NovelToon NovelToon

Guruku Tersayang

Mencuri Dengar

Sudah lama sebenarnya Damar menyukai Bu Dita. Guru Matematika sekaligus wali kelasnya saat ini. Sejak hari pertama ospek memakai seragam putih abu-abu. Tak hanya sekedar cinta monyet di bangku SMA, tetapi lelaki yang kini genap berusia sembilan belas tahun itu selalu berangan-angan bisa mempersunting gurunya tersebut. Itu juga yang jadi penyebab kenapa ia sampai dua kali tidak lulus ujian akhir sekolah. Damar tak ingin jauh dari guru tersayangnya tersebut.

Pagi ini, seolah mendapatkan angin segar, tak sengaja Damar mencuri dengar perbincangan Bu Dita dengan lelaki berseragam coklat yang ia tahu adalah calon suaminya Bu Dita. Lelaki yang selalu membuat pagi Damar tak bersemangat jika ia melihat perempuan pujaan hatinya diantar oleh lelaki tersebut. Damar benar-benar cemburu. Tapi sepertinya mulai hari ini tak akan terjadi lagi sebab ia memutuskan hubungannya dengan Bu Dita, di parkiran sekolah. Damar mengintip, ia memasang telinganya baik-baik, tak ingin melewatkan sedikitpun perbincangan sepasang kekasih yang kini resmi menjadi mantan.

Mantan. Yap, mengulang kata-kata itu, senyum Damar mengembang. Ia tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya meski kini guru tersayangnya itu setengah berlari sembari menahan air mata menjauh dari mobil lelaki bernama Aditya tersebut. Tak lama mobil itupun pergi meninggalkan parkiran sekolah mereka.

"Hus hus, pergilah yang jauh dan jangan kembali lagi!" seru Damar, dari balik tempat persembunyiannya. "Bu Dita, bersabarlah. Pagi ini hati Bu Dita patah, tapi secepatnya aku akan menjadi obatnya. Aku akan menggantikan posisi lelaki tersebut. Aku jamin, aku bisa jadi lelaki yang jauh lebih baik darinya!" Damar membusungkan dadanya, ia tersenyum, sehingga menambah tampan rupanya.

***

Sepertinya Bu Dita benar-benar terluka usai putus dari Aditya sebab jam pelajaran matematika pagi ini harus kosong, padahal Damar sudah menanti-nanti agar bisa bertemu. Ia tak sabar melihat wajah Bu Dita sebagai seorang jomblo baru.

"Kerjakan tugas halaman tiga puluh enam sampai empat puluh di buku paket. Nanti dikumpulkan setelah jam pelajaran berakhir!" Pian, siketua kelas memberi pengumuman.

"Huffff," Damar menggerutu, Bu Dita benar-benar tidak masuk. Ia pun kehilangan semangatnya. "Kenapa harus tugas, sih. Kenapa nggak Bu Dita saja yang masuk!"

"Halah, kayak kamu bakal belajar serius aja bang kalau Bu Dita masuk." celetuk Joko, teman sebangku Damar.

"Siapa juga yang mau belajar," Damar melengos. "Orang aku cuma pengen melihat wajah Bu Guru yang cantik." gumam Damar sembari melengos keluar kelas. Ia terus saja berlalu meninggalkan kelasnya meski Pian sudah melarang. Siapa yang peduli, Damar sudah memutuskan untuk keluar kelas sebab disana tak menarik tanpa adanya Bu Dita.

Kaki Damar terus melangkah menuju kantin yang berada paling ujung. Ia sama sekali tak takut jika ketahuan guru berkeliaran di luar kelas saat jam pelajaran. Damar benar-benar bosan, ia kehilangan semangat sebab Bu Dita tidak masuk ke kelasnya. Padahal Damar ingin memperlihatkan penampilan barunya usai cukur rambut.

Hari Jum'at lalu, sebelum liburan akhir pekan, ia kena razia guru BP gara-gara rambutnya tidak rapi. Sebenarnya Damar tak peduli jika rambutnya harus dicukur asal oleh Bu Venti, guru BP yang paling sering menghukum dirinya. Tetapi ia menjadi peduli ketika Bu Dita ikut berkomentar jika Damar jauh lebih tampan kalau rambutnya dipotong rapi. Begitu bel pulang sekolah berbunyi, Damar langsung melaju menuju tukang pangkas, ia memotong rambut sesuai dengan apa yang diarahkan Bu Dita tadi.

