NovelToon NovelToon

DINIKAHI BRONDONG

Hidup itu sawang sinawang

Hidup itu sawang sinawang, kadang kita melihat rumput tetangga lebih hijau dan indah daripada di depan rumah kita padahal kalau kita lihat lebih dekat mungkin kita akan melihat ada banyak belalang di sana yang memakan rumput itu hingga daunnya banyak yang rusak dan terlihat jelek. Bahkan rumput itu terlihat kering dan layu karena jarang disiram. Semuanya hanya fatamorgana, tidak semua yang kita lihat indah itu benar-benar indah. Tidak semua yang kita kira bahagia itu bahagia atau sebaliknya.

Kita tidak bisa menilai kehidupan orang lain bahagia hanya karena kita melihatnya selalu tertawa, atau sebaliknya. Karena kita tidak tahu apa ia benar-benar bahagia dalam kehidupannya atau tidak, jawabannya hanya orang tersebut yang tahu.

Ada yang bilang jika hidup adalah sandiwara, kalau ini aku setuju. Karena dalam kehidupanku aku selalu berakting layaknya seorang aktris profesional.

Mungkin dimata teman-teman dekatku aku adalah sosok yang sangat beruntung. Memiliki karier yang cemerlang, mempunyai suami tampan dan mapan, mertua yang baik hati dan anak-anak yang menggemaskan.

Mereka bahkan selalu iri karena setiap akhir pekan aku dan keluargaku selalu liburan ke luar kota, bahkan kami terlihat begitu harmonis.

Tentu saja bukan hanya temanku yang menganggap demikian, bahkan keluarga ku juga selalu menyanjungku karena hanya aku dan suamiku yang selalu royal kepada mereka dan jarang mengeluh masalah keuangan kepada orang tuaku.

Meraka tidak tahu saja jika semuanya hanyalah semu. Mungkin hanya aku dan suamiku yang tahu bagaimana keluarga kami yang sebenarnya.

Mungkin jika aku menjadi seorang selebriti, pasti aku sudah memenangkan piala citra sebagai artis terbaik karena selalu sukses memerankan setiap peran dalam setiap film yang aku bintangi.

Entah kenapa aku jadi sering berakting akhir-akhir ini. Mungkin semuanya berawal dari hari itu.

Menikah dengan orang yang kita cintai tidak bisa menjamin kita akan hidup bahagia bersamanya.

Karena setelah menikah cinta saja tidak cukup untuk membuat kita bahagia.

Uang memang bukan segalanya, tapi untuk mendapatkan segalanya kita memerlukan uang.

Itulah kenapa orang tau kita kadang menyuruh kita menikah dengan orang yang sudah memiliki pekerjaan tetap atau mapan. Alasannya karena kita tidak bisa hidup hanya mengandalkan cinta, kita butuh uang untuk makan dan bertahan hidup.

Setidaknya hal itulah yang aku alami.

Karena suamiku hanya seorang Pegawai Tidak Tetap di Instansi pemerintah, maka aku pun memutuskan untuk bekerja setelah menikah.

Hidup di kota metropolitan membuat kami yang memulai semuanya dari nol harus bekerja keras untuk mendapatkan semuanya.

Selain mengajar, aku juga memiliki sebuah bisnis katering.

Bisnis katering aku jalani karena hobby. Tak disangka bisnis katering ku berkembang pesat hingga aku bisa membeli mobil dan rumah setelah menjalankan bisnis itu.

Aku mulai mengembangkan bisnis katering ku dengan bisnis kuliner di aplikasi online dan alhamdulilah semuanya berjalan dengan lancar.

Mengurus usaha katering sendirian menghabiskan banyak waktuku.

Aku lebih banyak membuang waktu ku untuk bekerja daripada harus mengurusi kedua anakku.

Jika dulu suamiku membantuku mengurus anakku yang pertama, kini karena kesibukannya ia tidak bisa membantuku merawat anak-anak lagi.

Aku terpaksa mengajak putra bungsuku saat bekerja karena kami tidak memiliki pengasuh.

Memang dari awal aku bertekad untuk merawat anakku sendiri tanpa bantuan baby sitter.

Kadang aku suka iri dengan teman-teman ku karena memiliki orang tua yang membantu mereka merawat putra-putrinya.

