"Bella, apa kau pikir dengan pernikahan ini kau bisa memiliki diriku seutuhnya? Jangan mimpi!"
Arabella, nona kecil dari keluarga Drajat yang kini berusia 19 tahun hanya bisa menelan ludahnya dengan kasar. Beberapa saat lalu lelaki pujaannya yang bernama Avan Mahendra sudah bersedia mengikrarkan janji suci sebuah pernikahan untuknya. Namun, kalimat apa yang baru saja ia dengar tadi?
Sejak dirinya berusia 13 tahun, ia sudah menaruh hati pada sosok lelaki yang usianya terpaut 8 tahun darinya. Ia mengira dengan sebuah pernikahan adalah akhir manis untuk perjalanan cinta sepihak yang panjang. Namun, nyatanya ia salah mungkin ini arti dari selamat menempuh hidup baru. Iya, hidup baru yang harus dijalani seorang gadis 19 tahun dalam mempertahankan rumah tangganya.
Guna mematahkan argumen Avan gadis yang biasa disapa Bella itu menjawab, "Tapi Kak, walau bagaimanapun aku tetap istrimu bukan? Meskipun aku tidak bisa memiliki dirimu seutuhnya, tapi aku bisa hidup satu atap denganmu dan itu bukan hanya sekedar mimpi."
"Itulah kau, terlalu munafik. Usia kita beda delapan tahun, Bella. Dan aku memiliki wanita yang aku cintai, tapi karena keegoisan yang kau miliki membuat kebahagiaan yang sudah aku rencanakan gagal!" seru Avan sembari mengacungkan jari telunjuk ke wajah berbentuk oval dengan poni menutupi dahi.
"Kak, usia tidak bisa dijadikan patokan untuk bisa bersikap dewasa dalam berumah tangga," sahut Bella.
"Lalu sekarang kau mau bilang jika kau sudah bisa bersikap dewasa?" tanya Avan sembari menarik tangan yang sempat menggantung di udara lalu menyimpan kembali ke dalam saku celananya.
Bella tidak bisa menjawab sebab kedewasaan yang kini ia milik bisa dibilang kedewasaan yang belum matang, ia sejujurnya terus belajar dan belajar untuk bisa menjadi wanita ideal guna bisa mendampingi Avan. Hanya saja kadang dia masih seperti anak kecil yang terus merajuk saat keinginannya tidak terpenuhi.
Sama halnya saat Bella tahu bahwa Avan sudah memiliki kekasih dan ingin segera menikah dengan wanita yang bernama Laudya Margaretha, ia langsung berhenti makan dan minum bahkan mengancam kedua orang tuanya akan bunuh diri jika tidak bisa menikah dengan Avan.
"Kau tidak bisa menjawab bukan? Itulah kau, gadis kecil yang ingin terlihat dewasa, segera bangun dari mimpimu! Lalu, mari kita akhiri permainan rumah tangga ini," ucap Avan kembali saat Bella hanya bisa diam seribu bahasa.
Hati Bella seperti tertusuk duri tajam. Bagaimana bisa Avan meminta hal seperti itu bahkan usia pernikahannya baru beberapa jam saja. Meskipun ia sadar pernikahan yang sudah sah di mata hukum dan negara ini hanya untuk dirinya bukan untuk Avan.
"Aku tidak akan melakukan hal itu!" sergah Bella sembari memasang senyum manis dibalik rasa sakit yang mendera.
"Jika seperti itu bersiaplah untuk dimadu, karena aku akan tetap menikah dengan Laudya," jawab Avan tak ingin kalah dari Bella.
Avan sangat tahu jika Bella adalah tipikal gadis keras kepala. Jadi kali ini dia tidak akan mengalah hanya demi mewujudkan keinginan gadis itu.
Meskipun Bella sudah tahu jawaban dari pertanyaan itu, tapi dengan bodoh dia bertanya kembali, "Kakak ingin menikah lagi?"
"Inilah salah satu sikap kekanakan yang kau miliki," celetuk Avan.
Bella mencoba untuk bisa tetap tenang meskipun kini hatinya hancur berkeping-keping, masih dengan senyum yang kini terbit di bibir tipisnya. Bella berkata, "Maka biarkan anak kecil ini berpikir terlebih dahulu dan berikan dia waktu."
