NovelToon NovelToon

Ambisi Dan Sihir

Chapter 1 Pilihan Sulit

Renita merasa gelisah, semalam perempuan itu tidak dapat tidur. Kata-kata yang diberikan oleh Prof. Dahlan

Rektor Universitas Perjuangan, tidak dapat hilang dan pergi dari telinganya. Laki-laki itu sudah mendatanginya secara khusus, dan memintanya untuk menjadi pejabat Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum dan PSDM untuk periode empat tahun ke depan. Yang menjadi ganjalan bagi perempuan itu, jabatan ini tidak dimulai bertepatan dengan awal pelantikan, namun menggantikan pejabat Wakil Rektor yang katanya sudah mengajukan pengunduran diri,

“Mohon maaf pak, saya tidak bisa menggantikan pak Leo untuk jabatan itu. Saya tidak berani pak, apalagi alasannya saya menggantikan pak Leo, karena beliau sedang menyelesaikan studinya.” Teringat penolakan yang dilakukan Renita tadi siang.

“Dengarkan saya mbak Renita, bukan tanpa alasan kenapa saya memilih mbak Renita untuk mendampingi saya.

Bertahun-tahun, kita sudah bekerja Bersama dalam sebuah tim, dan saya tahu bagaimana dedikasi mbak Renita untuk perguruan tinggi ini. Jangan tolak permintaan saya, ini perintah saya selaku Rektor.” Rektor tetap bersikeras

mendesak Renita untuk menanda tangani surat pernyataan kesanggupan itu.

“Ijinkan saya untuk berbicara dengan pak Leo dulu pak. Begitu kami bertemu, saya pastikan jika pak Leo akan

Kembali bersedia untuk menduduki jabatan tersebut,” Kembali Renita meminta waktu untuk menyetujui penawaran itu.

Renita sudah sejak tahun 1997 bergabung menjadi dosen di Universitas Perjuangan, dan sangat memahami bagaimana karakter orang-orang di perguruan tinggi tersebut. Masalah main klenik sudah menjadi kebiasaan banyak dosen maupun karyawan tua disitu. Bahkan tidak jarang, baru saja masuk ke lokasi kampus, taburan bunga, beras berwarna kuning, sering banyak dijumpai di selasar lantai di kampus itu.

“Sudah.., tidak perlu untuk berbicara dengan pak Leo. Jika pak Leo belum mengirimkan surat pengunduran ke

pihak Yayasan, aku mungkin masih bisa untuk mempertimbangkannya, Tetapi, tanpa berbicara dengan saya, pak Leo sudah melewati Batasan, mengirimkan surat pengunduran diri kepada Yayasan. Hanya mbak Renita, yang kurasa cocok dan pantas untuk meneruskan memegang jabatan tersebut,” Rektor terus berusaha untuk menekan Renita. Mereka berdua berada di ruang Rektor, tidak ada yang lain yang berada disitu.

“Cepat tanda tangani pernyataan ini!” Kembali Rektor menyerahkan selembar kertas ukuran HVS A4 pada perempuan itu.

“Ijin saya berpikir dulu pak Rektor, karena saya perlu untuk meminta ijin pada suami saya..” dengan cara halus, Renita terus berusaha mengulur waktu.

“Atau  saya yang akan memintakan ijin kepada suami mbak Renita..?” mendengar alasan Renita, Prof. Dahlan malah semakin terus mendesak perempuan itu.

“Mohon maaf pak, saya sendiri yang akan menyampaikan pada suami saya. Ijin untuk meninggalkan ruangan dulu

pak, dan minta waktu untuk berpikir terlebih dahulu.” Renita segera minta ijin untuk meninggalkan ruangan Rektor. Seketika kebingungan melanda perempuan itu.

“Baiklah.., tolong pertimbangkan permintaan saya.” Sebelum Renita keluar dari ruangan itu, Prof. Dahlan Kembali

berpesan pada perempuan itu.

“Inshaa Allah pak, permisi, Assalamu alaikum..” Renita mengucapkan salam kemudian berjalan menuju ke arah

pintu keluar dari ruangan Rektor.

“Wa alaikum salam..” jawab Rektor.

Renita masih mengingat kembali dengan jelas, apa yang dialaminya di kantor tadi siang. Perempuan itu juga

tidak habis pikir, kenapa Prof. Dahlan terus mendesaknya untuk menduduki jabatan tersebut. Padahal di Universitas Perjuangan, banyak dosen yang memiliki kemampuan dan kapabilitas yang tinggi. Akhirnya tidak lama kemudian, perempuan itu tertidur dengan gundahan pikiran.

