📢📢📢 MINTA DUKUNGANNYA YA BESTIE UNTUK NOVEL INI YANG SEDANG MENGIKUTI LOMBA #100%KEKASIH IDEAL 💜
***
“Julia, semua pekerjaan sudah beres. Aku pulang ya?” ucap Briana sembari melepas sarung tangan yang tadi dia gunakan untuk mencuci perkakas kotor.
“Bri, ini sudah jam dua belas malam. Apa tidak sebaiknya kau menginap di sini saja? Aku takut ada yang menyakitimu di jalan. Menginap saja ya?” bujuk Julia tak tega membiarkan sahabatnya pulang sendirian di tengah malam begini. Hari ini cafe lumayan ramai, jadi mereka tutup sedikit lebih malam dari hari biasanya.
“Ayolah, Julia. Kau tahu bukan kalau aku itu hanya tertarik untuk tidur bersama pria yang mempunyai terong besar. Jadi tolong berhenti membujukku untuk menginap di rumahmu. Okey?”
Briana cepat-cepat menghindar saat Julia hendak melemparkan sapu ke arahnya. Setelah itu mereka pun sama-sama tertawa kencang, merasa konyol dengan percakapan mereka sendiri. Karena mereka sudah bersahabat sejak kecil, Julia sudah tidak heran lagi mendengar omongan vulgar yang di ucapkan oleh Briana. Terong besar sih belum ada apa-apanya, Julia bahkan pernah mendengar julukan yang jauh lebih mengerikan lagi daripada ini. Kalau kalian tidak percaya, ikuti terus cerita ini agar kalian bisa ikut menikmati kata-kata ajaib yang tersimpan di dalam ginjal Briana. 😂😂
Oya, perkenalkan. Briana adalah seorang gadis yatim piatu yang bekerja di café milik Julia, satu-satunya teman yang dia punya. Saat ini Briana berusia 25 tahun, cukup matang untuknya mempunyai seorang kekasih. Namun, angan-angan untuk memiliki kekasih sepertinya tidak ada di dalam kamus hidup seorang Briana. Karena sejak dia dilahirkan ke dunia ini, Briana sama sekali tak pernah memiliki niat untuk menjalin sebuah hubungan. Fokusnya hanya satu, bekerja untuk mencari makan. Itu saja.
“Ya sudah, aku pulang dulu. Kau jangan macam-macam ya saat sendirian di sini,” ucap Briana memutuskan untuk segera pulang karena hari sudah semakin malam. Juga karena Briana ingin segera mengistirahatkan tubuhnya yang sudah sangat luar biasa lelah.
“Baiklah-baiklah,” sahut Julia. Dia lalu menggaet lengan Briana dan mengantarkannya sampai di depan cafe. “Bri, besok kau datang agak siang saja. Aku tidak mau di tuduh sebagai bos yang suka menyiksa karyawannya sendiri.”
“Baru juga aku mau bicara seperti itu, Julia. Syukurlah kalau kau peka. Setidaknya lelahku tidak sia-sia. Hehehe,” sahut Briana sambil tersenyum lebar. Dia lalu mengerucutkan bibir saat Julia menggeplak lengannya. “Baru juga di puji. Kenapa mood-mu mudah sekali berubah sih.”
“Cepat pergi dari hadapanku sebelum aku berubah pikiran untuk menjadikanmu sup sebagai pengganti menu special di café besok. Dasar iblis bermuka dua. Menyesal aku tidak memintamu bekerja sampai besok pagi. Huh!”
Briana tertawa terbahak-bahak saat Julia menyebutnya sebagai iblis bermuka dua. Setelah itu Briana pun segera pergi dari sana. Tak lupa dia meminta Julia agar jangan terlalu lama berada di luar. Dia takut ada yang menjahati Julia karena sahabatnya itu tinggal sendirian di rumah yang menyatu dengan café.
Hahhh, lelahnya.