"Damar, kamu bolos lagi!" tiba-tiba perempuan yang dibayangkan Damar muncul di hadapannya. Yap, Bu Dita rupanya sedang nongkrong di kantin juga. Wali kelasnya tersebut melihat kedatangan Damar dan langsung menghampiri.

"Bu ... Bu Dita," Damar kaget. Wajahnya memerah sebab kini mereka duduk berhadap-hadapan.

"Ngapain kamu di sini? Jangan bilang bolos. Kan sudah saya kasih tugas. Pasti kamu belum mengerjakan. Iya, kan?"

"Hahaha, ibu tahu saja." sebenarnya Damar malas menyapa Bu Dita dengan ibu, ia ingin menyebut nama saja, tapi Damar sangat sadar kalau itu akan menjadi masalah untuknya.

"Sekarang mendingan kamu kembali ke kelas atau ...."

"Atau apa, Bu?"

"Akan saya adukan kamu ke Bu Venti supaya kamu dapat hukuman lagi."

"Paling hukumannya suruh hormat bendera sampai pulang sekolah. Ahhh bosan Bu. Kayak nggak ada hukuman lain saja. Bu Venti benar-benar nggak kreatif!"

"Ehhh kamu, bisa-bisanya ngatain guru. Nggak sopan!"

Damar tersenyum melihat wajah Bu Dita yang memerah menahan kesal. Tambah cantik. Ia hanya bisa bergumam. Meski ada sisa air mata di sana.

"Ibu sendiri kenapa di sini? Kan harusnya ibu ngajar di kelas kami. Ibu juga bolos, kan? Kalau ibu ngelaporin saya, maka saya pun akan melaporkan ibu!" Damar pura-pura ngancam.

"Iiihhhh makin nggak sopan ya kamu!" Bu Dita pura-pura marah. "Kamu itu sudah dua kali tidak lulus, Mar. Harusnya belajarnya nggak main-main lagi. Supaya nggak terulang yang ketiga kalinya!"

"Yeeere, saya malah pengennya nggak lulus-lulus, supaya selalu jadi murid ibu!" gumam Damar sambil tersenyum.

"Ehhh dinasihati malah senyum-senyum," Bu Dita cemberut, membuat Damar semakin gemas.

Bu Dita, usianya memang jauh di atas Damar, mereka selisih sebelas tahun, tetapi tak terlihat mencolok sebab wajah Bu Dita yang baby face.

"Bu, ibu baru putus ya." cetus Damar.

Mendadak wajah Bu Dita berubah pucat. "Kamu ngomong apa, jangan nggak sopan ya!"

"Enggak kok bu, saya cuma mau bilang kalau saya siap menjadi pelabuhan baru ibu."

"Astagfirullah Damar, kamu nggak sopan sekali ya. Saya kira kamu pemalas saja makanya nggak lulus dua kali, ternyata kamu juga tidak baik attitude nya! Saya benar-benar tidak menyangka." Bu Dita marah.

"Saya serius, Bu. Saya benar-benar suka sama ibu. Mungkin ini bukan waktu yang tepat, tapi sepertinya saya sudah tidak bisa menahan diri lagi untuk mengungkapkan perasaan ini. Selama lima tahun ini saya menyimpannya dalam rapat sebab saya tahu ibu sudah punya calon. Sebagai laki-laki yang gentle, maka saya memendam sambil berdoa tiap hari agar hubungan ibu kandas. Dan tadi pagi akhirnya Allah menjawab doa saya dengan berakhirnya hubungan ibu. Itu berarti sebenarnya kita berjodoh, Bu."

"Damar ... kamu sadar nggak sih? Kamu tahu kan saya ini guru kamu. Lagipula kamu tidak sopan sekali bicara seperti itu. Kamu kira hidup saya bisa jadi bahan olok-olokan kamu!" Wajah Bu Dita semakin memerah menahan marah.

"Saya serius Bu, ini bukan candaan. Atau, apa perlu saya ....* tiba-tiba Damar berdiri dari duduknya, lalu ia berlutut di hadapan Bu Dita. Apa yang dilakukan Damar barusan mengundang perhatian penjaga kantin serta sepasang mata yang melongo melihat pemandangan di hadapannya.