Mungkin kalian bertanya kemana orang tuaku atau mertuaku??.

Ibuku sakit-sakitan jadi aku tidak mau merepotkan mereka. Sedangkan Ibu mertuaku juga sama, dia menderita stroke saat aku mengandung putraku yang kedua.

Aku tidak keberatan membawa anak-anak ku ke tempat kerja, lagipula pekerjaan mengajak tidak menyita waktu banyak jadi aku masih bisa merawat mereka.

Hanya saja jika bisnis katering ku sedang ramai aku pasti kewalahan dan cenderung mengabaikan mereka.

Aku hanya memberikan mereka mainan dan membiarkan keduanya asyik bermain tanpa mendampinginya.

Saat putra keduaku berusia dua tahun, ibu mertuaku jatuh dan tidak bisa berjalan.

Karena suamiku adalah anak pertama maka ia memutuskan untuk merawat ibuku di rumah kami.

Sejak ibu aku merawat ibuku, aku memutuskan untuk menutup usaha katering ku agar bisa merawat ibu mertuaku.

Mungkin bagi orang lain ibu mertua adalah sosok yang menakutkan, tapi tidak bagiku.

Ibu mertuaku begitu baik padaku, bahkan aku bisa mendapatkan hal-hal yang tidak aku dapatkan dari ibu kandung ku darinya.

Begitu sayangnya dia padaku hingga membuat aku dengan ikhlas merawatnya selama ia sakit.

Namun hidup memang penuh ujian, tidak semua yang kita rencanakan akan berjalan sesuai keinginan kita.

Merawat orang sakit itu memerlukan kesabaran tingkat tinggi, apalagi saat ia sudah mendekati ajalnya. Pasti ada saja tingkahnya yang membuat kita kesal.

Entah kenapa Ibuku tiba-tiba nafsu makannya bertambah dua kali lipat saat ia stroke.

Kadang aku merasa kesal bila aku pulang kerja, ibuku sudah menghabiskan semua makanan di dapur. Aku yang ingin beristirahat setelah pulang kerja jadi harus masak, padahal aku begitu kelaparan.

Satu dua hari aku masih bisa sabar dan menjalaninya dengan ikhlas, tapi namanya manusia sabar itu ada batasnya.

Hari itu aku berselisih paham dengan sesama guru, anakku yang bungsu berulah di sekolah.

Dia mencorat-coret tembok kelas hingga membuat salah seorang guru melaporkan kepada kepala sekolah. Namun bukannya menegur ku kepala sekolah justru membicarakan ku di belakang dan selalu menyindirku.

Karena aku tidak tahan dengan semua itu aku pun menemuinya.

"Saya minta maaf, atas kesalahan putraku dan aku pasti akan bertanggung jawab. Aku pastikan tembok itu akan kembali seperti semula besok pagi. Tapi aku juga sangat berharap bapak lebih baik menegur saya secara langsung jika ada masalah seperti ini, bukan membicarakannya di belakang,"

"Tidak usah bu, nanti biar mang Parjo saja yang akan mengecatnya," jawab Kepala sekolah

"Gak papa, karena anakku yang sudah mencorat-coretnya maka aku yang akan bertanggung jawab,"

Aku segera keluar dari ruangan kepala sekolah setelah mengeluarkan semua unek-unek ku.

Aku menatap tajam guru yang melaporkan masalah itu kepada kepala sekolah.

Aku masih ingat kata-katanya saat aku menemuinya, ketika mendapati Bagas mencorat-coret tembok kelasnya.

"Maaf Pak Yani, nanti saya pasti akan bersihkan bekas corat-coret Bagas, tapi tidak hari ini ya, mungkin besok,"

"Tidak papa bu namanya juga anak-anak, nanti biar saya suruh anak murid saja untuk mengecatnya kebetulan aku masih punya cat sisa lomba menghias kelas," jawabnya dengan wajah ramah

"Alhamdulillah kalau gitu, terimakasih banyak atas pengertiannya dan sekali lagi maaf ya,"

Dasar culas, entah kenapa ia begitu baik didepan ku dan seolah-olah melupakan semuanya, tapi ia malah melaporkan aku kepada kepala sekolah.

Hari itu juga sepulang sekolah aku langsung membeli cat di toko bangunan samping sekolah.

