Solo Jawa Tengah Indonesia
Savitri bersiap-siap untuk berangkat ke tempat kerjanya meskipun baru pukul enam pagi. Tugasnya sebagai guru pengawas pagi mengharuskan datang awal.
"Yak, siap deh!" Pagi ini Savitri memakai jaket kulit, celana pantalon hitam dan sepatu boot. Plus tas ransel Under Armor hitam kesayangannya. Savitri mengambil helm full face nya dan kunci motor Kawasaki Ninja miliknya.
"Bismillahirrahmanirrahim. Semangat Sav! Eh kok Sav? Emangnya Saf buat sholat?" monolog gadis cantik berusia 24 tahun itu. "Semangat menghajar anak-anak Durjana! Lagian salah siapa milih masuk SMK tho Vit...Vit. Sek, kok jadi merk ombe yaa? Duh papa tuh kasih nama kok panggilannya ora ono sing nggenah tho Yaaa! Opo kudu Bancakan bubur merah putih lagi Ben ganti jeneng ( nama ) tapi jeneng opo Yaaa?"
Savitri memasang helmnya. "Wis Ojo keseringan ngomong dhewe! Kayak wong edan wae! Kowe kiiee cah psikologi cak, kudune konseling wong Dudu Kowe sing kudu dikonseling."
Gadis itu membuka helmnya lagi. "Mbok Maaaarrr... Aku budhal ( aku berangkat )!" teriak Savitri cuek.
"Njih mbak Savitri!" sahut Mbok Mar pembantu rumahtangga nya sambil mengelus dadanya terkejut.
Tak lama motor besar itu meluncur dari rumah besar di daerah Manahan.
***
Savitri Pratomo, bungsu dari Reza Pratomo itu memilih menjadi seorang guru bimbingan konseling di sebuah SMK Negeri di kota Solo. Kakaknya Panji, sudah menikah dan tinggal di Washington DC sebagai diplomat dari Indonesia.
Sebagai keturunan klan Pratomo, Savitri memang diharapkan masuk ke perusahaan keluarga, PRC group tapi gadis itu memilih kuliah di psikologi Universitas Indonesia dan melamar menjadi PNS guru.
SK yang turun menunjukkan bahwa dirinya harus bekerja di sebuah SMK Negeri kota Solo, kota yang sangat disukainya. Apalagi dulu dia pernah tinggal beberapa bulan saat ayahnya ada proyek disini.
Reza Pratomo sendiri adalah anak tengah dari tiga bersaudara, Nabila dan Shanum Pratomo. Kalau istilah di Jawa, anak laki-laki di tengah dua saudara perempuannya disebut Pancuran keapit sendang. Jadi waktu mereka kecil sempat diruwat karena Opa Adrian Pratomo masih menerapkan adat Jawa yang dalam.
Savitri yang dua bersaudara dengan Panji pun tidak luput dari yang namanya diruwat karena mereka masuk ke dalam istilah kedhana kedhini yang artinya dua bersaudara laki-laki dan perempuan. Gadis itu pun tidak masalah selama tujuannya baik.
Gadis itu memacu motor nya yang bewarna pink. Sebagai putri Reza Pratomo dan cucu Adrian Pratomo, uang jajan Savitri sangatlah banyak. Makanya tak heran gadis itu mampu membeli sebuah motor Kawasaki Ninja custom bewarna pink.
Reza sendiri tidak bisa melarang putrinya seperti itu karena memang hobinya naik motor kemanapun. Karena dulu istrinya Andira pun sama saja, tukang naik moge.
Savitri tiba di sekolah tempat dia bekerja, SMKN 11 Surakarta dimana kejuruan disana adalah multimedia, animasi dan teknik produksi dan penyiaran program televisi.
Otomatis karena SMKN, banyak siswanya yang berjenis kelamin laki-laki. Savitri sendiri sudah enam bulan disana sebagai seorang guru BK dan langsung menjadi favorit para siswa disana karena stylenya yang unik.
