Buku Harian Milik Helli Lepisto.
Aku terlahir dari rahim seorang wanita bayaran. Ingat, wanita bayaran dalam arti pramunikmat, yang kesehariannya dihabiskan untuk menjajakan diri. Ah, masih belum faham? Ya, aku terlahir dari rahim seorang pe-la-cur. Lusiana Lepisto. Selain melacur, menjual diri, menggoda para pria yang kehausan, yang bermasalah dengan keharmonisan rumah tangga, pria seperti itu lah yang mendatangi wanita yang kusebut ibu. Tadinya kupikir demikian, nyatanya ibuku juga sangat tertarik dengan para pria yang jauh di bawah usianya, atau lebih pantasnya ia sebut sebagai anak.
Bagaimana bisa ibuku seperti itu? Aku pun tidak tahu. Apakah dia melakukan hal murahan itu untuk memenuhi kebutuhan kami? Menafkahiku? Sayangnya, tidak. Dia menjual diri untuk kesenangannya. Sejauh ingatanku, dia tidak pernah memberiku uang saku atau pun makanan yang layak. Aku terbiasa mengurus urusanku sendiri. Sejak kapan? Aku tidak ingat. Mungkin setelah aku bisa mengganti popok sendiri.
Mengenai namaku, Helli Lepisto, nama belakang yang sama dengannya. Sangat wajar, mengingat ia tidur dengan banyak pria. Entah berapa spermaa yang membentukku menjadi seorang manusia. Untung saja wajahku sangat mirip dengan Nyonya Lusiana Lepisto, dengan begitu tidak ada praduga bahwa aku adalah anak yang terbuang yang tidak diharapkan.
Namun, jika dipikir-pikir, mungkin saja ibuku juga tidak menginginkanku. Hei, dia tidak pernah bertanya tentang apa yang kulakukan. Dia juga tidak pernah bertanya tentang mimpiku. Berbicara soal mimpi, aku hanya ingin memiliki keluarga yang utuh dan hangat. Tidak ada mimpi yang lebih besar selain keinginan tersebut. Walau aku yakin, untuk mewujudkan hal itu sangat sulit mengingat butuh usaha keras untuk mengetahui siapa ayah biologisku. Sangat tidak mungkin aku mengajukan tes DNA pada setiap pria yang merupakan pelanggannya. Astaga, aku tertawa memikirkan hal ini. Mereka hanya tidur di atas ranjang yang sama.
Cinta satu malam bukan berarti harus terikat. Satu malam di ranjang itu bukan hubungan, melainkan kesenangan, bukan? Lagi pula, di rumah mereka menunggu orang-orang yang mereka sebut keluarga. Tapi, aku tetap penasaran siapa ayahku? Benarkah aku terbentuk dari kumpulan speerma para pria hidung belang. Memangnya ada berapa banyak pria yang dilayani ibuku dalam sehari? Oh Tuhan, aku bergidik jijik membayangkannya. Ini menggelikan dan sangat, sangat, menjijikkan. Aku malu, tapi aku mencintai ibuku meski dia sangat enggan menoleh kepadaku. Dia bahkan tidak pernah menatap mataku saat berbicara denganku. Aku meragu dia tahu warna manik mataku yang jelas berbeda dengannya.
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya, sepertinya pepatah itulah yang cocok denganku. Karena saat aku berjalan, aku selalu melihat para pria menatapku dengan cara yang kurang ajar. Apakah karena mereka tahu ibuku siapa atau di dalam diriku memang sudah tumbuh bibit ja to the lang, Ja-Lang!
Apakah benar aku akan tumbuh menjadi wanita menyedihkan seperti ibuku? Entahlah. Tapi yang kutahu, sejauh apa pun aku berkelana, aku tidak akan dapat melarikan diri dari asal usulku yang terlahir dari rahim seorang wanita malam. Aku tidak bisa menjadi apa pun selain yang ditakdirkan untukku saat aku dilahirkan.
______
"Helli!!"
Gadis pirang itu mengembuskan napas panjang mendengar lengkingan suara yang sangat tidak enak di dengar. Helli menutup buku catatannya, saatnya bekerja!
"Berhenti meninggikan suaramu, Mrs. Benito. Jika tidak, urat lehermu bisa putus." Helli menyembulkan kepala dari balik kamar mandi. "Aku sedang sakit perut, biarkan aku menyelesaikan urusanku sebentar."