"Baik, aku akan memberikan kau waktu dua puluh empat jam. Aku ingatkan padamu dua pilihan yang aku berikan, cerai atau dimadu!" Setelah mengatakan kalimat itu Avan langsung pergi dari kamar yang seharusnya menjadi tempat malam pertamanya.
Sementara itu, tubuh Bella seperti sudah tidak ada tulang yang menyanggah dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki, Bella meraih sisi ranjang untuk ia jadikan tumpuan sebelum tubuhnya benar-benar menyentuh lantai yang kini terasa sangat dingin.
"Apa guna ini semua Bella. Meskipun kau sudah bisa memiliki status sah sebagai seorang istri tapi kau tetap tidak bisa memilikinya. Haruskah cinta bertahun-tahun yang terus kau pupuk kini terpaksa kau matikan?" gumam Bella.
Air mata itu terus mengalir membasahi pipi. Bella mengingat kejadian 8 tahun yang lalu bagaimana dia bertemu dengan sosok Avan Mahendra, lelaki yang memiliki tatapan tajam namun penuh kasih sayang.
"Pergi kalian semua jangan ganggu dia!" bentak Avan pada beberapa pereman yang tengah membuat Bella ketakutan.
Bella dengan seragam putih merah langsung lari ke arah Avan guna menghindari kepungan empat pereman yang hampir saja melecehkan dirinya.
Avan langsung menatap Bella membuat gadis kecil itu tersihir dengan tatapan tajam lelaki yang akan menolong dirinya. Wajah tampan Avan pun langsung terpotret indah di benak Bella.
"Kau tenang. Semua akan baik-baik saja, cari tempat aman. Aku akan menghadapi mereka," perintah Avan yang langsung mendapatkan anggukan dari Bella.
"Jangan sok jadi pahlawan kesiangan kau. Ayo, kita habisi pahlawan ini!" perintah ketua dari pereman itu.
Avan memilik seni ilmu beladiri dan sudah memegang sabuk hitam, bisa dengan mudah mengalahkan pereman itu meskipun harus melewati jual beli bogeman. Hanya dalam beberapa menit kini empat pereman itu langsung lari terbirit-birit.
Bella melihat Avan dengan muda mengalahkan pereman itu kini langsung berlari ke arah Avan.
"Kakak tidak apa-apa?"
"Tidak, bagaimana denganmu? Kau tidak apa-apa? Lain kali jangan sendirian di tempat sepi seperti ini," ucap Avan dengan lembut sembari mengelus pucuk kepala Bella.
Sekali lagi Bella merasakan hal sangat berbeda. Gadis kecil itu seperti sudah bertemu dengan takdirnya, tanpa banyak berpikir lagi dia langsung berkata, "Kak, aku Bella. Untuk membalas semua pertolongan Kakak, aku berjanji selama sisa hidupku ini aku hanya akan memberikan hatiku untuk Kakak."
Saat itu, Bella masih ingat dengan jelas anggukan kepala Avan yang sudah memberikan lampu hijau pada dirinya untuk bisa mengabdikan diri untuk lelaki itu. Bella juga tidak menyangka jika keluarga Avan adalah kolega sang ayah dalam bidang bisnis. Untuk itu Bella bisa dekat dengan Avan bahkan setiap hari dirinya selalu datang ke rumah Avan. Namun, siapa sangka waktu terus berjalan Avan telah menemukan dambaan hatinya.
"Apa benar aku sangat egois? Aku hanya ingin menempati semua yang sudah aku katakan. Jika aku sudah terbiasa lalu menjadikan dirimu lelaki pujaan ku dan ingin memiliki dirimu, apa aku salah?" Bella menatap dua angsa terbuat dari kain dan taburan bunga berwarna merah berada di atas ranjang. Seolah dia menunjukkan pertanyaan pada angsa agar dua angsa itu menjawabnya.
Namun, semakin ia menuntut jawaban, dua angsa itu sama sekali tidak memberikan respon apa pun dan kini Bella sadar jika dirinya seperti patung bodoh.
Bella menghapus sisa-sisa air bening yang membasahi pipinya. Dia berusaha bangkit meskipun hatinya terluka, dia akan memberikan Avan sebuah kejutan akan dua pilihan yang diajukan oleh lelaki itu.