Disidang

"Dita Nur Amania, izinkan aku mengungkap isi hati yang selama ini aku simpan rapat-rapat. Aku benar-benar mencintai kamu. Izinkanlah aku menjadi obat atas hatimu yang kini sedang tidak baik-baik saja usai putus dengan lelaki tak bermutu itu. Aku janji akan menghiasi hari-harimu dengan kebahagiaan. Aku sangat mencintai kamu. Maukah kamu menjadi kekasihku?" ucap Damar dengan sungguh-sungguh, masih dalam posisi berlutut.

"Damar. Bu Dita!" sepasang mata yang semenjak tadi hanya memperhatikan dengan tak percaya kini buka suara. Bu Bintang, beliau adalah kepala sekolah di sini. Kebetulan sedang lewat dan tak sengaja melihat pemandangan yang membuatnya geleng-geleng kepala. "Apa yang sedang kalian berdua lakukan?"

Bu Dita begitu kaget mendapati kehadiran ibu kepala sekolah. Seperti mendapat dua kejutan secara beruntun sehingga membuatnya bicara terbata-bata. Sementara Damar, sipembuat masalah masih bisa bersikap santai seolah tak terjadi apa-apa.

Bagi Damar, mengungkapkan cinta bukanlah sebuah dosa. Apalagi sekarang Bu Dita sedang jomblo. Jadi rasanya tidak ada masalah.

"I itu Bu," Bu Dita masih terbata.

"Apa? Bukankah seharusnya sekarang kalian berdua berada di dalam kelas. Anda ada jadwal ngajar, kan, Bu Dita? Dan kamu Damar, mau membuat masalah apa lagi? Sikap kamu barusan benar-benar memalukan!" tegas Bu Bintang.

"Memalukan bagaimana, Bu? Saya cuma menyatakan cinta. Satu-satunya salah saya hanya mengutarakan saat jam pelajaran sekolah, lebihnya sah sah saja, kan!" Tegas Damar.

"Damar!" Bu Bintang tampak geram. Menyadari sebentar lagi jam istirahat akan berbunyi dan murid-murid akan beristirahat, Bu Bintang menyuruh dua orang di hadapannya untuk ikut ke kantor kepala sekolah.

***

Apa yang ditakutkan Bu Dita terjadi, kini mereka berdua di sidang. Selain Bu Bintang, ada wakil kepala sekolah; pak Wiguna, yang tak lain adalah paman Bu Dita dan juga Bu Venti sebagai guru BP.

Tak ada sedikitpun kesempatan yang diberikan oleh Bu Bintang pada dua orang yang diduga bersalah untuk membela diri. Pimpinan sekolah ini terus mencecar dengan berbagai tuduhan yang menyudutkan.

"Hemm," pak Wiguna berdehem. "Sepertinya ini hanya permasalahan sepele, Bu. Mungkin Bu Dita dan nak Damar tidak bermaksud untuk melakukan hal-hal terlarang. Mereka pasti hanya iseng saja. Sering kan kita lihat murid mengagumi gurunya. Iya kan nak Damar?"

"Nggak kok pak, saya serius. Saya benar-benar suka sama Bu Dita." tegas Damar.

"Damar!" kini tak hanya Bu Bintang yang melotot, tapi juga pak Wiguna, Bu Venti dan bu Dita. Momen yang harusnya ketegangan bisa dicairkan malah diperumit kembali. Tetapi sang pelaku hanya tersenyum santai seolah tak ada beban.

***

Sudah diputuskan hukuman untuk Bu Dita adalah diskors selama sepekan tidak boleh mengajar, sementara Damar harus membawa orang tuanya ke sekolah untuk dipertemukan dengan Bu Bintang. Mendengar keputusan itu tentu saja Damar protes, sementara yang lainnya berlalu tak peduli. Menurut para guru tersebut, hukuman tersebut lebih baik ketimbang Bu Dita harus dipindahkan ke sekolah lain.

"Bu, yang benar saja. Masa Bu Dita harus ikut-ikutan dihukum. Kan sudah saya akui kalau saya melakukan semuanya atas inisiatif sendiri. Saya benar-benar mencintai Bu ...." belum selesai Damar bicara, Bu Bintang sudah memotong perkataannya.

"Kamu jangan sembarang bicara lagi, Damar. Sudah untung kamu tidak saya serahkan pada Bu Venti, kalau tidak bisa-bisa kamu mendapatkan hukuman yang lebih berat lagi!" tegas bU Bintang.

