NovelToon NovelToon

Terjerat Cinta Tuan Muda

Bab 1

Tamara adalah gadis yang ceria, ia tinggal dengan kakeknya sejak usia 8 tahun. Kedua orang tuanya sudah meninggal dalam kecelakaan lalu lintas. Meski dulunya adalah pengusaha yang sukses, namun karena hutang yang dimiliki orang tuanya, membuat Tamara sama sekali tak memiliki warisan. Bukan hanya rumah dan kendaraan milik orang tua Tamara saja yang harus dijual untuk membayar hutang-hutang. Rumah dan kendaraan milik kakek juga harus dijual.

Tamara baru saja lulus dari sebuah kampus negeri di ibu kota. Ia sudah mengajukan lamaran pekerjaan di beberapa perusahaan, namun belum juga ada panggilan. Akhirnya Tamara memilih bekerja sambilan di beberapa tempat sambil menunggu kabar baik dari perusahaan-perusahaan tempat ia melamar kerja. Seperti toko serba ada, cafe, rumah makan, bahkan menjadi kurir pun ia lakukan. Semua ini ia lakukan demi untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan juga kakeknya.

Tamara tentu tak akan tega jika harus membiarkan kakeknya seorang diri bekerja membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Selain karena rasa bersalahnya pada sang kakek karena sudah menjual seluruh harta bendanya agar Tamara bisa terbebas dari hutang. Hal ini ia lakukan juga sebagai ungkapan terima kasihnya pada sang kakek, karena sudah mengurusnya sejak kecil.

Sebenarnya Tamara masih memiliki paman dari pihak ayah, yang tak lain adalah anak bungsu kakeknya. Namun setelah orang tuanya bangkrut, pamannya tak pernah terlihat lagi batang hidungnya. Bahkan untuk sekedar menjenguk orang tuanya pun tidak, apalagi untuk membantu dirinya yang hanya seorang keponakan.

Kabar terakhir yang ia dengar mengenai pamannya adalah sesaat sebelum kebangkrutan orang tua Tamara, saat itu kakeknya menentang dengan keras om Richard yang ingin menikahi seorang janda beranak satu. Tamara sendiri tak ingat wajah wanita yang akhirnya dinikahi oleh pamannya itu, meski tak mendapat restu dari kakek.

Kakek sendiri tak pernah mau membahas apapun tentang pamannya. Bagi kakek, semua anaknya sudah meninggal. Dan hanya Tamara lah satu-satunya keluarga yang kakek miliki. Oleh karena itu, kakek meminta Tamara untuk menikah dengan orang pilihan kakek.

“Sama siapa kek?” Tamara langsung bertanya saat kakek memberitahu bahwa ia akan segera dinikahkan oleh cucu dari sahabat lama kakek.

“Kamu ingat kakek Dom?”

Tamara nampak berpikir, namun akhirnya ia ingat. Sahabat kakeknya yang tetap mau berhubungan baik dengan kakek, meski kakek kini sudah jatuh miskin.

“Ah... aku ingat. Aku sudah lama tak bertemu dengan kakek Dom, terakhir saat aku lulus SMA. Wah bagaimana kabar kakek Dom sekarang?”

“Dia baik-baik saja, jauh lebih sehat dari pada kakek,” Adrian tersenyum hangat pada cucu semata wayangnya itu.

“Kakek bukan mau menjodohkan aku sama kakek Dom kan?” Tamara menatap curiga pada kakeknya.

“Hahaha... mana mungkin? Kalaupun dia mau, sampai mati tak akan kakek izinkan!” Adrian tertawa mendengar pertanyaan Tamara.

“Lalu? Dengan anaknya?” Tebak Tamara.

“Dengan cucunya, usianya dua tahun di atas kamu.”

Tamara mengangguk-angguk. Ia merasa lega, setidaknya ia dijodohkan oleh orang yang usianya tak jauh darinya.

“Bagaimana? Kamu mau?”

“Apa aku tak boleh melihat dulu seperti apa rupanya?”