***********

Keesokan Harinya

Seperti biasa, setiap pukul 07.30, Renita selalu berusaha untuk sampai tepat waktu di ruang kerjanya. Sebagai

seorang atasan Kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan atau disingkat BAAK, perempuan ini memang ingin selalu memberi contoh yang baik pada anak buahnya. Jam kerja di Universitas Perjuangan dimulai pada pukul 08.00 pagi, dan akan berakhir pukul 14.00 siang.

“Selamat pagi bu Renita..” baru saja membuka pintu, ternyata pak Hans karyawan laki-laki yang memiliki keterbatasan berbicara menyapa perempuan itu.

“Pagi pak Hans.. apakah teman-teman yang lain belum pada datang?” Renita membalas sapaan laki-laki itu,

sambil berjalan menuju ke meja kerjanya.

“Belum..” jawab pak Hans singkat.

Renita segera meletakkan tasnya di atas meja, kemudian perempuan itu mulai menyalakan laptop di atas meja.

Selain sebagai seorang dosen di program studi Manajemen, Renita memang sejak periode ini diminta kesediaan untuk menduduki jabatan sebagai Kepala BAAK, dengan lima orang anak buah yang berada di bawahnya. Meskipun memiliki keterbatasan di bidang program computer, tetapi Renita memiliki kepemimpinan yang bagus, perempuan ini tidak hanya menempatkan dirinya sebagai seorang atasan, tetapi juga menempatkan dirinya sebagai seorang ibu bagi para anak buahnya.

Tidak lama perempuan itu duduk di kursinya, satu persatu ke empat anak buahnya mulai berdatangan. Mereka menyapa dan menuju ke tempat Renita untuk berjabat tangan. Setelah mereka menyelesaikan ritual jabat tangan, mereka Kembali untuk duduk di kursi di belakang meja kerjanya masing-masing.

“Mas Hasto, nanti ketemu dengan saya sebentar ya, Ada yang akan aku bicarakan.” Di dalam ruang BAAK, Renita

memang paling dekat dengan Hasto. Tidak hanya Renita, bahkan suami dan kedua anaknya juga memiliki kedekatan dengan laki-laki mud aitu. Ketika Hasto menikah, Renita dan keluarganya menjadi satu-satunya keluarga yang menjadi pengiring laki-laki itu menikah.

“Baik bu.., nanti setelah saya mengirimkan laporan PDPT ke forlap Dikti ya bu.” Hasto menyanggupi permintaan

Renita.

******

Sore hari

Ketika semua karyawan sudah pulang, Renita dan Hasto duduk berhadapan di ruang kerjanya. Renita bermaksud

untuk menceritakan permintaan dari Prof. Dahlan, yang memintanya untuk menduduki jabatan sebagai Wakil Rektor menggantikan pak Leo.

“Kenapa bu.., sepertinya bu Nita sedang ada masalah? Terlihat dari penampilan bu Nita yang terlihat kusut hari

ini..?” Hasto membuka pertanyaan pada perempuan itu.

“Iya Hast.., aku bingung dan galau. Tiba-tiba kemarin Prof Rektor memanggilku ke ruangan, dan beliau…” renita

menghentikan bicaranya.

“Pak rector kenapa bu..?” karena Renita berhenti, Hasto mengejar perkataan Renita dengan tidak sabar.

“Pak rector memintaku untuk menduduki jabatan sebagai Wakil Rektor menggantikan pak Leo.” Ucap Renita lemah.

Sekelumit senyuman muncul di mulut Hasto…, laki-laki muda itu memang mengakui kepintaran, dan kepemimpinan

yang ditunjukkan oleh perempuan itu.

“Kenapa kamu tersenyum Hast..?” Renita bertanya dengan sedikit suara keras pada Hasto.

“Satu tahap terlampaui Bu. Masih ingatkan Bu renita, Ketika mewakili sebagai pihak keluarga dan juga pihak

kantor, tatkala saya menikah di Blora, Sesepuh di desa itu, menyebut bu Renita dengan panggilan Rektor. Tidak ada satu tahun bu.., ternyata Allah mengabulkan perkataan sesepuh itu.” Sambil mengulum senyum, hasto menceritakan kembali kejadian, Ketika dia dan istrinya melangsungkan pernikahan. Kedatangan Bu Renita saat itu, memang meninggalkan kenangan dan rasa hormat yang mendalam di hati Hasto dan keluarga istrinya.

Menjadi seorang yatim piatu, dan satu orang kakak dengan tiga orang adik, tidak memberinya pilihan untuk

mendatangkan mereka ke Blora kala itu. Kakaknya yang semula mengatakan jika akan mewakili dari pihak keluarga, ternyata sampai akan dilangsungkan acara, ternyata tidak dapat datang. Untunglah, kedatangan Bu Renita Bersama dengan suami dan kedua anak laki-lakinya, dapat mewakili dari pihak keluarganya.

