kan, Boy?" Tebak ayah Marvellyo.
"Sebentar, Yah, Bun. Sebenarnya kemana arah pembicaraan kita?" Tanya Axell yang semakin bingung dengan maksud kedua orang tuanya itu.
...***...
Sementara di lain tempat, Dira sedang berdiam diri di dalam mobil. Sebenarnya Dira sudah pulang dari rumah papanya hampir satu jam yang lalu. Tapi Dira enggan beranjak keluar dari dalam mobilnya. Gadis itu tengah asyik bergelut dengan pikirannya sendiri.
"Nikah." Ucap Dira lirih. Gadis itu tengah melamun. Dan setelahnya ia memejamkan matanya sejenak sambil menghembuskan nafasnya pelan. "Haahhh... Gue bahkan masih sekolah. Kenapa tiba-tiba dijodohin?"
...***...
Pagi ini Dira sudah siap dengan seragam sekolah. Gadis itu sengaja berangkat sekolah lebih awal dari biasanya. Karena hari ini hari Senin yang biasanya akan diadakannya upacara.
"Gue duduk disini, ya, Dir." Pinta Melody yang duduk di samping Dira. Kini keduanya sudah berada di dalam kelas setelah berakhirnya upacara bendera sepuluh menit yang lalu. Sebelumnya Melody duduk di samping Zaki.
"Iya, Mel. Lo duduk aja!" Jawab Dira malas.
Melihat raut wajah Dira yang berbeda dari biasanya membuat Melody penasaran. Ada apa dengan teman barunya itu.
"Lo kenapa, Dir? Lo sakit?" Tanya Melody. Sambil menempelkan punggung tangannya pada dahi Dira.
"Gue nggak pa-pa, Mel." Jawab Dira pelan.
"Tapi wajah Lo kok gitu, atau Lo lagi ada masalah? Lo bisa cerita ke gue. Siapa tau gue bisa bantu masalah Lo." Ucap Melody tulus.
Melihat ketulusan dari Melody membuat Dira tersenyum.
"Gue beneran nggak pa-pa kok, Mel." Ucap Dira mengulangi kalimatnya.
...***...
Di kantin Dira dan Melody berada saat ini. Bel istirahat telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Jika Melody tengah asyik menyantap makanannya, Maka lain halnya dengan Dira yang terlihat begitu tidak bersemangat. Bahkan tak ada sesendok makanan pun yang masuk kedalam mulutnya. Dira hanya memainkan makanannya sambil asyik melamun.
"Kalo nggak laper, kenapa pesen makanan, Dir?" Celetuk Melody. Tak ada jawaban dari Dira, Melody pun kembali bertanya. "Dira, kok Lo nggak makan?"
Belum sempat Dira menjawab, kini datanglah tiga serangkai Most wanted dari Bhakti bangsa.
"Hai Dira..." Sapa Bastian ramah.
"Hai, kak." Balas Dira lirih.
"Kok makanannya dimainin?" Tanya Verrel yang memperhatikan tangan Dira yang sedari tadi hanya mengaduk-aduk makanannya.
"Nggak kok, kak." Kilah Dira dan mulai menyendok nasi goreng pesanannya.
Setiap gerak gerik Dira pun kini tak luput dari pandangan Axell. Diam-diam kini Axell sedang memperhatikan Dira. Entah mengapa, kini Axell ingin tahu lebih tentang gadis itu.
Verrel yang sadar akan apa yang sahabatnya itu lakukan langsung menyenggol kaki Axell yang berada di bawah meja. Merasa kakinya ada yang menyenggol, membuat Axell mengangkat satu alisnya sambil menatap Verrel.
Verrel tak menjawab, ia hanya tersenyum jahil sambil menggelengkan kepalanya.
"Lo kenapa, Bro, geleng-geleng kepala sambil senyum-senyum gitu?" Tanya Bastian karena merasa ada yang aneh pada Verrel. "... Udah mulai nggak waras ya Lo?" Sambungnya.
"Gue waras kali, Ngab." Jawab Verrel.
"Ya terus, kenapa Lo senyum-senyum kek tadi? Kesambet Lo?" Tanya Bastian lagi.
"Gue nggak pa-pa, Nyet."
...***...
Dira kini sedang berjalan menuju apartemennya. Tanpa gadis itu sadari, dari jarak beberapa meter di belakangnya, ada seorang cowok yang juga kini tengah berjalan menuju apartemen miliknya.
Sampai di kamar Dira langsung merebahkan dirinya di kasur. Ia sedang menatap kosong langit-langit kamarnya. Pikirannya sedang menerka-nerka tentang mengapa papanya tiba-tiba menjodohkannya dengan orang yang menurutnya misterius itu.
