NovelToon NovelToon

AMNESIA BRINGS LOVE

Aku Tejo

Seperti biasa, hari ini dimulai dengan Aku yang bersiap untuk berangkat ke Warkop milik keluarga kami, Aku setiap hari berjualan kopi di warung yang terletak di ujung jalan menuju tempat wisata di daerah kami, daerah di lereng gunung Arjuno, dengan pemandangan alam yang masih asri.

Pagi itu, suasana masih tampak sepi, Aku berjalan menuju tempat warkop kami, tiba-tiba saja Aku melihat seorang pria yang sedang tidur tengkurap di bangku Warkop milikku, dengan sedikit berlari Aku mendekatinya dan melihat dari dekat siapakah yang sedang tertidur di sana.

Setelah Aku dekati, ternyata pria itu sedang terluka parah pada area perutnya. Aku lihat nafasnya masih hangat, dengan panik Aku menyusul Bapakku dan memberi tahukan nya tentang pria itu. Dengan segera Bapak ikut datang melihat pria yang memakai setelan jas berwarna hitam, sangat jelas Ia bukanlah pria dari daerah sekitar, melihat dari ciri-ciri fisiknya, pria itu sepertinya berasal kota.

Aku dan Bapak segera membawa pria itu pulang, si Mbok begitu terkejut melihat kami datang membawa seseorang yang sedang terluka parah.

"Loh Pak ne! Siapa toh ini Pak?" tanya si Mbok yang juga ikut panik.

Kami menidurkan nya pada sebuah kursi panjang, maklum kami tidak mempunyai tempat tidur lebih, mengingat kami hanya orang sederhana yang tinggal di sebuah desa kecil.

"Kasihan Bu! Bapak juga ora ngerti siapa bocah bagus ini, orang tadi Nur yang nemuin dia di warkop kita dengan luka kayak gini." jawab Bapak sembari membenarkan posisi kepala pria itu.

"Owalah ... kok sial banget, kasihan Pak! Cepetan cari obat buat nutup lukanya itu loh Pak, byuh! Nggak tego Aku!" si Mbok terlihat tidak berani melihat luka menganga pada perut pria itu, si Mbok menyuruhku untuk membantu Bapak mengobati luka di kepala dan perut pria itu.

"Nur! Kamu aja yo yang bantuin Bapak, si Mbok ndak kuat lihat darah!"

"Iya Mbok!" Aku pun mengangguk.

Aku membantu Ayah membuka baju pria itu, tak bisa Aku pungkiri wajah pria itu sangatlah tampan, dia sepertinya bukan orang biasa, siapakah sebenarnya dia? Aku pun masih belum mengerti bagaimana bisa pria itu terluka parah seperti ini, pasti Ia telah dilukai oleh seseorang.

"Duh Gusti! Ganteng nya, tapi kasihan banget, siapa yang tega melakukan ini sama dia!" batinku sembari menatap wajah pria malang itu.

Bapak merasa kasihan kepada pria itu, Ia kehilangan darah yang cukup banyak, karena Kami hidup di pedesaan, maka kami mengobati pria itu dengan cara herbal dan alami.

"Nur! Kamu ambil daun lidah buaya di pekarangan, ambil lendirnya! Bapak akan mengobati lukanya, supaya tidak terjadi infeksi." Aku pun segera pergi ke pekarangan rumah dan mengambil beberapa lembar lidah buaya, Aku mencucinya sebelum ku ambil lendirnya untuk kuberikan kepada Bapak.

Setelah beberapa menit, Aku sudah memberikan lendir lidah buaya itu kepada Bapak.

"Ini Pak!"

"Ya udah! Kamu olesi bagian kepalanya, Bapak bagian perutnya!" Aku pun mengangguk dan segera mengikuti perintah Bapak. Dengan telaten Aku meletakkan lendir lidah buaya itu pada luka di kepalanya.

Setelah beberapa jam, Pria itu tetap belum menunjukkan tanda-tanda sadar, hingga akhirnya tiba-tiba jari-jarinya mulai bergerak, Aku sungguh terkejut dan segera memberi tahukan kepada Bapak dan Ibu.

"Pak ne! si Mbok! Tangannya gerak-gerak!" kataku dengan wajah yang bahagia, Bapak dan si Mbok pun melihat keadaan pria itu yang mulai membuka matanya.