"Kau membuang-buang waktuku, Helli. Para pelanggan sudah melayangkan protes, kenapa pesanan merek belum sampai juga."
"Baiklah-baiklah. Aku akan keluar. Jangan salahkan aku jika tubuhku mengeluarkan aroma sedap yang menjijikkan. Aku belum membersihkan bokongku. Tidak ada tisu toilet di sini."
"Euy, kau menjijikkan. Sterilkan semua tubuhmu. Aku tidak ingin kehilangan pelanggan karena penampilanmu yang jorok dan kotor. Oh Tuhan, kenapa aku harus mempekerjakan gadis Lepisto ini."
"Karena kau tahu aku sangat rajin dan bisa diandalkan!"
Ya, Helli adalah pengantar susu, pengantar koran, pengantar apa saja yang bisa menghasilkan uang dengan cara yang bersih. Di usianya yang masih 15 tahun, ia harus membanting tulang demi menghidupi dirinya. Ia mencoba mengubah takdir, tidak ingin hidup seperti ibunya yang tenggelam di lembah kenistaan. Ia harus menyelamatkan dirinya, menyelamatkan ibunya.
London, 2022.
"Aku tidak percaya momen ini akan tiba." Nicky Dogues, mendaratkan bokongnya di depan seorang wanita cantik yang tidak kalah tertekannya dengan dirinya. Helli Lepisto. Seorang model yang berasal dari Finlandia.
Gadis berusia 23 tahun itu baru saja menghancurkan karirnya sendiri sebagai model pakaian yang memasarkan suatu produk tertentu. Helli mengenakan celana ketat berwarna pink cerah, dipadukan dengan sepatu boots berwarna hitam. Penampilannya sangat liar, seksih, dan berani. Harusnya ia sudah memikirkan resiko terburuk saat memilih pekerjaan sebagai model pakaian, dalam tanda kutip pakaian seksih yang luar biasa mahal. Ia tidak ada bedanya seperti model-model wanita yang terlihat pada majalah pria dewasa. Ya, Helli sering mendapatkan pelecehan. Entah itu dari tatapan nakal atau remasaan kurang ajar di bokongnya yang memang sering membuat para pria lupa bahwa atlas, peta, berbeda dengan globe. Hei, ketiganya berbeda, Kawan!
Dua tahun lalu, ia meninggalkan London. Tepat, satu minggu yang lalu, ia menginjakkan kaki kembali ke sana hanya untuk sebuah pemotretan dan apa yang ia dapatkan. Setelah perang batin, mental yang terguncang mengingat semua kenangan yang terjadi di sana, ia harus menambah daftar kenangan buruk juga menjijikkannya di negara ini. Seorang fotografer tiba-tiba mereemas bokongnya! Helli melepaskan bootsnya, memukul tumitnya yang runcing ke arah pria itu hingga kepalanya mengeluarkan banyak darah. Detik itu juga dia dipecat dan harus membayar ganti rugi.
Ya, sepertinya Helli tidak memiliki keahlian untuk mempertahankan karirnya. Beberapa tahun yang lalu, saat ia berusia 20 tahun, Helli bertengkar dengan sang ibu di depan awak media dan foto kehidupan liarnya mencuat ke permukaan. Skandalnya dengan seorang produser film yang menghebohkan. Pasalnya produser tersebut, Calvin Hugo, seorang pria setengah baya yang sudah menikah dan memiliki anak yang bahkan lebih tua dari Helli.
"Momen kehancuranku?" Helli mendesah.
"Kehancuran kita. Jika kau jatuh miskin, aku juga akan kena imbasnya, Helli! Kau akan selalu menggangguku!"
Ya, Nicky lah yang menjamin dirinya agar terbebas dari tuntutan hukum.
Helli menggelengkan kepala dengan kuat. Ia tidak akan sanggup membayangkan jika ia harus hidup melarat lagi. Tapi kenyataannya, kemelaratan sudah menunggunya di depan sana. Ia memiliki utang dalam jumlah besar kepada Nikcy karena sudah membayar ganti rugi kepada si fotografer mesum tersebut. Selain melukai kepala pria itu, Helli juga menghancurkan beberapa kamera juga properti lainnya.
