“Aku bukan pembunuh!”
Jeritan seorang wanita menggema di salah satu ruangan periksa pada Rumah Sakit Pelita Harapan.
Wanita itu adalah Seanna Filia, seorang mahasiswi cantik berusia 21 tahun yang seminggu lagi akan menjadi seorang mempelai wanita dan menyandang status sebagai istri sah dari pria yang kini menatapnya dengan tatapan penuh benci.
“Memang kau tak membunuhnya dengan tanganmu itu. Tapi karena kau yang berani menemuinya dan menekan Aneesa, kekasih yang kucintai Itu akhirnya bunuh diri.” Balas pria itu tak ingin dibantah.
Pria yang kini diselimuti oleh kabut amarah adalah Noah Myles. Seorang dokter berusia 26 tahun yang kemarin baru saja berduka sebab harus kehilangan kekasihnya untuk selamanya.
Di dalam ruangan yang sehari-hari ia gunakan untuk memeriksa pasiennya, kini Noah tengah bersitegang dengan Sea. Wanita yang telah dipilihkan oleh orang tuanya untuk menjadi pendamping hidupnya kelak.
“Menekan Aneesa? Aku? Kamu menuduh aku menekan kekasihmu, Mas?” tanya Sea untuk meyakinkan apa yang baru saja ia dengar.
Bagaimana bisa Mas Noah menuduhku seperti itu, jika dia saja tak berada di sana saat aku bertemu dengan wanita itu? Batin Sea bertanya-tanya sekaligus tak menerima tuduhan yang dilayangkan Noah padanya.
“Lalu siapa lagi? Hanya kau … satu-satunya orang yang terakhir kali bertemu dengannya!” Bentak Noah.
“Kau tak mengenal Aneesa, apa kau tahu jika kondisi kejiwaannya tidak stabil, huh?”
“Dengan kau yang menekannya mengenai pernikahan kita, hal itu membuatnya nekat hingga akhirnya ia mengorbankan nyawanya sendiri,” imbuhnya.
Emosi Sea yang awalnya ikut meletup-letup karena Noah tak henti memojokkannya, kini perlahan-lahan mulai mereda setelah melihat raut wajah kehilangan juga kesedihan di wajah tampan pria yang sudah ia cintai dalam diam sejak pertama kali mereka bertemu 3 tahun yang lalu.
“Tentu saja aku tak tahu, mengenalnya bahkan tahu keberadaannya pun tidak. Dan itu semua karena Mas tak pernah memberitahu jika Mas Noah sudah memiliki kekasih,” ucap Sea membela dirinya.
“Aku juga tak pernah menekan Aneesa, Mas. Kumohon percayalah,” pinta Sea dengan memelas.
“Sebagai seorang wanita yang menjadi calon istrimu, aku hanya membela diriku,” lanjut Sea lirih mengungkapkan pendapatnya.
Ya, Sea hanya membela dirinya.
Sebagai wanita yang berstatus calon istri dari seorang pria, sekiranya apa yang akan dilakukan wanita itu jika tiba-tiba ada wanita lain yang mengaku sebagai kekasih calon suamimu?
Meski Sea baru mendapatkan status itu setelah perjodohan yang ditetapkan sepihak oleh kedua orang tua Noah, namun cinta Sea pada Noah bukanlah hal yang baru. Mahasiswi cantik itu sudah lama mencintai Noah, namun tak pernah berani mengungkapkannya.
Apakah salah, jika setelah ia memiliki kesempatan untuk memiliki Noah lalu Sea berusaha untuk mempertahankannya?
Suara tawa Noah menyadarkan Sea dari lamunannya.
“Coba ulangi sekali lagi, tadi kamu bilang apa?” tanya Noah.
Sedangkan Sea hanya mengernyitkan keningnya, ia bingung dengan respon Noah.
Tak ada yang lucu lalu apa yang ditertawakan Mas Noah, pikir Sea.
Belum sempat Sea menjawab, dengan tatapan tajamnya Noah segera menyela.
“Calon istri katamu?” tanya Noah lagi. “Bangun dari mimpimu, Seanna Filia!” Bentaknya.
Pria itu melangkah maju, mendekat ke arah Sea yang kini berdiri mematung.