Perlahan kedua mata itu mulai terbuka, Aku sangat terkejut ternyata pria itu memiliki bola mata berwarna biru, itu artinya pria itu keturunan Indo. Aku duduk di samping pria itu hingga akhirnya pria itu bisa membuka matanya dengan sempurna.

"Alhamdulillah! Syukur kamu sudah sadar!" Bapak dan si Mbok terlihat bahagia, begitu pun Aku, berharap pria ini segera bertemu dengan keluarga nya, karena Aku yakin keluarganya pasti sedang mencarinya.

"A-aku dimana?" kata pria itu sembari memegang tangan dengan wajah yang bingung.

"Kenalkan! Aku Nur, dan ini Bapak sama si Mbok! Aku menemukan mu pingsan di warung, Aku dan Bapak membawamu ke rumah, oh ya! Siapa nama Anda Tuan!" tanyaku padanya yang tampak memperhatikan wajah kami bergantian, Ia terlihat linglung dan kebingungan.

"A-aku siapa? Aku tidak tahu siapa namaku? A-aku ini siapa?" katanya sembari menatap kami dengan serius.

"Deg"

Aku, Bapak dan si Mbok saling menatap, ternyata pria ini tidak ingat siapa dirinya, rupanya luka di kepalanya telah membuat pria ini hilang ingatan.

Bapak mulai mendekati pria itu dan bertanya, "Apa bener kamu tidak ingat siapa namamu, rumahmu dimana, dan keluarga mu?"

Pria itu tetap menggelengkan kepalanya dan Ia pun semakin bingung, akhirnya Bapak memutuskan untuk memberikan nama Tejo kepada pria itu.

"Yo wis, kalau begitu Aku memberi kamu nama Tejo, iya itu adalah namamu, karena sepertinya kamu benar-benar tidak ingat apa-apa, dan kamu akan menjadi bagian dari keluarga kami!" rupanya pemberian nama Tejo, membuat pria itu cukup senang.

"Tejo? Nama saya Tejo? Wow nama yang keren!" mendengar ucapan dari pria itu sejenak Aku menahan tawaku, dia ganteng, pria dengan wajah bule bermata biru, ternyata di panggil dengan Tejo.

...BERSAMBUNG...

Sayur asam sambal terasi

Aku pun mulai memanggil pria itu dengan Mas Tejo, anehnya Ia begitu suka dan nyaman saat dipanggil dengan nama itu.

"Hmm bagaimana luka Mas Tejo? Apa masih sakit?" tanyaku sembari memeriksa luka di kepala dan perutnya.

"Iya sedikit sakit, tapi agak mendingan," jawabnya dengan ekspresi meringis menahan rasa sakit yang masih tersisa. Luka di kepalanya akibat benturan benda tumpul membuat kening Mas Tejo berdarah. Mungkin itu juga yang menyebabkan pria itu tidak ingat siapa dirinya.

"Mas Tejo jangan terlalu banyak bergerak, biar lukanya cepet kering, Nur mau ambilkan makanan untuk Mas, pasti kamu sangat lapar sekali." ucapku sembari pergi ke dapur.

Rupanya di dapur ada si Mbok yang sedang memasak sayur asam sambal terasi dengan lauk tempe dan goreng yang dilengkapi dengan toping terong ungu.

"Nur! Piye keadaane Tejo?" tanya si Mbok sembari menyiapkan makanan untuk kami.

"Udah mendingan Mbok! Mas Tejo udah bisa gerakin badannya, Nur mau ambilkan makanan untuk dia, hmm kira-kira Mas Tejo mau ndak ya makan makanan sederhana seperti ini, Nur takutnya dia nggak mau, Mbok! Dia kan orang kota, pasti makanan nya itu roti, keju, susu!" mendengar Aku berkata seperti itu, si Mbok pun menyahuti.

"Owalah! Lah piye, Nduk! Kita ndak punya roti sama keju, ya itu cuma ada gethuk sama ketela rebus, ndak apa-apa, kamu kasihkan saja siapa tahu Tejo juga amnesia sama rasa makanan yang biasa Ia makan di rumahnya." si Mbok berkata sambil tertawa. Aku pun ikut tertawa kecil, tak bisa kubayangkan jika pria kota itu makan gethuk dan ketela rebus. Pasti Mas Tejo merasa asing dengan rasa makanan khas desa itu.