Aku langsung mengecat tembok kelas yang di corat-coret putraku sendirian hingga sore.

Setibanya di rumah aku merasakan begitu lapar, karena tidak sempat makan siang.

Saat membuka lemari, tidak ada yang tersisa, padahal tadi pagi aku sudah masak banyak dan aku yakin cukup sampai sore.

Pasti Ibu yang menghabiskannya?

"Kenapa baru pulang?" tanya suamiku

"Ada masalah di sekolah," jawabku singkat

"Kalau begitu cepat masak, kasian Ibu sudah kelaparan, katanya dia belum makan dari siang," ucap suamiku membuat ku semakin kesal

Bagaimana tidak, bukannya bertanya ada masalah apa, dia malah seenak-enaknya nyuruh masak, dikira aku pembantunya apa?.

Aku sudah terlalu lelah hari ini hingga memilih diam memendam semua marahku.

Aku segera memasak telor dadar, nugget ayam untuk anak-anak serta sambal untuk menu makan malam kami.

Seperti biasa suamiku pasti langsung berkicau saat melihat menu makanan kami tidak ada sayurnya.

"Gimana aku gak susah buang air besar jika selalu makan seperti ini!" keluhnya

"Syukuri aja apa yang ada," jawabku singkat

Pagi harinya, seperti biasa aku bangun pagi-pagi sekali untuk memasak. Hari ini aku sengaja masak menu makanan lebih banyak dari biasanya.

Setelah menyiapkan sarapan pagi, aku bergegas untuk menyimpan sebagian lauk pauk untuk sore hari, agar aku tidak perlu repot-repot masak sepulang kerja.

Bukanya aku pelit, atau perhitungan tapi aku hanya tidak mau jadi membenci ibuku karena masalah makanan. Lagipula aku juga sudah menyiapkan makanan untuk ibu sampai aku pulang, jadi aku pikir dia tidak akan kelaparan.

Sore itu saat aku pulang kerja aku melihat wajah ibu begitu pucat.

"Ibu kenapa, apa ibu sakit?" tanya ku begitu khawatir

"Ibu lapar," jawabnya dengan nada bicara yang sudah tidak jelas

Memang ia susah bicara setelah jatuh, namun ia masih bisa berjalan meskipun tertatih.

Entah kenapa aku merasa bersalah karena sudah menyembunyikan sebagian lauk pauk.

Aku segera mengambil lauk pauk yang aku sembunyikan dan memberikan sepiring nasi lengkap dengan lauk pauk untuknya.

"Maafin aku ya bu," ucapku merasa bersalah dan sangat menyesali perbuatanku

Wanita itu mengangguk pelan, kemudian menyantap makanannya dengan begitu lahap.

Setelah makan ia kemudian menggenggam tanganku dan memelukku erat. Saat itu aku tidak berpikir macam-macam, ibu memang selalu begitu padaku. Dia selalu baik padaku dan menyayangi ku seperti putrinya sendiri, itulah kenapa aku juga sangat sayang padanya.

Pagi harinya aku tidak menyembunyikan makanan lagi, aku tidak mau membuat ibuku kelaparan lagi.

Selesai sarapan aku berpamitan padanya untuk berangkat kerja, karena kebetulan hari ini adik ipar ku datang dan memutuskan tinggal bersamaku untuk mencari kerja.

Aku sengaja tidak mengajak Bagas ke sekolah hari itu dan menitipkan padanya.

Siang itu saat aku sedang mengajar pendalaman materi, suamiku menelpon ku. Ia memberitahukan jika Ibu jatuh dari kamar mandi dan sekarang di rawat di rumah sakit.

Seketika tubuhku terasa lemas.

Buru-buru ku akhiri aktivitas ku dan segera bergegas menuju rumah sakit untuk menjenguk ibuku.

"Bagaimana keadaan Ibu?" tanyaku dengan suara parau

"Dia masih koma," jawab suamiku membuat air mataku langsung berderai membasahi pipiku

Awal Pertemuan

"Bagaimana keadaan Ibu?" tanyaku dengan suara parau

"Dia masih koma," jawab suamiku membuat air mataku langsung berderai membasahi pipiku

Buru-buru ku lihat Ibu yang masih berada di ruang UGD. Ku usap keringatnya yang membasahi pelipisnya dan ku cium keningnya sembari ku bisikan doa untuk kesembuhannya.

