NovelToon NovelToon

My First Love

MOS

Cuaca Kamis pagi begitu cerah, sang mentari sudah tidak malu untuk memancarkan sinarnya setelah seharian turun hujan tanpa henti, pancaran sinarnya yang selalu di nikmati oleh semua manusia di muka bumi ini.

Hari baru bagi gadis bernama Rinjani, ia akan memulai harinya menjadi seorang siswi di SMK PERMATA. Namun sebelum itu ia akan mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS). Rinjani termasuk gadis pendiam yang tidak banyak bicara. Bahkan ia lebih suka menyendiri ketimbang harus bergaul dengan teman-teman sebayanya, bukan karena ia tidak bisa bergaul dengan sesamanya, melainkan Rinjani tidak mau dirinya dimanfaatkan oleh teman-temannya hanya karena dirinya pintar. Dan itu sudah terbukti sejak ia duduk di bangku SMP.

Di depan gerbang sekolah sudah ada beberapa dari anggota OSIS yang bertugas untuk mengecek perlengkapan para siswa-siswi yang akan melaksanakan MOS. Banyak juga diantara mereka yang ditegur hanya karena name tag yang di buat dari kardus itu terbalik, sehingga anggota OSIS itu tidak dapat membaca siapa nama mereka dan berasal dari SMP mana.

Semua para peserta MOS dikumpulkan di ruang aula. Rinjani langsung memilih duduk di pojok belakang sebelah kanan, ia tidak berminat untuk duduk dibarisan depan, karena jika ada sesi perkenalan justru barisan tersebutlah yang akan ditunjuk oleh para OSIS. Kedua mata Rinjani menjelajah ke sekeliling ruangan, ia melihat banyak dari teman-teman barunya yang sudah memiliki teman, ia juga berfikir bahwa itu teman saat mereka SMP atau SD nya. Sedangkan Rinjani, lagi-lagi ia menikmati kesendirian yang biasa ia lakukan selama bertahun-tahun, dan belum ada yang bisa tulus untuk berteman dengannya.

Tak berapa lama para anggota OSIS pun datang dan berdiri di depan untuk memperkenalkan nama mereka semuanya, dari mulai Randy ketua OSIS yang tampan dan bijaksana, sampai para seksi-seksi keanggotannya. Semua siswi yang berada diruangan begitu antusias memperhatikan OSIS cowoknya, dan mungkin hanya Rinjani yang merasa risih melihat sikap mereka, kaya gak pernah lihat cowok aja ucap Rinjani di dalam hatinya.

Selesai acara perkenalan tiba-tiba Randy menunjuk Rinjani untuk maju ke depan dengan beberapa peserta lainnya, wajah Rinjani langsung terlihat kebingungan saat harus ditatap oleh para teman-teman barunya beserta kakak kelasnya.

"Saya mau main game. Kalau kalian bisa jawab siapa aja nama kita kalian boleh duduk, tapi kalau nggak kalian yang kenalin diri." Ucap Randy menunjuk dirinya dan teman-temannya.

"Apa?" Rinjani langsung refleks mengeluarkan suaranya setelah Randy berbicara.

"Kenapa? Ada game lain?" Tanya Randy mendekati Rinjani.

Rinjani terlihat sangat gugup saat wajah Randy berhadapan dengannya, bahkan jaraknya begitu dekat sehingga membuat para siswi histeris lagi melihatnya.

"Emm, nggak ada." Jawab Rinjani menundukkan wajahnya.

Randy tersenyum melihat sikap Rinjani. Lalu menyuruh satu persatu dari para peserta untuk menyebutkan nama anggota OSIS yang ia tunjuk.

   Semua menjawab dengan benar. Kini giliran Rinjani yang sangat terhambat dalam menjawabnya, ia begitu lama sekali dalam berfikir untuk menjawab siapa saja nama kakak kelasnya yang berada di depannya.

Dari lima yang di suruh menyebutkan nama, Rinjani hanya menjawab 4 yang benar dan untuk cowok yang ditunjuk oleh Randy hanya menjadi pusat tatapan Rinjani dan peserta MOS.

"Siapa dia?" Tanya Randy.

"Dia kenalin diri?" Rinjani bertanya balik. Sehingga membuat salah seorang perempuan yang berada didekat cowok tersebut menepuk pundaknya "Lo udah gak tenar lagi." kata perempuan itu sambil tersenyum meledek.

Cowok itu berjalan menghampiri Rinjani lalu ditatapnya dengan serius "Kamu gak tau nama aku?" Tanyanya.

Rinjani langsung terpaku membalas tatapannya tanpa bisa berbicara sedikitpun, jantungnya terasa berhenti berdetak saat kedua bola mata cowok itu masuk kedalam dirinya. Ia merasa dirinya telah terkunci oleh ucapan cowok itu, tetapi Rinjani langsung tersadar dan menggeleng pelan.

Fikir Rinjani kakak kelasnya akan marah karena ia tidak tahu namanya. Namun dugaannya salah, justru Rinjani mendapatkan senyuman darinya. Senyuman yang siapa saja melihatnya akan langsung jatuh cinta padanya.

"Oke, kalau kamu gak tau nama aku. Izinkan aku buat tau nama kamu." Ucapnya pelan, sambil menatap Jani lalu pergi ke belakang tempat Rinjani duduk.

"Yuk, kenalin diri kamu." kata Randy menyadarkan lamunannya.

"Emm, nama saya Rinjani panggil Jani aja. Saya berasal dari SMP 2 Nusa Bangsa. Saya tinggal bersama kedua orangtua saya, ayah saya kerja disalah satu kantor di Jakarta sedangkan bunda pemilik panti asuhan Al-Ikhlas. Saya suka anak kecil karena mereka jujur dan tulus, mereka bisa bermain dengan hatinya tanpa ada rasa untuk memanfaatkannya. Selain sekolah, kadang saya juga bantu bunda dipanti. Sekian perkenalan dari saya terimakasih."