Motor pink itu pun diparkir nya di parkiran khusus guru. Savitri pun turun dan menyapa semua rekan kerjanya lalu menuju ruangannya untuk berganti pakaian dinas.
***
"Kowe njaluk ta piting atau ta jewer ( kamu minta aku piting atau dijewer ), cah? Kowe ngerti kan Iki opo? Vape! Rokok! Rumangsamu bu Savitri ora mudeng? Ta kandyani ya cah, sakdurunge Kowe nduwe, Bu Savitri Wis nduwe sek. Luwih larang seko Wek mu! Kowe tuku nganggo duitmu dhewe opo duit jajan seko wong tuwomu ( Kamu tahu kan ini apa? Kamu kira Bu Savitri tidak tahu? Aku kasih tahu ya nak, sebelum kamu punya, Bu Savitri sudah punya duluan. Lebih mahal dari punyamu! Kamu beli pakai uang mu sendiri atau uang jajan dari orang tuamu )?" Savitri menatap tajam muridnya yang ketahuan membawa rokok vaporizer atau vape yang bisa dibilang rokok sintesis.
"Ayo jawab! Kowe tuku nganggo duitmu dhewe opo seko wong tuwomu?"
"Dari orang tua Bu..." ucap muridnya pelan.
"Gening jek Seko wong tuwomu ( gitu dari orangtuamu )." Savitri menyimpan vape itu ke dalam lacinya.
"Tapi Bu..." muridnya protes melihat vapenya disita oleh Savitri yang memberikan jari telunjuknya agar muridnya diam.
"Vape mu saya sita! Kan kamu sudah tahu apa-apa yang boleh dan tidak boleh dibawa ke sekolah! Opo ya kudu dikandani ( apa ya harus dikasih tahu )? Kamu bukan anak lima tahun, lho Surya."
Murid yang bernama Surya itu menunduk.
"Kamu tuh mbok mikir. Ayahmu kerjanya apa?"
"Driver ojek online Bu..."
"Ibumu?"
"Kerja di pabrik..."
"Ini vapemu harga berapa? 300ribu?"
"250 ribu."
"Isinya harga berapa? 60-70 ribu?"
"Sekitar itu..."
"PING ( dikali ) berapa sebulan? Kowe mikir nggak? Bapakmu banting tulang menjadi driver ojek online, ibu mu di pabrik! Nggo sopo ( buat siapa )? Nggo Kowe ndul!" Savitri merasa emosi melihat Surya seperti tidak menghargai kerja keras orang tuanya.
Surya diam saja.
"Kalau kamu mau barang, golek o gawean sing halal ( carilah kerja yang halal ). Kalau kamu punya uang sendiri, kamu beli apa saja karepmu! Tapi Ojo memberatkan wong tuwomu!"
Surya menatap guru cantik itu dengan tatapan sendu.
"Wis ini peringatan pertama dari Bu Savitri. Sekali lagi kamu ketahuan melanggar aturan sekolah, Wis Bu Savitri dengan berat hati meliburkan kamu!"
"Saya diskors Bu?"
"Ora. Kamu saya keluarkan karena tidak mau manut! Mending saya kembalikan kamu ke orang tua kamu. Mbok dipikirkan tho Surya, orang tuamu kerja keras buat siapa? Buat kamu! Jangan kamu buang-buang uang yang mereka dapatkan susah payah untuk barang-barang unfaedah! Pikirkan kesehatan kamu juga. Sekarang seperti sehat-sehat saja, tapi lihat lima tahun ke depan. Paru-paru kamu akan lebih parah dari orang sakit TBC, tahu nggak!"
Surya diam saja. Kalau sampai dikeluarkan, aku tidak sanggup menatap mata ibu.
"Pikirkan kembali Surya. Bu Savitri ngomong keras gini Ben kamu melek, Ben kamu sadar bahwa Kowe kie salah dan dosa sama orang tua kamu, terutama ibumu."
Tak disangka Surya menangis di depan Savitri.
"Wis ya Surya, kamu manut ya." Savitri menatap lembut ke muridnya.
