NovelToon NovelToon

AKU Bukan PELAKOR

Bab 1 SAH

   Hiruk pikuk dirumah kecil orang tuaku mempersiapkan pernikahanku, yang tinggal hitungan jam. Aku tidak menginginkan pesta besar besaran, karena aku sadar, kami  dari keluarga sederhana, dan ini adalah pernikahan kedua bagi calon suamiku. Ssst...dia duda beranak dua. 🤭🤭

   Tapi ibuku beda lagi maunya. Beliau tetap kepingin mengundang tetangga,saudara-saudara dan kerabat lain,yang itu berarti akan mengundang banyak orang.

   Aku pasrah saja, daripada meributkan hal-hal seperti itu dengan ibu,yang pasti aku akan kalah berdebat. Maklum ibu tipe orang yang tidak mau di debat pendapatnya. Selama ini kami,aku,bapak,dan kakak ku memilih untuk menurut apa kata ibu, sejauh masih bisa diterima akal sehat. Jangan tanya kalau ibu udah marah-marah, karena kami tidak menurut,pasar saja kalah berisiknya. Hahahaha.

   Aku masih duduk dengan anteng, sementara perias pengantin masih sibuk menyulapku, biar mangklingi katanya. Padahal sudah hampir dua jam aku duduk, menahan pegal dan ngantuk juga. Berkali kali aku menguap,dan aku lihat sang perias agak menahan nafas,mungkin ada aroma kurang sedap dari mulutku. Hihihi... aku tadi lupa gosok gigi.

  Kami hanya menggunakan jasa perias pengantin kampung,karena memang itulah adat di desa kami,apalagi kami bukan dari kalangan atas, yang bisa membayar jasa MUA. Mehong gaess.

Daripada buang-buang uang buat riasan yang cuma sebentar, mending uang yang di kasih mas Agung untuk persiapan acara, aku kasihkan ke ibuku,lumayan bisa buat nambah- nambah modal di warung kecilnya.

   Eh dasar ibuku, dikasih tambahan modal buat warung, malah uangnya buat nambah daftar tamu-tamunya, yang tiba tiba membludak jumlahnya.

    Satu jam kemudian,aku dengar dari dalam kamarku, yang letaknya tidak jauh dari pintu depan, suara banyak orang. Aku memastikan itu suara rombongan, dari keluarga besar calon suamiku.

  Alamak... jantungku deg deg an banget. Sebentar lagi, aku akan jadi pengantin beneran. Aku bener bener tegang, sampai-sampai aku gak bisa diam, kakiku aku gerak-gerakan pelan, badankupun menggeliat kesana kemari.

  "Mba ... bisa anteng lagi gak?" si ibu perias merasa terganggu dengan badanku, yang gak bisa anteng lagi.

   "Hehehe ... saya tegang banget bu. Malah kepingin pipis ini. Boleh gak saya ke kamar mandi, sebentaaar aja bu ... please..." mohonku ke ibu perias, dengan muka memelas.

  "Aduh mba ini waktunya udah mepet lho ... rombongan calon pengantin laki laki juga udah pada dateng," jawab si ibu agak ketus.

  "Ya gimana dong bu, kebelet banget ini ... nanti kalau saya ngompol gimana?" pintaku lagi.

Kan gak lucu kalau mempelai perempuannya ngompol di celana,batinku. Hahaha.

  Akhirnya dengan berat hati, si ibu perias mengantar aku ke kamar mandi, yang letaknya tidak jauh dari kamarku.

  Aah... lega rasanya, bisa mengeluarkan sesuatu yang dari tadi mengganjal di bawah sana. Buru buru aku jalan masuk kembali ke kamar kecilku, untuk melanjutkan finishing make up ku,terus lanjut ganti baju kebaya, untuk acara akad nikah.

   Aku menatap diriku di kaca rias. Aku bener bener pangkling dengan diriku sendiri. Dalam hati memuji diriku sendiri, cantiknya. Hehehe...siapa lagi yang mau muji kalau bukan diri sendiri.

   Ibuku mengetuk pintu kamarku sesaat sebelum masuk, untuk menjemputku keluar dari kamar. Ibu ternganga melihatku, yang sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Maklum aku termasuk perempuan yang jarang sekali berdandan, kecuali kalau mau kondangan. Itupun belum tentu sebulan sekali.

  Aku di gandengnya menuju ke ruang tamu, yang sudah disulap jadi tempat akad nikah. Yaelah bu, tinggal jalan sendiri aja pake di gandeng segala, tapi itu cuma dalam hati aja. Mana berani aku protes dalam keadaan kayak begini.