Papa Dira mengatakan kalau Dira sudah dijodohkan beberapa bulan lalu dengan anak teman sekaligus dengan rekan bisnisnya itu.
Awalnya Dira ingin menolak keinginan papanya itu. Tapi Dira urungkan, mengingat kini hanya papanya keluarga kandung yang masih Dira miliki sekarang ini. Sebenarnya Dira mempunyai mama tiri yang juga baik dan menyayangi Dira seperti anaknya sendiri. Mama Diva namanya.
Dira begitu ingin tahu tentang laki-laki yang akan menikah dengannya itu. Wajahnya, usianya, dan seperti apa orangnya. Begitu banyak pertanyaan yang melintas di benak Dira tentang mengapa papanya tiba-tiba begitu ingin menjodohkannya dengan orang yang bahkan tidak Dira kenal.
Sampai akhirnya Dira menghembuskan nafasnya pelan, "Haahh... Baik, pa. Dira terima perjodohan itu. Kalo itu bisa buat papa bahagia, maka Dira akan lakukan." Pasrah Dira membuat keputusan.
Siang itu di kantin sekolah, Dira terlihat murung dan tak bersemangat.
"Dira, Lo sebenarnya kenapa, sih? Gue perhatiin dari tadi, Lo udah kayak mayat idup tau nggak?" Tanya Melody yang sedari tadi memperhatikan Dira yang hanya diam melamun.
"...Iya, gue tau Lo emang pendiem. Tapi nggak gini-gini amat deh perasaan." Sambung Melody lagi.
"Kalo Lo lagi ada masalah, Lo bisa kok cerita ke gue. Gue ini juga temen lo, Dir!" Ucap Melody menambahkan.
Kini Melody memeluk Dira dengan hangat. Sampai Melody merasakan ada telapak tangan yang mengusap punggungnya.
"Gue beneran nggak pa-pa kok, Mel..." Ucap Dira pelan. "Dan thanks, Lo udah mau jadi temen gue dan peduli sama gue." Lanjut Dira sambil tersenyum ke arah Melody.
"Beneran, nih, nggak pa-pa?" Tanya Melody tak yakin.
"Iya, Mel." Jawab Dira pelan.
Sampai datanglah tiga serangkai di kantin dan mengundang kebisingan dari para gadis yang mengidolakan mereka. Siapa lagi kalo bukan Axell dan kawan-kawan.
"Boleh, dong, ikutan?" Celetuk Bastian yang berjalan mendekat ke arah Dira dan Melody yang kini sedang berpelukan. Sampai tangan kekar Verrel menarik kerah baju Bastian dari belakang.
"Woy... Anj*Ng... Sialan Lo narik-narik baju gue!" Teriak Bastian ngegas sampai membuat Dira dan Melody menoleh dan melepaskan pelukannya.
"Yah... Kan... Kok di lepas, sih? Gue kan juga mau ikut pelukan Lo pada." Ucap Bastian kecewa. Karena gagal berpelukan dengan kedua gadis itu.
"Jangan mau Lo berdua di peluk sama nih cucu Fir'aun!" Sahut Verrel dengan tanpa rasa bersalahnya.
"Kak Bastian, ya... Dasar modus! Nggak tau apa, ini si Dira lagi nggak bisa di ganggu?" Ucap Melody yang seperti tak bersahabat dengan datangnya Bastian.
Sampai pada akhirnya pandangan mata ketiganya jatuh pada wajah Dira yang terlihat tidak baik-baik saja.
"Lo kenapa, Dir?" Tanya Bastian ingin tahu dengan gadis itu.
"Lo lagi ada masalah? Atau ada yang Bully Lo disini?" Sahut Verrel ikut bertanya.
Tak ada jawaban, Dira hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum hambar.
Drrtt... Drrtt...
Sampai pada akhirnya ponsel Dira yang terletak di meja kantin berdering
📲 Papa Is Calling...
"Bokap Lo, Dir." Ucap Melody.
"Papa mertua, Man." Pekik Bastian dengan rasa begitu percaya dirinya.
"PD, Lo." Cibir Verrel pada sahabatnya itu.
"Berisik!" Hardik Axell yang merasa terganggu dengan kedua sahabatnya itu.
Dira memejamkan matanya sejenak sambil menghembuskan nafasnya pelan seakan tengah bersiap menerima kabar buruk yang akan di dengarnya. Dan hak itu tak luput dari pandangan Axell.
'Seberat itukah masalah yang Lo hadapi?' Batin Axell menduga jika Dira memang sedang dalam masalah.