Sambil berjalan gontai, Briana meregangkan otot-otot di tubuhnya. Hari ini café sangat ramai, membuat Briana dan Julia memeras tenaga mereka untuk melayani pesanan yang seperti tidak ada habisnya. Meskipun begitu, Briana tetap merasa bahagia karena semakin banyak tamu yang datang ke café, maka bonus yang Briana terima pun akan bertambah semakin besar. Julia memang sahabatnya, tapi Briana tak pernah mau menerima uang secara cuma-cuma. Pantang bagi seorang Briana menerima belas kasihan dari orang lain meski itu adalah sahabatnya sendiri. Hidup boleh sebatang kara, tapi bukan berarti Briana lemah. Selagi malaikat maut belum datang menjemput, maka Briana akan berusaha bertahan hidup dengan kemampuannya sendiri. Keren ‘kan?
Dugggg
Briana berhenti melangkah saat ada orang yang tiba-tiba menghadang jalan. Dia kemudian mendongak, menatap datar ke arah orang yang baru saja ditabraknya. “Apa kau perampok?” tanya Briana.
Tidak ada jawaban. Pria asing itu hanya diam saja saat Briana bertanya apakah dia perampok atau bukan. Briana yang melihat kebungkaman pria tersebut tampak menghela nafas panjang. Dia lelah.
“Tuan, kalau kau benar perampok, maka salah besar kalau kau ingin merampokku. Karena selain nyawa, aku tidak punya sesuatu yang berharga di tubuhku. Menyingkirlah, aku sedang tidak berminat untuk berkelahi denganmu. Mengerti?”
Setelah berkata seperti itu Briana kembali melanjutkan langkahnya. Karena sudah terlalu lelah, Briana sama sekali tidak menyadari kalau pria asing yang tadi ditabraknya mengikutinya sampai ke rumah. Dan hal tersebut baru Briana sadari saat dia melepas sepatunya. Kesal karena di ikuti, Briana segera mendekati pria itu kemudian menatapnya galak sambil berkacak pinggang. Dia lalu mulai menginterogasinya.
“Hei kau pria asing, kenapa kau terus mengikutiku hah? Bukankah tadi aku sudah bilang kalau aku tidak punya barang berharga untuk kau rampok? Bebal sekali sih!”
“Aku … lapar.”
“Kalau lapar ya makan. Kenapa kau malah mengikutiku sampai kemari? Kau ingin memakanku atau bagaimana?” kesal Briana tak habis pikir dengan jawaban pria asing tersebut.
“Aku tidak punya uang,”
“Lalu apa urusanku? Kau pikir aku ini bank apa. Lihat, aku saja harus bekerja mati-matian demi mencari sesuap nasi, lalu kau dengan seenaknya bicara padaku dan mengeluh tidak punya uang. Membuat orang kesal saja. Sana pergi, aku mau tidur!”
Bukannya pergi, pria asing tersebut malah berdiri diam sambil memainkan ujung bajunya. Dan hal tersebut membuat Briana menjadi penasaran akan siapa pria ini sebenarnya. Dia lalu memutuskan untuk menanyakan nama dan alamat pria tersebut.
“Hei, siapa namamu?”
“Nama?”
“Iya nama. Kau tidak mungkin tidak punya nama ‘kan?”
Kedua alis Briana saling bertaut mendapati ekpresi kebingungan di wajah pria tersebut saat dia menanyakan tentang siapa namanya.
“Nama. Siapa namaku?” tanya pria asing itu yang malah balik menanyakan siapa namanya.
“Yakkkk, kau sudah gila ya. Bagaimana mungkin aku tahu namamu kalau kau saja tidak mau memberitahukan namamu padaku. Kau jangan bercanda ya!” amuk Briana yang kesal setengah mati saat pria asing ini malah balik bertanya padanya.
Namun, sedetik kemudian Briana terhenyak kaget saat sebuah dugaan terlintas di dalam pikirannya. Untuk memastikan apakah dugaannya benar atau tidak, Briana kembali bertanya pada pria asing tersebut. “Kau tinggal dimana? Kali ini kau tidak mungkin tidak ingat dimana rumahmu bukan?”
“Rumah? Rumah yang mana?”