"Iya Bu."
"Sudah, sekarang kamu kembali ke kelas. Sinau yang benar. Oke?" Savitri berdiri dan menepuk bahu muridnya.
"Iya Bu."
Setelah Surya pergi, Savitri membuka laci meja kerjanya. Gadis itu menghela nafas panjang. Anak jaman sekarang bawaannya aneh-aneh. Dilihatnya vape, pisau Swiss, rokok, komik dan flashdisk berisikan film bo*Kep.
Ampun deh!
***
Yuhuuuu Up Malam Yaaaa
Welcome to 3rd generation of Klan Pratomo.
Kali ini si guru nyentrik yang tampil. Semoga suka. Oh, karena ini settingnya di solo, akan banyak bahasa jawanya ya. Tenang, aku kasih terjemahannya kok.
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
SMKN 11 Surakarta
Savitri Pratomo harusnya sudah makan siang tapi dia harus menemui orang tua murid yang memang dia panggil karena anaknya berbuat ulah di sekolah.
Duh apa kabar ini cacing dan nagaku bentrok di perut. Bisa perang Baratayudha tingkat cacing ini!
"Jadi Pak Bu, saya harap bapak dan ibu berdua bisa lah memberikan waktunya untuk putri kalian. Saya sendiri dengan berat hati harus mengajukan surat pengeluaran putri anda."
"Tapi Bu Savitri, apa Nina cerita siapa yang menghamilinya?" tanya ibu muridnya.
"Saya sudah menanyakan pada Nina tapi dia tidak mau bercerita dengan saya. Mungkin dengan pendekatan ibu, Nina bisa terbuka."
Ibu itu menangis sesenggukan sedangkan ayah Nina tampak muram dan raut kekecewaan tampak di wajahnya.
"Ya Allah... Astaghfirullah..." ucap si ibu berulang.
"Bu Savitri, apa Nina bisa melanjutkan sekolahnya?" tanya sang ayah.
"Jika Nina mau, bisa ikut kejar paket C atau sekolah di sekolah swasta pak. Saya bisa membantu nanti setelah Nina melahirkan dengan syarat, dia serius mau melanjutkan sekolahnya." Savitri memberikan solusi karena dia tahu Nina murid yang cerdas hanya terlalu polos hingga bisa dikadali sama pria yang menghamilinya.
"Terimakasih Bu Savitri." Kedua orangtua itu pun berpamitan dan Savitri pun menelpon seseorang.
"Mas Abian... aku butuh data dong!" rengek manja Savitri ke sepupu nya.
"Savitri cantik kesayangan Abian, apa kamu sadar jam berapa ini di New York?" goda Abian Smith.
"Jam satu malam."
"Terus?"
"Waktunya mas Abian boboks."
"Lha kenapa telpon?"
"Karena tahu mas Abian masih kerja urus tim IT PRC group" kekeh Savitri tanpa dosa.
"Iiissshhh kamu tuh! Untung sayang" gelak Abian. "Cantikku pasti minta sesuatu."
"Tahu saja" cengir Savitri.
"Kamu itu kalau sudah sok imut manjatos bikinikos begitu pasti ada udang di balik bikini bottom."
"Bingo Spongebob!"
"Cari aibnya siapa Savitri?"
"Guru bernama Herman Satria."
"Apa yang dia lakukan?"
"Menghamili muridku."
"Waduuuhh!"
***
Savitri langsung kalap memakan bekal makan siangnya yang sudah disiapkan mbok Mar. Meskipun nasi gorengnya sudah amburadul rasanya tapi demi kelangsungan kedamaian antara house of the dragon dan house of the cacing, Savitri menghabiskannya.
Abian Smith adalah anak dari dari Bryan Smith, anak buah Edward Blair. Karena Bryan sudah diangkat anak oleh Duncan McGregor, maka para keluarga Pratomo menganggap Abian adalah salah satu anggota keluarga mereka.