Entah kenapa saat melihat wajahnya, tersirat wajah ibuku yang sudah lama tak ku kunjungi.

Meskipun kami sering bertukar kabar, namun tetap saja rasa rindu selalu membuatku gusar.

Ku lihat semua perawat begitu sibuk menangani pasien yang sama.

Mas Krisna menghampiri ku dan mengusap lembut kepalaku.

"Sebaiknya kita pulang dulu neng, kasian anak-anak,"

"Iya,"

Aku segera beranjak dan mengikuti Mas Krisna menemui Bagas dan Sifa.

Dari kejauhan ku lihat kedua anakku tampak bermain didepan mushola rumah sakit.

Sepertinya si Kaka yang penakut tidak berani masuk rumah sakit untuk melihat neneknya.

Aku lihat ayah mertuaku sudah datang dan menjaga keduanya.

Melihatku yang masih menggunakan seragam kerja, ia menyuruhku pulang dan membawa anak-anak.

"Sebaiknya kamu pulang dulu, biar aku sama Raka yang akan menjaga ibumu,"

Aku mengangguk dan langsung berpamitan padanya.

Tidak jauh dari Mushola Mas Krisna sudah menunggu.

Setibanya di rumah aku langsung mempersiapkan makan malam.

Kedua buah hatiku sepertinya sangat kelaparan hingga langsung menyantap makanan mereka dengan begitu lahap.

Selesai makan keduanya langsung menuju ke kamarnya.

Tidak lama saat ku lihat lagi keduanya tampak sudah pulas diatas Ranjangnya.

Sepertinya mereka sangat kelelahan setelah seharian berada di rumah sakit.

"Tadi kejadiannya gimana Ay, ko Ibu bisa jatuh di kamar mandi?"

"Bukan jatuh di kamar mandi tapi jatuh di ruang tengah," jawab Mas Krisna

"Tapi kata Raka, di kamar mandi,"

"Dia lagi gak di rumah jadi gak tahu kejadian sebenarnya,"

"Memangnya gimana kejadiannya?"

Mas Krisna kemudian menceritakan semuanya dengan detail. Rupanya Ibu jatuh saat akan sarapan pagi.

"Entah kenapa tiba-tiba ibu jatuh saat akan menaruh piring ke belakang," ucapnya sedih

Aku segera memeluknya erat, aku tahu dia pasti sangat gusar. Apalagi aku tahu dia begitu dekat dengan Ibu.

"Sabar ya sayang, semoga ibu cepat sadar dan sehat lagi seperti semula,"

"Aamiin,"

Malam itu aku tidak bisa tidur, entah kenapa aku masih memikirkan ibu.

Pukul satu dini hari Raka pulang ia memberitahukan jika kami harus mencari rumah sakit yang memiliki dokter bedah.

Aku dan Mas Krisna segera bergegas ke rumah sakit menemui dokter.

Sang Dokter menjelaskan jika Ibu mengalami pendarahan otak dan harus segera dioperasi. Akan tetapi karena dokter bedah di rumah sakit sedang ada dinas ke luar, jadi kami harus mencari rumah sakit yang memiliki dokter bedah agar Ibu bisa segera dioperasi.

Berbekal surat rujukan dokter aku dan suamiku langsung bergegas malam itu juga mendatangi beberapa rumah sakit pemerintah dan swasta.

Namun sayangnya, kami tidak bisa menemukan rumah sakit yang bisa mengoperasi ibu dengan cepat.

Rata-rata mereka memberikan waktu tunggu, karena jadwal operasi yang begitu padat.

Tentu saja Ibu tidak bisa menunggu terlalu lama, karena ia bisa meninggal jika tidak segera dioperasi.

Malam itu ku putuskan menginap di rumah sakit. Kebetulan Ibu juga sudah di pindahkan ke bangsal perawatan pasien.

Selesai sholat malam, aku langsung membaca Alquran di samping ibuku.

Hanya itu yang bisa aku lakukan sekarang, apalagi setelah melihat satu persatu pasien di kamar itu meninggal.

Kini hanya tersisa dua orang, tidak seorang pasien masuk lagi.