  Sesaat mas Agung menatapku, dia kelihatan terpesona denganku. Ah kok aku jadi salah tingkah sih. Aku tersenyum sedikit malu malu, ditatap kayak gitu. Dalam hati, merutuki diriku sendiri yang ke ge er an. Gapapalah daripada minder. Hehehe.

  Setelah mas Agung mengucapkan ijab qobulnya, pak penghulu mengucapkan kata SAH, dan di jawab oleh para hadirin yang ada di ruangan itu.

"SAAAH...."

  "Alhamdulillah" ucap mas Agung, yang kemudian mengulurkan tangannya ke arahku, dan kusambut dengan mencium tangannya. Lalu mas Agung mencium keningku.

Deg...

Deg...

Wajahku pasti merona karena seumur umur aku belum pernah di sentuh oleh laki laki. Katrok yaa ... biarin ....

 

  ### Selesai acara ijab qobul, aku dan mas Agung sungkem kepada kedua orangtua kami. Aku bersimpuh di depan ibu, yang duduk di kursi sebelah bapak ku. Ibu memelukku erat, sambil menangis sesenggukan, tanpa bisa berkata apa-apa. Akupun tak dapat membendung air mataku, dan aku pastikan riasan wajahku ambyar.

   Aku bergeser sedikit, ke depan bapakku. Beliau kelihatan lebih tegar, dengan sedikit senyum yang dipaksakan. Senyum kebahagiaan tentunya, karena anak gadisnya yang dikira akan menjomblo seumur hidup, akhirnya laku juga. Hehehe ....

   Aku mengikuti mas Agung, yang berpindah sungkem kepada kedua orangtuanya. Disitu aku banyak sekali mendapat wejangan dari ibu mertuaku, tanpa mempedulikan kakiku yang nyaris kesemutan, karena terlalu lama berjongkok.

  Aku menyenggol sedikit lengan mas Agung,biar cepet-cepet bergeser, karena kakiku sudah sangat pegal. Untung mas Agung faham, dan segera berpindah posisi.

  Kini giliran ke kakak ku yang mesti aku sungkemin, sebagai tanda bakti adik, yang sering membuat dia kesel, karena sikapku yang sering dianggapnya nyebelin.

   Dia berbisik pelan di telingaku "akhirnya laku juga adikku," sambil cengengesan. Pingin banget rasanya membalas omongannya, tapi apa daya, semua mata tertuju padaku. Apa kata orang, kalau tau mempelai perempuannya ngomel-ngomel gak jelas. Aku cuma mencubit kaki mas Andi kakakku. Dia terlihat meringis menahan sakit. Dalam hati bersorak...sukuriiin....

  Acara sungkeman pun kelar. Para hadirin dipersilakan menikmati hidangan, yang sudah dipersiapkan ibuku, di bantu beberapa tetangga dekat kami. Dari semalam, mereka bela-belain lembur, biar semua bisa terhidang.

  Sedangkan aku dan mas Agung, mesti berdiri sambil menerima ucapan selamat dari para hadirin, sebelum mereka menikmati hidangan.

   Tak lupa kedua anak mas Agung, Risa yang berumur tujuh tahun, dan adiknya Rega, yang berumur lima tahunpun, mendekat dan memeluk kami bergantian. Ada rasa haru, saat menyadari aku akan jadi ibu buat mereka. Walaupun mereka bukan anak- anak yang lahir dari rahimku, tapi aku berjanji akan menyayangi mereka, seperti anakku sendiri.

   Mereka pun sepertinya mau menerima aku dengan baik. Sebelum kami memutuskan menikah, mas Agung sudah memperkenalkan kedua anaknya itu. Aku menyukai mereka karena sikap mereka yang sopan, meski mereka masih kecil-kecil. Sepertinya sebagai single parent, mas Agung mampu mendidik mereka dengan baik.

  Aku menggandeng Risa, dan mas Agung menggandeng Rega, untuk ikut menikmati hidangan yang sudah disediakan.

  Beberapa pasang mata seperti menatapku, yang kelihatan begitu dekat dengan anak-anak tiriku. Aku berjalan penuh percaya diri, sambil menawari Risa makanan.

   "Risa mau makan apa sayang?" tanyaku pada Risa.