Apa maksud dari ucapan Mas Noah? Apa dia berniat membatalkan pernikahan kami?
Saat jarak keduanya sudah sangat dekat, salah satu tangan Noah terulur untuk mencengkeram dagu Sea.
“Aku tak akan sudi memiliki istri seorang pembunuh!” Ucap Noah dengan menekankan setiap kata yang ia ucapkan.
Ucapan Noah barusan bagai belati yang menyayat hati Sea. Saat ia baru saja memiliki kesempatan untuk meraih mimpinya, Sea malah diminta untuk menghempaskan mimpi itu.
Tanpa diminta air mata Sea yang sudah ia tahan sejak tadi akhirnya luruh juga membasahi pipi mulusnya.
Lirih Sea meringis menahan sakit saat Noah melepaskan cengkeramannya di dagunya.
Terbersit sedikit penyesalan karena telah menyakiti wanita itu, namun bayangan tubuh Aneesa yang terbujur kaku tak bernyawa lagi-lagi membuat Noah menepis rasa sesalnya.
“A-a-aku bukan pembunuh Mas,” Ujar Sea di sela-sela isak tangisnya.
“Terserah apa katamu, bagiku kamu hanyalah seorang wanita licik yang telah membunuh kekasihku!”
Rasanya Sea tak sanggup lagi untuk berdebat dengan Noah. Tenaganya hari ini sudah cukup terkuras, setelah hampir 5 jam berada di kantor polisi sebagai saksi kini ia harus menghadapi Noah yang marah padanya.
Sea akan mencoba untuk berusaha mengerti, jika semua perlakuan kasar Noah padanya hari ini hanya karena pria itu masih dalam keadaan berduka. Meski bukan dia yang merasakannya langsung, namun ia cukup tahu bagaimana rasa sakitnya kehilangan seseorang yang dicintai secara tiba-tiba.
Sea hanya menggelengkan kepalanya sambil menutup kedua telinganya dengan tangan.
Sea harap Noah mengerti jika dirinya sudah tak sanggup lagi mendengar semua tuduhan dan penghinaan Noah.
Setelah dirasa Noah telah berhenti bicara barulah Sea berhenti menutupi telinganya.
Dengan tangan yang bergetar wanita itu meraih tas, ponsel, juga kunci mobilnya dari atas meja kerja Noah.
“Aku pun sama denganmu, Mas. Terserah bagaimana kamu menilai diriku sekarang, sedikit pun aku tak akan pernah membenarkan semua tuduhanmu padaku.” Ucap Sea.
“Aku bukan pembunuh, Mas!"
"Terimalah kenyataan jika Aneesa, kekasihmu itu meninggalkan dunia ini karena pilihannya sendiri untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.”
Setelah dengan tegas mengungkapkan apa yang ada di benaknya, dengan punggung tangannya Sea mengusap pipinya yang basah karena air mata. Kemudian ia berbalik badan hendak pergi meninggalkan Noah yang masih betah berdiri menatap ke hamparan luas taman rumah sakit lewat jendela ruangannya.
Tangan Sea sudah menekan pegangan pintu dan menariknya. Namun sebelum benar-benar pergi meninggalkan Noah sendiri, ia sempatkan untuk berbalik sekali lagi untuk menatap punggung Noah lekat-lekat.
“Yang pasti aku tak akan pernah meyerah dengan rencana pernikahan kita, Mas.” Ungkapnya.
...****************...
Hari sudah semakin sore saat Sea keluar dari ruangan Noah. Suasana lorong rumah sakit sangatlah sepi sebab tak ada lagi pasien yang menunggu antrian.
Sayangnya hal itu semakin menambah perasaan tak nyaman yang dirasakan Sea, sebab kini beberapa pasang mata para perawat menatapnya dengan penuh rasa keingintahuan.
Bukannya para perawat tersebut tak mengenal Sea. Selama 3 tahun terakhir, Sea diperkenalkan sebagai adik sepupu Noah.
Namun sebulan yang lalu status adik sepupu yang disandangnya tiba-tiba saja berubah menjadi calon istri setelah wanita cantik itu dijodohkan dengan Noah.
Hal ini tentu saja menimbulkan banyak tanda tanya di benak semua orang yang mengenal mereka berdua.