Sial. Ternyata dugaanku benar. Pria asing ini lupa ingatan. Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini. Aku sudah sangat lelah, kenapa kau malah mengirimkan seorang pria idiot ke rumahku?
Sadar kalau pria ini sedang bermasalah dengan kesehatannya, Briana pun memutuskan untuk menolongnya. Dia tidak sekejam itu untuk membiarkannya keluyuran di tengah malam begini dalam kondisi kelaparan dan lupa ingatan. Tak tega, Briana segera menggandeng tangan pria asing itu lalu mengajaknya masuk ke dalam rumah.
“Nasib-nasib. Mimpi apa aku semalam sampai di datangi orang yang lupa ingatan. Kalau saja yang datang adalah seorang bos yang kaya raya, aku pasti tidak akan merasa keberatan. Tapi ini. Ya Tuhan … sial sekali hidupku,” gerutu Briana sambil memasak mie untuk pria asing yang terus berdiri di sebelahnya.
Setelah mienya siap, Briana segera memberikannya pada pria tersebut. Dia lalu memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya, membiarkan pria itu makan sendirian.
“Malam ini aku mengizinkanmu menginap, tapi besok pagi kau harus pergi dari sini. Paham?” ucap Briana sambil menutup mulutnya saat akan menguap.
Tak butuh waktu lama bagi Briana untuk sampai di alam mimpi. Karena begitu dia selesai bicara, matanya langsung terpejam. Saking lelahnya, Briana sampai lupa untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Dan dia juga lupa kalau di hadapannya ada seorang pria asing yang tengah memperhatikannya dalam diam.
“Terima kasih. Mienya enak,” ….
***
📢📢📢 MINTA DUKUNGANNYA YA BESTIE UNTUK NOVEL INI YANG SEDANG MENGIKUTI LOMBA #100%KEKASIH IDEAL 💜
***
Pukul jam sepuluh pagi Briana terbangun dari tidurnya. Dia lalu menggeliat, meregangkan urat tubuhnya yang sudah tak lelah lagi setelah dirinya tidur dengan begitu lelap. Bagi Briana tidak ada hal yang membahagiakan di dunia ini selain terbangun masih dalam kondisi hidup. Namun, kali ini kebahagiaan Briana tak bisa berlangsung lama. Saat dia tengah memanjatkan syukur karena masih di beri nafas, Briana di buat syok mendengar suara dengkuran seseorang. Khawatir ada maling yang menyusup masuk, Briana segera melepas sepatu yang masih terpasang di kakinya. Dia lalu melongok ke bawah untuk melihat siapa yang mendengkur.
Eh, kenapa bisa ada pasein rumah sakit di rumahku? Ini aku tidak sedang berada di alam lain ‘kan?
Terbengang-bengang Briana di buatnya. Dia lalu mengedarkan pandangan ke seluruh kamar untuk memastikan apakah dirinya pindah alam atau tidak. Belum juga Briana mendapat jawabannya, dia dibuat hampir mati jantungan saat ada orang yang tiba-tiba menarik tangannya. Sontak saja hal tersebut membuat Briana reflek menendang wajah orang itu.
“Uhhhh, sakit. Hidungku berdarah,” keluh seorang pria sambil memegangi hidungnya yang mimisan setelah mendapat tendangan brutal dari wanita yang membawanya masuk ke rumah ini.
“Siapa kau?” teriak Briana.
“Aku tidak tahu aku siapa.”
“Hah?”
Briana terdiam beberapa detik saat pria asing ini menjawab tidak tahu. Dan barulah Briana teringat kalau orang yang dia anggap sebagai maling adalah pria lupa ingatan yang semalam di tolongnya. Sambil melemparkan sepatunya ke lantai, Briana menatap galak pada pria tersebut. Dia sama sekali tidak merasa kasihan melihat banyaknya darah yang keluar dari hidungnya.
“Karena sekarang sudah siang, aku sarankan kau sebaiknya segera pergi dari rumahku. Kau tahu bukan dimana pintu keluarnya?”