"Hallo, pa."
"(....)."
"Harus hari ini ya, pa?"
"(....)."
"OK, Nanti Dira ke kantor papa."
"(....)."
Tuutt... tuutt...
Sampai berakhirnya sambungan telepon antara Dira dan sang papa.
"Bokap Lo ngomong apaan, Dir?" Tanya Melody ingin tahu. Karena bukan semakin membaik, ekpresi wajah Dira malah semakin murung setelah menerima telepon dari papanya.
"Bukan sesuatu yang penting kok, Mel." Jawab Dira berbohong.
"Tapi kenapa muka Lo malah jadi pucat, Dir?" Tanya Verrel yang kini juga ikut memperhatikan Dira.
"Kalo sakit, ke UKS!" Ucap Axell menyela.
Seketika Verrel dan Bastian menoleh. Tak seperti biasanya, Axell yang begitu dingin seperti es balok berjalan terkesan perhatian bahkan dengan Dira yang notabene siswi baru.
"Lo sehat, Man?" Tanya Verrel. "...Keknya bukan cuma Dira di sini yang kurang sehat. Tapi Lo juga." Verrel merasakan keanehan pada Axell. Tanpa menjawab, Axell hanya berdiri dan menarik tangan Dira untuk menuju ke UKS.
Bastian yang melihat itu pun langsung heboh sendiri. "WOY... CALBO GUE TUH, KIRA-KIRA DONG, XELL!!" Teriak Bastian tak terima dengan sikap Axell yang malah membawa Dira pergi.
Sementara Verrel malah geleng-geleng kepala sendiri melihat apa yang baru saja Axell dan Bastian lakukan.
"Keknya Lo berdua bakal saingan, deh, Bro!" Ucap Verrel yang berdiri sambil menepuk pundak Bastian.
Belum sempat Bastian menjawab, Melody sudah lebih dulu menimpali apa yang Verrel ucapkan.
"Keknya kak Axell suka deh sama Dira." Celetuk Melody.
"Eh... Nggak bisa, Dira itu bidadari gue, ya!" Protes Bastian tak terima.
"Jodoh siapa yang tau, kak?" Jawab Melody.
...***...
Bel pulang sekolah telah berbunyi. Kini Dira tengah mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang menuju ke kantor papanya.
Tadi papanya menelpon dan memintanya untuk datang ke kantor karena ingin mempertemukan Dira dengan seseorang.
Dira sempat mengira kalo ia akan di pertemuan dengan orang yang akan menikah dengannya.
Sampai pada akhirnya Dira sampai di depan pintu ruang kerja papanya. Tampak Dira menghembuskan nafasnya kasar sebelum mengetuk pintu ruangan papanya itu.
Tok...
Tok...
Tok...
"Masuk!" Suara perintah yang terdengar dari dalam. Dengan pelan, Dira membuka pintu ruang kerja papa Pras dan berjalan masuk ke dalamnya. Dan ketika memasuki ruangan, seketika pandangan mata Dira jatuh pada pria paruh baya yang duduk di sofa tepat di depan papanya.
Deg...
Jantung Dira seakan berhenti berdetak saat itu juga.
'Jangan-jangan...'
Dira tidak berani melanjutkan kata-katanya. Ia berpikir jika pria paruh baya di depannya ini adalah orang yang akan menikah dengannya. Seketika Dira terdiam dengan pikirannya. Sampai suara papa Pras menyadarkannya.
"Kok bengong sayang? Sini, duduk di samping papa!" Ucap papa Pras.
Dira yang tersadar dari lamunannya itu pun mengangguk dan segera mendekat ke arah papa Pras.
"Cantik sekali kamu, nak." Ucap pria paruh baya itu yang memuji paras cantik Dira.
"Jelas Vell, siapa dulu papanya?" Jawab papa Pras.
Tidak mau terlalu lama terjebak dengan rasa penasaran, akhirnya Dira memberanikan diri untuk bertanya pada papa Pras tentang siapa pria paruh baya yang tengah duduk di depannya ini.
"Siapa, pa?" Tanya Dira pelan.
"Kenalin sayang! Beliau ini adalah teman sekaligus rekan bisnis papa. Namanya Om Mar -
Belum sempat papa Dira menyelesaikan kalimatnya. Pria paruh baya itu lebih dulu memotong apa yang akan papa Pras katakan.
"Panggil ayah saja, nak Dira! Jangan panggil Om. Kelak Dira juga akan jadi anak ayah juga, kan?" Sahut pria paruh baya itu ramah.
Dira tidak menjawab. Ia masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Mencerna apa yang baru saja ia dengar.