Sea semakin mempercepat langkahnya saat melewati koridor rumah sakit yang sepi. Rasanya sangat tak nyaman saat samar-samar ia bisa mendengar bisik-bisik para perawat yang berjaga di sekitar ruangan dokter.
Kudengar dia dipanggil polisi terkait kasus bunuh diri yang menimpa kekasih Dokter Noah.
Tak kusangka, padahal dia masih sangat muda dan wajahnya pun sangat cantik. Mengapa harus memilih menjadi pelakor?
Kurang lebih seperti itulah para perawat sedang membahas mengenai diri Sea.
Dengan langkah yang ia percepat, Sea berharap agar ia bisa segera sampai di tempat mobilnya ia parkirkan. Bagaimanapun usaha Sea menghindar, namun ucapan para perawat yang begitu kejam dan menyakitkan telah berhasil menoreh luka di hati Sea.
Tangisan yang susah payah ia bendung akhirnya pecah juga begitu Sea berhasil masuk ke dalam mobilnya. Isakan tangisnya menggema di ruang sempit itu, namun siapa yang peduli.
Yang penting bagi Sea jika dirinya bisa melampiaskan rasa sakit di hatinya.
Hari ini begitu banyak penghinaan yang terpaksa ia terima. Dadanya terasa sesak hingga Sea mulai merasa sulit untuk bernapas.
“Sesulit inikah untukku bisa merasakan bahagia?” tanyanya entah pada siapa.
Segalanya bermula sejak sebulan yang lalu. Setelah 3 tahun memendam perasaan cinta pada Noah, pria yang berada sangat dekat dengannya namun sangat sulit ia jangkau, akhirnya kesempatan untuk memiliki pria itu tiba juga.
Meski semuanya harus berawal dari perjodohan yang direncanakan oleh kedua orang tua Noah, namun Sea optimis jika suatu hari nanti ia pasti bisa meluluhkan hati Noah.
Terlebih tak ada penolakan langsung dari Noah, meski pria itu juga tak pernah sekalipun menyatakan secara gamblang jika dia setuju dengan perjodohan itu. Sungguh berbeda dengan Sea yang dalam hati tak henti memanjatkan syukur ketika mengetahui perjodohan tersebut.
Segala persiapan pernikahan pun sudah disiapkan dengan baik oleh Sea dan tentunya dibantu oleh Ibunda Noah, Joanna Myles. Bagi Sea semuanya terasa nyaris sempurna, wanita cantik yang masih duduk di bangku perkuliahan itu merasa sungguh bahagia saat membayangkan jika sebentar lagi dirinya akan menjadi seorang istri.
Hingga dua hari yang lalu Sea menerima panggilan telepon dari seorang wanita yang tak pernah ia harapkan kehadirannya.
...****************...
Dengan derai air mata yang luruh sendirinya, Sea mulai melajukan mobilnya menjauhi area rumah sakit.
Langit mendung dengan awan kelabu, diikuti derasnya hujan yang semula hanya berupa rintik-rintik saja sepertinya selaras dengan hati Sea yang sedang dilanda kesedihan luar biasa.
“Lihatlah, bahkan semesta pun mendukungku untuk menangis,” gumam Sea.
Wanita itu merasa iri pada langit yang dengan bebasnya menampakkan petir dan menyuarakan gemuruh yang bersahut-sahutan. Sungguh berbeda dengan dirinya yang tak pernah bisa mengatakan isi hatinya yang sebenarnya.
Mobilnya ia lajukan dengan perlahan karena hujan yang semakin deras cukup mengganggu jarak pandangnya, selain itu alasan sebenarnya sebab kini wanita itu tak punya tujuan hendak pergi ke mana untuk menenangkan hatinya.
Jika biasanya di saat sedang butuh ketenangan Sea akan pergi ke pantai, kali ini hal itu tak dapat ia wujudkan. Derasnya hujan tak mengizinkan wanita itu untuk ke sana.
Hingga ia memutuskan untuk terus mengemudi tanpa tahu tujuannya. Yang pasti ia tak akan pulang sekarang, Seanna belum siap jika harus diberondong dengan berbagai pertanyaan oleh kedua calon mertuanya.