Satu ruangan itu pun memberikan tepuk tangan setelah Rinjani mengenalkan dirinya sehingga membuat dirinya tersenyum malu. Randy menyuruh Rinjani untuk kembali ketempat duduknya dan melanjutkan acara MOS berikutnya.

"Woy! Orangtua lo kehabisan ide ya? Sampai-sampai nama gunung di jadiin buat nama anak."

Rinjani menoleh ke arah suara perempuan yang begitu sinis melihat dirinya, semua ruangan hening saat perempuan tadi bicara seperti itu.

"Kenapa sepi, udah selesai acara MOS nya." kata Rinjani membuat para pengurus OSIS tersadar akan acaranya.

Akhirnya acara pun di lanjutkan dan tidak membahas apa yang di katakan oleh perempuan tadi.

Semua para peserta MOS diperintahkan untuk menaruh semua barang-barang yang sudah ia bawa. Bagi siapa yang belum lengkap atau salah dalam membawanya maka akan dikenakan hukuman.

Saat Randy sedang berbicara panjang lebar bersama orang-orang yang salah dalam membawa barang-barang yang disuruh oleh anggota OSIS. Justru Jani mengeluarkan buku tulis dan mulai menulis sesuatu di dalamnya tanpa di ketahui oleh siapa pun, sebab mereka sedang sibuk dengan acaranya sendiri.

Saat jam istirahat tiba seluruh peserta MOS berhamburan keluar aula, ada yang ke kantin hanya untuk mengganjal perut dengan makan siomay atau pergi ke koperasi untuk membeli snack dan minuman gelas.

Lain halnya dengan rinjani yang lebih memilih untuk berada di dalam masjid sekolah, ia memilih melaksanakan shalat zuhur terlebih dahulu baru berjalan ke kantin atau bahkan ia tidak akan makan siang.

Selesai shalat Rinjani menyandarkan punggungnya ke dinding masjid sambil memejamkan matanya sebentar karena waktu istirahat masih lama. Namun tiba-tiba telinganya mendengar suara berisik yang tidak jauh darinya.

"Tidur kok di masjid, dasar anak gunung!"

Kedua mata Rinjani terbuka lalu memandang 3 orang perempuan yang berada tak jauh dari hadapannya sedang cekikikan sambil menatap dirinya tajam seperti tatapan di aula. Rinjani menarik nafas panjang lalu bergegas pergi meninggalkan mereka tanpa membalas perkataannya.

"Sepertinya aku harus punya kesabaran ekstra untuk 3 tahun ke depan." Gumam Rinjani sambil memakai sepatunya.

"Sama aku juga." Tiba-tiba ada perempuan datang lalu duduk di samping Rinjani.

Ia hanya membalasnya dengan senyuman.

"Aku Indah. Kamu Rinjani 'kan?" Cewek itu menjabat tangan Rinjani dengan senyumannya.

"Kok?"

"Kamu kena hukum, makanya aku tau nama kamu." Kata Indah memotong ucapan Rinjani.

"Oh, iya."

"Aku gak punya teman, boleh ya aku temenan sama kamu." Ujar Indah.

Rinjani menoleh ke Indah lalu mengangguk dan mengajaknya untuk kembali ke aula.

"Masih sepi." Keluh Indah duduk di samping Rinjani.

"Gak suka sepi ya?" Tanya Jani.

"Ah, bukan gitu. Emm, aku ke koperasi dulu ya beli air minum sama pulpen" jawab Indah, lalu pergi.

"Beli pulpen? Di kantong seragamnya apa? Silet." gerutu Rinjani sendirian.

Seperti biasa, setiap kali Rinjani sendiri ia selalu menulis sesuatu di setiap lembaran demi lembaran buku tulis yang ia sampul berwarna putih. Kadang ia tersenyum sendiri menulisnya, kadang pula ia memeluk buku tersebut dengan erat setelah menulisnya.

"Hai, aku Sandra. Aku tau kamu gak tau namaku."

Wajah Rinjani langsung berubah kikuk saat salah seorang anggota OSIS datang mendekatinya, dan dengan cepat Jani menutup buku tulisnya lalu memasukkannya ke dalam tas plastiknya.

"Rinjani" ucapnya.

"Nama yang bagus." Kata Sandra.

"Makasih kak." Sahut Rinjani.

"Orangtua kamu pendaki?"

Jani menggeleng cepat.

"Lalu, kenapa nama kamu Rinjani?" Tanya Sandra lagi dengan rasa penasarannya.

"Kata ayahku, Rinjani itu nama yang indah sesuai dengan gunungnya. Rinjani berkarakter misterius, tetapi di baliknya, semua orang akan jatuh cinta apabila masuk ke dunianya Rinjani. Akan merasa terhipnotis dan gak akan mau pisah dengannya." Jawab Rinjani sambil mengingat bagaimana wajah ayahnya saat menjelaskan arti namanya. Dan itu adalah pertama dan terakhirnya Rinjani bertanya tentang namanya.

Sandra tersenyum kagum pada Rinjani. Sandra berfikir suatu saat temannya akan penasaran sama sosok perempuan yang sedang berhadapan dengan dirinya.

"Keren. sekarang kita teman ya."

"Eh"

"Aku gak terlalu bisa basa-basi sama cewek kalau mau jadi temannya, tapi ku rasa kamu temanku yang baik."

"Sandra" panggil cowok yang membuat Rinjani gugup setiap bertemu dengannya.