Tapi bagaimana lagi, cuma makanan sederhana itu yang kami punya, Aku pun membawakan Mas Tejo gethuk dan ketela rebus, tak lupa sepiring nasi dengan sayur asam sambal terasi yang di kombinasikan dengan tempe goreng.

Aku menghampiri Mas Tejo dan menunjukkan makanan itu kepadanya, siapa sangka rupanya Mas Tejo seperti melihat makanan lezat di depannya, Ia pun tampak menelan ludahnya seolah-olah dirinya begitu mendambakan makanan itu untuk disantapnya.

"Wow amazing! Ini adalah makanan terlezat yang Aku temui, boleh Aku memakannya?" tanyanya padaku dengan bola mata yang terlihat memelas.

"Boleh, boleh Mas! Monggo di makan, maaf cuma ini yang bisa kami berikan untuk kamu!"

"Hmm ... nyam nyam ... ini benar-benar enak, rasanya benar-benar luar biasa." jawabnya dengan mulut yang sudah dipenuhi oleh makanan. Duh Gusti! Ini orang kelaparan atau doyan? Masa iya bule doyan gethuk sama lauk tempe sambal terasi. Hmm mungkin benar kata si Mbok, ternyata Mas Tejo juga amnesia tentang kebiasaan nya merasakan makanan.

Lucu juga melihat Mas Tejo saat sedang makan, Ia tampak lahap sekali, Aku sadar Ia pasti sangat kehabisan tenaga, mengingat luka itu menyebabkan dirinya tak sadarkan diri selama hampir satu hari dari awal Aku menemukannya pingsan di bangku warung ku.

Aku tersenyum melihatnya makan dengan hanya menggunakan tangan kosong, sesekali Ia melihat ku dan menawariku makanan yang berada di genggaman tangannya, sejenak Aku tidak bisa menahan tawaku, saat melihat cara Mas Tejo mengambil nasi dengan tangannya, kelima jarinya turut andil meraih nasi itu, alhasil telapak Mas Tejo dipenuhi dengan bulir-bulir nasi yang tertinggal.

Karena merasa kasihan, Aku pun membantu Mas Tejo untuk makan, Ia ku ajari caranya makan pakai tangan.

"Gini loh, Mase! Jarinya di katup kan kayak gini, ambil nasi sejumput dan secukupnya biar bisa masuk ke dalam mulut, kalau Mas Tejo caranya kayak gitu, ya ... jadi belepotan, kan?" ucapku sambil menunjukkan tanganku, supaya Mas Tejo bisa mengikuti gerakan tanganku agar dia tidak kesulitan untuk makan menggunakan tangan kosong.

"Aduh ... Aku nggak bisa kayaknya, jadi berantakan gini nasinya!" jawabnya sembari memperhatikannya nasi nya yang terlihat berceceran di meja. Aku menghela nafas dan memperhatikan mulut Mas Tejo yang tampak belepotan.

Rupanya Mas Tejo masih kesulitan untuk melakukannya, dan terpaksa Aku harus menyuapi nya.

"Sini! Nur bantuin biar Mas Tejo ndak kesulitan, haaaa ... buka mulutnya!" Nur menyuapi Tejo dengan menggunakan tangan kosong. Pria itu pun menurut dan membuka mulutnya lebar-lebar.

Sejenak Tejo menatap bola mata Nur, gadis desa dengan penampilan polos, rambut hitam legam dengan memakai baju sederhana khas gadis desa. Membuat pria itu tampak menyunggingkan senyumnya.

"Mas Tejo lihat opo toh? Serius amat loh!" kataku saat melihat tatapan bola mata indah itu seolah-olah Ia ingin berkenalan denganku.

"Oh ... nggak! Aku nggak lihat apa-apa, ternyata kamu cantik loh!" katanya. Aku pun menjawab, " Yo cantik lah, Mas! Namanya juga cewek, Mase yo ganteng," pria itu tampak tersenyum saat Aku mengatakan hal itu kepadanya.

Setelah Mas Tejo menghabiskan makanannya, Ia pun meminta untuk pergi ke kamar mandi.

"Nur! Bisa minta tolong sebentar!" katanya sembari menahan sesuatu yang sudah tak sabar ingin Ia keluarkan.

"Kamu kenapa, Mas?" tanyaku sambil melihat ekspresi Mas Tejo yang sedang memegang perutnya.