Satu jam mengemudi tanpa arah dan tujuan, entah mengapa Sea mendapati dirinya kini berhenti di depan sebuah kafe yang tak asing.
Kafe yang dua hari lalu ia kunjungi. Kafe yang menjadi tempat pertemuannya dengan Aneesa, kekasih Noah yang kini telah tiada.
Berkali-kali ia tarik napas panjang, berharap banyak oksigen yang bisa ia hirup dan berhasil mengurangi sesak di dadanya. Sayangnya semua usahanya itu percuma.
Bagai ada godam yang menghantam tepat di dadanya hingga membuatnya merasakan sesak yang luar biasa menyiksa.
Namun entah mengapa, meski begitu Sea tetap melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kafe dan duduk di tempat yang sama seperti saat dua hari lalu ia kemari.
Aneh, kenapa aku kemari? Tanyanya dalam hati.
Setelah memesan segelas jus juga sepiring roti isi, Sea kembali melamun. Pikirannya menerawang kembali ke kejadian dua hari yang lalu.
Suara rintik hujan dari luar kafe layaknya melodi yang mengiringi langkahnya ke peristiwa 2 hari yang lalu.
......................
Sore itu, Sea baru saja selesai berendam di bathtub guna melepas penat setelah seharian ini ia dan calon mertuanya mempersiapkan segala hal untuk pernikahannya yang akan digelar seminggu lagi.
Saat itu Sea sedang menyusun kembali undangan pernikahan yang rencananya akan ia sebarkan besok di kampus, namun kegiatannya itu harus terhenti saat ponselnya berdering.
“Siapa yah?” gumam Sea saat melihat nomor tak dikenal tampak di layar ponselnya.
Bukan kebiasaan Sea untuk menerima panggilan dari nomor telepon yang tak ia kenali, namun kala itu entah mengapa hati dan pikirannya menginstruksikan Sea untuk menjawab panggilan tersebut.
“Halo,” sapa Sea ramah pada si penelepon.
“Ha-ha-halo,” balas seorang wanita di seberang sana dengan ragu-ragu.
“Benarkan ini nomor ponsel Nona Seanna Filia?” lanjut wanita itu bertanya.
“Ya, aku Seanna. Maaf anda siapa? Dan ada keperluan apa menghubungiku?”
“Bisakah kita bertemu? Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu,” pintanya.
“Bertemu? Bahkan saya tidak tahu Anda siapa Nona,” balas Sea masih sangat ramah.
“Memangnya ada keperluan apa hingga Anda mengajak saya bertemu?” tanya Sea.
“Saya ingin membicarakan mengenai kekasih saya,” jawabnya.
“Kekasih Anda?” tanya Sea yang semakin tak paham dengan arah pembicaraan wanita asing yang menghubunginya.
“Ya ... kekasih saya, pria yang akan menikah dengan Anda seminggu lagi,” ungkap wanita itu.
Sontak tubuh Sea mematung. Lidahnya pun terasa keluh untuk menjawab ucapan wanita si penelepon tadi. Setetes demi setetes air mata mulai jatuh membasahi pipinya tanpa permisi.
Kekasih? Apa Mas Noah memang telah memiliki kekasih? Lalu bagaimana dengan pernikahan kami? Batin Sea.
“Saya akan memberikan alamat kafe tempat saya akan menunggu Anda. Anda harus datang, kita harus selesaikan semua ini!” Ujar wanita yang menghubungi Sea dengan tegas, sangat berbeda dengan saat pertama kali panggilan itu terhubung.
Panggilan lalu diputuskan sepihak oleh si penelepon diiringi dengan sebuah pesan singkat berisi nama kafe juga alamat kafe tersebut.
“Apa aku harus ke sana yah? Tapi bagaimana jika wanita itu hanya berbohong?” gumam Sea.
Tiga tahun mengenal Noah, tinggal bersama di kediaman keluarga Noah, keduanya tak pernah merasa cukup dekat untuk membicarakan mengenai kehidupan pribadi masing-masing. Hal itulah yang membuat Sea hanya berani mencintai calon suaminya dalam diam.