"Apa" Sahut Sandra.

Cowok itu berjalan ke tempat duduk Rinjani sambil memainkan pulpen yang berada ditangannya.

"Bisa gak cewek-cewek di luar lo usir, gue gak betah dikejar-kejar terus." Pintanya, lalu duduk di samping Rinjani. Hingga membuat Jani salah tingkah.

"Huft, sok artis deh Lo." Sandra pun keluar dan memberitahukan bahwa ia adalah kekasih cowok tersebut. Sehingga membuat para peserta MOS masuk ke dalam aula dengan raut wajah bete.

"Mau tau namaku?" Tanya cowok tersebut pada Rinjani.

"Hah?"

Cowok tersebut melemparkan senyumannya. "Aku akan beritahu siapa namaku. Jangan tanya pada siapa pun, Oke."

Entah mengapa Rinjani mengangguk menyetujui apa yang diucapkan oleh cowok itu.

Kini saatnya untuk memilih jurusan sesuai dengan keinginan masing-masing. Ada 3 jurusan di SMK PERMATA. Akuntansi (AK), Administrasi Perkantoran (AP) dan yang terakhir Marketing. Dari semua itu sebenarnya yang paling santai dalam hal belajar yaitu Marketing. Makanya tak heran banyak sekali peminatnya, khususnya para kaum Adam yang lebih memilih Marketing ketimbang 2 jurusan tersebut.

Kertas sudah dibagikan lalu seluruh peserta MOS disuruh untuk melingkari salah satu jurusan yang akan mereka jalani selama 3 tahun ke depan. Rinjani memutar-mutar pensilnya sambil memikirkan jurusan apa yang cocok untuk dirinya. Ia melirik punya Indah sudah melingkari Marketing, sedangkan Rinjani masih beradu pendapat dengan fikiran-fikirannya. Ia menarik nafas, lalu membulatkan Akuntansi atau biasa orang menyingkatnya dengan AK.

"Pilih Akuntansi?" Tanya cowok itu lagi yang telah berdiri disamping Rinjani.

"Ada yang salah?" Jani bertanya balik padanya.

"Nggak ada. Tapi kalau mau lebih cepat dapat kerja, yah Marketing. Jurusannya udah jelas, PRAKERIN nya juga langsung terjun di dunia kerja dan sesuai dengan jurusannya." Jawabnya.

PRAKERIN itu kepanjangan dari Praktek Kerja Industri, bahkan ada juga yang bilang Praktek Kerja Lapangan (PKL).

"Kamu nih anak Marketing ya?" Tanya Rinjani.

"Iya."

"Pantes banggain Marketing." Cibir Jani lalu menaruh pensilnya.

"Kalau mau tau siapa diriku, masuklah ke Marketing."

"Sebegitu pentingnya kamu buat diriku." Ucap Rinjani memberanikan diri menjawab setiap ucapan demi ucapan yang di katakan oleh cowok tersebut.

"Apa?"

"Ah, lupain aja." Rinjani akhirnya menghapus lingkarannya yang sudah berada di jurusan AK. Kini ia hanya diam sambil memperhatikan cowok tersebut jalan dan gabung bersama para anggota OSIS lainnya.

"Aku gak tau siapa dia. Tapi kenapa aku tertarik untuk mengikuti ucapannya?" ujar Rinjani dalam hati. Hingga akhirnya ia pun melingkari jurusan Marketing.

"Kamu beneran masuk Marketing Jan?" Tanya indah tidak percaya dengan keputusan teman barunya itu.

"Iya, nanti duduk sebangku ya." jawabnya.

"Sip." indah mengacungkan jempolnya di depan wajah Rinjani.

Semua kertas telah dikumpulkan pada Sandra dan Randy dibantu oleh anggota OSIS lainnya. Mereka juga memberikan beberapa motivasi mengenai jurusan yang telah dipilih oleh peserta MOS dan beberapa peraturan yang sudah ditulis oleh sekolahan. Semua itu disampaikan oleh Sandra selaku wakil ketua OSIS. Tiba-tiba terdengar suara perempuan yang menyinyir Sandra pada saat ia sedang bicara.

"Gila! Itu sih banyak peraturannya, bikin bosan aja!" Celetuk perempuan itu.

Semua mata langsung tertuju padanya tak terkecuali Rinjani ikut memandangnya, ia fikir Sandra atau OSIS yang lain akan menegur ketidaksopanan cewek itu. Tapi Sandra hanya terdiam sebentar lalu melanjutkan lagi perkataannya. Selang 5 menit perempuan tersebut bicara lagi.

"Ini tuh sekolahan bukan penjara!" Cibirnya.

Sebenarnya Rinjani sudah tidak tahan dengan semua yang diucapkan oleh cewek itu baik kepadanya maupun Sandra, tetapi Rinjani memilih diam lantaran cewek itu adalah anak pemilik sekolah. Tidak ada yang berani ikut campur apapun yang dikatakan oleh anak semata wayang pemilik sekolah tersebut. Mungkin lain waktu Rinjani akan balas perkataan yang sudah membuat orang malu akan ucapannya itu.

Inilah resiko yang harus Rinjani hadapi selama 3 tahun kedepan, ia mendapati teman-teman barunya yang selalu mengunggulkan materi dan kecantikan sebagai bahan ejekan. Sungguh menguras kesabarannya dan itu membuat Rinjani malas untuk berteman dengan mereka, cukup Indah saja yang akan menjadi temannya selama masa putih abu-abu.

Hari Baru

Sekitar pukul setengah 7 pagi Rinjani sudah sampai di sekolah, ia melihat di depan gerbang sudah tidak ada lagi kakak kelas yang berdiri untuk menegur para peserta MOS hanya karena nametag yang mereka gunakan terbalik.