   "Apa aja...mmm" jawab Risa, sepertinya dia masih canggung, untuk memanggilku ibu. Kami memang sepakat untuk memanggilku dengan sebutan ibu. Kalau untuk ibu kandung, mereka biasa memanggilnya dengan sebutan mama.

  Gapapa deh, di panggil ibu biar gak sama dengan panggilan ke ibu kandung mereka. Kan gak lucu kalau dua duanya dipanggil mama.

   Aku tersenyum ke arah Risa, dan mengambil beberapa makanan kecil, yang aku letakan di piring kertas, yang udah disediakan dimeja. Dan dengan tersenyum manis, Risa mengambilnya dari tanganku.

Hmmm...begini rasanya jadi orangtua ya, mesti mendahulukan anak anak. Aku melirik ke arah Rega, yang masih anteng di gandeng ayahnya. Dan akupun menawarinya makanan, yang dijawab dengan anggukan.

Anak-anak yang penurut. Semoga kedepannya, mereka tidak merepotkan aku, karena sebagai anak bungsu, aku masih di ladeni ibuku kalau soal makanan. Itu yang sering bikin kesel mas Andi, kakakku, dia selalu mengataiku bayi tua. Karena mas Andi, orangnya sangat mandiri sejak kecil. Bapak ku selalu mengajarinya seperti itu,biar gak merepotkan istri nantinya,begitu kata bapak.

  Eh malah dia yang udah berumur tigapuluh tahun belum laku-laku juga. Kalah sama aku yang di katai bayi tua.

  

Bab 2 MALAM PERTAMA YANG TERTUNDA

  ### Rentetan acara pagi itu selesai, dan dilanjutkan acara resepsi, nanti selepas dhuhur. Jeda waktu yang hanya beberapa jam, aku manfaatkan buat nyelonjorin kaki sebentar, di kamarku.

  Tok..

  Tok..

  Tok..

   Terdengar pintu kamarku diketuk dari luar. Aku pikir, itu ibu perias yang akan mengganti pakaianku. Aku sudah ngedumel saja 'ngapain sih baru aja sebentar selonjoran..gak tau apa kalau kakiku pegel banget' batinku sambil teriak "Masuk aja gak dikunci!"

   Ceklek

Pintu terbuka, dan kulihat mas Agung yang berdiri di depan pintu. Aku terdiam sejenak. Agak malu juga sih, tadi aku jawabnya kenceng, kayak suara geledek.

"Oh, mas Agung..aku kira siapa...hehehe" ucapku sambil senyum-senyum, buat menutupi rasa maluku.

  "Gapapa...maaf, mengganggu ya?" ucap mas Agung, seperti gak enak, karena merasa menggangguku.

  "Eh...enggak kok mas...masuk aja," jawabku. Kubuat sesantai mungkin. Padahal dalam hati, malu dan juga deg deg an. Sekilas aku berfikir, ngapain coba mas Agung siang siang begini udah masuk ke kamar, jangan-jangan dia mau minta jatah. Alamak...aku belum siap. Ya Allah apa yang harus aku katakan buat menolaknya?

  Aku menunduk, membayangkan hal yang aneh- aneh. Aneh menurutku lho ya, secara... aku kan gadis yang polos, walau usiaku sudah gak sedikit.

  Mas Agung berjalan mendekatiku, dan duduk di sebelahku, di tempat tidurku yang gak begitu besar. Aku semakin panas dingin. Ya Allah... tolong jangan sekarang, doaku dalam hati.

  "Kenapa kakimu dek? Pegel ya? Boleh mas bantu pijit? biar nanti bisa kuat berdiri lagi?" tawar mas Agung.

Aku cuma bisa mengangguk, karena terus terang masih grogi, berduaan di kamar dengan laki-laki, dan masih sedikit malu juga, karena tadi sempet teriak, waktu mas Agung mengetuk pintu.

  Mas Agung mengulurkan tangannya ke arah kakiku. Aku cuma bisa pasrah, diam membisu. Badanku terasa panas dingin, tegang tiada tara.

  "Rileks dek, jangan tegang gitu, biar enak mijitnya" ucap mas Agung, sambil memijIt kakiku dengan lembut.

  Ya Allah...badanku semakin panas dingin, merasakan sentuhan tangan mas Agung. Selama ini, hubungan kami tidak pernah terlalu jauh, sampai pegang-pegangan kayak orang-orang yang berpacaran. Pacaran kami sehat dong. Kami hanya sesekali bertemu,itupun dirumahku,yang kadang-kadang ditemani bapak dan ibu. Sesekali mas Andi ikutan gabung, maklum... jomblo kurang kerjaan. Hehehe.