"Saya nggak keberatan dihukum kok Bu, malahan saya ...."

"Sudah Damar. Sebaiknya besok bawa ibu kamu ke sekolah. Dan sekarang kembali ke kelas kamu. Ingat, jangan pernah melakukan hal-hal bodoh seperti tadi lagi!"

Baru saja Damar hendak menywla, Bu Bintang sudah memutus. Ia memberi isyarat keras agar Danar segera kembali ke kelasnya.

"Ughhhh, benar-benar sial!" Damar menggerutu. Ia merasa tak enak hati pada Bu Dita sebab sudah membuat perempuan pujaan hatinya mendapatkan masalah. Tapi ia juga tak bisa menyesali apa yang dilakukannya tadi sebab kini akhirnya ia bisa jujur tentang perasaannya pada wali kelasnya tersebut.

***

Baru saja motor tua milik Damar parkir di depan kontrakan mungil merek, tiba-tiba sudah muncul sosok Sigit, adik kedua Danar. Ia langsung memburu Danar dengan banyak pertanyaan.

"Abang membuat masalah lagi, ya? Ckckck, Bunda dipanggil ke sekolah lagi, ya? Abang benar-benar deh, nakalnya ampun. Kasihan tuh Bunda, kelihatan sedih banget." Ungkap Sigit.

Damar tak menjawab, ia hanya menggerutu. Benar-benar ember Bu Bintang, padahal ia bisa menyampaikan sendiri pada Bunda, tapi malah disampaikan lebih dahulu. Mentang-mentang kepala sekolahnya tersebut kenal ibunya.

Bu Bintang itu adalah sahabat ibunya saat dibangku SD hingga SMP. Karena kurang mampu, ibunya tak lanjut sekolah, berhenti saat kelulusan SMP. Sementara Bu Bintang terus lanjut hingga menjadi kepala sekolah.

Persahabatan ibunya Danar dan Bu Bintang terus dijalin. Bahkan putri tunggalnya Bu Bintang juga sering ke rumah Danar. Namanya Rana. Gadis cantik yang sudah mengenyam bangku kuliah itu sebenarnya satu angkatan dengan Danar, tapi karena dua kali tidak lulus, akhirnya Danar tertinggal, semnetara Rana melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi negeri, fakultas yang sama dengan ibunya.

"Kenapa sih Mar, kamu suka sekali membuat masalah. Bunda kira kemarin sudah yang terakhir, ternyata masih ada lagi. Mana tambah parah lagi permasalahan yang kamu buat. Bunda benar-benar pusing mikirin kamu." tiba-tiba Bu Anis, ibunya Danar sudah muncul di depan pintu. Tampak sekali wajahnya mengguratkan kesedihan, tapi namanya Damar, ia tak ambil hati sama sekali.

"Namanya juga anak muda, Bun." Jawab Danar, santai.

"Ya Allah ... justru seharusnya anak muda harus mikir masa depan, jangan main-main. Lagipula masalah yang kamu buat itu bikin malu Bunda. Entah bagaimana Bunda harus menghadapi Bu Bintang besok, belum lagi Rana kalau ia tahu masalah kamu hari ini."

"Rana? Untuk apa juga dia harus tahu."

"Mar, sudahlah main-mainnya. Bunda ingin kamu serius. Malu Mar sama Rana dan ibunya. Mereka sudah banyak menolong kita. Sudah waktunya kamu membalas kebaikan mereka dengan belajar serius lalu menata masa dpwna kamu!"

"Bun, apa yang Damar lakukan itu juga demi masa depan Damar."

"Damar, Bunda serius ini!" Bu Anis yang biasanya tenang kini mulai menaikkan nada suaranya. Ia menyadari bahwa sudah salah cara mendidik Danar hingga sulungnya itu selalu bersikap asal-asalan. "Kita bukan orang kaya, Mar. Jangan jadi pemuda yang tidak bertanggung jawab seperti ayahmu!" pekik Bu Anis, hingga membuat perhatian keempat anaknya yang memang sudah berada di rumah tertuju pada perempuan Singkep parents tersebut.

Mereka memang tahu siapa dan bagaimana ayah mereka. Lelaki yang tak bertanggung jawab, yang membuat hidup mereka hancur berantakan. Tiga kali ayahnya membuat mereka terjerat hutang, berkali-kali mereka disakiti hingga akhirnya ibunya berani mengajukan permohonan perceraian sehingga kini mereka bisa hidup bebas tanpa bayang-bayang lelaki itu lagi.