Setelah berkata seperti itu Briana turun dari ranjang kemudian berjalan menuju kamar mandi. Walaupun semalam Julia memintanya untuk tidak datang terlalu pagi, Briana tetap akan datang seperti hari biasa. Bukannya apa. Briana hanya tidak mau memanjakan tubuhnya, juga tidak mau memanfaatkan kebaikan Julia. Sahabat ya sahabat, karyawan ya karyawan. Dia tidak mau persahabatannya dengan Julia dicampuradukkan dengan pekerjaan yang mana membuat Briana jadi terlihat tidak professional. Dia karyawan yang sangat teladan sekali bukan? Tentu saja, Briana.
“Hufttt, ayo semangat, Briana. Semoga saja hari ini café ramai seperti semalam. Dengan begitu uang tabunganmu akan cepat bertambah. Tidak apa kelelahan. Seperti kata pepatah, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Hehehe,” ucap Briana menyemangati dirinya sendiri sebelum keluar dari dalam kamar mandi.
Jantung Briana hampir saja berpindah tempat begitu dia melihat penampakan di depan pintu kamar mandi. Dia yang baru akan keluar dari sana kaget setengah mati saat tahu kalau pria asing itu masih belum pergi juga dari rumahnya. Dan yang lebih menyeramkannya lagi, mulut dan pakaian pria ini berlumuran darah akibat hidungnya yang terluka karena terkena tendangannya.
“Aku tidak mau pergi. Aku mau ikut denganmu,” ucap si pria asing itu.
“A-apa?”
Briana memekik kaget saat pria itu menolak pergi dari rumahnya. Ingat kalau dirinya belum bertukar pakaian, Briana segera mengambil baju dari lemari kemudian kembali masuk ke dalam kamar mandi. Setelah rapi, dia segera keluar lalu menarik tangan pria itu agar duduk ranjang. Sambil menahan kekesalannya, Briana mencoba menjelaskan pada pria tersebut kalau rumahnya bukan tempat penampungan orang yang hilang ingatan.
“Dengarkan aku baik-baik. Aku ini orang sibuk, jadi aku tidak punya waktu untuk merawat orang amnesia sepertimu. Lebih baik sekarang kau kembali ke rumah sakit saja. Ya?”
“Aku tidak tahu dimana rumah sakitnya.”
“YAAKKKKK!”
Tubuh Briana sampai bergetar saking jengkelnya dia mendengar jawaban pria ini. Andai saja Briana mempunyai kekuatan super, dia pasti akan langsung mengirim pria ini kembali ke tempatnya semula. Sungguh sial sekali hari ini. Dia tidak mengerti kenapa pria ini bisa begitu bebal dengan menolak pergi dari rumahnya. Menyebalkan sekali bukan?
“Nona, aku sudah menjadi gelandangan selama beberapa hari. Dan aku benar-benar tidak ingat siapa namaku, juga alamat rumah sakit tempatku dirawat. Tolong jangan usir aku. Aku tidak mengenal siapapun di tempat ini selain dirimu. Sungguh.”
“Astaga, bagaimana caranya membuatmu bisa mengerti kalau aku ini sangat sibuk. Ya Tuhaannnnn!” keluh Briana frustasi sendiri.
Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa iya aku tega mengusir orang ini? Aaaaaa, aku harus bagaimana ….
Setelah perang batin selama tujuh purnama, Briana akhirnya mengambil keputusan untuk membiarkan pria ini tetap tinggal. Untuk sementara biarlah seperti ini dulu. Nanti saat ada waktu luang, Briana baru akan memikirkan cara untuk membuatnya pergi. Karena sekarang sudah saatnya Briana berangkat bekerja, dia segera meminta pria tersebut agar membersihkan diri di dalam kamar mandi. Briana berniat membawanya ke café karena tidak mungkin dia membiarkannya sendirian di rumah.
“Karena aku tidak punya pakaian laki-laki, untuk sementara kau pakai baju ini dulu. Tidak apa-apa ‘kan?” tanya Briana sambil menyerahkan sebuah kaos oversize berwarna hitam serta celana olahraga berwarna senada.