Usia Abian dan Savitri memang tua Abian meskipun di kalangan generasi ketiga termasuk bontot di untuk sepupu pria Savitri. Abian sendiri adalah didikan Bryan Smith dan Joshua Akandra untuk mencari aib orang.
Semua sepupu Savitri sudah biasa mendengar gadis itu sok imut dan manja dengan Abian bahkan banyak yang mengira ada apa-apa diantara mereka.
"Alhamdulillah kenyaaaannnggg!" ucap Savitri sambil membereskan tempat makannya.
"Bu Savitri, dipanggil pak Agus." Salah satu rekan guru ke Savitri yang sedang membereskan tempat makannya.
"Eh? Ono opo pak ( ada apa pak )?"
"Ora ngerti aku ( Tidak tahu aku )."
Savitri hanya menghela nafas panjang. "Njih pak, Matur nuwun. ( Iya pak. Terimakasih )." Setelah membersihkan tangan dan merapikan diri, Savitri pun berjalan menuju ruang kepala sekolah.
"Mbak Yuni, pak Agus wonten ( ada )?" tanya Savitri ke sekretaris kepala sekolah nya.
"Wonten mbak Savitri. Mlebet mawon ( masuk saja )" ucap Yuni.
Savitri pun mengetuk pintu.
"Masuk!" suara bariton terdengar mempersilahkan Savitri masuk.
"Pak Agus nimbali ( manggil ) saya?" tanya Savitri setelah membuka pintu.
"Njih Bu Savitri. Duduk Bu."
Savitri pun duduk di hadapan kepala sekolah itu.
"Begini Bu Savitri soal siswa yang bernama Nina Triana."
"Njih pak."
"Itu anak asuh ibu dari multi 1?" tanya Agus.
"Iya pak."
"Apa Nina sudah memberitahukan siapa yang menghamilinya?"
Savitri terdiam. Memang Nina sudah menceritakan tapi dia masih ragu untuk mengatakan pada kepala sekolahnya.
"Saya tahu pak."
"Sinten ( siapa )?" tanya Agus.
"Saya tidak bisa memberitahukan pada bapak karena masih saya selidiki dulu pak. Apakah suka sama suka atau ada unsur paksaan."
"Lha terus kalau tahu siapa, kenapa tidak minta pertanggungjawaban? Apakah sesama siswa juga?"
Savitri menggelengkan kepalanya. "Bukan pak."
Agus memajukan tubuhnya. "Guru?"
Savitri diam saja. Agus mendengus kasar. "Siapa Bu Savitri?"
"Saya selidiki dulu pak. Jika pak Agus percaya sama saya, tolong berikan saya waktu seminggu ini untuk mengumpulkan bukti-bukti agar saya dan bapak bisa memberikan hukuman untuk pria tidak tahu diri itu!"
Agus hanya tersenyum tipis. "Susah kalau sudah bertemu dengan keluarga Pratomo."
"Ih bapak tahu saja kalau saya harus pakai keluarga saya" kekeh Savitri.
"Tahu lah Bu. Karena saya tahu keluarga besar ibu kan dikenal garis lurus."
Savitri tertawa. "Seminggu pak, waktu yang saya minta ke bapak."
"Oke Bu. Tapi berikan saya hasilnya seminggu kemudian."
"Siap pak."
***
Rumah keluarga Pratomo Manahan
Savitri memasukkan motor Kawasaki Ninja nya ke dalam garasi yang ada sebuah Vespa dan mobil Mazda CX-5 miliknya.
Wajah gadis itu tampak lelah setelah seharian isinya mengkonseling murid dan orang tua murid. Apalagi mendengar murid nya yang dikenal alim malah berbadan dua oleh gurunya sendiri.
"Mbak Savitri sudah pulang?" tanya Mbok Mar.
"Udah mbok. Masak apa?" tanya Savitri sambil meletakkan tas ranselnya.
"Ada oblok-oblok tempe, bawal goreng, sambal sama sayur kembang kates."
"Duh, kenapa Ono ( ada ) kembang kates tho... kuwiii ( itu ) kan pahit sepahit hidupku hari ini..." keluh Savitri berdrama.