Keadaan mereka rata-rata sama yaitu jatuh, dan tak sadarkan diri.

Selain mengaji aku juga mencoba mengajak ibu bicara, semoga dengan begitu dia akan segera siuman.

"Ibu cepat sembuh ya, maafkan neng kalau banyak salah sama ibu. Ibu juga gak usah memikirkan masalah hutang-hutang bapak, nanti biar Nur sama Mas Raka yang bantu bayar ya, Yang penting Ibu cepat sembuh biar bisa main lagi sama Sifa dan Bagas," ucapku di telinganya

Aku tahu ibu sakit karena terlalu memikirkan hutang-hutang bapak yang semakin menumpuk.

Pukul setengah empat pagi tiba- tiba ibu membuka matanya dan menggenggam jemari ku erat.

"Ibu sudah bangun??"

Buru-buru ku bangunkan Mas Krisna dan memberitahu Bapak jika Ibu sudah siuman.

Setelah berbicara dengan Bapak tidak lama Ibu menghembuskan nafas terakhirnya di pelukan lelaki itu.

Aku begitu sedih karena Ibu pergi begitu cepat.

Pagi itu juga Suamiku langsung membawa Ibu pulang ke kampung Ke Semarang.

Mereka memang ingin ibu dimakamkan di sana. Aku dan anak-anakku tetap tinggal di Jakarta karena aku harus membagikan rapot semester genap.

Disela-sela kesibukan ku mengisi raport, malam harinya aku gelar tahlilan di rumah.

Seusai pembagian raport aku menyusul ke Semarang untuk menjenguk makam Ibu.

Tampak seorang wanita cantik terlihat sibuk membantu menghidangkan makanan saat acara tahlilan.

Aku baru pertama melihatnya, karena penasaran aku bertanya pada adik iparku.

"Dia siapa?" tanyaku menunjuk wanita itu

"Temen Mas Krisna," jawab Adikku

"Oh," jawabku kemudian bergegas keluar untuk mencari udara segar

Waktu itu aku sama sekali tak menaruh curiga padanya, karena hari itu semua teman-teman suamiku datang ke rumah untuk bertakziah.

Ku lihat Mas Krisna begitu asyik bercengkrama dengan teman-teman sekolahnya di beranda rumah.

Seorang wanita cantik tiba-tiba menghampiriku.

"Kamu pasti Mba Laila?" sapanya begitu ramah

"Kok tahu??" jawabku mengernyitkan dahi

"Pastilah, Krisna sering banget cerita tentang mbak di grup," jawab yang lain menimpali

"Kenalkan Saya Laras," ucap seorang wanita mengulurkan tangannya

"Kalau aku Saskia,"

"Hera," wanita itu mengulurkan tangannya

"Nur Laila, panggil saja Laila,"

Setelah memperkenalkan diri, aku pun berbaur dengan mereka mencoba mengakrabkan diri.

Meskipun sedikit canggung karena tidak bisa berbahasa jawa dengan baik aku mencoba sebisanya.

Tidak lama Mas Krisna memperkenalkanku kepada teman-teman yang lain.

"Kenalkan Saya Guntur," ucap seorang pria tersenyum ramah menyapa ku

"Laila,"

Ternyata sekarang aku tahu semua teman-teman suamiku yang selalu ia ceritakan padaku.

Hera, wanita itu memang terlihat anggun dan sangat cantik seperti yang diceritakan suamiku. Guntur, temannya yang paling kaya dan masih melajang di usianya yang sudah tiga puluh tahun.

Saat aku hendak masuk kedalam rumah untuk mengambil camilan, tiba-tiba Guntur mengikuti ku.

"Apa boleh saya bertanya sesuatu?" tanyanya membuatku menghentikan langkahku

"Tanya saja?" jawabku

"Jujur saja aku sangat mengagumi,"

*Deg!

Entah kenapa tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang membuatku merasa tak nyaman dengan kalimat itu.