Pria itu mengangguk. Dia pun segera memakainya saat Briana berbalik menghadap belakang.
“Sudah,”
“Ayo berangkat. Nanti di sana kau jangan mengacau ya. Kalau kau berani melakukannya, aku bersumpah akan langsung mematahkan tangan dan kakimu. Paham?”
“Baiklah,”
Setelah itu mereka segera berangkat menuju tempat kerja Briana. Selama dalam perjalanan, mereka tidak saling bicara. Keduanya sama-sama diam sampai akhirnya mereka sampai di café milik Julia.
“Bri, sejak kapan kau punya peliharaan?” tanya Julia sambil menatap pria yang datang bersama sahabatnya. Jujur, dia sangat ingin tertawa sekarang. Bagaimana tidak. Pria ini memakai pakaian Briana yang bahkan tidak bisa menutupi tubuhnya dengan sempurna. Baju oversize yang dikenakan pria ini tak mampu menutupi bagian pusar. Sedangkan celana olahraga yang di pakainya menggantung dua jengkal di atas mata kaki. Kalian bisa bayangkan sendiri bukan seperti apa penampilannya?
Kesal mendengar pertanyaan Julia, Briana pun segera menjelaskan asal usul dari pria yang dianggap peliharaanya oleh Julia. “Semalam Tuhan telah mengirimkan pria idiot ini ke rumahku. Dan apa kau tahu, Julia. Dia hilang ingatan. Saat aku pulang dari sini, dia terus mengikutiku sampai ke rumah. Awalnya aku pikir dia perampok, jadi aku mengusirnya. Tapi melihatnya kebingungan memikirkan namanya, aku merasa tak tega. Jadi aku memberinya makan dan membiarkannya menginap di rumahku. Dan pagi tadi ketika aku mengusirnya, dia menolak untuk pergi. Dia memohon padaku dan mengatakan kalau hanya aku yang dikenalnya di tempat ini. Itulah kenapa dia bisa datang bersamaku kemari. Kau tidak keberatan bukan kalau untuk sementara waktu dia akan berada di café? Aku tidak tahu harus mengantarnya pulang kemana,”
“Ohh, begitu. Ya sudah tidak apa-apa. Lagipula pria ini terlihat seperti pria baik-baik. Santai,” sahut Julia dengan senang hati mengizinkan pria tersebut berada di café miliknya. Kasihan juga.
Setelah mendapat izin dari Julia, Briana meminta pria itu duduk di kursi dekat kasir. Dia kemudian pergi ke dapur untuk membuat sarapan sebelum mulai rutinitas seperti biasa.
***
📢📢📢 MINTA DUKUNGANNYA YA BESTIE UNTUK NOVEL INI YANG SEDANG MENGIKUTI LOMBA #100%KEKASIH IDEAL 💜
***
“Yaaa, bisa tidak kau duduk saja di sana. Aku ini sedang bekerja, jangan merecokiku. Tahu?” omel Briana sambil menatap galak ke arah pria yang sejak tadi terus menempel padanya.
Tak ada jawaban. Ternyata selain lupa ingatan, pria ini juga sangat irit bicara. Hal ini tentu saja membuat Briana semakin merasa frustasi. Kalau saja tak memandang rasa kemanusiaan, sudah sejak tadi Briana mengusirnya pergi dari café. Dia benar-benar sudah sangat kesal sekarang. Bagaimana tidak kesal. Saat café sedang ramai-ramainya, pria ini malah terus menempel padanya seperti permen karet. Padahal sebelum berangkat kemari Briana telah mengancam akan memotong tangan dan kakinya jika pria ini berani merusuh. Namun, sepertinya ancaman tersebut tidak berguna sama sekali karena pria ini bahkan tidak merasa takut sedikitpun saat Briana berkata akan menempelkan kuali panas ke bokongnya.
“Astaga, lama-lama aku bisa gila. Kau ini ya!”