"Aku mau pipis!" jawabnya sembari menatap wajahku yang yang polos ini. Aku pun membulatkan mataku dan bingung harus bagaimana, sementara Bapak masih berada di Warkop dan belum pulang. Minta tolong sama si Mbok juga nggak mungkin, si Mbok pasti udah nolak duluan jika Aku memintanya untuk mengantarkan Mas Tejo ke kamar mandi. Karena luka di perut Mas Tejo terlihat masih basah. si Mbok pasti pingsan melihatnya.

"Aduuhh! Ditahan dulu ndak bisa apa, Mas! Nunggu Bapak pulang dulu dari Warkop." kataku sambil tersenyum paksa.

"Tidak bisa! Kamu mau Aku ngompol di sini?" katanya menakut-nakuti ku.

"Ojo Mas! Ngompol di sini Aku yang repot, aneh-aneh aja kamu, ya udah Aku antar.Tapi, ya udah deh." kataku dengan perasaan gugup, bagaimana mungkin Aku menemani Pria itu untuk buang air kecil. Sementara tempat kami mandi sangat terbuka. Kami biasa mandi di sungai di belakang rumah hanya ditutupi oleh kain seadanya.

Aku menuntun Mas Tejo menuju belakang rumah, mirip sekali dengan pengantin adat Jawa, kami berdua berjalan dengan sangat pelan dengan tanganku yang menggandeng tangan Mas Tejo, pria itu belum kuat betul untuk berjalan karena luka di perutnya cukup parah.

"Yo wis, Mas! Kamu bisa buang air disitu!" Aku menunjuk sebuah bilik kecil berukuran satu kali satu meter yang sisi-sisinya dikelilingi oleh kain seadanya. Sementara bagian kepalanya terbuka.

"Di situ?" tunjuknya sembari menatap wajahku serius.

"Iya! Dimana lagi?" jawabku serius.

"Omaigad! Eh awas saja kalau kamu ngintip, bintitan tuh mata!" katanya sembari menunjuk ke wajahku. Aku pun balik berkata kepadanya, "Kamu pikir Aku tertarik mengintip mu, heleh mataku yang indah ini akan ternoda, nggak lah!" jawabku sambil menyilangkan kedua tanganku.

...BERSAMBUNG...

Ada buaya

Mas Tejo mulai Aku tuntun untuk masuk ke dalam bilik kecil itu, setelah Ia sampai di dalam, Aku pun sedikit menjauh dan berbalik arah, Aku menunggunya untuk buang air kecil.

Aku menunggu Mas Tejo cukup lama, kenapa Ia belum juga keluar dari bilik kecil itu, Aku pun berkata, "udah apa belum, Mas! Lama banget sih!" kataku sedikit teriak. Ia pun membalas teriakan ku yang memaksaku untuk membantunya.

"Nur! Ceboknya gimana nih? Aku tidak bisa mengambil airnya, susah ... tanganku nggak bisa menjangkau gayung nya, perut ku nggak kuat untuk berjongkok. Tolongin Nur!" teriaknya. Aku pun terpaksa membalikkan badan dan membantunya untuk mengambil air bersih yang kami tampung dalam bak kecil.

"Lah terus Aku musti gimana dong, Mase! Masa Aku ikut ke dalam?" kataku sembari memalingkan wajahku.

"Terus ini bagaimana dong! Masa Aku nggak cebok? Gatal Nur!" sejenak Aku tertawa kecil saat Mas Tejo bilang seperti itu.

"Nur! Cepetan!" titahnya.

Aku mencoba mengambil nafas banyak-banyak dan menyiapkan diri untuk masuk ke dalam bilik, berharap mental ku bisa kuat ketika melihat sesuatu yang tak diinginkan. Perlahan Aku membuka kain penutup bilik tempat biasanya kami mandi. Aku pun memejamkan mataku berharap tidak melihat sesuatu yang pasti membuatku lemas.

"Ngapain kamu merem gitu?" seketika Aku sangat terkejut saat Mas Tejo bilang seperti itu. Sontak Aku pun membuka mataku dan menatap wajah Mas Tejo yang sedang tersenyum kepadaku.

"Masih mau cebok, nggak?" tanyaku sembari menahan rasa kesal, baru kali ini ada pria yang sedang mengerjaiku. Mas Tejo pun mengangguk.

"Ngadep sana dulu!" pintaku sambil membalikkan badan Mas Tejo agar Aku bisa mengambilkan air dengan mudah tanpa melihat sesuatu yang akan membuat mataku ternoda. Ia pun menurut dan Aku segera mengambilkan air itu dan kuberikan kepada Mas Tejo.