  Aku masih pada mode menunduk, sampai mas Agung tiba-tiba menyentuh daguku, dengan telunjuknya.

  "Kamu liatin apa dek, kok nunduk terus?" tanya mas Agung.

Asli aku malu banget, dan bingung mau jawab apa. Akhirnya aku cuma tersenyum aja, yang sengaja aku manis manisin, biar mas Agung gak tau kalau aku sebenarnya grogi.

  Tiba tiba...CUP.

  Untuk kedua kalinya, mas Agung mengecup keningku. Alamak...aku kaget, malu dan ah gak tau deh, pokoknya campur-campur rasanya.

   "Ya udah kamu istirahat aja dulu. Nanti terus siap-siap, buat terima tamu lagi, jam satu siang. Mas mau ke depan dulu, ngobrol sama bapak. Jangan lupa sholat dhuhur ya..." ucap mas Agung, yang aku jawab dengan anggukan kepala.

  Mas Agung pun keluar dari kamarku. Ah, lega rasanya. Akhirnya mas Agung keluar juga. Aku bangkit dari tempat tidur, dan berjalan ke arah meja riasku. Kutatap keningku yang tadi di kecup mas Agung, kuraba sambil tersenyum.

Kupejamkan mata, sambil membayangkan kembali rasanya. Tapi tiba-tiba pintu diketuk kembali.

Yaelah, siapa lagi sih? gak bisa liat orang seneng aja. Tapi kali ini, aku gak berani jawab pake teriak.

  "Masuk aja, pintunya gak dikunci," jawabku agak kalem, sambil berjalan kembali ke arah tempat tidurku.

Ternyata ibuku, yang mau ngasih tau, kalau nanti selepas sholat dhuhur,aku mesti siap-siap, buat make up ulang dan ganti kostum.

  "Siaap ibuku sayaaang...sekarang, ijinkan putrimu yang cantik jelita ini, istirahat sebentar ya..." kujawab sambil memberikan cium jauh ke arah ibuku.

  "Cah gendheng...dibilangin orangtua malah becanda," sambil ngomel, ibu berjalan keluar kamar dan menutup pintunya. Aku ketawa ngakak.

   Hhhh...capek juga rasanya. Aku baringkan tubuhku sebentar, sebelum nanti di make up ulang. Memang untuk acara resepsi, aku minta make up nya minimalis aja, biar cepet dan gak ribet. Pakaianku juga kebaya modern, jadi gak perlu menor.  Pikiranku melayang layang entah kemana, dan tanpa terasa aku tertidur.

  ### Acara resepsi yang diadakan dihalaman rumah orangtuaku, berjalan lancar. Para tamu undangan yang datang, seolah gak ada habisnya, sampe tanganku rasanya kebas, menerima salaman dari mereka. Kakiku pun jangan ditanya pegalnya.

  Menjelang waktu ashar, kami memutuskan untuk turun dari pelaminan, untuk istirahat dan makan siang, yang tadi belum sempat kami lakukan. Gimana mau makan, bangun tidur tadi aku buru buru sholat dhuhur, dan langsung di eksekusi oleh ibu perias, karena memang waktunya udah mepet.

   Mas Agung yang kemudian sibuk menemani para tamu undangan dari kerabatnya. Aku memilih duduk sambil menikmati makananku, ditemani Mira, sahabatku, dan anak anaknya yang datang ke acara itu.

   Sambil kami ngobrol ngalor ngidul gak jelas, aku memperhatikan anak anak Mira, yang aktif bergerak kesana kemari.

"Kamu gak capek Mir, ngurus anak anakmu yang aktif terus kayak gitu?" tanyaku, sambil mengunyah makanan.

"Ya capek sih,tapi mau gimana lagi, namanya juga anak-anak, kalo dilarang, malah nanti jadi pada rewel" sahut Mira santai, sambil menikmati makanannya juga.

  Aku tersenyum mendengar jawaban dari Mira, sambil berfikir betapa ramainya nanti rumah kami, kalau aku punya anak sendiri. Sementara udah ada dua anak dari mas Agung.

  Punya anak?

Aku membayangkan diriku hamil, dengan perut membuncit, dan pasti aku gak bisa bergerak dengan bebas.

  "Mir..gimana sih rasanya kalau hamil?" tanyaku polos.

  "Pingin tau rasanya?" Mira malah balik bertanya.

  Aku mengangguk, dengan tatapan mata lugu.