Pagi ini hanya terlihat murid-murid berseragam putih abu-abu dengan sangat rapih. Tidak akan ada yang bisa membedakan mana kelas X, XI, dan XII, karena mereka membaur menjadi satu. Mereka semua menyatu dalam satu impian. Impian setiap anak remaja yang akan memulai kehidupan barunya, yang siap untuk memulai ke jenjang berikutnya. Mereka semua akan berusaha sekeras mungkin untuk menggapai semua mimpi yang mereka taruh disetiap kepala mereka masing-masing. Semuanya berjuang hanya untuk mendapatkan satu kata "SUKSES".

Dengan tas ransel berwarna Biru muda, Rinjani terus berjalan menyusuri koridor sekolah sambil membaca setiap depan pintu yang terdapat tulisan kelas dan jurusannya. Rinjani melanjutkan naik kelantai 2 karena di lantai dasar hanya ada kantor, tata usaha (TU), koperasi dan dua kelas XII Administrasi Perkantoran (AP). Di lantai dua Rinjani juga belum menemukan ruang kelasnya, di sana hanya terdapat ruang komputer, perpustakaan, kelas XII Akuntansi bersama kelas XII Pemasaran dan XI Administrasi Perkantoran. Karena di kedua lantai yang sudah Rinjani jelajahi tidak ada kelas X akhirnya Rinjani mempercepat langkahnya untuk menuju lantai 3. Sesampainya di lantai tersebut Rinjani segera mencari ruang kelas yang sesuai dengan pilihannya, kedua mata Rinjani melihat kakak kelas yang ia tidak ketahui namanya sampai sekarang. Cowok itu sedang berdiri di depan kelas X Akuntansi.

Rinjani memalingkan wajahnya saat berpapasan dengan cowok itu. Ia juga melihat ada sebuah saung di belakang sekolah dan ia pun tertarik untuk mendatanginya nanti.

"Kamu X Marketing?" Tanya salah seorang guru dengan rambut botak dan kacamatanya yang menempel di atas jidat.

"Iya pak." Jawab Rinjani.

"Silahkan masuk dan cari tempat duduk yang kosong." Ucapnya.

Di dalam kelas sudah sangat penuh bahkan Rinjani melihat sudah tidak ada bangku yang kosong. Kalau saja ia tidak mengenal Indah, mungkin Rinjani tidak akan mendapat tempat duduk. Rinjani duduk pada barisan depan, dekat pintu dan jendela berdua dengan Indah yang sudah lebih dulu duduk di sana.

Setiap kelas memiliki batas maximum. Jadi bagi murid yang tidak mendapatkan tempat duduk, langsung diperintahkan meninggalkan kelas dan silahkan masuk ke jurusan AK atau AP.

Pertama kali SMK PERMATA buka jurusan Marketing, jarang sekali ada peminatnya. Namun beberapa tahun belakangan ini justru Marketing yang menduduki puncak jurusan yang di sukai oleh para murid baru. Selain guru-gurunya yang menyenangkan, pelajaran kejuruannya pun terbilang cukup mudah.

Hari pertama sekolah belum terbilang aktif, para guru hanya memperkenalkan diri masing-masing terutama ketua guru jurusannya. Guru tersebut bernama pak Ilham, dia selain menjadi ketua jurusan, dia juga mengajar salah satu pelajaran kejuruan di Marketing. Salah satu guru yang terkenal dengan gaya humorisnya dalam mengajar, dan sangat supel kepada semua murid, terutama murid yang berada dibawah jurusannya. Pak Ilham bertubuh gempal dengan kacamata bulat, dan tidak memiliki rambut alias botak. Jangan buat dirinya marah, karena jika itu terjadi, tidak akan ada harapan untuk mendapat sapaan darinya.

Kebanyakan murid Marketing memanggil pak Ilham dengan panggilan "Paham" mereka begitu suka menyingkat nama para guru, terutama guru yang menjadi pentolan di SMK PERMATA. Awalnya hanya murid Pemasaran saja yang berani memanggilnya paham, namun berjalannya waktu semua murid di sekolah ikut memanggilnya, bahkan sampai para guru pun ikutan menyingkat nama guru pak Ilham.

Lalu ada Bu Leni selaku wali kelas X Marketing. Memiliki tubuh kurus dan kecil, bahkan ia juga sangat detail dalam menjelaskan mata pelajarannya sehingga jarang sekali ada murid yang tidak mengerti dalam pembahasannya. Bu Leni juga ada panggilan lainnya yaitu "si mungil".

Waktunya untuk memilih ketua kelas, sudah ada nama 4 orang kandidat yang akan mencalonkan dirinya, ada Iyan, Yahya, Rere, dan Lisa. Sebenarnya keempat calon itu tidak ada yang tahu siapa yang pantas menjadi ketua kelas untuk pertama kalinya, sebab diantara mereka belum ada yang mengenal para kandidat. Gulungan yang sudah berada di meja akhirnya dibuka satu persatu untuk penghitungan suara yang dilakukan oleh Bu Leni. Sehingga terpilihlah Yahya sebagai ketua kelas, sedangkan Ian sebagai wakilnya, Lisa sekretaris, dan Rere sebagai bendahara.

Saat istirahat Rinjani baru sadar kalau ia satu kelas bersama cewek yang begitu tidak menyukai dirinya. Ternyata cewek itu bernama Luna, bahkan ia adalah salah satu cewek paling cantik di angkatan Rinjani dan label anak pemilik sekolah tidak lepas dari dirinya.

"Kantin yuk." Ajak indah.

"Pasti rame." Ucap Rinjani, sambil nulis sesuatu dikertas. Lalu memasukkannya ke dalam amplop.