Noah, pria dengan sikap yang sangat acuh, sangat sibuk dengan profesinya sebagai seorang dokter, juga sangat tertutup bahkan kepada kedua orang tuanya, begitulah penilaian Sea terhadap calon suaminya.
Namun karena alasan itu pula, akhirnya Sea merasa perlu untuk menemui wanita yang baru saja menghubunginya.
“Jika Mas Noah tak ingin jujur, maka biar aku sendiri yang cari tahu kebenarannya,“ ujar Sea dengan bertekad.
Tanpa pikir panjang, kala itu Sea bergegas pergi menemui wanita yang belum ia ketahui jelas identitasnya. Sea bahkan berbohong pada kedua calon mertuanya jika dirinya harus ke kampus untuk mengumpulkan tugasnya.
......................
Jelas di ingatan Sea saat pertama kali ia membuka pintu kafe 2 hari yang lalu. Di saat yang bersamaan seorang wanita cantik dengan penampilan yang sangat anggun berdiri lalu melambaikan tangan padanya.
Terbersit perasaan rendah diri dalam benak Sea saat membandingkan dirinya dengan wanita yang kemudian memperkenalkan diri bernama Aneesa. Nama yang cantik sangat serasi dengan wajahnya.
Namun pujian Sea pada sosok Aneesa akhirnya ia hempaskan jauh-jauh setelah wanita itu dengan angkuhnya meminta Sea untuk menjauhi Noah.
“Pergilah, tinggalkan Noah. Kamu hanya parasit yang datang di kehidupan Noah. Kamu hanya beruntung sebab kedua orang tua Noah menjodohkan kamu dengannya,” ucap Aneesa menghina Sea.
Sea akhirnya sadar jika benar tak ada yang sempurna di dunia ini. Sayang sekali, kata-kata kasar seperti itu bisa terucap dari bibir wanita dengan paras yang nyaris sempurna.
“Apa hak Anda memintaku pergi? Mas Noah sendiri tak pernah memintaku untuk pergi,” balas Sea tak mau kalah.
“Entah kamu tak menyadarinya atau kamu terlalu bodoh untuk tahu jika Noah melakukan semua itu karena tak ingin menyakiti hati orang tuanya,” ujar Aneesa lagi.
Senyum mengembang di wajah cantik milik Sea. “Terima kasih telah memberi tahuku fakta itu. Saya semakin yakin untuk melanjutkan rencana pernikahan kami.”
“Saya semakin yakin jika Mas Noah adalah pria yang tepat untuk menjadi ayah dari putra putri kami kelak. Mas Noah, pria yang patuh pada kedua orang tuanya, bukankah pria seperti ini yang menjadi idaman setiap wanita,” ungkap Sea.
“Saya tak akan meminta atau memaksa Anda untuk menjauhi Mas Noah, itu semua adalah hak Anda.”
“Saya hanya memperingatkan Anda saja Nona, jika saya tak akan berhenti berusaha untuk membuat Mas Noah membalas cinta saya yang sangat besar untuknya,” ujar Sea.
“Saya yakin dengan usaha dan doa dari kedua calon mertua saya, Mas Noah pasti bisa menerima cinta saya untuk berlabuh di hatinya.”
Tanpa menunggu balasan dari Aneesa, Sea segera pamit dan undur diri dari tempat itu.
Dengan langkah yang percaya diri ia pergi meninggalkan kafe meski sebenarnya dalam hati kini ia menangis setelah mengetahui fakta jika hati pria yang ia cintai sudah menjadi milik wanita lain.
......................
Keesokan harinya setelah pertemuannya dengan Aneesa, Seanna sebenarnya berniat untuk membicarakan hal ini pada Noah.
Semalam suntuk ia berpikir keras jika dirinya haruskah ia mengakui perasaannya pada Noah hari ini.
Sea sudah mengumpulkan keberanian untuk mengatakan cinta yang ia pendam selama 3 tahun.
Wanita itu berharap setidaknya Noah bisa memberinya kesempatan untuk membuktikan perasaannya.
Sea ingat bagaimana kakinya bergetar hebat kala ia berdiri mematung di depan pintu kamar Noah pagi itu.
Saat tangannya hendak mengetuk pintu, di saat yang sama pula Noah membuka pintu dengan raut wajah yang sangat sulit Sea artikan.