  "Gak usah di pikirin rasanya kayak apa...nanti kalau kamu hamil juga akan tau sendiri. Karena tiap orang kan beda-beda situasinya" jawab Mira, yang membuat aku sedikit mengerutkan dahi.

  Aku jadi ingat, bagaimana dulu waktu Mira hamil anak pertamanya, penuh dengan drama, karena pernikahan mereka yang tidak disetujui orangtua dari mas Hasan, suami Mira. Bahkan pada kehamilan keduanya, malah rumah tangga mereka di terpa gosip miring, tentang perselingkuhan suaminya. Entah benar apa tidak gosip itu,karena aku tidak pernah bertanya pada Mira, takut dianggap ikut campur urusan rumah tangga orang lain.

  Aku bergidig ngeri, dalam hati berdoa, semoga semua itu tidak terjadi kepadaku.

  Tiba tiba mas Agung memanggilku, dengan melambaikan tangannya padaku, karena dia tau aku sedang memperhatikannya berbincang dengan temannya.

  Aku pamit pada Mira, untuk menghampiri suamiku. Hmm..aku baru sadar, ternyata aku sekarang sudah bersuami.

   Mas Agung memperkenalkan aku pada temannya. Akupun menerima uluran tangan temannya, sambil tersenyum.

  Dan tiba-tiba, tangan mas Agung menyentuh ujung bibirku. Aku agak terkejut, ketika tangan itu menyentuhku. Pikiranku sudah traveling aja, gak taunya, ada sisa makanan menempel disana. Iih, jadi malu, udah ge er aja.

  Aku menemani mas Agung dan temannya ngobrol, sambil sesekali masih menerima ucapan selamat, dari tamu yang masih saja terus berdatangan.

  "Banyak juga ya Gung tamunya?" tanya temannya. Dijawab mas Agung dengan senyuman.

   Sementara di pintu masuk, terlihat lagi serombongan tamu, yang disambut bapak dan ibu dengan hebohnya. Ternyata itu rombongan dari keluarga besar bapak, karena mereka tinggal di luar kota, jadi baru sampai disini agak sorean.

   Ibu memanggilku dan mas Agung, untuk diperkenalkan kepada mereka. Ya namanya juga ibu yang selalu heboh, dia membanggakan aku, yang akhirnya bisa melepaskan masa lajang. Walaupun di usia yang lumayan terlambat, dan tentunya membanggakan menantunya, yang terkenal sebagai pemilik bengkel terbesar di kampungku.

   Selesai adzan ashar, aku berpamitan untuk masuk ke kamarku, menunaikan kewajibanku.

  Saat aku sedang melepas kebayaku, tiba- tiba mas Agung masuk ke kamar, tanpa mengetuknya dulu. Ternyata aku lupa menutup pintu. Reflek aku menutup bagian depanku, yang sudah setengah terbuka.

  " Oh maaf dek..mas ngagetin ya?" ucap mas Agung, agak gak enak sama aku.

  " Gapapa mas...aku yang lupa menutup pintunya tadi...hehehe" jawabku cengengesan, menutupi rasa malu, karena aku pastikan mas Agung melihat sedikit bagian depanku.

  "Sini mas bantu lepas-lepasin pakaiannya biar cepet, terus kita sholat ashar berjamaah" ucap mas Agung santai.

   What??

Itu berarti aku tel*nj*ng dong?

   Oh no...batinku.

"Gak usah mas, aku bisa sendiri kok. Mas Agung tunggu diluar aja dulu, aku mau ganti baju" jawabku malu-malu.

  Giliran mas Agung yang mengerutkan dahi "Kamu gak perlu malu dek, kita kan udah sah."

  Cleguks.

Mati deh aku. Ya Allah... aku harus bagaimana? Aku malu banget. Akhirnya, dengan keberanian yang aku paksakan, aku menurut apa kata suamiku.

  Pelan-pelan mas Agung melepas kancing depan kebayaku, yang jumlahnya gak kehitung banyaknya. Aku memejamkan mataku, dengan ketegangan tingkat tinggi. Keringat dingin sudah keluar aja.

  "Udah dek..mau ganti baju dulu, apa mau begini aja?" tanya mas Agung sedikit menggodaku.

  Spontan aku yang sadar kebayaku udah terlepas, menutup bagian depanku, dan berlari ke arah lemari baju, mencari kaos yang agak longgar, biar lebih cepat memakainya. Mas Agung kelihatan cengar cengir melihat tingkahku.