“Ah iya, kakek lupa!” Adrian menepuk dahinya dengan telapak tangannya.

“Ahhh... kakek, itu kan yang paling penting!” Tamara memajukan bibirnya.

“Kamu tak perlu khawatir, yang pasti Lukas adalah orang yang sangat tampan. Dia juga sangat ramah pada kakek,” Adrian mengingat saat terakhir kali ia bertemu dengan Lukas, cucu Dominic.

Beberapa tahun silam, saat Adrian ikut menemani Dominic mengantar kepergian cucunya yang berkuliah di luar negeri.

“Ya, kepribadiannya juga penting. Kapan terakhir kali kakek bertemu dengannya?”

“Mmm...” Adrian berpikir sejenak, “tujuh atau delapan tahun yang lalu kakek lupa.”

“Hah? Kakek... yang benar saja,” protes Tamara.

“Sudahlah, kamu tak perlu khawatir. Kakek rasa dia masih sama seperti saat itu, tampan dan baik hati,” jawab Adrian dengan penuh percaya diri.

“Terus, maksud kakek. Aku baru akan bertemu dengan orang yang akan menjadi suamiku itu saat hari pernikahan nanti?” Tamara kembali protes.

“Tentu saja tidak, kalian harus pergi berkencan dulu. Dom bilang, lukas baru saja lulus S2 tahun lalu. Dan kini ia sudah dipercaya menjadi CEO disalah satu anak perusahaan milik ayahnya. Kita hanya tinggal menunggu waktu senggangnya agar bisa berkencan denganmu,” jelas Adrian.

“Jadi dia orang yang sibuk?” Tamara tampak tidak suka.

“Tentu saja, dia kan seorang CEO.”

Tamara semakin cemberut mengetahui calon suaminya adalah orang yang sangat sibuk, ia bisa membayangkan bagaimana nantinya rumah tangga mereka. Seorang CEO yang muda dan tampan, sering pergi ke luar kota ataupun ke luar negeri dengan sekertarisnya yang cantik dan juga seksi. Dan pada akhirnya, sang CEO lebih sering menghabiskan waktunya dengan sang sekertaris dari pada dirinya. Hingga terjadilah perselingkuhan.

“Tidak!” Tamara berteriak dalam hatinya. Ia segera menggeleng-gelengkan kepalanya, menepis semua khayalan tentang kehidupan rumah tangganya kelak.

“Kamu kenapa?” Melihat cucunya yang tiba-tiba menggelengkan kepala, membuat Adrian merasa heran. “Kamu tidak mau dijodohkan dengan seorang CEO?”

“Hehehe, apa tidak ada yang biasa-biasa saja kek? Lagi pula apa dia mau menikah denganku yang seperti ini?” Tamara tersenyum miris, mengingat dirinya yang sejak lulus kuliah belum juga mendapat panggilan di perusahaan besar. Bahkan kini ia hanya bekerja serabutan demi mencukupi kebutuhan hidupnya dan kakeknya.

“Hust... kamu itu luar biasa bagi kakek, mana bisa kakek carikan jodoh yang biasa-biasa saja. Lagi pula kamu itu istimewa, lihat wajahmu ini. Sangat cantik!” Adrian memuji cucu kesayangannya.

“Cantik dari mana sih kek? Itu mah menurut kakek aja, aku segini buluk juga.”

“Hei... jangan mulai lagi. Kekurangan kamu itu cuma satu, tidak percaya diri. Sudah, nurut saja sama kakek. Kakek melakukan semua ini supaya kamu tak perlu susah payah kerja keras banting tulang hanya demi menghidupi kakek.”

“Kakek kenapa bicara seperti itu? Aku tak keberatan melakukan semua itu demi kakek,” Tamara merasa sedih jika kakeknya selalu menganggap dirinya sebagai beban yang harus Tamara tanggung.

“Kamu mungkin tidak keberatan, tapi kakek keberatan! Sudah tidak usah protes lagi, sebaiknya sekarang kamu istirahat. Nanti akan kakek kabari lagi jadwal pertemuan kamu dengan calon suamimu,” Adrian segera masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Tamara yang masih duduk termenung di ruang tamu.