"Jangan salah sangka, aku hanya mau minta tolong padamu, jika kamu memiliki teman yang masih lajang bisa kan mengenalkannya padaku," ucapnya sedikit malu

"Oh, tentu," jawabku merasa lega

"Kalau begitu aku akan memberikan nomorku agar kau bisa menghubungi ku,"

Lelaki itu langsung memberikan kartu namanya padaku,

"Ok, nanti aku hubungi," jawabku kemudian pergi meninggalkannya

Saat aku menuju ke dapur ku lihat Mas Krisna dan seorang wanita. Keduanya terlihat begitu dekat untuk ukuran seorang sahabat. Jantungku berdegup kencang saat melihat keduanya semakin dekat,

Apa yang mereka lakukan???

Tidak ada pertemanan antara pria dan wanita dewasa

Pov Krisna

Hatiku berdebar-debar, entah kenapa aku benar-benar merasa seperti anak muda yang jatuh cinta lagi saat melihatnya. Hera terlihat begitu mempesona sore itu, aku benar-benar tersihir oleh kecantikannya.

Ini adalah pertemuan kami yang pertama, karena selama ini kami hanya berhubungan melalui chat wa.

**********

*Pov Author

Krisna terus menatap intens Hera yang bercengkrama dengan Laila.

"Istrimu yang mana Bro?" tanya Guntur membuyarkan lamunan Krisna

"Itu yang pakai hijab cokelat," tunjuk Krisna

"Kenapa tidak kau perkenalkan, pasti kau takut ya salah satu kami akan tertarik dengannya?" goda Guntur

"Ah...yang benar saja, bukan begitu hanya saja istriku pemalu, jadi aku tidak berani memaksanya," jawab Krisna

"Kau tidak berani atau sengaja menyembunyikannya, apa perlu aku yang memintanya memperkenalkan diri di sini!" celetuk Guntur

"Wah, ternyata ada yang begitu penasaran dengan istri sahabatnya, hati-hati Kris kayaknya ada benih-benih pebinor, wkwkwkwk!" celetuk Arya

"Astaghfirullah, beraninya kau mengatakan itu kepada seorang Bripka, siap-siap saja untuk mendekam di hotel prodeo," goda Guntur

"Wkwkwkw, sukurin lo!" celetuk yang lainnya

"Haish, gitu doang baper lo!" cibir Arya

"Diantara kita hanya Krisna yang belum pernah memperkenalkan keluarganya kepada kita, nah mumpung kita lagi ngumpul di sini, bisa kan perkenalkan istri dan anak-anakmu," ucap Guntur

"That's right, lagipula gue juga penasaran soalnya dari tadi orang-orang di sini terus muji-muji istri lo yang katanya seperti malaikat. Baru kali ini gue denger seorang menantu begitu di sanjung-sanjung oleh mertuanya, padahal kebanyakan menantu dan mertua itu biasanya bermusuhan betul gak bro?," celetuk Arya

"Katanya sih gitu,"

"Dih dasar bapak-bapak rumah tangga, gak jauh beda ya sama emak-emak tukang rumpi," sahut Guntur membuat semua terkekeh mendengarnya

"Baiklah kalau kalian memaksa, inget jaga mata dan jangan sampai jatuh cinta, terutama lo Gun!" ucap Krisna menunjuk sahabat karibnya

"Sial, gue lagi yang kenap, beginilah nasib perjaka diantara bapak-bapak,"

Krisna kemudian menghampiri Laila dan mengajak wanita itu menemui teman-teman prianya.

Ia kemudian memperkenalkan istrinya kepada teman-temannya.

"Namanya Laila, kebetulan dia mengajar Bahasa Inggris di sekolah menengah pertama, hobinya memasak," ucap Krisna

"Wah keren banget, pasti anak kalian jago ngomong Inggris ya!" celetuk salah seorang sahabat mereka

"Tidak juga," jawab Laila singkat

Wanita itu kemudian menyelami satu persatu menyalami teman-teman suaminya.

Selesai berkenalan Laila segera pergi meninggalkan mereka karena mendengar Bagas merengek.

Melihat istrinya sibuk menenangkan putra mereka, Krisna kemudian menghampiri Hera yang masih sibuk membantu menghidangkan makanan untuk para tamu.

"Gak usah repot-repot nanti kamu capek loh," ucap Krisna membantu wanita itu memunguti gelas-gelas kosong

"Gak papa, aku suka kok melakukannya,"

"Kamu benar-benar wanita yang baik, pasti suamimu sangat bangga denganmu," puji Krisna

"Kamu bisa aja," ucap wanita itu kemudian bergegas menuju ke dapur

Guntur terus mengawasi keduanya,

Sial, dasar brengsek kenapa mereka harus menunjukkan kemesraan di sini,

Saat melihat Laila berjalan menuju ke dapur ia buru-buru mengikutinya.