***********

Chapter 2 Bismillah

Renita dan Hasto masih berbincang berdua di ruangan BAAK yang sudah mulai sepi. Bahkan dua ruangan yang ada di sebelahnya yaitu ruang BAKU dan BAUK, juga sudah ditinggalkan para karyawannya. Karena memang jam di dinding sudah menunjukkan angka pukul 15.00, sudah melewati satu jam kerja di Universitas Perjuangan.

“Assalamu alaikum…” Hasto dan Renita terperangah melihat ke arah pintu. Tidak diduga, Prof. Dahlan Rektor

Universitas Perjuangan masuk dengan membawa satu lembar kertas di tangannya.

“Wa alaikum salam, monggo pak rector.” Hasto segera menjawab ucapan salam yang diberikan oleh pimpinan

universitas itu, Untung saja, barusan Bu renita menceritakan padanya, jika tidak Hasto akan terkejut melihat kedatangan pimpinan tertinggi di perguruan tinggi itu, datang ke ruang kerjanya.

“Saya akan bertemu dengan mbak Renita, mas Hasto keluar dulu ya..” tiba-tiba tanpa diduga. Prof. Dahlan mengusir Hasto untuk pergi dari ruangan tersebut.

“Baik pak..” tanpa menoleh lagi, Hasto langsung menuju pintu keluar BAAK.

Prof. Dahlan langsung duduk di depan Renita, dan perempuan itu menjadi mati kutu. Karena Renita tidak mengira

jika Prof. Dahlan hanya akan memberinya waktu satu hari saja, Perempuan itu berpikir jika paling tidak ada waktu satu minggu untuk mempertimbangkan penawaran itu.

“Bagaimana mbak Renita, apakah

sudah ditanda tangani surat pernyataannya? Uhuk.., uhukk..” sam bil terbatuk-batuk,

pak Dahlan Kembali mempertanyakan tentang surat pernyataan tersebut.

“Bapak sakit ya, mohon maaf pak, surat pernyataannya tertinggal di rumah. Tadi saya lupa untuk membawanya

Kembali ke kantor.” Di depan Prof. Dahlan, Renita seperti kehilangan suaranya. Kharisma Rektor ini memang sangat luar biasa, jika berhadapan siapapun akan merasa tertindas di depannya.

“Ada bollpoint…, ini kebetulan saya membawa lagi surat pernyataan tersebut.” Seperti tidak menerima penolakan,

laki-laki itu Kembali menyerahkan surat pernyataan kesanggupan untuk ditanda tangani perempuan itu. Renita merasa mati kutu, kehabisan akal untuk memberikan jawaban pada laki-laki atasannya itu.

“Mohon maaf pak rector, kebetulan tas kerja saya ada di fakultas. Jadi saya tidak memiliki pulpen di ruangan

ini.” Dengan alasan tidak masuk akal, Renita menanggapi perkataan pimpinannya itu.

“Mbak Renita.., tolong jangan halangi keinginan saya. Minggu depan saya akan menuju ke tanah suci untuk

menjalankan ibadah umroh, Jadi sebelum saya berangkat, saya ingin semua urusan sudah terselesaikan dengan baik. Jadi.., saya harap mbak Renita jangan mencoba untuk mengelabui saya. Baiklah jika begitu.., saya akan mengambilnya di ruangan saya.” Tiba-tiba tidak diduga, Prof. Dahlan berdiri dan sambil terbatuk, berjalan

meninggalkan Renita.

“Tidak perlu diambilkan pulpen pak, saya akan ambil sendiri tas saya di fakultas. Nanti jika sudah selesai,

saya akan mengembalikan surat pernyataan ini kepada Bapak.” Kembali Renita mengelak.

“Baiklah.., ingat sekali lagi. Jangan kecewakan saya..” Prof. Dahlan kemudian berjalan meninggalkan ruangan

tersebut,

*******

Beberapa jam sesudahnya

Prof. Dahlan berjalan keluar dari dalam ruangan, mendatangi ruang karyawan bagian administrasi Rektorat. Melihat

keberadaan mas Andi yang masih berada di belakang mejanya, Prof. Dahlan mendatangi laki-laki muda tersebut.

“Mas Andi.. segera ke ruangan bu Renita. Minta menanda tangani surat kesanggupan ini. Ingat harus dapat saat ini

juga, dan jangan Kembali jika belum mendapatkan tanda tangan dari bu Renita.” Dengan nada tegas, Prof. Dahlan memberi perintah pada Andi.