Minta Restu

Sampai sore, suasana di kontrakan masih sepi. Semua orang diam, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Karena tak tahan, akhirnya Damar memutuskan keluar rumah. Ia ingin menemui seseorang yang dianggapnya bisa membantunya menyelesaikan masalah. Dengan motor tua, Damar melaju menuju salah satu perumahan elit di kota ini.

Rumah bergaya Eropa minimalis, itu tak asing bagi Damar. Meski ia hanya beberapa kali ke sini. Itupun biasanya kalau sudah dipaksa ibunya. Atau kalau sedang ada acara besar dan biasanya ia akan dipaksa oleh tuan rumah harus datang.

Rumah itu adalah rumah Bu Bintang, kepala sekolahnya. Tetapi yang akan ditemui Damar adalah putrinya, Rana. Tak jauh dari rumah itu Damar mengirim pesan pada teman lamanya tersebut. Tak butuh waktu lama, gadis berparas cantik itu keluar. Wajahnya begitu sumringah meski tampak kelelahan.

"Aku ganggu ya?" Tanya Damar, basa-basi.

"Enggak kok. Kan sudah aku katakan, kapanpun kamu mau boleh datang ke sini. Pintu rumahku selalu terbuka untuk kamu, Mar. Tapi ngomong-ngomong ada hal apa kenapa kamu tiba-tiba nongol? Biasanya diajak main ke sini susah banget." jawab Rana.

"Hmm, itu, aku mau minta tolong Ran. Bolehkan?"

"Minta tolong apa? Kamu nggak lagi kena hukuman di sekolah, kan?"

"Yap kamu benar!"

"Duhhh Damar Damar. Kamu kenapa lagi? Bolos? Nggak ngerjain PR? Tawuran atau apa?"

"Bukan Ran, tapi aku nembak Bu Dita."

"Apa? Nembak Bu Dita? Maksudnya?"

"Yap, aku menyatakan cinta sama Bu Dita dan ke gepp sama Mama kamu. Terus aku dihukum. Sebenarnya aku nggak masalah sih dihukum, yang jadi masalah itu Bu Dita nya. Aku nggak tega kalau beliau juga ikut kena getahnya."

"Mar ...." wajah Rana berubah, senyumnya hilang, apalagi saat ia meyakinkan apakah itu hanya lelucon, tapi ketika melihat raut serius Damar, hati Rana langsung hancur. Cinta yang ia pendam selama ini ternyata harus bertepuk sebelah tangan. Damar tak menyukainya, Damar mencintai gurunya. ingin sekali Rana menangis, tetapi ia berusaha menahannya a. Rana sangat mencintai Damar, lelaki itu adalah salah satu alasan kenapa ia berusaha bertahan hidup dengan sakit yang diidapnya. Lalu kalau sudah begini ia harus bagaimana?

"Ran, kamu dengerin aku, kan? Kamu mau kan nolong aku?" tanya Damar.

"Apa yang bisa aku bantu, Mar?" Rana balik bertanya. Gadis itu masih memaksakan senyum meski bibirnya kelu.

"Tolong bicara sama Mama kamu supaya hukuman Bu Dita dibatalkan."

"Tapi Mar,"

"Please Ran, kamu pasti bisa. Mama kamu pasti mendengarkan kamu. Ya ya ya." Damar memohon, dan tentu saja sikapnya membuat Rana luluh.

"Hmmm, baiklah. Akan aku coba."

"Jangan hanya mencoba RAN, tapi harus berhasil!"

"Baiklah. Tapi aku dapat apa ni?"

"Hmmm, apa ya? Apa yang bisa aku berikan untuk kamu? Kamu kan tahu Ran, ibuku cuma buruh cuci, nggak punya uang banyak. Lagipula kamu sudah punya semuanya. Ibumu sudah mencukupi semua kebutuhan kamu."

"Isss, siapa juga yang minta hadiah barang. Aku mau menikah dengan kamu, Mar."

"Hah? Hahahhaha. Kan sudah aku katakan Ran, aku itu cintanya sama Bu Dita."

"Bu Dita jadi kekasih kamu, tapi nikahnya nanti sama aku ya."