Julia yang baru selesai mengelap meja buru-buru masuk ke dalam saat mendengar suara teriakan Briana. Dia kemudian terbengang kaget melihat Briana yang sedang mengacungkan sutil ke arah Lu, si pria yang tidak ingat apapun tentang identitasnya. Nama panggilan ini sengaja di pilih oleh Briana karena Lu berarti lupa. Agak aneh sih, tapi cukup sesuai mengingat sikap Briana yang terkadang lumayan nyeleneh juga. Hihihi.
“Julia, aku rasa aku perlu istirahat sekarang. Sepertinya tensi darahku naik gara-gara manusia satu ini. Kesal sekali aku dibuatnya,” ucap Briana bersungut-sungut sambil melepas apron yang di pakainya. Setelah itu Briana segera menyambar tasnya kemudian berjalan pergi tanpa menunggu jawaban apakah Julia mengizinkannya pulang atau tidak. Masa bodo. Dia sudah tak peduli lagi.
“Lu, cepat susul Briana. Kau mau tidur dimana kalau dia sampai meninggalkanmu di sini?” ucap Julia meminta Lu agar segera menyusul sahabatnya yang pergi dalam kondisi marah.
“Baiklah, Nona. Aku permisi,” sahut Lu dengan sopan. Setengah berlari dia mengejar Briana yang sudah berjalan jauh di depan.
“Haihhh, kasihan sekali mereka. Yang satu menjadi beban, yang satunya lagi emosian. Semoga saja malam ini Lu tidak mati di tangan Briana,” gumam Julia sebelum kembali menyelesaikan pekerjaan yang masih tersisa.
Sementara itu di jalan, Briana yang tahu kalau Lu kembali mengikutinya pulang ke rumah nampak terdiam sambil memikirkan sesuatu. Sesekali ekor matanya melirik ke arah Lu yang berjalan tak jauh darinya. Hingga tak lama kemudian Briana tiba-tiba menyeringai. Dia telah menemukan cara agar Lu tidak mengikutinya pulang ke rumah.
Maafkan aku, Tuhan. Aku terpaksa meninggalkan pria lupa ingatan ini di pinggir jalan karena aku sudah tak kuat lagi menampungnya. Aku harap Kau mau mengerti keputusan ini, Tuhan.
Tepat ketika Briana sampai di persimpangan jalan, dia memilih jalan yang bukan menuju rumahnya. Setelah itu dia berlari kencang lalu bersembunyi di balik tanaman bonsai berukuran besar. Lu yang tidak menyangka kalau Briana akan meninggalkannya segera berlari lurus ke depan tanpa terpikir kalau dia sedang di kerjai. Dan begitu Lu melewati tempat persembunyiannya, Briana segera keluar dan kembali menuju jalan yang tadi. Bak di kejar setan, Briana berlari menuju rumahnya. Dia lalu jatuh terduduk di depan pintu dengan nafas yang terengah-engah.
“Hahhh hahh, akhirnya dia pergi juga,” ujar Briana lega.
Khawatir Lu kembali, Briana segera masuk ke dalam rumah dan mengunci pintunya. Dia lalu melemparkan tasnya asal dan membiarkan sepatunya teronggok di belakang pintu. Gerah karena berkeringat, Briana memutuskan untuk segera membersihkan tubuhnya. Rasanya sungguh melegakan karena akhirnya Briana bisa terbebas dari permen karet yang seharian ini terus memacu emosinya.
Tepat ketika Briana keluar dari dalam kamar mandi, terdengar suara guntur saling bersahutan di langit. Untuk beberapa saat lamanya Briana diam terpaku memikirkan keadaan Lu yang masih berada di luaran sana. Hatinya sedikit gelisah membayangkan bagimana jika pria itu tidak menemukan tempat untuk berteduh.
“Ah, masa bodo. Lagipula di luaran sana ada banyak sekali tempat untuk singgah. Ya kali dia kehujanan,” ujar Briana mencoba meyakinkan diri kalau Lu pasti akan baik-baik saja. Dia kemudian membaringkan tubuhnya di atas ranjang saat hujan mulai turun dengan derasnya.