"Stop! Jangan membayangkan hal itu." Helli memberi perintah kepada dirinya. "Oke, Nicky sayang, katakan apa rencanamu? Aku berjanji tidak akan merusaknya kali ini. Aku tidak akan merayakan apa pun sebelum kontrak kerja yang sedang kau urus diterima."
Demi agar uangnya kembali, Nicky pun turun tangan membantunya untuk mencari pekerjaan.
"Omong-omong bagaimana kau bisa mendapatkan meja di sini? Ingat, Helli, kau harus berhemat, menekan gaya hidupmu yang serba glamour itu. Aku belum pernah melihat orang kaya dan berkuasa berada di satu tempat." Nicky memendarkan pandangannya, menatap para pengunjung dengan hati-hati di balik buku menu yang menutupi wajahnya. Matanya membeliak saat perhatiannya terpusat pada meja yang tidak jauh dari mereka. Pengusaha paling berpengaruh abad ini. Glend Vasquez bersama rekan-rekannya.
Glend Vasquez adalah fantasi anak muda yang ingin menjadikan pria itu sebagai sugar daddy. Kecintaan pria itu terhadap istri dan anak-anaknya tidak lantas membuat para gadis-gadis nakal yang frustasi tetap mencoba keberuntungan mereka. Glend selalu muncul dengan istri yang selalu setia mendampinginya dalam setiap kesempatan.
"Itu..."
"Sstt..." Helli meletakkan telunjuknya di atas bibir. Memberi perintah kepada sahabatnya Nicky agar menutup mulut.
"Jangan katakan kau berniat untuk menggoda seorang Glend Vasquez. Kau akan berurusan dengan putrinya, si pengangguran kaya. Grace O'Neila Vasquez.
Helli melebarkan matanya. Walau ia sangat frustasi saat ini, tapi menjadi perusak tidak ada di dalam daftar hidupnya.
"Untuk saat ini aku belum berminat."
"Untuk besok?" Nicky memicingkan mata, menatap penuh curiga. Helli memang memiliki kecenderungan menyukai pria tua. Skandalnya beberapa tahun lalu, selalu terlibat dengan para pengusaha setengah baya.
"Untuk besok?" Helli mengulang pertanyaan Nicky sembari berpikir keras seakan pertanyaan tersebut adalah suatu soalan yang begitu sulit. "Aku tidak bisa menjamin." Ucapnya disusul tawa renyah saat melihat reaksi Nicky yang mendelik kesal. "Jika terpaksa, apa boleh buat. Terkadang kita harus keluar jalur untuk bertahan hidup."
"Aku iri dengan gadis itu. Dia tidak perlu berusaha keras untuk mendapatkan apa yang dia mau. Ia juga tidak perlu melewati diet yang begitu menyiksa demi tuntutan pekerjaan. Ah! Aku ingin sepertinya!" Helli menarik napas panjang berat. Ia merasa seperti globe yang memikul beban dunia di pundaknya. "Aku akan mendapatkan pria kaya sebentar lagi. Kau belum pernah makan di sini?" Helli mengganti topik, mencoba mengalihkan perhatian Nicky dari objek yang sedang gadis itu perhatikan.
"Sudah lama aku ingin memesan tempat di restoran ini, sementara kau cukup menelepon satu kali. Adakalanya aku iri dengan pengaruh yang kau miliki."
"Itu karena pemiliknya tergila-gila kepadaku. Dia juga memberikan diskon 25%. Ck! Kukira dia mau memberikan cuma-cuma." Helli mencibik kesal. "Pelit sekali!"
"Pesankan lobster. Kau layak mendapatkannya atas kerja kerasmu, Nicky. Aku berjanji akan memesankan tempat untukmu di sini jika kau berhasil menyelamatkan kita dari situasi ini. Aku tidak ingin jatuh miskin. Para penagih kredit mulai bekerja dengan giat. Mereka selalu menghubungiku. Aku bisa gila jika harus terus-terusan bersembunyi. Baru seminggu di sini, mereka sudah berhasil mencium keberadaanku!"
"Ya, kau berutang kepadaku. Berterima kasih lah dengan layak kepadaku di kemudian hari. Tapi sampai kau belum menandatangani kontrak tersebut, berjanjilah untuk tidak membuat ulah di depan awak media. Hal terpenting adalah kau harus menjaga dirimu lebih suci dari salju segar yang turun di hari Natal. Jangan pernah ditilang gara-gara salah parkir sekali pun. Tak boleh ada cacat. Tidak ada rumor. Saranku sebagai teman yang mengenalmu, cari pondok yang terisolasi dan kunci dirimu di sana. Jangan ada gosip untuk sementara ini. Hindari klub malam, jangan menyentuh alkohol dan keluarkan sekss dari agenda hidupmu."