Mbok Mar yang sudah biasa dengan ucapan absurd ndoronya hanya tersenyum geli.
"Memangnya kenapa mbak?" Mbok Mar adalah pembantu rumah tangga dari Adrian Pratomo yang memang diplot untuk menemani cucunya yang bekerja di Solo.
Savitri mengambil nasi dan semua lauk pauknya. "Sing nggenah wae mbok, Ono guru kok nggapleki bin nggateli ngunu tho! Iso-isone ngapusi muridku eh malah Saiki hamil. Kan kurang ajar tho? Njaluk disawat bakiak tenan! ( Yang benar saja mbok, ada guru kok brengseeekkk gitu! Bisa-bisanya membohongi muridku eh sekarang hamil. Kan kurang ajar. Minta dilempar bakiak beneran! )"
Mbok Mar tertawa mendengar Omelan Savitri yang mirip dengan Niken, Oma Savitri.
"Mbak, kuwii gurune njaluk dicincang tenan ( Mbak, itu gurunya minta dicincang beneran )" kompor mbok Mar.
"Oh ta kebiri ta uncalke Ning Bengawan Solo! ( Oh aku kebiri aku lempar ke Bengawan Solo)"
"Opone mbak?"
"Manuke tho! Ben gundul sisan!"
Mbok Mar tertawa terpingkal-pingkal mendengar ucapan absurd Savitri.
"Mbak, mbok Ojo judes-judes tho. Nanti jauh dari jodoh lho!"
"Eh siapa bilang? Budhe Nabila judes, Pakdhe Mike mau tuh! Tante Shanum apa kabar? Oom Hiroshi tabah dipukul terus. Tante Yuna? Oom Edward ajah sampai kalah saban gelut! Tenang mbok, cewek bar-bar keluarga Pratomo itu pasti dapat jodohnya! Tapi bentuknya kalem model papa atau absurd model Oom Edward atau Julid model Oom Abi, nah itu yang aku belum tahu."
"Lha seleranya mbak Savitri model gimana?"
"Ganteng dan membagongkan biar hidup itu penuh warna dan nggak monopoli dan monoton!" jawab Savitri tegas.
Mbok Mar hanya tersenyum mendengar ucapan nonanya. Angel nek kuwiii mbak.
Bu Guru Bar-bar
***
Yuhuuuu Up Sore Yaaaa
Semoga suka dengan Bu guru cantik yang mulutnya seenaknya sendiri kalau nyelemong
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
Rumah Keluarga Pratomo Manahan Solo
Savitri menatap garasinya. Saki atau Papa atau mass daaah. Gadis itu memang punya kebiasaan memberikan nama ke semua kendaraannya. Kawasaki Ninja nya diberi nama Saki, Vespanya diberi nama Papa sedangkan mobilnya Mazda CX-5 dipanggil Mass Daaahh. Sampai-sampai semua sepupunya pening kalau Savitri bercerita kendaraannya yang diberi nama suka-suka gadis cantik itu.
"Saki, Papa, Saki, Papa... Aaahhh aku galau! Sek Sav, Nek Kowe galau, kapan mangkate ( berangkat ) kerjo yo nduk? Iso keno SP ( Surat Peringatan ) nek telat!" Savitri menepuk jidatnya. "Wis Papa wae lah!"
Savitri mengembalikan kunci Kawasaki Ninja nya dan mengambil kunci Vespanya.
"Mbok Maaaarrr, mangkat seeekk!" teriak Savitri.
"Ya mbaaakkk" balas Mbok Mar yang sedang menyapu rumah.
Savitri pun berpamitan dengan pak Dewo, penjaga rumahnya. Istri pak Dewo, bik Yuni, adalah pembantu pocokan Savitri yang membantu cuci dan setrika.
***
SMKN 11 Surakarta
Savitri memarkirkan Vespa nya yang bewarna pink pucat di parkiran guru. Para murid-muridnya pun menyapa guru nyentrik yang punya mulut pedas tapi care dengan anak didiknya.