"Huh, namanya juga kantin. Ya, rame lah! kuburan aja rame banyak orang disiksa."

Rinjani bergidik mendengar ucapan indah. "Yuk, ke kantin daripada harus ngomongin siksa kubur." Ujarnya.

"Hahaha, gitu dong, yuk."

Namun saat Rinjani keluar kelas dan melihat ke bawah banyak kakak kelasnya yang sedang bermain basket, ia pun terhenti sejenak dan memperhatikan setiap cowok yang bermain.

Indah pun ikut melihat ke bawah memastikan temannya sedang melihat siapa. "Ngeliatin siapa sih?" Tanyanya.

"Hah? bukan siapa-siapa, yuk!" Rinjani menarik tangan indah dan berjalan menuruni anak tangga.

Sesampainya di kantin Rinjani melongo karena begitu banyak para murid yang datang untuk istirahat sehingga membuatnya tidak tahu harus duduk di mana. Dan tidak ada satu pun yang ia kenal, sehingga membuat dirinya pusing melihat kerumunan banyak orang.

"Mereka mau makan, apa mau demo sih!" Kata indah memandang semua pedagang yang penuh dengan siswa-siswi.

"Makanlah." sahut Rinjani.

"Rinjani." panggil Sandra melambaikan tangannya yang sedang duduk bersama teman-temannya di tukang bakso.

"Sini." panggilnya lagi.

"Eh, itu kan kak Sandra, lo kenal Jan?" Tanya indah.

Rinjani hanya mengangguk, lalu berjalan pelan menghampiri Sandra.

"Pindah lo!" suruh Sandra pada Bimo dan Rudi yang tengah asik makan bakso.

Kini mata Rinjani menangkap cowok yang ia tidak kenal namanya sudah selesai makan semangkuk bakso. Selesai makan, cowok itu mengambil sedotan dan menaruhnya di dalam mulutnya sambil menatap Rinjani dan menyunggingkan senyumnya.

"Kenapa kita lagi sih yang disuruh pindah!" gerutu Rudi membawa mangkuk beserta air minumnya ke meja sebelah.

"Eh, gak usah pindah kak, kita juga gak jadi duduk di sini kok." cegah Rinjani pada mereka.

"Bene..."

"Mau makan apa?" Tanya cowok itu berdiri menghadap ke Rinjani lalu membuang sedotannya.

Sehingga membuat Rudi kesal akan sikapnya, dan berlalu ke meja sebelahnya, itu pun mereka harus mengusir adik kelasnya dulu baru mendapatkan tempat duduk.

"Emm, air putih." jawab Rinjani keceplosan.

Sebenarnya ia mau makan mie ayam tapi malah air putih yang tiba-tiba keluar dari mulutnya, dan itu membuat dirinya malu lalu menundukkan wajahnya. Ia tidak berani harus memandang apalagi menatap wajah kakak kelasnya itu.

"Temannya mau apa?" Pandangan cowok itu belum berpaling dari Rinjani, meskipun pertanyaannya untuk Indah.

"Batagor aja kak." jawab Indah dengan suara yang terdengar kikuk. Bagaimana tidak? Cowok paling populer dan tampan di sekolah kini berdiri sangat dekat dengannya.

"Baiklah. kalian duduk, aku ambilkan pesanan kalian." Katanya. Lalu pergi memesan batagor.

"lo ke kantin cuma minum air putih doang? Jani, kalau emang iya, ngapain pake ke sini, gue bawa noh di tas." bisik Indah menahan tawanya.

Rinjani menoleh dan memberikan kode agar Indah diam tidak banyak bicara lagi, apalagi meledek dirinya di tempat umum, sungguh bukan situasi yang tepat.

"Kaget ya Jan? lihat temanku baik gitu." kata Sandra.

"Nggak kok." ucap Rinjani.

"Nih, pesanannya, gratis." cowok itu menaruh batagor beserta air putih di depan Rinjani.

"lo mau ke mana?" Tanya Sandra.

"Ada deh, gue cabut dulu ya." Jawabnya pergi begitu saja.

"Maksudnya gratis apa Jan?" Tanya Indah.

"Udah dibayar, tenang aja." Jawab Sandra

Sandra menyedot habis minumannya. "Jani, udah tau nama dia siapa?"

Rinjani menoleh melihat punggung cowok itu yang sudah menjauh dari penglihatannya, "belum."

"Mau aku kasih tau." Kata Sandra.

Rinjani langsung menggeleng.

"lo gak tau siapa dia Jan, ya ampun." ujar Indah.

"Kenapa?" Tanya Sandra penasaran, kenapa Rinjani tidak mau tahu nama temannya itu.

"Emm, Ng, nggak apa-apa kak, nanti juga tau sendiri." Jawabnya.

"Oh, dia suka naik gunung loh." Ucap Sandra.

Rinjani hanya tersenyum karena ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya lagi.

"Kamu gak suka dia?" Kali ini Sandra bertanya dengan memandang Rinjani serius.

"Suka?" Rinjani mengulang ucapan Sandra.

Dan anggukan sebagai jawabannya.

"lo gak suka dia Jan? Padahal cewek satu sekolah ngejar-ngejar dia" kata Indah nyerocos seperti burung beo.

"Nggak." kata Rinjani.

"Serius?"

"Iya."

Sandra langsung pamit ke kelasnya, membuat Rinjani dan Indah heran dengan tingkah lakunya seperti itu, dia yang mengajak mereka satu meja tapi sekarang malah di tinggal masuk ke kelas.

"lo yakin Jan gak suka sedikit pun sama dia?" Indah mengulang pertanyaannya setelah Sandra tidak bersama mereka.