Entah kenapa lelaki itu tiba-tiba saja merasa kasian kepada Laila dan berusaha untuk mengalihkan perhatian wanita itu agar tak melihat suaminya bersama wanita lain.

Sikapnya yang biasa dingin dengan para wanita tiba-tiba luluh saat melihat wajah melankolis Laila.

Haish, kenapa juga aku harus mengkhawatirkannya, bukankah sebaiknya dia tahu kelakuan suaminya, toh lambat laun dia juga pasti tahu. Tapi kenapa aku tak tega melihatnya terluka,

Tiba-tiba Lelaki itu membayangkan Laila gantung diri saat tahu suaminya berselingkuh.

Ah sial,

Setelah bergelut dengan nuraninya ia memutuskan untuk mencegah Laila pergi ke dapur.

"Apa boleh saya bertanya sesuatu?" tanyanya membuat Laila menghentikan langkahnya

"Tanya saja?" jawabnya singkat

"Jujur saja aku sangat mengagumi," ucap pria itu mencoba mengalihkan perhatian Laila

Melihat wajah sendu Laila dari dekat membuatnya semakin salah tingkah hingga salah bicara.

"Ups maaf!"

*Deg!

Laila merasa tak nyaman mendengar ucapan Guntur, wajah sendunya seketika berubah menjadi jutek.

"Jangan salah sangka, aku hanya mau minta tolong padamu, jika kamu memiliki teman yang masih lajang bisa kan mengenalkannya padaku," ucapnya sedikit malu

"Oh, tentu," jawab Laila singkat

"Kalau begitu aku akan memberikan nomorku agar kau bisa menghubungi ku,"

"Hmm," Laila kemudian mengambil kartu nama itu

"Ok, nanti aku hubungi," jawabnya langsung pergi meninggalkan Guntur

"Terimakasih," jawab Guntur dengan sopan

Laila kemudian meninggalkan pria itu, ia berjalan sangat cepat kearah dapur untuk mengambil makanan ringan untuk putranya yang terus merengek.

"Ternyata ada yang lebih dingin daripada diriku, ia bahkan tak memberikan nomor teleponnya padaku, wah benar-benar keren, ini adalah kali pertama seorang wanita mengacuhkan ku," ucap Guntur

Melihat Laila pergi ke dapur membuat Guntur kembali mengejarnya.

Tiba-tiba wanita itu menghentikan langkahnya saat melihat suaminya bersama dengan seorang wanita. Keduanya terlihat begitu dekat, ada kebahagiaan yang terpancar dari mata Krisna yang belum pernah dilihat Laila selama ini.

Tiba-tiba Guntur merasa sedih melihat Laila terpaku menatap suaminya.

Membuat lelaki itu segera mengambil ponselnya dan tak lama Krisna menghentikan obrolannya. Ia mengangkat ponselnya yang terus berdering,

Krisna segera menoleh kearah Laila setelah mendengar ucapan Guntur, pertama kali dalam hidupnya ia melihat kecemburuan di mata istrinya.

"Terimakasih Ra, sudah membantuku hari ini," ucap Krisna kemudian meninggalkan wanita itu di dapur

"Sama-sama," jawab Hera tersenyum menatap kepergian lelaki itu

Seketika raut wajah bahagia Hera berubah saat melihat Laila mengawasinya. Ia terkejut melihat Laila yang mengawasinya.

Ia buru-buru menuju ke wastafel untuk mencuci piring kotor, namun Laila langsung menghampirinya.

"Tidak usah repot-repot, biar aku saja yang mengerjakannya," ucap Laila kemudian menyuruhnya untuk kembali ke ruang tamu

Baru kali ini aku melihatnya begitu kacau, hingga ia memecahkan gelas saat mencuci piring.

Krisna terus mengawasi gerak-gerik istrinya.

Wanita yang selama ini ku lihat begitu sempurna dan tangguh tiba-tiba oleng saat melihat ku bersamanya.

Ada rasa bersalah dan kasihan melihatnya namun aku tak mau mengganggunya.