“Sea, ada apa?” tanya Noah.
“Begini Mas, a-a-aku ingin bicarakan sesuatu denganmu,” jawab Sea.
“Maaf Sea, aku sedang terburu-buru. Bisakah kita bicarakan lain kali?" Tolak Noah.
Melihat raut wajah gelisah, cemas, panik, juga kesedihan di wajah Noah membuat Sea akhirnya mengangguk setuju.
“Apa semua baik-baik saja?” tanya Sea ragu.
Noah tak menjawabnya, pria itu hanya menatap dalam pada kedua manik mata Sea sebelum akhirnya berlalu meninggalkan Sea yang berdiri mematung.
......................
Hanya berselang empat jam setelah pertemuannya dengan Noah pagi itu, kini wajah cantik Sea kembali dihiasi senyuman saat ponselnya berdering dan nama Noah terpampang pada layar gawainya.
Sea yang sedang makan bersama dengan kedua sahabatnya di kantin kampus, bergegas menjauh untuk mencari tempat yang cukup sepi lalu menerima panggilan dari calon suaminya.
“Halo Mas,” sapanya dengan bersemangat.
“KAU!” terdengar suara bentakan Noah dari seberang telepon.
Sontak saja Sea merasakan dingin di sekujur tubuhnya setelah mendapatkan bentakan yang tiba-tiba dari Noah.
“Apa yang telah kau lakukan, huh?!” tanya Noah, masih dengan bentakannya yang membuat Sea membatu di tempatnya.
“Mengapa kamu membunuh kekasihku?!” Lanjut Noah meneriaki Sea.
Dan .... duaaaarrr!!!!!
Seperti ada bom yang baru saja meledak di atas kepala Sea.
Membunuh? Aku pembunuh?
Sejak detik itu pula di mata Noah, Sea bukan lagi gadis yatim-piatu yang polos dan kesepian.
Sea tak ubahnya gadis licik dan menjadi tersangka utama yang menyebabkan kekasihnya, Aneesa bunuh diri.
...----------------...
“Saya terima nikahnya dan kawinnya Seanna Filia binti Septian dengan maskawinnya yang tersebut, tunai.”
“Bagaimana para saksi?” tanya penghulu. “Sah?”
“Sah,” jawab dua orang saksi dari kedua pihak mempelai.
“Alhamdulillah, Sah.” Ucap penghulu pada akhirnya mengundang sorak sorai para tamu undangan yang kebanyakan berseragam perawat dan dokter dari rumah sakit tempat sang mempelai pria bekerja.
Untaian doa-doa pernikahan yang begitu indah memanjakan telinga siapa saja yang mendengarnya, mendamaikan hati siapa saja yang tengah dilanda kegundahan, untaian doa yang berisikan permohonan Ridha dari Ilahi Robbi atas janji suci pernikahan yang baru saja terikrar.
Janji suci Noah Myles untuk menikahi seorang wanita bernama Seanna Filia menjadi istrinya.
Mengambil alih segala dosa Seanna yang seharusnya menjadi tanggung jawab sang ayah, kini akan menjadi tanggung jawabnya.
Tidak hanya itu, Noah pun kini telah berjanji untuk memberi nafkah, membimbing agama, memanjakan wanita yang telah menjadi istrinya, menjaga wanita itu baik di dunia maupun di akhirat, dan janji untuk menjadi pelindung utama bagi Seanna, istrinya.
Kini semua janji itu telah menjadi tugas yang berada di bahunya. Sayangnya janji yang seharusnya suci tanpa paksaan, diikrarkan Noah dengan enggan dan terpaksa.
Hal itu tentu disadari oleh kedua orang tua Noah dan juga si mempelai wanita, hingga luruhlah air mata membasahi pipi Sea yang telah dipoles dengan riasan dan menambah kecantikannya berkali-kali lipat.
Tangisan Sea pecah, terdengar menggugah hati banyak para tamu undangan yang dibuat haru saat momen-momen wanita itu sungkem pada kedua mertuanya.
Semua tahu siapa Seanna, gadis malang yang kehilangan orang tua saat berusia 17 tahun. Putri tunggal pasangan Almarhum Septian dan Almarhumah Namira, satu-satunya pewaris dari Seas Industries.