"Indah, gue aja gak tau siapa dia. Terus, gimana gue bisa suka." Kata Rinjani lalu berdiri dan mengajak indah untuk balik ke kelasnya.

"lo duluan deh ndah, gue ke toilet dulu." Ucap Rinjani berhenti di depan toilet lantai 2. Indah pun berjalan naik ke lantai 3.

Saat Rinjani keluar dari toilet tiba-tiba kedua matanya berpapasan dengan cowok itu. Kakak kelasnya yang sampai sekarang ia tidak tahu namanya, dan tidak ia cari tahu juga. Karena ia ingin tahu bagaimana cara cowok populer itu berkenalan dengan perempuan.

Di depan kelas XI marketing A ternyata banyak sekali murid cowok yang sedang berada di luar kelasnya. Mereka kerjaannya mengganggu adik kelas atau cewek-cewek yang lewat di hadapannya, dan lagi-lagi ada cowok itu di sana sedang tertawa bersama teman-temannya yang sukses membuat marah para cewek-cewek tersebut.

Namun saat Rinjani melihat, cowok itu langsung berlari menghampirinya.

"Hai." Sapanya.

Rinjani hanya meliriknya sambil berjalan tanpa membalas sapaan dari cowok itu.

"Apa yang kamu lihat belum tentu benar adanya, masuklah." Katanya lagi membuka pintu kelas Rinjani, sehingga semua mata tertuju kepada dua orang tersebut yaitu Rinjani dan kakak kelasnya.

Lalu ditutup pintu kelas X marketing dan cowok itu pun berlalu menuju kelasnya.

Suasana kelas yang hening seperti kuburan membuat Rinjani tidak nyaman. Apalagi memang sedang tidak ada guru, di tambah lagi mereka diam karena baru saja melihat dirinya bersama kakak kelas yang paling tampan dan populer di sekolah.

"Kok bisa?" Bisik indah. Maksudnya kenapa Rinjani jalan berdua dengan cowok itu.

"Kebetulan." Jawab Rinjani membuka kembali amplopnya.

"Jan, untung gak ada Luna."

"Maksudnya?"

"Luna suka sama dia, gue gak tau apa yang terjadi kalau sampe dia lihat lo jalan berdua."

"Oh."

"lo tuh kenapa sih selalu senyum kalau liat amplop yang udah lo tulis."

"Ah, gak apa-apa. Oh, iya, lagian gue sama dia kan emang gak ada hubungan apa-apa jadi mau ngapain cemburu."

Rinjani dan indah tersenyum karena sudah membahas sesuatu yang seharusnya tidak perlu mereka obrolin. Hari pertama masuk sekolah, Rinjani pulang dijemput oleh pak Didik sopir pribadi keluarganya untuk mengantar dirinya menuju panti asuhan dan bermain bersama anak-anak kecil di sana.

Persembunyian

Bel masuk sekolah telah berbunyi, Rinjani lari sekuat tenaga supaya tidak telat masuk ke kelasnya, karena jam pelajaran pertama adalah matematika. pak Wawan bukanlah guru killer seperti guru matematika lainnya, namun ia adalah guru yang setiap penjelasannya jarang ada murid yang memahaminya. Sehingga untuk tidak terjadi hal seperti itu, para murid harus datang tepat waktu daripada telat 5 menit dan tidak akan bisa mengerjakan soal yang ia berikan.

Namun saat di tangga Rinjani jatuh karena pergelangan kaki kanannya terkilir. Membuat dirinya meringis kesakitan, apalagi sudah tidak ada siapa pun di luar kelas. Para siswa-siswi sudah masuk ke dalam kelasnya masing-masing. Rinjani duduk sebentar untuk menghilangkan rasa nyeri yang ia rasakan sebelum melanjutkannya lagi ke lantai tiga. Di depan toilet lantai dua, ia mendengar suara kerumunan cowok yang sedang mengobrol. Dan saat Rinjani lihat, mereka adalah kelas XI Marketing A, bahkan kakak kelas itu ada di sana sedang memandangi dirinya.

"Sini aku bantu." Ucap cowok itu, meraih tangan Rinjani untuk berada di pundaknya, tetapi Rinjani langsung menolaknya.

"Pak Wawan udah masuk ke kelas, kalau mau cepat sampai biar aku bantu." Ucapnya.

Rinjani langsung menoleh ke cowok tersebut dan di balas dengan senyuman.

"Kenapa kamu baik sama aku?" Tanya Rinjani.

"Kenapa? Berarti harus di jawab pake alasan ya. Emm, karena kamu penurut." Jawab cowok itu.

"Penurut?" Rinjani mengulanginya.

Cowok itu mengangguk membenarkannya. "Kamu gak tanya ke siapa pun, siapa namaku. Dan menunggu aku yang mengatakannya."

"Oh, ya udah sampai sini aja deh, aku bisa sendiri." Kata Rinjani mencoba untuk melepaskan rangkulannya.

"Siapa yang akan jadi saksi kalau pak Wawan tanya kamu telat pelajarannya?"

Rinjani menghela nafasnya, "oke." Ucapnya menuruti apa yang dikatakan oleh kakak kelasnya tersebut.

Cowok itu membuka pintu kelas Rinjani dan mengajaknya masuk. Semua teman-teman kelasnya menatapnya terkejut karena bisa berduaan dengan cowok yang banyak di gandrungi oleh siswi satu sekolahnya. Dari tatapan mata teman-temannya, Rinjani tahu bahwa di antara mereka tidak menyukainya, apalagi Luna yang semakin membenci dirinya.

"Kakinya terkilir pak waktu lari." Kata cowok itu.

"Oh, ya sudah sekarang kamu balik ke kelasmu." Ujar pak Wawan.