Tamara dan Adrian tinggal di sebuah rumah kontrakan yang berisi dua kamar, satu ruang tamu, dapur, dan kamar mandi. Rumah yang tidak besar, namun cukup untuk tempat berteduh dan berbagi suka dan duka antara Tamara dan kakeknya.

Tamara membuang nafasnya dengan kasar, ia tak yakin calon suaminya yang seorang CEO itu mau menerima dirinya yang tidak punya kelebihan apapun untuk dipamerkan.

Bab 2

Satu minggu berlalu, setelah pemberitahuan soal perjodohan Tamara. Sampai saat ini gadis itu belum juga mendapat kabar tentang pertemuannya dengan calon suami.

“Benar kan, dia pasti menolak mentah-mentah perjodohan ini,” gerutu Tamara.

“Sabar... dia itu kan orang sibuk, jadi kamu yang tidak terlalu sibuk harus sabar menunggu,” Adrian menenangkan cucunya.

Di lain tempat, Dominic yang tengah menikmati sarapan paginya melihat kursi kosong di sebelahnya.

“Kemana anak itu?” Tanya Dominic pada pelayan yang ada di dekatnya.

“Sudah pergi sejak subuh tuan,” jawab pelayan dengan sopan.

“Hhh... Anak itu menghindari aku?”

Pelayan hanya menunduk, ia sendiri tidak tau pasti mengapa tuan mudanya pergi sepagi itu. Dan ini sudah terjadi sejak beberapa hari terakhir, saat Dominic mengutarakan keinginannya untuk menjodohkan Lukas dengan seorang cucu dari sahabat lamanya.

“Aku belum tertarik untuk menikah,” hanya itu jawaban yang Dominic terima dari Lukas.

Dominic menghela nafas panjang, ia memang kerap kali kewalahan meladeni sifat keras kepala cucunya itu. Tapi kali ini, ia tak boleh kalah. Dominic akan mencoba untuk mengancam Lukas jika ia tak mau menuruti keinginannya.

“Berikan ponselku!” Perintah Dominic pada pelayan di sampingnya.

Dengan sigap pelayan itu menyerahkan ponsel pada Dominic.

“Dimana kamu?”

“Dimana lagi? Jam segini sudah pasti aku berada di kantor,” jawab Lukas.

“Segera temui gadis itu! Jika tidak, akan ku turunkan posisimu menjadi office boy!” Tanpa basa basi Dominic segera mematikan sambungan telepon.

Tentu saja hal itu membuat Lukas merasa kesal, ia memijat keningnya sambil terus menatap layar ponsel yang sudah mati.

“Aishhh... si kakek tua itu,” Lukas melempar ponselnya ke atas meja kerjanya. Ia lalu berjalan keluar dari ruangannya.

“Kosongkan jadwalku sore ini! Dan kau cari tau dimana gadis itu berada sore nanti!” Perintah Lukas pada sekertarisnya, Olivia. Ia lalu kembali masuk ke dalam ruangannya.

“Baik tuan muda,” dengan sigap Olivia segera menghubungi beberapa kolega yang rencananya akan mereka temui sore ini. Olivia juga sudah paham, siapa gadis yang dimaksud Lukas.

Sore hari pun tiba, Lukas sudah selesai dengan pekerjaannya. Sekarang waktunya ia menemui gadis yang akan dijodohkan dengan dirinya. Dengan diantar oleh Olivia, Lukas mendatangi sebuah restoran cepat saji tempat Tamara melakukan kerja sambilan.

“Kita akan bertemu dengannya di tempat ini?” Lukas mengamati restoran cepat saji itu.

“Iya tuan muda, nona Tamara bekerja di tempat ini,” jawab Olivia.

“Bekerja? Apa dia seorang pemilik restoran ini?” Lukas hampir tak percaya pada apa yang dikatakan sekertarisnya.