Suara dentuman musik bernuansa romantis kini mengalun merdu. Sudut ruangan privasi di salah satu hotel nampak seorang lelaki kini sedang menikmati segelas anggur merah di depan meja bertender.
“Sudah hentikan, satu ginjal yang kau dapatkan dari pendonor akan sia-sia jika kau terus minum,” ucap lelaki berperawakan tinggi.
“Biarkan aku minum satu gelas itu, Sam. Apa kau tahu gadis kecil itu benar-benar membuat aku sengsara!” Avan berusaha merebut kembali gelasnya yang kini berada di tangan Samuel.
Samuel sendiri adalah sosok asisten pribadi Avan yang sudah dianggap sahabat sendiri. Usia Samuel tidak jauh berbeda dari Avan hanya saja beda bulan saja dan tentunya Samuel lebih tua dari Avan.
“Jika kau tidak ingin seperti ini harusnya kau langsung menolak pernikahan itu,” ucap Samuel yang langsung membuat Avan membulatkan matanya.
Avan yang kesal kini langsung meraih gelas yang tadi direbut Samuel dan langsung menenggak anggur merah itu hingga tandas.
“Maka kau dan semua karyawan yang sudah berjuang keras selama ini akan menjadi pengangguran.”
Samuel langsung duduk di samping Avan, percuma saja mencegah Avan untuk tidak minum sebab apa yang diinginkan lelaki itu tentu saja tidak bisa dicegah, ia kini justru memesan satu gelas anggur untuknya.
“Aku tidak percaya seorang bos yang dikenal tanpa belas kasih ini peduli dengan karyawannya,” ucap Samuel.
“Kau benar harusnya aku tidak peduli dengan kalian. Harusnya aku tidak menerima pernikahan itu dan membiarkan semua hasil kerja kerasku hancur. Dan aku bisa hidup bahagia dengan Laudya.” Avan tersenyum kecut setelah mengatakan kalimat itu.
“Tapi semua tidak kau lakukan? Itu tandanya Laudya tidak sepenting itu dalam hidupmu, Van.”
“Dan karena itu, sekarang dia pergi dan aku sama sekali tidak bisa menghubunginya. Aku lelaki bodoh, hanya demi satu perusahaan kecil itu aku mengorbankan orang yang aku sayangi,” sahut Avan.
Avan ingat betul ancaman yang diberikan oleh wanita yang sudah mengandungnya selama sembilan bulan itu. Rianti, sosok wanita yang sudah tidak lagi muda itu akan menarik seluruh investasi yang sudah diberikan pada perusahaan miliknya. Perusahaan yang bergerak di bidang platform belanja online, ProMall.
“Kau bisa tenang. Dia akan kembali jika dia sudah menguatkan hatinya untuk bisa menerima kenyataan,” ucap Samuel guna menenangkan Avan.
Samuel sebenarnya senang apabila Laudya pergi dan tidak mengganggu Avan untuk selamanya sebab Samuel tahu persis seperti apa Laudya itu. Wanita yang hanya gila harta saja.
“Kau yakin dia akan kembali setelah apa yang aku lakukan?”
“Tentu saja. Aku bisa jamin tidak ada dua minggu dia akan kembali,” jawab Samuel dengan setengah hati.
“Bagus. Jika seperti itu aku akan membuat Bella segera mengambil keputusan. Meskipun aku sudah memberikan waktu dua puluh empat jam, aku tahu dia akan tetap menempel padaku seperti parasit.”
“Apa yang sudah kau lakukan padanya?” tanya Samuel penasaran.
“Aku memberikan dia dua pilihan cerai atau dimadu,” jawab Avan tanpa ada kebohongan. Avan memang sosok lelaki dingin hanya saja jika sudah bersama dengan Samuel dia akan seperti anak kecil dan terbuka padanya.
“Apa kau sudah gila?”
“Tentu saja tidak. Ini salah dia kenapa mau bermain-main rumah tangga denganku,” sahut Avan.
“Aku harap kau tidak akan menyesal setelah dia pergi nanti.”
“Aku akan bebas tanpa dia. Untuk apa aku menyesal,” sergah Avan dengan tegas.