"Iya pak." Ucapnya. Lalu pergi keluar kelas Rinjani dengan siulan yang kencang bahkan sampai terdengar dari dalam kelas.

Jam mata pelajaran pak Wawan telah selesai, kini giliran Bu Juju selaku guru bahasa Indonesia akan datang mengajar di kelas Rinjani. Namun saat mereka sedang menunggu, justru Yahya yang datang dari kantor dan mengatakan bahwa Bu Juju tidak bisa masuk, dan hanya memberikan tugas yang harus dikerjakan. Satu kelas bersorak-sorai, ada yang menaruh kepalanya di meja, ada yang curhat, bahkan sampai ada yang nyanyi-nyanyi sambil memukul-mukul meja. Kebisingan itu biasa dilihat saat tidak ada gurunya, di mana pun sekolahnya akan seperti itu jika tidak ada guru di kelas. Sedangkan Rinjani mengerjakan tugasnya sambil mengurut kakinya yang masih sakit.

Hari itu Indah tidak masuk sekolah karena izin ada urusan keluarga, sehingga Rinjani merasa sendirian lagi. Walaupun sudah biasa, tetapi sekarang ini lain halnya. Teman-temannya membenci Rinjani karena dirinya dekat dengan kakak kelas yang mereka sukai.

"gue gak peduli ya, Kaki lo itu sakit beneran atau nggak! tapi yang jelas gue gak suka liat lo berdua sama cowok yang gue suka!" kata Luna berdiri di samping meja Rinjani.

"Heh! Anak gunung! kalau lo gak mau gue ganggu, jangan pernah deketin sesuatu yang gue suka, ngerti lo!" Ucapnya lagi.

Rinjani hanya menarik nafas tanpa mengucapkan sepatah kata pun untuk membalas perkataan Luna.

"Kalau orang ngomong tuh jawab!" Bentak Mira salah satu temannya Luna.

Teman? Lebih tepatnya seperti jongos, karena ke mana pun Luna pergi dia selalu ikut dan dengan senang hati disuruh-suruh oleh Luna.

Rinjani mengangkat wajahnya untuk memandang kedua cewek yang tengah melihat dirinya.

"Iya." Rinjani selalu mengiyakan apapun yang dikatakan oleh Luna. Supaya dia cepat pergi dari pandangannya.

Tenggorokan Rinjani merasakan haus, biasanya ia selalu membawa air minum dari rumah, tetapi karena kesiangan ia pun lupa untuk membawanya. Ingin membeli ke koperasi, namun ia harus bersusah payah menahan sakit kakinya lagi. Jadi Rinjani hanya menaruh kepalanya di atas meja dengan beralaskan tas ranselnya sambil menahan haus sampai jam pulang tiba.

Hmmm, susah juga gak ada Indah. Gak ada yang bisa di minta tolong buat beli air minum!

Satu botol air minum kini berdiri tegak di depan wajah Rinjani. Membuat dirinya mengangkat kepala dan melihat siapa orang yang sudah mengerti keadaannya saat ini.

"Tadi pak Joko gak ada kembaliannya, jadi aku ambilin air minum itu." Ucap cowok itu duduk di samping Rinjani.

"Nggak mungkin pak Joko gak ada kembaliannya, harga botol minumnya kan 4 ribu bukan gope." Ujar Rinjani di dalam hatinya.

"Siapa nama kamu?" Tanya Rinjani.

"Adri." Jawabnya.

"Oh."

"Kaki kamu masih sakit?" Tanyanya. Melihat ke bawah meja dan mendapati Rinjani melepas sepatunya.

Adri berdiri menggeser kursi tempat duduk Indah, lalu jongkok memegang kaki Rinjani dan menyuruhnya untuk menghadapkan kedua kakinya ke arah dirinya.

"Eh, jangan-jangan, gak usah." Tolak Rinjani.

"Di Jam pelajaran siapa kamu buka sepatu?" Tanya Adri mengeluarkan minyak kayu putih dari kantong celananya.

"Jangan! udah mau masuk nanti dilihat sama teman-temanku." Cegah Rinjani lagi sambil melihat ke pintu kelasnya.

"Bu Juju gak masuk karena sakit, dan pak Rio ada rapat. Jadi kelas kita sama-sama kosong." Adri mulai mengurut kaki Rinjani dengan lembut.

Dan tak lama satu persatu teman-teman Rinjani masuk ke kelas dengan pandangan mengarah ke Rinjani dan Adri. Mereka menyinyir Rinjani dengan berbagai perkataan yang cukup pedas, mereka mengira bahwa kakak kelasnya itu di pelet oleh temannya yang bernama gunung, bahkan sampai ada yang mengatakan bahwa Rinjani merayunya dengan tubuh mungilnya itu, sehingga cowok tampan itu rela mengurut kaki Rinjani.

"Udah selesai, gimana? Udah enakan?" Adri berdiri lalu melihat ke sekelilingnya yang sudah ramai dengan teman-teman Rinjani.

Yang di tanya hanya mengangguk tanpa menatap wajah Adri.

"Aku balik ke kelas ya, gak tau kalau udah rame gini." Bisik Adri sambil tersenyum.

Lagi-lagi Rinjani mengangguk dan lupa bahwa dirinya belum mengucapkan terimakasih. Setelah Adri keluar, Luna langsung menggebrak meja. Sampai-sampai ruang kelas menjadi hening dan pandangannya beralih pada Luna.

"Selain anak gunung ternyata lo cewek penggoda juga ya! sakit lo jadi alasan buat deketin cowok!" Teriak Luna.

Semua orang tahu yang di maksud Luna adalah Rinjani, namun Rinjani tidak pernah menanggapi apapun yang dikatakan olehnya sehingga tidak terjadi ribut antar perempuan.