  Tanpa membersihkan riasanku dulu, aku berpamitan ke kamar mandi, di sebelah kamarku. Aku berfikir, nanti aku bersihin pakai sabun muka aja dikamar mandi.

  Tiba-tiba tangan mas Agung meraih lenganku, dan membalikkan badanku menghadap ke arahnya. Asli aku gelagapan banget. Aku menunduk, entah apa yang aku lihat dibawah. Tangan mas Agung meraih daguku, membuatku mau tidak mau menatap wajahnya yang lumayan ganteng, karena tadi sempat di rias sedikit oleh ibu perias, biar agak kinclong katanya. Karena masih malu, aku mengalihkan pandanganku ke dada mas Agung, yang masih di lapisi setelan jas yang belum dilepasnya.

   Tangan satunya,beralih ke tengkuk ku dan menekan sedikit ke depan. Dia ******* bibirku dengan perlahan. Aku seperti membeku, gak tau mesti gimana.

   Mas Agung melepas bibirnya dari bibirku, dan berbisik perlahan, "Nikmati aja sayang..jangan tegang."

  Dan dia memulai ******* bibirku lagi. Seperti instruksinya tadi,aku mencoba menikmatinya, sampai- sampai aku terbawa suasana. Tangan kanan mas Agung mulai membelai leherku... dan terus turun ke arah gunung kembarku. Di sentuhnya perlahan dengan sedikit r*m*s*n, yang membuat bulu kuduk ku meremang.

  Sesaat aku seperti melayang, menikmati sentuhan itu. Tapi tiba tiba aktifitas itu harus berhenti mendadak, saat pintu kamar diketuk dari luar. Kami sama-sama melepaskan diri. Aku rapikan bajuku yang agak kusut, karena ulah mas Agung tadi. Kemudian aku dengar mas Agung berdehem agak keras, mungkin memberi tanda kepada si pengetuk pintu, bahwa kami ada di dalam.

  Ternyata ibuku yang mengetuk pintu, mau ngasih tau, kalau ada teman mas Agung yang datang. Sementara mas Agung menemui temannya, aku ke kamar mandi, untuk bersih-bersih dan ambil wudhu.

  Acara terima tamu di rumah, ternyata sampai malam, karena teman-temannya mas Agung, masih banyak yang dateng. Aku bener bener lelah seharian ini, kepalaku mulai berdenyut, dan kakiku serasa kram. Aku pun pamit ke mas Agung, untuk duluan ke kamar.

  "Ok..tunggu aku dikamar ya sayang. Paling sebentar lagi mereka pada pulang" bisik mas Agung pelan, gak enak kalau kedengaran tamu-tamunya.

Membuat mukaku merona, tapi tak urung aku mengangguk juga.

  Sesampainya dikamar, aku langsung menjatuhkan diri di tempat tidurku, yang tidak begitu besar. Tanganku mencari ponselku, yang dari pagi tidak aku sentuh, aku meletakannya di tempat tidur.

   Ku buka ponselku, dan mulai aku aktifkan. Banyak sekali notifikasi pesan masuk dari teman temanku, yang gak bisa datang ke acaraku, untuk sekedar mengucapkan selamat menempuh hidup baru.

  Dan diantara banyak pesan itu, ada satu pesan dari nomor tak dikenal. Sejenak aku baca pesan tertulisnya, karena penasaran aku buka foto profilnya. Aku cukup syok saat melihat foto itu...mas Angga.

   Orang yang lima tahun lalu pernah mengecewakanku, karena lebih memilih wanita lain untuk dinikahi, setelah kita menjalin hubungan selama hampir dua tahun. Rupanya blokirannya sudah dibuka lagi. Ya, dia dulu saat meninggalkanku, terus memblokir nomorku dan semua akses medsosnya. Dan akupun menghapus nomor dia dari phonebook ku.

   Sejenak aku berfikir, kenapa dia tiba tiba menghubungiku? Karena rasa capek yang menderaku, lebih baik aku abaikan saja pesan darinya. Aku malas berkomunikasi lagi, dengan orang yang tidak bertanggung jawab sepertinya.

   Aku non aktifkan lagi hp ku, biar gak ada yang mengganggu istirahatku. Tapi gimana kalau mas Agung yang menggangguku? Gak mungkin juga kan aku menolaknya, sementara dia sudah jadi suamiku.

   Beberapa menit berlalu,tapi mas Agung belum juga masuk ke kamar. Sampai akhirnya aku tertidur.