"Aku masih perawan!" Helli memutar bola matanya dengan jengah. "Oke, oke, aku akan berhati-hati sampai bola menyentuh net gawang. Tidak usah khawatirkan aku, fokus saja pada pekerjaanmu. Kudengar ini proyek film. Kau yakin aku bisa berakting?"
"Kau harus bisa jika tidak ingin jatuh miskin!"
"Oh sial! Kita harus pergi, Nicky. Beranjak dari kursimu sekarang." Helli memasang topi, masker, dan kaca matanya.
Nicky menoleh ke belakang, melihat seorang debt collector memasuki restoran. "Selamatkan dirimu."
"Kau tidak ikut?" Helli menurunkan kaca matanya, menatap Nicky tidak percaya. Dimana rasa solidaritas temannya itu?
"Kau memintaku memesan lobster, aku tidak boleh menyia-nyiakannya." Nicky memasang wajah mengiba yang menjengkelkan.
"Helli Lepisto!!"
Seruan seseorang mengurungkan niat Helli untuk menjawab pernyataan Nicky yang sangat menyebalkan. Hanya karena beberapa ekor lobster dan Nicky membiarkannya menghadapi para debt collector itu sendirian.
"Kuharap celana pink ketatmu bisa menyelamatkanmu, Helli."
Helli memperhatikan penampilannya yang terlihat seperti wanita penggoda yang sangat cantik. "Sepatu bootsku mungkin lebih membantu."
"Tidak! Jangan lakukan itu. Bootsmu membawa masalah. Aku tidak memiliki uang untuk menjaminmu lagi, Helli. Lari, selamatkan dirimu!"
Helli pun segera beranjak, melangkah cepat meninggalkan meja mereka. Karena tidak fokus melihat jalan yang ada di hadapannya, Helli menabrak sesuatu yang begitu keras dan berotot.
"Maaf!"
"Flamingo," seru suara berat yang terdengar sangat seksih. Flamingo? Apakah pria itu baru saja menyebutnya flamingo? Heh?
"Kau terlalu baik untukku," Kalimat klise yang diucapkan seorang pria untuk mengakhiri hubungan dengan seorang wanita yang sudah membuatnya bosan. Gavin tahu jika kalimat tersebut sangat konyol dan menggelikan, tapi apa lagi yang bisa ia katakan kepada wanita berambut merah di hadapannya yang menatapnya dengan penuh pemujaan.
Satu bulan, astaga! Ia tidak menyangka jika dirinya sudah berhubungan selama satu bulan. Ck! Terlalu lama. Dan inilah akibatnya! Wanita itu merasa spesial dan menuntut lebih! Hais, salahkan dirinya yang lupa jadwal. Jadwal memutuskan wanita itu harusnya dua minggu yang lalu. Tapi karena ia sibuk di sirkuit, Gavin melupakan hal itu.
"Apa maksudmu, Honey?" wajah wanita itu memelas, maniknya mulai berkaca-kaca. Gavin berani bertaruh jika sebentar lagi drama bendungan longsor akan dimulai. Merepotkan! "Kita adalah pasangan yang penuh gairah. Cocok satu sama lain."
Itu kata Anda, Nona! Batin Gavin bergejolak.
"Aku baik karena itu adalah cerminanmu. Kau memperlakukanku layaknya ratu. Jadi, sudah sewajarnya aku bersikap baik kepadamu." Wanita itu meraih tangan Gavin, menggenggamnya dengan lembut sembari membawanya ke dadaanya, diletakkan diantara benda yang.... Gavin menggeleng, segera ia mengalihkan tatapannya dari dadaa wanita itu guna menghentikan imajinasinya yang mulai liar.
"Tidak, tidak sweety. Tidak seperti itu. Aku begitu banyak kekurangan. Aku sungguh tidak layak untukmu." Gavin menarik tangannya perlahan.
"Apa ada wanita lain yang lebih gemoy, cantik, seksih dan bahenol?" wajah wanita itu terlihat terluka. Bendungan itu pun mulai longsor. Jejak-jejak air mata mulai membasahi permukaan wajahnya.