Samuel hanya bisa tersenyum saat mendengar ucapan Avan. Ia sangat tahu bagaimana Bella, gadis kecil itu selalu mengganggu kehidupan Avan, tapi dari sana ia juga bisa melihat bagaimana tulusnya cinta gadis kecil itu, hanya saja Samuel tidak pernah tahu kenapa Avan sama sekali tidak menyukainya dan justru malah melabuhkan hatinya pada sosok Laudya.
***
Esok pagi menjelang, Avan baru saja membuka pintu kamar yang sejak semalaman sudah ia tinggalkan. Kamar yang seharusnya menjadi tempat di mana pengantin baru bisa menghabiskan malam pertama untuk memadu kasih.
Avan melihat sekeliling kamar itu, mencari sosok gadis yang sudah ia tinggalkan semalaman. Dalam hatinya ia berdoa semoga gadis itu pergi dan dia bisa merebahkan tubuhnya yang lelah.
“Kakak baru kembali?” tanya Bella.
Avan yang tadi menghadap ke arah jendela kini langsung membalikkan tubuhnya ke sumber suara. Bola mata Avan membulat sempurna saat melihat Bella yang kini hanya menggunakan handuk berwarna putih melingkar ke dada hingga sebatas paha, tidak hanya itu rambut Bella yang basah kini menambah kesan seksi di mata Avan.
Avan sama sekali tidak bisa membohongi dirinya jika gadis yang dulu ia tolong kini sudah berubah menjadi sosok wanita dewasa, postur tubuh Bella sama sekali tidak mengecewakan bahkan wajah kecil berbentuk oval itu begitu menawan. Namun, sekali lagi cinta tidak memandang fisik, meskipun Bella lebih cantik dan seksi dari Laudya, tetap Avan sudah melabuhkan hati pada Laudya, sosok wanita yang sudah ia anggap sebagai dewi penolongnya.
Mengingat nama Laudya kini Avan memejamkan matanya lalu menarik selimut dan melemparkan ke arah Bella.
“Pakai baju yang benar!”
Bella menangkap selimut itu sembari menjawab perintah Avan, “Padahal aku mau telanjang di depan Kakak loh dan aku mau membuktikan apa Kakak benar-benar tidak tertarik denganku.”
“Apa kau ingin menjadi wanita murahan setelah mengklaim sudah menjadi wanita dewasa?” celetuk Avan.
Bella menarik napasnya lalu memanyunkan bibir tipis berwarna pink alami dan kini gadis itu perlahan mendekati Avan setelah membuang selimut yang dia pegang.
“Sedikit menjadi murahan di depan suami sendiri tidak apa-apa kan, Kak. Lagi pula itu tidak dosa dan menambahkan pahala,” ucap Bella jemarinya perlahan-lahan melepas kuncian handuk.
“Bella aku peringatkan kau! Meskipun kau telanjang sekalipun aku tidak akan pernah menyukaimu dan kau tentu tahu aku sudah menyukai wanita lain,” ucap Avan lalu membalikkan tubuhnya.
Bella yang kini berada di belakang Avan, kembali mengunci handuk yang tadi ia lepas. Ia memandang tubuh Avan yang berdiri menjulang tinggi, sejak dulu ia ingin sekali memeluk lelaki itu dari belakang lalu mencium aromanya, tapi jangankan memeluk lelaki itu meskipun dirinya selalu mengganggu dan menggodanya, ia sama sekali tidak ada kesempatan bahkan untuk bisa menautkan jemarinya dengan jemari lelaki itu.
Namun, saat ini Bella sedikit mencium alkohol dari tubuh lelaki itu.
“Kakak minum alkohol?” tanya Bella lalu berjalan ke depan untuk melihat wajah Avan.
“Itu bukan urusanmu, Bella. Kau itu anak kecil tahu apa? Lebih baik kau sekarang beritahu aku apa keputusan yang kau buat!” sahut Avan kini sedikit lega Bella mengurungkan niatnya.
Bella hanya bisa mendesah berat, bagaimana bisa lelaki itu minum alkohol padahal kesehatan lelaki itu tidaklah baik apalagi setelah operasi ginjal.
“Awalnya aku ingin memilih salah satu pilihan yang Kakak berikan. Hanya saja setelah melihat Kakak seperti ini aku memiliki pilihan sendiri,” jawab Bella.