  

Bab 3 PINDAH KE RUMAH SUAMI

Suara adzan subuh, sayup-sayup terdengar ditelingaku. Aku menggeliatkan badan, seperti kebiasaanku setiap bangun tidur. Rasanya belum puas, kalo belum kedengeran bunyi kretek dari badanku.

Tapi...sebentar...kok kayak ada yang menghimpitku ya. Kubuka mataku yang belum on. Astaghfirullah...aku terkejut, karena ada yang memeluk ku dari belakang. Aku mencoba mengumpulkan nyawaku dulu. Sampai akhirnya aku tersadar, ada tangan yang memelukku erat dari belakang.

Aku berusaha bangkit, sambil melepaskan pelukan itu. Kubalik kan badan, dan...aku liat mas Agung tertidur pulas . Otakku yang belum bekerja dengan baik, mencoba mengingat, kenapa dia bisa ada dikamarku?

Dan...Oh my God. Aku baru tersadar, kalau dia sudah menjadi suamiku. Pantas saja ada di sini.😁😁

Cepat-cepat aku rapikan rambut dan pakaianku, karena pasti sangat berantakan. Aku turun dari tempat tidur perlahan,agar tidak mengganggu tidurnya.

Aku berjalan ke kamar mandi, yang ada di sebelah kamarku. Aku melakukan rutinitas pagiku, gosok gigi, cuci muka, terus ambil wudhu.

Begitu aku sampai lagi di kamarku, kulihat mas Agung sudah bangun. Dia duduk di sisi ranjang. Aku tersenyum

" Udah bangun mas? Enak tidurnya?" tanyaku. Mas Agung pun tersenyum "Enak dong, meluk guling yang empuk soalnya" jawab mas Agung.

Aku tersenyum malu-malu. "Mau sholat subuh gak?" tanyaku.

"Sholat dong, tunggu ya, kita berjamaah," jawabnya.

Diapun berjalan ke luar kamar. Sementara, aku menyiapkan sajadah, sarung dan peci, yang memang sudah di persiapkan ibu kemarin.

Tradisi dikampungku, kalau pengantin baru, pihak perempuan akan menyiapkan keperluan laki-laki. Karena begitu selesai ijab qobul, pihak laki-laki akan bermalam selama satu minggu,di rumah pihak perempuannya.

Selesai aku mempersiapkan semuanya, termasuk aku memakai mukena, mas Agung masuk ke kamar. Dan langsung bersiap didepanku.

Ini adalah pertama kali kami berjamaah. Ada rasa yang gak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Aku bener-bener terharu. Akhirnya aku mendapatkan suami yang sholeh, seperti harapanku dari dulu.

Selesai sholat,mas Agung membalikan tubuhnya, dan mengulurkan tangannya. Kusambut dan kucium tangannya, dengan takzim.

CUP

Mas Agung balas mencium keningku. Jangan ditanya bagaimana bahagianya aku sekarang. Ah...tapi mata itu, kenapa malah menatapku lama sih? aku kan malu. Aku menundukan kepala, dengan wajah merona.

"Dek..." panggil mas Agung pelan. Terasa adem mendengarnya. Aku sedikit mendongakan kepala,tanpa menjawab,hanya tersenyum.

Tatapan kami bertemu. Deg...

Tiba-tiba mas Agung meraih daguku, dan mengecup bibirku lembut. Aku masih diam saja, karena aku malu dan gak tau mesti gimana. Dia menatapku sebentar, dan kembali mengecup bibirku. Kali ini bukan hanya kecupan, tapi l*m*t*n. Lembut dan hangat.

Aku menikmatinya,dengan jantung yang berdetak semakin cepat. Kupejamkan mataku, sensasi yang benar-benar membuatku terbuai.

Saat tangan mas Agung mulai mencari gunung kembarku, aku tersadar kalau kami masih diatas sajadah. Masa iya mau gituan.

"Mas..." bisikku pelan, yang lebih mirip suara *******. Pandanganku terasa kabur, tapi aku berusaha tetap sadar. Aku berusaha menahan tangannya.

"Aku lepas mukena dulu ya..." kataku. Mas Agung menurut, dan melepaskan tangannya dari belakang leherku. Sport jantung beneran ini.

Dalam hati, aku bingung setengah mati. Setelah lepas mukena terus aku harus bagaimana? tanyaku dalam hati.

"Mas...aku siapin sarapan pagi dulu ya...ibu pasti sudah mulai masak di dapur," kataku, berusaha menghindari adegan selanjutnya.