"Tidak ada yang lebih gemoy darimu, percaya padaku."
"Lalu kenapa kau ingin mengakhiri hubungan ini?"
Karena aku sudah bosan denganmu?! Astaga, apa pula yang dia kenakan ini? Kenapa begitu banyak jepit rambut di kepalanya. Oh Tuhan, seleraku buruk sekali.
Gavin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia memindai cafe tersebut, ke kanan ke kiri dan ke segala penjuru. Berharap tidak ada orang yang memperhatikan mereka.
Dahinya berkerut saat melihat dua orang yang baru melewati pintu masuk. Salah satu wanita itu tidak asing, tapi ia lupa, dimana ia melihatnya. Jiwa predatornya beraksi. Dengan satu lirikan cepat, ia menyorot wanita itu. Dan baru ia sadari, bukan hanya dirinya yang sedang memperhatikan wanita itu. Hampir seluruh pria normal di cafe itu menoleh kepada sang gadis. Ya, kedatangan wanita itu cukup menarik perhatian. Kakinya yang jenjang ditutupi oleh celana ketat berwarna pink muda. Astaga, Gavin hampir tertawa ketika melihat beberap pria setengah baya juga ikut serta memperhatikan wanita itu. Tu-tunggu dulu, para tua-tua keladi itu terasa tidak asing. Oh Tuhan! Itu adalah ayahnya dan para konconya! Saat matanya dan manik ayahnya tanpa sengaja beradu, Gavin menunjuk matanya dengan dua jarinya lalu mengarahkan kedua jarinya tersebut ke ayahnya, kemudian ia melakukan gerakan seakan menggorok lehernya. Ayahnya hanya terkekeh menanggapi ancamannya.
"Aku tidak bisa hidup tanpamu, Gavin. Kau lah segalanya."
Perhatian Gavin ditarik kembali oleh pernyataan yang menurutnya sangat berlebihan. Bolehkah ia muntah? Tapi, ya, pernyataan itu tidak sepenuhnya salah. Ia memang semengagumkan itu!
"Aku merasa tersanjung mendengar pernyataanmu, my dear. Tapi, aku tidak tega dengan dirimu tetap di sisiku. Dengar, aku sedang memiliki masalah serius."
"Masalah serius?"
Gavin mengangguk mantap.
"Masalah apa? Katakan padaku, aku pasti membantumu."
Gavin memeras otaknya, kira-kira masalah apa yang bisa membuat para wanita mundur secara teratur. Sial, otaknya tidak berjalan dengan benar. Gavin kembali memendarkan pandangan. Ah! Ia terselamatkan saat melihat dua orang pria bertubuh algojo berpakaian serba hitam, memasuki resto.
"Begini, aku sedang terlilit utang. Dalam jumlah besar. Sangat besar. Saat ini, para debt collector... Astaga, aku harus bersembunyi sebelum mereka menemukanku." Gavin menunjuk ke arah dua pria tersebut. Pun ia segera berdiri, berniat membebaskan diri.
"Tapi..."
"Ssttt..." Gavin membungkam bibir wanita itu dengan jari telunjuknya. "Kau berhak bahagia dengan menemukan pria kaya yang lebih baik. Kau pasti mendapatkannya, Gladis. Asal kau menyingkirkan penjepit menggelikan itu dari kepalamu. Aku pergi."
Gavin mendorong kursi ke belakang dan mulai beranjak. Ia hampir saja tersungkur ke depan karena mendapat dorongan dari belakang.
"Oh Sial... Oh, Flamingo?" Gavin sedikit terkejut melihat objek yang menabraknya. Wanita si penarik perhatian para pria resto termasuk dirinya.
"Maaf? Apa kau baru saja menyebutku flamingo?"
"Hmm. Unggas dengan kaki jenjang berwarna pink. Kau memang terlihat seperti itu." Gavin menjawab enteng disertai kekehan geli seolah sedang meledek. Gavin melihat hidung si wanita flamingo kembang kempis. Sepertinya tidak menyukai istilah yang diberikannya.
"Gavin, kita harus bicara. Aku bukan Gladis, bagaimana bisa kau memanggilku dengan menyebut wanita lain?" suara si rambut merah menarik perhatian keduanya.
"Kau mengatakan sesuatu?" Gavin bertanya tanpa beban. Wajahnya juga tenang, datar seperti jalan tol.