Tiga tahun lalu gadis ini dijemput oleh kedua orang tua Noah yang merupakan sahabat sekaligus orang kepercayaan mendiang orang tua Seanna. Gadis itu dengan berat hati harus meninggalkan tempat ternyaman di hidupnya, yaitu kediamannya yang berada di pesisir pantai pulau B. Meninggalkan Mbok Sum, pengasuhnya sejak kecil yang harus tinggal di sana demi merawat kediaman yang ia tinggalkan.
Semua karena amanat dari kedua orang tuanya yang meminta Seanna kelak menjadi pemimpin Seas Industries.
Namun di balik semua suasana haru yang tercipta, tak ada yang tahu jika tangisan yang saat ini berlinang dari pelupuk mata Sea adalah tangisan kesedihan.
Bukan tangisan bahagia seperti yang para tamu pikirkan. Bukan pula tangisan haru seperti para mempelai wanita lainnya rasakan.
Benaknya terus mengingat kepada apa yang terjadi tiga hari yang lalu. Selama Sea mengenal Noah, malam itu untuk pertama kalinya ia melihat pria itu membantah ucapan orang tuanya.
“Aku tak akan menikahi wanita pembunuh itu!” begitu katanya.
Telunjuk Noah mengarah tepat ke wajah Sea kala itu.
“Siapa yang kamu sebut pembunuh Mas? Aku?” balas Sea kala itu.
“Aku tak pernah merasa menjadi pembunuh seperti yang kamu tuduhkan Mas, jadi aku tak akan pernah mundur dari pernikahan kita.”
Kedua manik mata Noah menatap Sea dengan tajam kala itu. Namun wanita itu berusaha menguatkan dirinya. Sea tampak tak gentar dengan tekanan yang diberikan Noah. Bukan karena ia keras kepala, tapi jika ia mundur itu berarti dirinya mengakui segala yang dituduhkan Noah padanya.
Semua pikiran-pikiran inilah yang membuat air mata Sea terus mengalir tanpa henti ketika momen sungkeman tiba.
“Mami, maafkan Sea jika belum bisa memenuhi harapan Mami,” Ucapnya pada Joanna, Ibunda Noah yang kini berstatus sebagai ibu mertuanya.
“Ssttt ... jangan menyalahkan dirimu sayang,” balas Mami Joanna. “Mami tahu kamu telah mengorbankan perasaanmu.”
“Sebagai orang tuamu, Mami mohon percayalah pada kekuatan sabar Nak,” nasehat Mami Joanna.
“Mami yakin suatu saat Noah akan bisa menerimamu dan mencintaimu dengan tulus,” imbuhnya.
Sea mengangguk patuh, dua wanita berbeda usia itu larut dalam tangis untuk saling menguatkan.
Sementara dari sudut matanya Sea bisa melihat bagaimana Noah yang diam membisu saat prosesi sungkeman.
Tak ada resepsi pernikahan seperti yang telah direncanakan. Noah menolak dengan tegas karena dirinya masih dalam suasana berkabung setelah kehilangan kekasih untuk selamanya.
Pernikahan yang seharusnya masih dua hari lagi juga terpaksa dipercepat atas keinginan ayah Noah, Peter Myles.
Tamu undangan yang awalnya direncanakan berjumlah ribuan orang, kini merosot hanya sekitar 50 orang saja. Sebagian besar tamu yang hadir hanya berasal dari rekan kerja Noah serta karyawan dari Seas Industries yang kini masih dipimpin oleh Ayah Peter.
Begitu miris nasib Sea sebagai pengantin baru. Setelah semua rangkaian acara selesai, saat semua para tamu sudah beranjak pergi di saat yang sama kesepian kembali menyelimuti wanita itu sebab pria yang sudah berstatus suaminya juga bergegas pergi entah ke mana.
......................
Pagi harinya, di saat lelah masih menguasai tubuhnya bergegas Sea bangun dari tidur lelapnya untuk menunaikan kewajibannya sebagai wanita Muslimah.
Rona merah muda menghiasi pipinya saat melihat ada sosok pria yang ia cintai sedang tidur dengan lelap di ranjang yang sama dengannya. Pria yang sejak kemarin sudah berstatus sebagai suaminya, pria yang telah halal baginya.