"Bu Savitri, kok nggak bawa Kawasaki nya?" tanya seorang muridnya.
"Memangnya kenapa Dodi?"
"Biasanya ibu bawa si moge tapi ini malah bawa Vespa unyu - unyu" jawab Dodi sambil tersenyum.
"Besok ibu bawa Harley-Davidson" jawab Savitri asal.
"Memang boleh Bu bawa Harley Davidson ke sekolah?" Mata Dodi tampak antusias karena dia adalah penggemar motor dan ingin membuka bengkel kecil-kecilan selain menjadi animator.
"Kagak boleh bambaaannggg! Kamu pengen kuping kamu budeg dengar suara knalpotnya?" pendelik Savitri yang membuat Dodi dan teman-temannya tertawa.
Savitri memang dikenal guru yang ceplas ceplos seenaknya kalau berbicara tapi justru dengan itu, murid-muridnya tahu kalau guru cantik itu care ke semua muridnya. Banyak siswanya yang lebih nyaman curhat dengannya untuk membicarakan tentang semua hal dan Savitri dengan gayanya sendiri bisa membuat muridnya merasa tenang.
"Wis cah! Ndang mlebu kelas ( segera masuk kelas )!" senyum Savitiri.
"Kami masuk kelas dulu Bu Savitri" pamit Dodi bersama dengan teman-temannya.
***
Ruang Bimbingan Konseling
Savitri menyapa rekan-rekan kerjanya dengan ramah seperti biasa lalu duduk di meja kerjanya untuk memulai bekerja. Menjelang bulan Juni akhir semester genap, Savitri harus mengevaluasi semua murid yang dipegangnya.
Para rekan-rekan Savitri pun melakukan hal yang sama. Savitri memegang kelas multimedia 1, multimedia 2, animasi 1 dan animasi 3 yang berarti adalah tingkat kelas masing-masing, kelas satu, dua dan tiga.
Gadis itu membuka laptop nya dan mulai membuat rap sheet report murid-muridnya per bulan berdasarkan laporan harian dan mingguan.
"Dik Savitri."
Savitri mendongakkan kepalanya ketika seorang rekan gurunya, Ekadanta yang merupakan guru matematika, berdiri di hadapannya.
Entah kenapa kuping Savitri merasa geli mendapatkan panggilan 'Dik Savitri' dari orang di luar keluarganya.
"Ada apa pak Ekadanta?" tanya Savitri manis.
"Bisa bicara sebentar, soal siswa yang bernama Salahuddin."
Savitri berusaha mengingat nama 'Salahuddin'. "Yang mana ya pak?" tanyanya setelah menyerah tidak mengingat sama sekali.
"Yang kakinya, maaf, agak dengklang akibat kecelakaan."
"Oooohhh yang itu. Mau bicara apa pak? Si Udin bikin ulah apalagi?" Savitri tampak bingung karena sepengetahuan nya, Salahuddin bukan anak neko-neko.
"Bisa bicara berdua?" ucap Ekadanta pelan.
Savitri menaikkan sebelah alisnya yang bagus. What the fluff? Memang kenapa bicara disini? Toh semua guru BK tahu kalau Salahuddin bukan siswa nakal. Yasud aka Ya' sudah, gue jabani apa sih maunya guru angka ini.
"Monggo pak, kita bicara di ruang meeting mawon." Savitri mengunci laptopnya dan berjalan menuju ruang meeting khusus guru BK melakukan konseling.
Beberapa rekan Savitri menatap gadis itu bingung karena mereka tahu tentang Salahuddin.
"Kayaknya Pak Ekadanta ngadi-ngadi Ben iso cedhak karo ( dekat dengan ) Savitri" ucap Dina yang merupakan ketua koordinator guru BK sambil berbisik ke Anita, salah satu teman dekat Savitri.
"Sak ngertiku Nyah, si pak Eka pancen ngesir ( naksir ) Karo Savitri tapi bocahe ora seneng Karo pak Eka" timpal Anita.