“Maaf tuan muda, bukankah semua informasi mengenai calon istri anda sudah ada dalam dokumen yang tuan Dom berikan?”

“Kau pikir aku berminat untuk membacanya? Jika tua bangka itu tidak mengancam akan menurunkan posisiku, aku juga tidak sudi datang ke tempat ini!”

Olivia hanya mengangguk, ia lebih memilih diam tak mau berdebat dengan atasannya.

“Jadi cepat katakan padaku, apa gadis itu pemilik restoran ini?”

“Nona hanya bekerja sambilan di tempat ini tuan muda,” dengan sabar Olivia menjawab pertanyaan Lukas.

“Bekerja sambilan? Apa dia tak punya kerjaan sampai harus bekerja sambilan di tempat ini?”

“Maaf tuan muda, tapi memang ini pekerjaannya.”

“Hah... berani sekali si tua bangka itu menjodohkan aku dengan gadis seperti ini,” dengan perasaan kesal Lukas segera menghubungi kakeknya.

Tak butuh waktu lama, kakeknya sudah mengangkat teleponnya.

“Bagaimana? Kamu sudah bertemu dengannya?” Tanya Dominic saat telepon baru saja tersambung.

“Kek, apa benar gadis yang mau kakek jodohkan padaku bekerja sambilan di restoran cepat saji?” Sambil menahan emosinya Lukas berusaha bicara ramah pada kakeknya.

“Memang kamu tidak membaca profil yang sudah kakek beri padamu?”

“Maaf kek, aku sibuk jadi belum sempat membacanya. Jadi benar dia bekerja sambilan di tempat ini? Apa kakek tidak salah?”

“Tentu saja tidak, cepat temui gadis itu! Atau aku akan segera memproses hukumanmu, sehingga besok kamu sudah bisa menikmati hidup sebagai office boy,” ucap Dominic dengan nada lembut namun sangat mengancam.

Lukas menelan air liurnya, ia tak bisa membayangkan dirinya yang tampan ini menjadi seorang office boy.

“Kek, apa tidak ada posisi lain?” Tawar Lukas.

“Ada, berhenti menjadi cucuku!” Dominic segera mematikan sambungan teleponnya.

“Aishh...” Lukas hanya bisa mendesah mendapat perlakuan yang menurutnya sangat kejam dari kakeknya. Dengan terpaksa akhirnya Lukas turun dari mobil dan memasuki restoran cepat saji itu. Sebuah pesan masuk ke ponselnya saat ia baru saja masuk ke dalam restoran.

Jika kamu tidak bersikap ramah padanya, hukuman akan tetap ku berikan meski kau sudah menemuinya!

Begitulah isi pesan dari Dominic, Lukas hanya bisa pasrah. Ia mengambil nafas dalam-dalam dan berusaha untuk tersenyum dengan ramah. Namun masalah yang baru ia sadari muncul, ia lupa menanyakan pada Olivia nama dari gadis yang harus ia temui di sana.

“Ah, sial... aku lupa siapa tadi namanya?” Lukas berjalan kembali ke mobilnya, namun ia tak menemukan siapapun di dalam mobil.

Lukas celingukan melihat ke sekeliling, mencari keberadaan sekertarisnya.

“Dimana sekertaris sialan itu?”

Saat Lukas tengah sibuk mencari ke sekitar, tiba-tiba seorang juru parkir menghampirinya. Pria yang sudah cukup tua itu menyerahkan kunci mobil dan secarik kertas pada Lukas.

“Apa ini?”

“Seseorang meminta saya memberikan ini pada anda tuan,” jawab juru parkir dengan ramah.

“Kemana orang itu?”

“Sudah pergi dengan taksi tuan,” setelah dirasa selesai dengan tugasnya juru parkir segera meninggalkan Lukas.

“Aish...” Lukas yang kesal mengacak-acak rambutnya. Ia lalu membuka lipatan kertas yang diberikan pada juru parkir tadi.