"Dia mengatakan kau pria murahan bermulut kotor yang mempunyai segudang wanita. Menggelikan!" si flamingo mendesis dan berlalu pergi.
"Hei tunggu,.."
"Gavin!" wanita merepotkan itu menahan tangannya.
"Aku harus pergi, Grace, astaga, kenapa aku harus menyebut nama adikku. Siapa nama wanita ini? Dengar, aku ingin kita mengakhiri hubungan ini. Aku ingin kau menyingkir dari hidupku. Aku pria miskin yang tidak tahu diri. Kau hanya akan makan hati berulam jantung jika bersamaku. Jangan mengikutiku, oke!" Gavin segera meninggalkan meja dengan langkah terburu-buru.
___
"Oh Tuhan, apa yang kau kenakan ini, Dude." Glend menatap takjub penampilan putranya yang penuh dengan oli. Baju yang dikenakan Gavin juga tidak kalah kotornya.
"Strategi," Gavin menyandarkan tubuh ke kursi selagi sampanye tua dituangkan ke dalam gelasnya.
"Strategi?" Justin, salah satu sahabat ayahnya bertanya sembari mengernyit.
"Gisella sedikit menyulitkanku, Uncle. Wanita itu tidak ingin mengakhiri hubungan denganku. Aku mulai bosan dan jengah padanya."
Glend tergelak, masih sulit baginya percaya bahwa putranya tumbuh menjadi seorang donjuan yang menyamar di balik topeng kemiskinan.
"Jadi kau sengaja datang menemuinya dengan wujud gelandangan seperti ini?" Bill menimpali.
Gavin mengangguk membenarkan. "Kebetulan aku sedang memperbaiki mobilmu, Mr. William. Dia sudah kembali bagus, mesinnya aman, kau akan sangat nyaman saat mengendarainya. Jangan lupa bayaranku segera di transfer," Gavin mengerling jenaka.
"Gavin!"
Gavin mendesah. Ia menoleh, begitu pun dengan Ayah dan kedua pamannya. Wanita seksiih si rambut merah dengan cucuran air mata berdiri di hadapan mereka.
"Apakah ini wanita yang baru saja kau ceritakan, Dude?" Glend menyeletuk sembari memperhatikan penampilan wanita itu dari atas hingga ke bawah. Glend yakin jika Bella melihat hal ini, istri tercintanya itu tidak akan sungkan untuk menarik telinga putranya itu.
"Maaf, Mr. Vasquez, aku harus undur diri."
Glend, Justin dan Bill kompak berdecak.
"Gisella, apa yang kau lakukan?" nama wanita itu berubah lagi.
"Aku tidak ingin mengakhiri hubungan denganmu! Aku sedang mengandung anakmu!"
"Woa... Mengandung?" terdengar seruan secara serempak.
"Cih!!" Gavin mendengus. "Aku akan menuntutmu karena membuat para orang tua di belakang sana terkejut atas fitnah yang kau layangkan padaku."
Wanita itu melirikkan mata ke balik punggung pria itu. Ketiga pria tua itu kompak melambaikan tangan.
Terang saja si rambut merah tidak mau mengakhiri hubungannya dengan Gavin. Ayolah, hanya wanita bodoh yang mau berpisah dengan seorang pewaris dari Vasquez. Sejak awal ia tahu siapa Gavin di balik pekerjaan pria itu sebagai montir.
"Gavin, kita..."
"Astaga, kau di sini, Sayang." Gavin secara mengejutkan menarik tangan seseorang yang melintas di depan mereka.
"Apa lagi yang sedang dilakukan putraku?" Glend memijat pelipisnya.
"Mari kita melihat, aku juga penasaran." Justin menimpali.
"Kenapa kau tidak mengatakan kau datang menyusulku kemari, dasar tidak sabaran. Tolong jangan salah faham dengan apa yang kau lihat tadi." Gavin melepaskan masker wanita yang ia rengkuh dalam pelukannya. Gavin sedikit terkejut begitu menyadari siapa sosok wanita yang kini berada di pelukannya. Wanita tersebut menatapnya dengan mimik jijik.
Gavin tidak henti-hentinya membuat ayahnya terkejut, pria itu menundukkan kepala, menyatukan bibirnya dengan bibir Helli. Ya, wanita itu adalah Helli, si model penuh skandal yang ia samakan dengan flamingo.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!