Tanpa berkata-kata, mas Agung meraihku lagi. Kali ini serangannya seperti gak mau dilepaskan. Aku hanya bisa pasrah. Toh itu memang haknya sebagai suami.

Tiba-tiba...

Praaaaangg

Kami sama-sama terkejut, dan spontan saling melepaskan. Sejenak kami bertatapan. Terdengar suara ibu berteriak dari arah dapur. Kami langsung berlari kearah pintu, untuk mencari tau apa yang terjadi.

Astaghfirullah...ibu kepleset di dapur, saat akan memasak air. Tubuhnya basah kuyup, kena tumpahan air dari ceret. Kami langsung berlari ke arah ibu dan menolongnya.

"Ibu kenapa kok bisa jatuh?" tanyaku, sambil memapahnya. Kami dudukkan ibu di kursi dekat meja makan. Ibu terlihat pucat, karena mungkin kedinginan.

"Itu lantai sepertinya licin, ibu belum sempat membersihkan,jadi ibu kepleset" jawab ibu, setelah duduk dengan tenang.

"Ya udah, ibu istirahat dulu,biar aku yang nerusin kerjaan di dapur" kataku kemudian. Ibu mengangguk setuju.

"Apa ada yang sakit bu?" tanya mas Agung, penuh perhatian.

"Gapapa...cuma terkilir sedikit, nanti juga baik lagi" jawab ibu.

Tak lama, bapak dan mas Andi masuk ke dalam rumah, setelah mereka pulang dari masjid.

"Ada apa ini?" tanya bapak.

"Ini tadi ibu kepleset di dapur pak" jawabku, sambil meneruskan kerjaan di dapur.

"Ooh..makanya hati-hati bu. Sudah ibu istirahat aja dikamar,itu pasti karena ibu kecapekan" kata bapak.

"Ibu disini aja pak, ibu gapapa kok. Sebentar lagi juga baikan" jawab ibu seperti biasanya, ngeyel.

Bapak hanya bisa menghela nafas.

"Ya sudah lah terserah ibu aja" kata bapak pasrah, daripada pagi-pagi harus berdebat. Mas Andi yang dari tadi diam aja, memilih masuk ke kamarnya.

Bapak mengajak mas Agung duduk-duduk di teras rumah, sambil ngobrol. Aku segera menyiapkan dua gelas teh panas untuk mereka.

------------‐---------------------------

Setelah hampir satu jam berkutat di dapur, akhirnya jadi juga masakanku. Menu sederhana...nasi goreng,telur ceplok dan kerupuk. Aku tata rapi diatas meja makan.

Ibu yang dari tadi duduk dikursi di dekatku, beranjak untuk memanggil yang lainnya sarapan. Kami segera duduk di kursi masing-masing.

Aku berinisiatif, menyendokan nasi goreng untuk suamiku. Ini adalah sarapan pagi pertama kami, setelah kami menikah. Aku melakukannya dengan baik, karena hampir setiap hari aku melihat ibu melakukannya untuk bapak. Jadi bukan hal asing bagiku.

"Terus, siapa yang ngambilin nasi buat aku?" tanya mas Andi tiba-tiba.

"Heleeh...biasanya juga ambil sendiri" jawabku seperti biasanya.

"Makanya, buruan cari istri mas, biar ada yang ngambilin makannya" celetuk mas Agung. Mas Andi cuma garuk-garuk kepala, sambil ketawa cengengesan.

Ditengah acara sarapan pagi itu,tiba-tiba mas Agung berkata, "Maaf bapak,ibu, hari ini saya berniat memboyong dek Widhi pindah ke rumah saya."

Deg

Aku kaget dengan omongan mas Agung, yang tanpa konfirmasi dulu ke aku. Begitu juga keluargaku, secara kami baru aja kemarin resmi menikah. Karena kalau adat di kampung kami,untuk memboyong pengantin perempuan, paling tidak setelah satu minggu.

"Apa tidak terlalu cepat itu nak Agung?" tanya bapak.

"Gapapa pak, karena saya kan juga punya tanggungan anak dan bengkel, yang harus saya urusi disana" jawab mas Agung tegas, tapi santai.

Saat ibu mau protes, terlihat bapak menyenggol lengan ibu. Mungkin bapak gak mau ibu ikut campur, bisa jadi akan ada debat dua hari dua malam.

Akhirnya, setelah mas Agung menjelaskan panjang lebar tentang niatnya, bapak dan ibu setuju kami pindah hari ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!