"Ini airnya!" Aku sodorkan gayung berisi air itu kepadanya, Ia pun segera mengambilnya dan membasuhnya dengan segera. Sementara itu Aku menunggu dia selesai, Aku pun berdiri di belakang punggungnya.

"Sudah apa belum?"

"Sebentar Nur!"

"Ya ampun lama banget sih, Mas! Tinggal di basuh aja." kataku sedikit kesal.

Setelah beberapa saat Mas Tejo memberikan gayung kosong itu kepadaku, Aku pikir karena dia cowok maka air segitu udah cukup untuk dibuat membasuh, nyatanya Ia meminta ku lagi untuk mengambilkan air itu.

"Nur! Tolong ambilkan lagi!" Aku pun membulatkan mataku dan melihat gayung kosong itu. "Masih kurang, Mas?" tanyaku penasaran.

"Iya kurang lah! Aku harus membasuhnya sampai bersih." katanya dengan enteng. Aku pun menggelengkan kepalaku, terserah kamu aja deh, Mas. Aku pun mengambilkan kembali air ke dalam gayung dan kuberikan kepadanya. Setelah itu Aku pun keluar dari bilik kecil itu.

"Mau kemana, Nur!" katanya saat melihat ku keluar dari bilik itu.

"Ya keluarlah, Mas! Masa Aku harus nungguin kamu di sini!" jawabku.

"Jangan keluar dulu, Nur! Aku takut kalau ada buaya di sungai ini! Bisa-bisa dicaplok nanti." entahlah kenapa ucapan Mas Tejo kali ini membuatku tak bisa menahan rasa ingin tertawa, dasar bule aneh, mana ada buaya di sungai ini.

"Kamu kok malah ketawa sih, Nur!" katanya saat melihatku yang sedang mengusap air mata yang keluar dari sudut mataku saat Aku tak bisa berhenti tertawa.

"Hah ... hehehe iya maaf! Lagian kamu tuh lucu banget sih, Mas! Di sini tuh nggak ada buaya. Aneh-aneh aja deh kamu. Paling buaya nya sedang buang air kecil tuh." kataku yang membuat Mas Tejo menatapku serius.

"Kamu bilang Aku buaya?" katanya sembari meletakkan gayung itu di dalam bak. Sambil dia menutup kembali ritz celananya.

"Hehehe ... nggak! Aku cuma bercanda, Mas!" Aku cengar-cengir melihat ekspresi wajah Mas Tejo yang tak terima jika Aku menyebutnya buaya. Dia pun kembali memperhatikan ritz celananya, sejenak Aku dibuat kaget setengah mati saat Mas Tejo berteriak minta tolong.

"Awwwww sial ... Nur, tolong! Shiiit aaarrrggghhh!"

Aku pun segera menghampiri Mas Tejo yang sedang berteriak minta tolong. "Ono opo toh, Mase! Ngapain kamu teriak-teriak gitu!" kataku saat melihat pria itu mendekap area pribadinya.

"Nur! Ada buaya di situ, tadi Aku melihatnya. Sialnya punyaku jadi kejepit, Aku kaget buaya itu muncul gitu aja. aduuhh sakit banget!" Aku pun menepuk jidatku sendiri, bagaimana bisa Mas Tejo kejepit.

"Ya ampun, Mas! Itu bukan buaya. Itu biawak Mas." jelasku padanya saat Aku melihat seekor biawak yang sedang lewat dalam bilik itu

"Sama aja! Tolongin Nur, sakit banget nih!" katanya yang terus merintih kesakitan. Aku pun bingung apa yang harus Aku lakukan.

"Lah Aku harus piye, Mas!" tanyaku panik antara kasihan dan malu.

"Tolongin! Lepasin dikit-dikit, Aku udah nggak tahan Nur! Sakit banget." teriaknya sambil meringis kesakitan.

"Waduh! Masa Aku harus melakukannya sih, Mas?"

"Udah nggak apa-apa! Ini genting banget, Aku udah nggak tahan, Nur! Aduh sakit banget aaarrrggghhh!"

Terpaksa Aku pun membantunya untuk melepaskan sesuatu yang terjepit itu.

"Deg!"

Astaga! Haruskah Aku melihat semua ini?

...BERSAMBUNG...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!