"Hahahaha. Ya ya ya. Baiklah. Tapi jangan lupa bujuk ibu kamu ya. Aku tunggu kabar baiknya!" Damar segera meloncat ke atas motornya. Tanpa beban ia melaju meninggalkan Rana. Janji untuk menikahi gadis itu tentulah hanya janji kosong yang dianggapnya sebagai candaan sebab Damar tak tahu bagaimana perasaan Rana yang sebenarnya padanya. Ia menganggap gadis itu sebagai temannya, sahabat masa kecil yang disayanginya seperti adik kandung sendiri.

***

Kini Danar berada di depan ibunya. Setelah menyerahkan urusan Bu Dita pada Rana, kini sudah waktunya ia menyelesaikan masalahnya dengan ibunya tersebut.

"Bunda masih marah sama Damar?" tanyanya.

Tak ada jawaban. Ibunya pura-pura sibuk menjahit.

"Bun, Damar mau ngomong serius sama Bunda." Damar, meskipun usianya sudah tidak muda lagi, tetapi pada ibunya ia selalu bisa bermanja-manja.

"Apa lagi, Mar? Sejak kapan kamu serius. Selama ini kan kamu selalu main-main."

"Maafin Damar, Bun. Damar ingin menikah."

"Astagfirullah Damar!" Refleks Bu Anis memukul Damar dengan kain di tangannya. Ia semakin kesal dengan anaknya."

"Duh duh duh, Bunda. Kenapa mukul Damar sih, sakit nih."

"Kamu itu ya. Kapan sih bisa serius? Kapan kamu benar-benar bersikap baik. Katanya mau serius, tapi tetap saja main-main. Kamu benar-benar membuat Bunda kecewa, Mar. Kamu itu sudah dewasa, jangan bersikap seenaknya lagi. Bisa kan Mar?"

"Maafin Damar, Bun. Damar menyesal sebab sudah membuat Bunda kecewa. Damar nggak akan main-main lagi. Damar serius Bun, Damar ingin menikah."

"Menikah dengan siapa Damar? Kamu kan belum lulus sekolah. Mau apa sih kamu Mar? Mau bikin beban ibu semakin bertambah? Kamu lihat adik-adik kamu, Mar. Mereka juga butuh biaya besar, terutama Nanda yang ingin lanjut kuliah kedokteran. Kamu tahu kan biayanya nggak kecil. Lalu masih mau main-main, Mar? Bunda nggak minta kamu untuk menanggulangi semuanya, hanya minta kamu tidak menambah beban bunda dengan ulah kamu."

"Bun, Damar serius. Damar ingin menikah."

"Damar, pernikahan itu bukan mainan. Jadi kamu jangan sembarang bicara."

"Iya, Damar memang nggak sembarang Bun, Damar sangat sangat serius malahan!"

"Sama siapa Damar? Jangan bilang sama guru kamu itu. Lalu apa dia nggak masalah kamu belum lulus sekolah? Memangnya guru kamu itu ada masalah apa sih, kenapa dia mau menikah sama muridnya sendiri. Benar-benar aneh jaman ini. Biasanya murid hormat sama gurunya karena guru menjaga kehormatannya. Bunda benar-benar tidak habis pikir."

"Bu Dita nggak aneh, Bun. Bu Dita belum menjawab lamaran Damar. Makanya Damar ingin menemui orang tuanya. Nah sebelum maju Damar mau minta restu Bunda dulu supaya apa yang Damar lakukan berhasil!"

"Astagfirullah, ya terserah kamu lah Mar. Bunda sudah menyerah menghadapi kamu. Kalau kamu memang mau menikah silahkan, tapi sebelumnya kamu harus lulus dan punya pekerjaan mapan dulu sebab Bunda nggak mau nanti menanggung beban rumah tangga kamu. Bunda sudah lelah, Mar. Lagipula kamu masih punya tiga adik yang masih jadi tanggung jawab Bunda. Ngerti!" jelas Bu Anis yang sudah kehabisan kata-kata.

"Yesss, siap Bunda. Yang penting Bunda Ridha. Damar kan jadinya enak." enteng, tanpa merasa bersalah sedikitpun Danar melenggang menuju kamar sebelah yang menjadi tempatnya beristirahat bersama Sigit, adik lelaki semata wayangnya. Tak lupa ia bersiul, menyenandungkan isi hatinya yang tengah bahagia sebab merasa sudah berhasil satu langkah, tinggal beberapa langkah lagi untuk menjadi kekasih Bu Dita.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!