Dahi Avan mengerut mencerna kalimat Bella lalu ia bertanya, “Apa pilihanmu?”
"Berikan aku waktu enam bulan untuk bisa menjadi istri Kakak."
Avan yang paham bisnis tentu saja menganggap ucapan Bella itu sebuah negosiasi.
"Aku tidak akan melakukan hal itu!" tolak Avan dengan tegas.
"Jadi Kakak ingin aku terus menerus menjadi parasit dalam hidup Kakak?" sahut Bella.
Bella sadar di belakangnya, Avan selalu menganggap dirinya adalah sosok parasit yang harus segera dibasmi. Hanya saja lelaki itu akan terus tersenyum penuh kepalsuan saat melihat dirinya dan akan menghindar saat punya kesempatan.
"Jadi kau sadar!"
"Aku ini gadis bodoh tapi juga sedikit sensitif, tentu saja aku sadar. Apalagi setelah aku meminta pada orang tuaku untuk menikah denganmu. Tidak! Lebih tepatnya saat aku berusia enam belas tahun," papar Bella memberitahu isi hatinya lalu tersenyum manis.
"Cih! Syukurlah kalau kau sadar diri jika kau bodoh. Aku tidak tahu dari gen mana Om Drajat bisa memiliki keturunan seperti dirimu," cibir Avan.
Senyum Bella seketika itu pudar, kakinya sedikit gemetar, tak ingin terlihat menyedihkan Bella langsung menuju ke koper guna mengambil bajunya.
"Kenapa kau tersinggung dengan apa yang aku katakan? Bahkan aku mendengar kau mengancam orang tuamu untuk bisa menikah denganku, dan lagi di usiamu saat ini harusnya kau menempuh pendidikan untuk masa depanmu bukan bermain rumah tangga," papar Avan dengan nada menggebu-gebu ia tidak akan melepaskan Bella untuk saat ini. Biarlah ucapannya yang pedas dan tajam guna membuat gadis itu sadar diri.
Sambil memilah baju dalam koper Bella tanpa jeda menjawab perkataan Avan, "Aku juga tidak paham kenapa gadis ini begitu bodoh. Aku juga tidak tahu gen mana yang berada di dalam tubuhku. Dan aku juga tidak tahu kenapa hanya dengan ancaman bunuh diri saja orang tuaku bisa membuat Kakak menikah denganku. Satu lagi aku juga tidak tahu kenapa aku ingin sekali memiliki Kakak, jadi bisakah Kakak memberikan aku waktu enam bulan itu? Aku janji ini adalah kesempatan terakhirku, jika memang Kakak berharap aku pergi dan tidak menjadi parasit lagi."
Setelah mendapatkan baju yang diinginkan, Bella kini dengan susah payah mendekat kembali ke arah Avan lalu berkata lagi, "Kakak tidak perlu langsung memberikan jawaban lebih baik Kakak pikirkan baik-baik."
"Tidak perlu! Karena aku akan tetep menolaknya."
"Tidak perlu buru-buru. Karena aku yakin Kakak akan menerima tawaranku. Dan lagi Kakak tenang saja aku adalah gadis kecil yang gampang bosan dengan mainan yang sudah aku dapatkan," ungkap Bella.
"Aku ganti baju dulu. Setelah ini kita pulang ke rumah Kakak." Bella langsung berjalan ke arah kamar mandi meninggalkan Avan yang masih terdiam ditempatnya.
Avan tidak habis pikir saat Bella mengatakan kalimat itu dan tanpa menatap dirinya saat berbicara kenapa dia justru merasakan sakit di dadanya.
Jujur saja setelah Avan tahu bahwa orang tua Bella adalah kolega keluarganya dia sama sekali tidak responsif lagi pada Bella, tidak seperti saat dirinya menolong gadis itu. Apalagi setelah Bella memberikan perhatian lebih dengan datang ke rumahnya lalu saat dirinya tengah sakit Bella justru pergi begitu saja. Setelah satu bulan lamanya gadis itu kembali lagi seperti tidak melakukan kesalahan lalu mengganggu kehidupannya.
"Sial! Apa-apaan ini!" umpat Avan dia benar-benar kesal.