"Selerane Bu Savitri ora kayak pak Eka, Bu Dina" bisik Bu Titi yang mendatangi meja Diah dan Anita yang bersebelahan sedangkan meja kerja Savitri bersebelahan dengan meja Bu Tuliti yang posisinya bersebrangan dengan meja Dina dan Anita.
"Lha selerane Savitri model piyeee?" tanya Anita kepo.
"Jarene ( katanya ) yang ganteng dan Membagongkan."
Dina dan Anita saling berpandangan. "Model sing kepiyeee kuwi?" Dina menatap Anita.
"Masa model Bagong sing lemu ( gemuk )?" gumam Anita.
***
Ruang Meeting Bimbingan Konseling
Savitri duduk berhadapan dengan Ekadanta dengan wajah datar menatap guru matematika itu.
"Piyeee pak Eka. Ono masalah apa si Udin?" tanya Savitri tanpa basa basi.
"Salahuddin apa tidak cerita sama Bu Savitri kalau ada masalah di keluarganya?"
"Masalah? Masalah opo pak? Udin memang konseling sama saya kalau dia masih galau antara masuk multi atau pindah ke animasi sih, cuma saya bilang nyamannya dimana tapi akhirnya dia pindah ke animasi kan pak?" Savitri mencoba mengingat pembicaraannya dengan siswanya yang tampan tapi sedikit cacat kakinya.
"Soale nilai matematikanya agak turun pas kuis kemarin. Takutnya dia ada masalah keluarga kan jadinya mempengaruhi nilai-nilainya nanti."
"Pak Ekadanta, namanya nilai agak turun itu kan bisa saja pada saat itu si Udin lagi nggak fit atau banyak kuis dan ulangan di pelajaran lain jadi otaknya kebak ( penuh ). Memangnya Udin berapa kali nilai matematikanya turun?" tanya Savitri yang berusaha logis dengan menempatkan dirinya seperti Udin.
"Ya...cuma sekali saja sih..." jawab Ekadanta pelan.
"Lha mung sepisan wae lho ( Cuma sekali saja ), kok sampeyan sudah panik" kekeh Savitri. "Wis pak, Udin paling jek akeh pikiran pas kuis kemarin." Savitri pun berdiri. "Cuma soal Udin kan? Kalau nggak ada yang lain, aku ta balik kerja lagi pak. Akeh gaweanku!"
"Dik..." Entah kenapa badan Savitri mendengar panggilan itu menjadi merinding. Gak Ono demit kan di ruang meeting? Sek, masa guru angka siji Iki sing dadi demit?
"Ono opo maning pak?"
"Kamu sudah punya pacar?" tanya Ekadanta dengan wajah serius membuat Savitri melongo.
Untung ruang meeting kedap suara.
"Punya pacar atau belum, apa urusannya sama bapak?" tanya Savitri judes. Dirinya paling tidak suka ada orang ulik-ulik kehidupan pribadinya.
"Aku..."
Suara ponsel Savitri berbunyi di kantong baju kerjanya dan gadis itu merasa lega luar biasa. "Sorry pak, ta terima dulu telponnya." Wajah Savitri pun langsung sumringah melihat siapa yang menelpon. "Mas Abian kesayangan Savitri. Piyeee mas?"
Ekadanta melongo mendengar panggilan mesra Savitri ke lawan bicaranya.
Siapa lagi itu Abian?
***
Seoul, Korea Selatan
"Jadi aku harus pegang pabrik yang di Solo?" tanya seorang pria tampan khas Korea itu menatap sang mama.
"Iyalah! Kamu harus pegang yang di Solo, belajar disana. Mommy yakin kamu bakalan betah tinggal di kota itu."
Pria itu menatap horor ke mamanya. "Seriously mom. Aku tidak mau ke Solo!"
"Kamu harus ke Solo atau mommy menyita dan memblokir semua fasilitas kamu?" ucap mamanya tajam.
Pria itu hanya mendengus kesal. Solo? Kenapa kedengarannya kok seperti kota ndeso ya?
***
Yuhuuuu Up Pagi Yaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!