Maaf tuan muda, tuan Dom meminta saya untuk meninggalkan anda berdua. Tapi sebagai permohonan maaf dari saya, saya akan memberi tahukan nama calon istri anda, yaitu Tamara. Semangat tuan muda, semoga kencannya berjalan dengan lancar! ^^

“Cih, calon istri apanya?” Lukas kembali mendesah. Kali ini ia berusaha mengatur nafasnya, saat emosinya sudah mulai mereda Lukas kembali masuk ke dalam restoran. Ia melihat beberapa pelayan di meja pemesanan.

Lukas memicingkan matanya, membaca satu persatu nama yang tertera di dada para pelayan. Namun tidak ada nama Tamara di sana.

“Apa gadis itu tidak masuk hari ini?” Sejenak Lukas merasa lega.

“Baiklah, karena sudah terlanjur di sini aku akan memesan makanan,” Lukas yang merasa lapar karena ia melewati makan siangnya segera berjalan menuju meja pesanan.

“Selamat sore pak, mau pesan apa?” Tanya pelayan restoran ramah.

“Dua cheese burger dan dua air mineral,” Lukas yang sangat lapar merasa tak cukup jika hanya memesan satu burger saja.

“Baik, ada lagi?”

Lukas terdiam, ia merasa ragu-ragu ingin menanyakan sesuatu pada pelayan itu.

“Bagaimana pak?”

“Ehem... Apa di tempat ini ada pegawai yang bernama Tamara?” Tanya Lukas setengah berbisik.

“Oh, Tamara. Iya ada pak, dia pekerja sambilan kami yang bertugas mencuci piring,” jawab pelayan seraya menunjuk ke area di belakangnya. Terlihat beberapa orang sedang sibuk meracik makanan, dan seseorang yang sedang sibuk dengan cucian yang menumpuk di hadapannya.

Mata Lukas hanya tertuju pada gadis yang sedang mencuci piring itu, karena pelayan tadi bilang bahwa tugas Tamara adalah mencuci piring.

“Apa aku bisa menemuinya sebentar?”

“Bisa, nanti akan saya sampaikan pada atasan kami. Kalau boleh tau dengan bapak siapa ya?”

“Saya Lukas,” dengan penuh percaya diri Lukas menyebutkan namanya.

“Baik pak, ada lagi yang bisa saya bantu?”

“Tidak, cukup!”

“Baik pak, jadi total pesanan bapak seratus dua belas ribu.”

Lukas memberikan uang seratus lima puluh ribu pada pelayan itu, ia menolak menerima kembalian dan sebagai gantinya ia ingin pesanannya nanti dibawakan oleh Tamara.

Bab 3

Tak butuh waktu lama, Tamara sudah datang membawa pesanan Lukas.

“Silahkan pesanan anda,” Tamara meletakkan nampan berisi dua buah burger dan air mineral di hadapan Lukas.

Lukas memperhatikan wajah Tamara, dia gadis yang biasa saja tidak nampak sedikitpun kecantikan dalam wajah Tamara. Namun dalam seketika perhatiannya beralih ke makanan yang sudah tergeletak di atas meja. Lukas segera mengambil satu dari dua burger yang ada segera melahapnya.

Setelah meletakkan pesanan Lukas, Tamara hanya diam berdiri di samping Lukas. Ia merasa sangat gugup, karena tak menyangka Lukas akan datang ke tempat kerjanya.

“Kau tak mau duduk?” Tanya Lukas sambil asik menikmati santapan sorenya.

Tamara hanya mengangguk, ia lalu duduk di hadapan Lukas. Tamara terus memperhatikan wajah Lukas, ia terpesona dengan wajah tampan Lukas. Tamara menopang dagunya dengan satu tangan, tatapannya tak beralih sedetikpun dari pemandangan dihadapannya.

Sementara itu, Lukas nampak tak peduli dengan Tamara. Ia dengan lahap menghabiskan dua porsi burger yang ada di atas meja, dan menenggak habis satu botol air mineral yang ada dihadapannya.