Berusaha untuk bergerak sepelan mungkin, Sea berusaha agar tak mengusik tidur suaminya.
“Suami,” gumamnya lirih diiringi senyuman yang sangat manis dari bibirnya.
Setelah menunaikan ibadah Shalat subuh, Seanna duduk bersimpuh memanjatkan doa pada Yang Maha Kuasa agar pernikahannya senantiasa di Ridhoi oleh-Nya.
Sea percaya, jika ia bersungguh-sungguh maka Allah SWT, Yang Maha membolak-balikkan perasaan manusia akan melihat hal itu dan bukan tak mungkin jika atas izin-Nya, suaminya akan mulai membuka hati untuk dirinya.
Maka sebelum suaminya terjaga dari lelapnya, dengan cekatan Sea menyiapkan segala keperluan yang akan dibutuhkan Noah untuk bekerja.
Mulai dari pakaian, tas kerja, hingga sepatu Noah sudah ditata rapi pada tempat yang dapat dengan mudah dilihat oleh pria itu.
Sea juga tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Sekecil apa pun itu, jika menurutnya hal tersebut adalah tugas seorang istri maka akan ia kerjakan dengan sungguh-sungguh.
“Pagi Mami,” sapanya.
“Pagi cantik, bagaimana tidurmu? Nyenyak?” tanya Mami Joanna.
Sebagai wanita dewasa, Sea tentu tahu maksud pertanyaan Mami Joanna. Jika bertanya pada wanita lain yang juga baru menikah sehari sebelumnya, Sea yakin wanita itu akan tersipu malu saat mendapat pertanyaan seperti itu.
Sayangnya, Sea tak termasuk dalam kategori wanita seperti itu. Sejak kemarin hingga hari ini, belum ada sepatah kata pun yang terucap dari bibir Noah.
Melihat menantunya melamun karena pertanyaannya, Mami Joanna jadi merasa bersalah.
“Hei ... jangan kamu pikirkan. Hari ini kamu masih libur kuliah kan?” tanyanya.
Sea mengangguk.
“Kalau begitu ikut Mami ...” ajaknya.
“Mami akan ajari kamu bagaimana taklukkan sang raja rimba,” imbuh Mami Joanna.
Wanita paruh baya itu juga mengaum mengikuti auman seekor singa membuat Sea akhirnya tertawa.
Interaksi keduanya mendapat perhatian dari sosok Noah yang sudah rapi dan hendak berangkat bekerja.
“Ekhemm ...”
Sontak saja atensi kedua wanita itu terpusat pada sumber suara.
“Noah, kamu mau ke mana Nak?” tanya Mami Joanna.
“Bekerja, Mi.”Jawabnya singkat.
Sementara Sea, wanita itu kini berdiri mematung menatap suaminya. Ia gigit bibirnya yang bergetar menahan tangis.
Baik pakaian, sepatu, maupun tas yang telah ia siapkan, tak ada satu pun yang digunakan oleh Noah. Jelas sekali jika pria itu sedang menegur Sea dengan penolakan yang ia lakukan kini.
“Bekerja katamu? Bekerja di hari pertama setelah menikah?” pekik Mami Joanna tak setuju dengan apa yang hendak dilakukan putranya.
“Memangnya kenapa Mi? Ada yang salah?”
“Ya tentu saja sal-“ ucapan Mami Joanna terjeda sebab tangannya digenggam erat oleh Sea.
“Tak apa Mi, Mas Noah kan seorang dokter. Ada pasien yang lebih membutuhkan kehadiran Mas Noah,” Sela Sea.
Noah yang mendapat pembelaan dari istrinya bukannya berterima kasih, malah pria itu mendengus kesal pada Sea.
Meski hati Sea sebenarnya enggan untuk menerima, namun ia tak akan goyah. Akan ia tunjukkan pada Noah, jika setinggi apa pun Noah membangun dinding pemisah di antara mereka namun kesabaran akan selalu mampu untuk merobohkannya.
Aku percaya suatu saat kamu akan melihat ke arahku Mas, tidak sekarang tapi semoga secepatnya akan begitu.
...----------------...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!