'Ayah? Berarti bukan...
Entah mengapa ada sedikit rasa lega yang Dira rasakan karena bukan orang yang duduk di depannya inilah yang akan menikah dengannya.
"Sayang... Kamu mengapa? Dari tadi kok bengong terus? Kamu sakit?" Serentetan pertanyaan yang muncul dari papa Pras.
Seketika Dira tersadar dengan kamu lamunannya dan bertanya pada papa Pras, "Kenapa, pa?"
"Kamu sakit, nak?" Tanya papa Pras pada putri semata wayangnya itu. Terdengar ada nada khawatir di sana.
"Nggak kok, pa... Dira sehat kok." Jawab Dira dengan senyum manisnya.
Dira lalu mengulurkan tangannya untuk mencium punggung tangan pria paruh baya tadi.
...***...
Tiba di apartemen, Dira langsung bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Selesai dengan urusan mandinya, Dira kini merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan memutuskan untuk beristirahat.
Sebelum tidur, Dira sempat tertawa sendiri. Lebih tepatnya menertawai dirinya sendiri. Mengingat betapa bodohnya dia yang sempat mengira jika pria paruh baya yang berada di kantor papanya tadi adalah calon suaminya. Dan ternyata Dira salah, bukan calon suami melainkan calon mertua.
"Dasar bege!" Ucap Dira pada dirinya sendiri sambil tersenyum. Dan tak lama gadis itu pun terlelap dalam tidurnya.
...***...
Jika tadi Dira yang bertemu dengan calon mertuanya, maka sekarang giliran Axell yang akan di pertemukan dengan calon mertuanya.
Kini Axell sedang berjalan menghampiri salah satu meja dimana ada dua pria paruh baya yang sedang menunggu kedatangannya di sebuah restoran dimana mereka berada sekarang.
Tadi Axell mendapat telepon dari sang ayah dan memintanya untuk datang menemuinya di sebuah restoran yang tak jauh dari apartemen Axell.
"Sore, yah dan om...?" Sapa Axell sopan sambil mencium punggung tangan keduanya. "Udah lama ya nunggu Axell?" Tanya Axell setelah menyalami keduanya.
"Tidak, nak. Kami juga baru saja sampai." Jawab pria paruh baya yang bukan ayah dari Axell.
"Gimana, Pras, Menurutmu? Cocokkan anakku kalo di pasangkan dengan anak gadismu tadi?" Tanya ayah Axell. Mendengar apa yang baru saja ayahnya katakan membuat Axell mengangkat satu alisnya. Seketika Axell teringat dengan perkataan ayahnya beberapa hari yang lalu, bahwa ayahnya itu telah menjodohkannya dengan putri rekan bisnis sekaligus sahabat dari ayahnya itu.
Axell memejamkan matanya sejenak sambil menghembuskan nafasnya pelan. Axell hampir lupa tentang bagaimana sifat ayahnya. Bahwa apa yang ayahnya katakan maka itu yang harus Axell lakukan. Ayah Marvellyo adalah orang yang mempunyai pendirian yang tetap dan jarang bahkan hampir tidak pernah mengubah keputusannya.
"Bagaimana nak Axell, apakah orang tuamu sudah memberi tahu kalo kamu telah di jodohkan dengan anak om?" Tanya Papa Pras yang tak lain adalah papa Dira.
Belum sempat Axell menjawab, Papa Pras kembali berkata, "Kalau nak Axell keberatan, maka om tidak memaksa Karena bagaimana pun juga, kalian nantinya yang akan menjalani. Bukan kah begitu Marvell?" Tanya papa Pras pada sahabatnya itu.
"Tentu saja Axell tidak akan menolak..." Jawab ayah Marvellyo yakin. "... Axell pasti akan setuju, iya kan, Boy?" Tanya ayah Marvellyo pada putranya itu.
Untuk kesekian kalinya, Axell kembali menghela nafas panjang. Sampai pada akhirnya menjawab, "Iya, ayah... Axell setuju."
Pada akhirnya, mau tak mau Axell hanya bisa menyetujuinya. Karena sekeras apapun Axell menolak, jawabannya pasti akan sia-sia saja. Axell paham betul siapa ayahnya.
Kalau biasanya yang namanya perjodohan pasti mempertemukan dua insan yang akan di jodohkan. Tapi lain cerita dengan Dira dan juga Axell.
Mereka berdua tahu kalau mereka Dijodohkan dengan orang tua masing-masing. Hanya saja dengan siapa mereka Dijodohkan itulah yang sedang mereka pertanyakan.
...***...