Baru juga mata Briana akan terpejam, terdengar suara pintu yang di ketuk dari luar. Seketika Briana menjadi waspada, menerka-nerka siapa orang yang datang bertamu di waktu hujan seperti ini. Namun karena suara ketukan pintu terus terdengar, Briana terpaksa memilih untuk membukanya. Khawatir itu adalah perbuatan orang jahat, Briana tak lupa membawa gagang payung sebagai alat untuk melindungi diri. Dan ….
Ceklek
“K_kau?? Ba-bagaimana bisa kau kembali lagi ke sini?”
Meskipun hujan hanya disertai kilat, tapi Briana merasa seperti tersambar petir melihat Lu yang berdiri di depan pintu rumahnya dalam keadaan basah kuyup bermandikan air hujan. Saking syoknya, Briana sampai tak sadar gagang payung yang di pegangnya terlepas begitu dia melihat kemunculan pria ini.
“Nona, aku kedinginan. Tolong biarkan aku masuk,” ucap Lu dengan suara gemetar. Tubuhnya nampak menggigil kedinginan dan bibirnya memucat.
“Ha?"
Briana mengerjapkan mata. Tak tega melihat Lu yang menggigil kedinginan, dengan perasaan campur aduk Briana akhirnya mempersilahkan Lu masuk ke dalam rumah. Setelah itu Briana memintanya agar segera membilas tubuh di dalam kamar mandi, sementara dia sendiri sibuk mengobrak-abrik isi lemari untuk mencarikan pakaian ganti.
“Sebenarnya dia itu berasal dari planet mana sih. Bisa-bisanya ya dia kembali ke rumah ini setelah aku meninggalkannya di jalanan. Apa jangan-jangan Lu hanya pura-pura lupa ingatan saja agar bisa menumpang hidup gratis padaku? Argghhh, sial. Sepertinya aku perlu menyelidiki hal ini. Haihhh,” gumam Briana sambil menatap ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup rapat.
Tak lama kemudian Lu keluar hanya dengan memakai handuk sebatas pinggang. Briana yang melihat hal itupun nampak cuek-cuek saja. Dia sama sekali tidak merasa risih meski ini adalah kali pertama dia melihat seorang pria bertelanjang dada. Karena di mata Briana, uang itu jauh lebih menggoda ketimbang deretan roti sobek yang ada di perutnya Lu.
“Pakai baju itu sekarang. Jangan mentang-mentang tubuhmu keren lalu kau bisa seenaknya pamer padaku. Asal kau tahu saja ya. Aku sama sekali tidak tertarik padamu. Huh!” ucap Briana cetus sambil melemparkan satu stel pakaian ke arah Lu. Setelah itu dia naik ke atas ranjang lalu menyelimuti tubuhnya hingga menyisakan bagian wajah saja.
“Nona, kenapa tadi kau meninggalkan aku?” tanya Lu.
“Diamlah, jangan berisik. Aku ingin istirahat,” jawab Briana berkilah. Briana tak menyangka Lu sadar kalau dia sengaja meninggalkannya.
“Aku tidak mau pergi dari sini. Aku ingin terus tinggal denganmu,”
“Terserah kau mau bagaimana. Lebih baik sekarang kau tidur dan jangan menggangguku lagi.”
“Aku tidur dimana?"
“Di langit,” sahut Briana sambil melemparkan bantal dan selimut ke arah Lu. Sambil bersungut-sungut, dia bangun dan mengambil selimut lain dari dalam lemari. “Nah, kau jadikan badcover ini sebagai alas tidur. Awas saja kalau kau masih berani mengeluh. Aku akan langsung mendepakmu keluar dari rumahku. Paham?”
Lu mengangguk patuh. Dia segera menggelar badcover di samping ranjang lalu merebahkan tubuhnya di sana. Tak butuh waktu lama, Lu sudah tengelam dalam dunia mimpinya. Mengabaikan Briana yang tengah memperhatikannya sambil memeluk selimut.
Kira-kira cara apa yang harus aku gunakan untuk mengusir parasit ini ya? Aku benar-benar bisa gila kalau dia terus tinggal di sini. Ya Tuhan ….
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!