Setelah perutnya terisi barulah Lukas fokus pada gadis di hadapannya yang sejak tadi hanya diam memperhatikannya.

“Kau sudah jatuh hati padaku?”

Tamara dengan gerak reflek mengangguk menjawab pertanyaan Lukas, lalu sedetik kemudian ia tersadar dan dengan cepat menggelengkan kepalanya.

“Pffttt...” Lukas berusaha menahan tawanya. Ia tau gadis ini sudah jatuh hati pada ketampanannya. “Tentu saja, kau pasti tak bisa menolak wajah tampan ini kan?”

Kali ini Tamara hanya memilih diam. Tak bisa dipungkiri, ia memang sudah jatuh hati pada pria yang dijodohkan oleh kakeknya itu padanya.

“Baiklah, aku tau kau tak bisa apa-apa melihat wajah tampanku ini. Jadi bagaimana, kakekku memintaku mengajakmu berkencan malam ini. Tapi sepertinya kau sedang sangat sibuk,” Lukas menoleh ke arah ruangan tempat Tamara mencuci piring tadi.

“Ah... tidak apa, pekerjaan saya sudah selesai hari ini.” Dengan cepat Tamara segera memberi tahu Lukas bahwa jam kerjanya sudah selesai.

“Oh, begitu? Ya sudah, apa kau mau pergi sekarang?”

“Sebentar, saya akan mengambil tas terlebih dahulu.”

“Silahkan, kalau begitu aku akan menunggu di parkiran,” Lukas berusaha tersenyum ramah pada Tamara.

Tamara mengangguk, lalu ia bergegas masuk ke dalam ruang Staf dan mengambil tasnya. Tak lupa ia merapihkan pakaiannya yang sangat biasa saja itu. Tamara juga menyisir rambutnya dan ia ikat kembali.

“Ternyata dia pria yang tampan, dan kelihatannya sangat baik.” Tamara tersenyum sendiri di ruang staf.

“Hei, siapa itu? Apa itu pacarmu?” Tanya rekan kerjanya yang juga bertugas mencuci piring.

“Dia calon suamiku,” jawab Tamara sambil menutup wajahnya karena malu.

“Wah, dia tampan sekali. Kamu benar-benar beruntung bisa mendapatkan pria setampan itu,” rekan kerja Tamara memukul pundak Tamara karena gemas.

“Tentu saja aku beruntung, tapi perhatikan tanganmu!” Tamara melotot melihat tangan rekan kerjanya yang tak henti memukul pundaknya.

“Ah, maaf. Hehe, aku hanya ikut merasa senang melihat wajah tampan itu akan menjadi suami temanku.”

Tamara tersenyum getir. “Aku pergi dulu ya,” pamit Tamara.

“Ya pergilah!”

Tamara bergegas meninggalkan rekan kerjanya dan berjalan menuju parkiran mobil. Dengan malu-malu ia mendekati Lukas yang menunggunya di luar mobil. Seperti seorang pria yang sejati, Lukas membukakan pintu untuk Tamara. Melihat itu tentu saja Tamara menjadi semakin tersipu. Ia tak menyangka calon suaminya adalah pria yang romantis.

Setelah Tamara masuk ke dalam mobil, Lukas segera berjalan menuju kursi kemudi.

“Mau kemana?” Tanya Lukas sambil terus berusaha ramah pada Tamara. Ia lalu menyalakan mesin mobil, dan menyetel pewangi mobil ke level maksimal.

“Cih, bau sekali badan gadis ini. Kenapa aku baru menyadarinya setelah dia duduk di dalam mobil?” Batin Lukas.

Sementara itu, Tamara sama sekali tak merasa ada yang aneh dengan dirinya. Lukas dengan lihai menutupi ekspresi wajahnya, seolah tak ada hal yang mengganggunya.

“Kemana saja, aku juga tidak tau tempat kencan yang bagus,” jawab Tamara dengan malu-malu.

“Memang kau belum pernah berkencan?”

Tamara menggelengkan kepalanya.