***
Setelah melakukan cek out di hotel, kini Bella dan Avan langsung kembali ke rumah keluarga Avan. Tentunya di rumah sudah ada Rianti yang menunggu kedatangan mereka.
"Sayang, kau sudah datang? Bagaimana Avan memperlakukan dirimu dengan baikkan?" tanya Rianti yang langsung menarik Bella guna masuk ke dalam rumah.
"Tenang saja, Ma. Cucu yang Mama pesan akan segera datang," sahut Bella sembari bergelayut manja di lengan Rianti.
"Wah sebentar lagi Mama akan menjadi nenek kalau begini caranya. Nanti temani Mama perawatan biar glowing."
"Pasti itu, biar cucu Mama langsung terpesona saat melihat neneknya yang cantik ini," ucap Bella.
"Aduh Bella, kau ini benar-benar menantu kesayangan Mama." Rianti langsung menciumi pipi Bella.
Avan moodnya sudah hancur sejak di hotel tadi, ia sama sekali tidak ingin memberikan tanggapan pada dua wanita itu. Ia lebih memilih ingin masuk kamar lalu berusaha kembali untuk menghubungi Laudya.
"Avan tunggu, Mama ingin bicara," ucap Rianti saat melihat Avan melangkah ke arah tangga.
"Ma, Avan lelah. Avan ingin istirahat," jawab Avan tanpa membalik tubuhnya.
"Kalau begitu ajak istrimu masuk ke dalam kamar," pinta Rianti.
"Untuk apa? Lagi pula rumah ini sudah ia jelajahi dan aku yakin ia juga sudah pernah masuk ke dalam kamarku. Jadi, ia tidak mungkin salah masuk kamar kan," ucap Avan guna meledek Bella.
"Avan apa kau tahu Bella itu—"
"Iya, Kak. Aku sudah tahu kok kamar Kakak jadi tidak perlu menunjukannya lagi, bahkan aku juga tahu di mana Kakak meletakkan ****** ***** Kakak," ucap Bella memotong ucapan sang mertua.
Rianti langsung menoleh ke arah Bella. Dari sikap sang menantu tentu saja ada yang disembunyikan.
"Cih, bahkan kau sudah tidak ada malu," ucap Avan lalu melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam kamar.
Dua wanita itu terus menatap kepergian Avan hingga punggung lelaki itu menghilang di balik pintu.
"Bella, bisakah kau menjelaskan ini semua?" ucap Rianti menatap wajah Bella.
"Ma, jangan seperti itu. Aku jadi takut."
"Bella, sampai kapan kau terus menyembunyikan ini semua dari Avan?" Rianti geram dengan tingkah sang menantu. Tidak lebih tepatnya pada gadis kecil yang sudah menolong keluarganya.
"Ma, jika aku memberitahu semua ini pada Kak Avan. Aku yakin tidak mengubah apa pun karena Kak Avan sudah menetapkan hatinya untuk Kak Laudya," jelas Bella.
"Kau sekarang memanggilnya dengan sebutan Kak?"
"Aku menghormati yang lebih tua," jawab Bella.
"Bella, aku sangat bersyukur kau sudah memberikan segalanya untuk keluargaku. Tapi kau juga harus segera mengurus masalah yang ada di keluargamu. Berhenti bersikap seperti gadis kecil yang tidak tahu apa-apa. Kau sebentar lagi berusia dua puluh tahun." Rianti memasang ekspresi sedih di wajahnya.
"Ma, sekarang Mama adalah mertuaku. Kenapa Mama berbicara seperti itu? Bukan aku yang menolong Mama, tapi Mama yang sudah menolongku. Dan untuk keluargaku, aku tidak ingin banyak memulai masalah. Aku melihat Bunda Mutia begitu menyayangi Ayah, meskipun Ibuku menjadi korban keserakahan mereka," jawab Bella.
Rianti hanya bisa membelai rambut Bella. Menatap wajah cantik itu dengan penuh kepiluan, bagaimana tidak seorang anak kecil yang kini dipaksa dewasa. Namun, di sisi lain dia harus bersikap seperti gadis manja berhati lembut. Sungguh keluar Drajat menciptakan malaikat kecil yang indah di balik kejahatannya.
"Jadi di mana Mama menyembunyikan Kak Laudya?" tanya Bella langsung membuat Rianti terdiam.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!