Disekolah, Dira yang sedang mengikuti pelajaran pun sedang tidak fokus. Dira sedang tidak bersemangat mengikuti pelajaran dan hal itupun tak luput dari perhatian guru yang mengajar di kelas hari ini.
"Dira." Panggil Bu Retno. Tidak ada jawaban dari Dira membuat Bu Retno mengulangi panggilannya.
"Andira." Ulang Bu Retno dan masih tidak ada jawaban. Akhirnya Bu Retno kembali memanggil dengan nada yang sedikit tinggi.
"Andira Gracelia!" Seketika Dira menoleh dan menjawab.
"Iya, Bu. Ibu panggil saya?" Jawab Dira.
"Ibu coba perhatikan dari tadi kamu seperti tidak bersemangat..." Icao Bu Retno menggantung. "...Apa ada yang sedang kamu pikirkan Dira?" Tanya Bu Retno.
"Nggak, Bu. Saya hanya sedikit pusing." Jawab Dira yang memang merasakan sedikit pusing pagi ini.
Bu Retno pun mendekat ke arah Dira dan menempelkan punggung tangannya pada dahi Dira. Dan benar saja, Bu Retno merasakan ada sensasi hangat pada dahi gadis itu.
"Kamu sakit? Kamu agak demam!" Tanya Bu Retno.
"Saya nggak pa-pa, Bu." Jawab Dira pelan. Karena hanya merasa pusing dan hal itu bukanlah hal yang perlu di cemaskan.
"Sebaiknya kamu ke UKS Dira! Kamu istirahat dulu! Nanti kalau kamu sudah merasa lebih baik, kamu bisa mengikuti pelajaran berikutnya." Titah Bu Retno.
"Iya, Dir. Lo agak pucet, Lo sakit ya? Atau mau gue temenin ke UKS? Ucap Melody menimpali apa yang di ucapkan Bu Retno.
Melihat kekhawatiran dari Melody. Membuat Dira tersenyum. "Gue nggak pa-pa, Mel." Jawab Dira lirih.
Tidak menerima bantahan, Bu Retno lalu minta Melody untuk mengantarkan Dira ke UKS.
"Melody, tolong kamu antarkan Dira ke UKS, dan pastikan Dira beristirahat di sana!" Perintah Bu Retno pada Melody yang sekarang duduk sebangku dengan Dira.
"Baik, Bu." Jawab Melody yang kini bersiap mengantarkan Dira menuju ke UKS.
"Ayo, Dir. Lo perlu istirahat." Ucap Melody yang menarik pelan tangan Dira. Dira yang pasrah ditarik oleh Melody itupun bangkit meninggalkan kelasnya menuju ke UKS.
Di koridor sekolah langkah kaki Dira kian pelan karena merasakan kepalanya yang semakin berat.
"Kalo sakit kok Lo maksain masuk sekolah, sih, Dir? Dari kemarin gue perhatiin wajah Lo emang sedikit pucat..." Ucap Melody khawatir. "...Emangnya bonyok Lo nggak ngelarang Lo masuk sekolah gitu, Ngeliat keadaan Lo aja kek gini." Sambung Melody.
Hening, tak ada jawaban dari Dira. Pandangan gadis itu pun perlahan memburan dan kabur. Tiba-tiba...
Brukk...
Tubuh Dira hampir saja ambruk ke lantai kalau saja Axell yang kebetulan berjalan di depan Dira tidak sigap menangkap tubuh lemah Dira.
"Dira!" Pekik Melody akan keadaan Dira yang tiba-tiba pingsan itu.
Axell yang berhasil menangkap tubuh Dira itu pun langsung membawa Dira menuju ke UKS.
Dengan cekatan, Axell langsung mencari kotak P3K dan mencari minyak kayu putih untuk di oleskan nya pada hidung Dira.
Axell juga mengoleskan minyak kayu putih tersebut pada kedua telapak tangan dan kaki Dira. Di gosok-gosokannya telapak tangan Dira berharap Dira segera sadar dari pingsannya.
Melody yang juga berada di UKS itu pun memperhatikan apa yang ketua OSISnya itu lakukan.
'Fix, Bener nih dugaan gue.' Batin melodi yang berpikir apa yang ia duga belakangan ini benar. Melody memang akhir-akhir ini diam-diam sering memperhatikan Axell yang ternyata diam-diam suka memperhatikan temannya itu.
Merasa di perhatikan Axell menoleh dan mendapati Melody yang tengah memperhatikannya.
"Lo bisa bantu gue?" Tanya Axell pada Melody.
"Bantu apa ya, kak?" Tanya Melody balik.
"Lo tekan-tekan telapak kaki Dira kayak gini."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!