"Dasar cewek murahan!"

Wajah Rinjani menatap tajam kepada Luna, ia tidak terima jika dirinya di bilang murahan. Maksudnya, Rinjani belum pernah sekali pun pacaran, lalu kenapa bisa di bilang murahan oleh teman sekelasnya ini.

"lo mau natap gue sampe mata lo copot juga gue gak takut! Karena gue yang berkuasa di sekolah ini! Ngerti lo!" Luna menunjuk wajah Rinjani, "Kalau sampai gue lihat lo berduaan lagi sama dia, gue akan buat diri lo menderita!" Ancam Luna.

Namun sayang, ancaman atau gertakan yang Luna berikan tidak membuat rinjani takut. Justru Rinjani tidak meladeni setiap apa yang dikatakan oleh anak pemilik sekolahnya itu. Ia lebih milih menulis surat di kertas yang seperti biasa ia lakukan lalu memasukkannya ke dalam amplop dan mengirimnya melalui pos. Padahal sudah zaman canggih, ada ponsel jika mau menghubungi seseorang, tetapi tidak dengan Rinjani, ia lebih memilih melakukan hal seperti zaman dulu lagi. Dan itu membuatnya terkesan.

Semua siswa merasa bahagia jika mendengar bel pulang sekolah. Walaupun ada guru di kelas pasti sekitar 10 menit sebelum waktunya pulang sudah ada yang membereskan perlengkapan tulisnya, bahkan saking senangnya sampai ada yang memendamnya di hati mereka dan terpancar melalui wajah yang berseri-seri.

Kelas sudah kosong, jam sudah menunjukkan pukul 2 siang sedangkan Rinjani masih berada di dalam kelas sendirian, ia sengaja melakukan itu supaya saat ia turun sudah tidak ada lagi siswa-siswi yang hilir mudik. Perlahan Rinjani memakai sepatunya untuk bisa pulang ke rumah karena Adri pun tidak ada di depan kelasnya yang berencana mau membantu.

Saat sudah di depan kelas kedua mata Rinjani melihat ada saung yang berada di halaman belakang sekolah. Akhirnya dengan jalan terpincang-pincang ia memutuskan untuk pergi ke sana sebelum ia pulang ke rumah.

Sesampainya di saung, ia melihat ada pot bunga Anggrek yang begitu indah. Rinjani duduk dan memegang pot tersebut, lalu mencium aroma dari bunga mawar itu. siapa yang menaruh bunga ini di dalam saung? Siapa dia?. Pikiran Rinjani langsung bermain untuk mengira bahwa ada seseorang yang sudah lebih dulu mengetahui tempat ini, atau memang orang itulah yang membangun saungnya. Tiba-tiba suara langkah kaki semakin dekat dan itu adalah Adri yang datang berdiri memandang Rinjani.

"Saung ini udah ada dari dulu cuma terbengkalai. Jadinya aku yang benerin. Yah, lumayanlah bisa buat istirahat." Kata Adri.

Pandangan Rinjani masih tertuju pot bunga Anggrek di dalam saung sehingga Adri harus menjelaskannya lagi.

"Itu punya seseorang."

Perkataan dari Adri sukses membuat pandangan Rinjani berpaling pada dirinya.

"Seseorang?" Rinjani memastikan siapa seseorang yang di maksud oleh lawan bicaranya itu.

"Dia begitu cerewet ingin bunga dariku, jadi aku belikan beserta potnya biar dia puas." Jawabnya.

"Kenapa gak dikasih?" Tanya Rinjani.

"Udah banyak bunga Anggrek yang ia punya. Jadi kalau kamu mau, bawa pulang aja. Aku tau kamu suka bunga." Ucap Adri mengeluarkan seputung rokok dan menyelipkan di bibirnya.

"Itu buat orang, kenapa harus aku yang bawa, Gak mau!" Tolak Rinjani dengan tegas.

Adri tersenyum melihat ekspresi adik kelasnya itu. "Kamu juga orang 'kan?"

"Gak mau! Bunga itu pasti buat cewek yang kamu suka kan? Kamu mau bilang bahwa kamu cinta sama dia, tapi sayang kamu terlambat. Karena dia udah jadi milik orang lain."

"Jangan jadi paranormal." Adri memicingkan matanya, ia tidak menyangka kalau Rinjani bisa bicara sepanjang itu.

"Aku gak jadi paranormal. Tapi aku tau maksud ucapan kamu, Adri." Rinjani menekankan suaranya saat mengucapkan nama kakak kelasnya.

"Aku mau balik pulang. Ternyata kamu lebih cerewet dari yang ku kira." Ujarnya.

"Oh, iya, satu lagi. kalau kamu manggilku dengan nama Adri, aku yakin satu sekolah tidak akan tau bahwa yang kamu maksud adalah diriku. Dan, ku pastikan bunga Anggrek itu layu karena di biarkan di saung seperti ini tanpa ada orang lain yang merawatnya." Setelah bicara panjang lebar Adri pun berjalan meninggalkan Rinjani berdua dengan bunga Anggrek tersebut.

"Dan kamu tidaklah setampan yang mereka kira, karena sudah beraninya bilang aku cerewet." Gerutu Rinjani berdiri. Namun matanya menatap bunga Anggrek lagi. Akhirnya ia pun membawa bunga itu pulang daripada harus layu.

Sepertinya saung ini akan menjadi tempat persembunyian Rinjani kalau sewaktu-waktu ia di kerjai oleh Luna dan teman-temannya. Bahkan saung ini juga nantinya yang akan di jadikan oleh Rinjani untuk menulis surat demi surat yang akan ia kirim ke Jogja.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!