“Cih, tentu saja siapa yang mau dengan gadis bau sepertimu?” Batin Lukas.

“Kamu sendiri, apa tidak tau tempat kencan yang bagus?” Tamara balik bertanya.

“Tidak, aku sangat sibuk. Tak punya waktu untuk berkencan,” jawab Lukas tanpa menoleh ke arah Tamara.

“Bisa gila aku lama-lama berdekatan dengan gadis ini,” gerutu Lukas dalam hati.

“Apa kencan ini menganggu waktumu?” Tanya Tamara ragu-ragu.

Seketika muncul ide di pikiran Lukas.

“Ya, sebenarnya sore ini aku ada meeting dengan klien. Apa kita bisa menunda kencan ini? Ah, maaf aku tak bermaksud. Tapi aku...” Lukas melirik ke arah Tamara berharap gadis itu mengerti maksudnya.

“Ah, jika kamu sangat sibuk kita bisa menunda kencan kita sampai kamu punya waktu luang,” Tamara dengan berat hati berusaha untuk mengerti bahwa calon suaminya ini adalah orang sibuk.

“Tapi aku tak enak padamu, apa tidak apa?” Dengan wajah memelas Lukas berharap Tamara bersedia membatalkan kencan mereka.

“Aku tidak apa-apa, kita bisa kencan lain kali.” Tamara tersenyum ramah pada Lukas.

“Baiklah kalau begitu,” dengan perasaan lega Lukas akhirnya bisa terbebas dari gadis bau ini. Sekarang ia hanya harus bersabar hingga mereka sampai di depan rumah Tamara.

Lukas yang ingin di pandang sebagai sosok pria sejati pada Tamara, tentu saja ia akan mengantar Tamara sampai ke rumahnya. Dan betapa terkejutnya Lukas, mengetahui Tamara yang tinggal di gang sempit. Bahkan mobilnya tidak muat untuk masuk ke dalam, dengan terpaksa Lukas memarkirkan mobilnya di bahu jalan raya.

“Kau tidak perlu mengantar sampai rumah,” dengan rasa sungkan Tamara menolak keinginan Lukas yang ingin mengantarnya sampai depan pintu rumah.

“Tidak apa, lagi pula aku juga ingin menyapa kakekmu,” Lukas masih berusaha menahan dirinya. Melihat lingkungan kumuh tempat tinggal Tamara membuat Lukas sedikit merasa pusing.

“Cih, bisa-bisanya si tua bangka itu memberikan aku calon istri seperti ini,” batin Lukas.

Setelah berjalan selama lima belas menit, mereka akhirnya sampai di depan kontrakan Tamara.

“Masuklah, aku akan memanggil kakek,” Tamara membuka pintu masuk mempersilahkan Lukas untuk masuk dan segera menuju kamar kakeknya.

Lukas memperhatikan dengan seksama ruangan yang terlihat seperti ruang tamu, tapi bahkan tak lebih luas dari kamar mandinya. Meski begitu, Lukas merasa sedikit lega karena rumah kecil ini lumayan rapih dan tidak sekumuh lingkungan yang ia lalui untuk sampai di rumah kontrakan Tamara.

Tok... Tok... Tok...

Tamara mengetuk pintu kamar kakeknya. Tak butuh waktu lama, kakek sudah keluar dari kamarnya.

“Kek,” Tamara tersenyum sumringah melihat wajah kakeknya, ia lalu memeluk Adrian karena terlalu senang.

“Ada apa ini? Kok tiba-tiba meluk kakek?”

Tamara membawa kakeknya kembali masuk ke dalam kamar.

“Aku diantar Lukas pulang kek,” Tamara hampir berteriak histeris karena saking senangnya.

“Diantar pulang Lukas? Cucunya Dominic?”

Tamara mengangguk dengan semangat.

“Dengan badan yang bau ini?” Adrian menutup hidungnya mencium aroma tak sedap dari tubuh cucunya.

“Emang aku bau kek?” Tamara mencium badannya sendiri, namun Tamara sama sekali tak merasa badannya bau.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!