Tiba-tiba Guntur menarik Krisna keluar dari dapur.

"Kau benar-benar keterlaluan Kris, bisa-bisanya kalian menunjuk kedekatan kalian di sini, apa kau sengaja ingin melukainya!" hardik Guntur yang begitu marah padanya

"Memangnya kenapa, kenapa kamu jadi marah padaku, apa kau iri karena Hera lebih memilihku?" sahut Krisna

"Jangan salah sangka, meskipun aku seorang bujang lapuk tapi aku tak berniat untuk mendekati istri orang,"

"Sekarang kau malah bersikap sok suci dan mulai mengadili ku, ok aku tahu aku salah, tapi aku tidak suka kau ikut campur dengan urusanku, lebih baik kau urusi saja masalah mu sendiri sebelum ikut campur urusan orang lain. Segeralah menikah agar kau tahu bagaimana rasanya memiliki istri yang membosankan," jawab Krisna kemudian pergi meninggalkan Guntur

Tidak lama Laila kembali ke ruang tamu ia melihat satu persatu teman-teman suaminya mulai berpamitan pulang.

Seorang lelaki paruh baya keluar dari mobil SUV membuat semua orang langsung menatapnya.

Melihat suaminya datang Hera langsung menghampirinya, "Aku sudah bilang tunggu saja di mobil kenapa harus keluar sih," ucap Hera kesal melihat suaminya

"Aku bosan menunggu dalam mobil, jadi aku keluar untuk mencari udara segar," jawab lelaki itu kemudian menyapa teman-teman istrinya

"Wah ternyata benar jika suami Hera itu sudah aki-aki, kok mau ya dia nikah sama aki-aki,_" ucap salah seorang teman Hera mulai menggunjingkannya

"Tentu saja dia mau, kau tidak tahu kalau suaminya itu sangat kaya, dia seorang kepala cabang sebuah Bank BUMN, ia juga memiliki puluhan kos-kosan dan usaha furniture. Coba wanita mana yang gak akan mau menikah dengannya," sahut yang lainnya

"Tapi tetap saja kalau aku tidak mau, buat apa suami kaya tapi gak bisa dipamerin ke teman-teman, bagi aku sih penampilan tetap yang utama,"

"Itu karena lo udah kaya Jeng, tapi kalau gue sih gak masalah mau wajah jelek, mau aki-aki selama banyak duit sikat saja," jawab yang lain membuat semua orang langsung tertawa

Melihat teman-temannya menggunjingkan suaminya, buru-buru Hera berpamitan kepada tuan rumah.

Malam itu Bagas terus merengek minta pulang, anak itu memang tidak kerasan jika tinggal di rumah lain.

Melihat anaknya rewel membuat Krisna langsung menghampirinya.

"Kamu pasti kangen nenek mu ya, apa kau mau kerumah nenek?" tanya Krisna

Bagas langsung mengangguk,

"Kalau begitu aku akan mengantar kalian besok, kalian bisa menghabiskan masa liburan di sana. Lagipula kau sudah lama tak menjenguk ibu bukan, jadi kali ini aku mengijinkan mu untuk menjenguknya," ucap Krisna menatap istrinya

"Apa kau ikut?" jawab Laila balik bertanya

"Tentu saja tidak, aku hanya bisa mengantar dan menjemput kalian saja, kau tahu kan aku tidak libur. Maaf kalau selama ini aku sering melarang mu pergi tanpa diriku, tapi sekarang aku sadar dan aku tak akan mengekang mu lagi, kau bebas mengunjungi ibumu kapan pun," jawab Krisna

"Tapi aku tidak bisa," jawab Laila singkat

"Kenapa?"

"Kau tahu kan aku tidak bisa meninggalkan mu, aku khawatir jika meninggalkan dirimu," jawab Laila

Entah kenapa haru itu aku merasa ada yang aneh dengan Mas Krisna, tiba-tiba ia menyuruhku untuk liburan di rumah ibu, padahal sebelumnya ia tidak pernah mengijinkan ku untuk bepergian seorang diri. Tentu saja itu karena dia sangat manja dan tak bisa melakukan apapun sendirian tanpaku. Tapi malam ini ia malah ingin aku pergi untuk waktu yang lama??

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!