‘Baik pak..” tanpa mencari tahu peruntukkannya, Andi langsung menuju ke ruangan BAAK. Tetapi begitu masuk ke

ruangan tersebut, Andi tidak melihat keberadaan Bu Renita di dalam ruangan.

“Mas Denny.. bu Renita dimana ya..? Saya diutus pak rector untuk minta tanda tangan beliau.” Andi bertanya

pada salah satu karyawan BAAK.

“Tadi pergi sama mas Hasto.., sepertinya ke fakultas. Dicari saja di fakultas Ekonomi, sudah tahu kan, letak

ruangan beliau..” Denny menjawab pertanyaan Andi.

“Baik terima kasih mas, aku langsung cuzz kesana saja.” Tanpa banyak bicara, Andi langsung berjalan menuju

ke Fakultas Ekonomi. Fakultas itu untungnya masih berada di komplek bangunan Gedung Unit 1, hanya beda bangunan Gedung saja. Jika Rektorat berada di Gedung A, sedangkan Fakultas Ekonomi berada di Gedung B.

Di depan pintu masuk ruangan Fakultas, Andi berjumpa dengan Bu Yustina karyawan administrasi fakultas

tersebut. Andi berbisik,mengisyaratkan ingin bertemu dengan Renita, dan perempuan itu langsung menunjuk ke ruangan. Andi langsung masuk ke ruangan perempuan itu, dan melihat Renita sedang berbicara dengan Hasto. Tidak diduga, Andi melihat Renita menghapus air mata yang menetes dari sudut matanya.

“Maaf Bu Renita.., saya hanya menjalankan amanat. Tolong jangan bersikap jutek kepada saya..” merasa sudah

kenal baik dengan Renita, Andi meletakkan kertas dari Rektor di depan perempuan itu. Hasto hanya senyum-senyum melihat kejadian itu.

“Tinggal saja mas Andi.., nanti aku antar sendiri ke Rektorat jika sudah aku tanda tangani.” Renita meminta

Andi meninggalkannya sendiri.

“Maaf Bu.., sekali lagi aku minta maaf. Sebelum mendapatkan tanda tangan dari bu Renita, aku tidak akan pergi

dari sini. Karena seperti itu pesan dari pak Rektor bu.., tolong pahami saya.” Dengan wajah tak berdaya, Andi duduk di samping Hasto.

Mendengar penjelasan dari laki-laki itu, tangisan Renita Kembali pecah. Terbayang bagaimana ejekan dan cemooh dari rekan-rekan kerjanya, jika dia menanda tangani pernyataan kesanggupan itu. Tetapi melihat ke depannya, Andi dan Hasto hanya memandanginya dengan trenyuh, tetapi mereka juga tidak bisa melakukan apapun,

Beberapa saat, ketiga orang itu terdiam dalam satu ruangan yang sama. Renita sudah tidak dapat mengendalikan

air mata yang mengalir dari matanya. Begitu air mata itu dihapus, Kembali air mata penuh Kembali di kelopak mata perempuan itu.

“Ya sudah mas.., jika aku tidak tanda tangan, akan berpengaruh pada kinerja mas Andi. Bismillah.., ini bukan mauku mas, aku sudah menolaknya, tetapi pak rector tetap memaksaku untuk menerimanya.” Ucap Renita akhirnya.

“Aku paham bu.., tidak akan ada yang menyalahkan bu Renita. Semua juga tahu, bagaimana kalau pak Rektor punya kemauan.” Ucap Andi tanpa daya. Dengan tatapan lesu, merasa tidak tega dengan perempuan yang duduk di depannya itu, Andi memegang bahu Hasto,

“Bismillah semoga berkah bu.. Kami tahu bagaimana bu Renita kok,., jangan khawatir.” Hasto ikut membesarkan

hati Renita.

Dalam diam dan diiringi tetesan air mata, akhirnya Renita menanda tangani surat pernyataan kesanggupan itu

dengan disaksikan Andi dan Hasto. Meskipun surat pernyataan itu sudah ada tanda tangan dari Renita, tetapi Andi tetap duduk di depan perempuan itu. Tanpa disadarinya, sudut mata laki-laki itu juga basah oleh air mata. Hati kecilnya tertotok dengan kebesaran hati perempuan di depannya itu.

“Pergilah mas.., kasihan pak Rektor sedang batuk. Nanti beliau menunggu..” ucap Renita lirih. Perempuan itu

kemudian menelungkupkan wajahnya di depan meja kerjanya, berusaha menuangkan perasaannya lewat air mata.

“Baik Bu.., saya permisi ya. Ayo mas Hasto.., Kembali ke ruangan..” Andi kemudian berdiri, dan berjalan keluar

dari ruangan Renita.

************

Chapter 3 Pelantikan

Satu minggu sebelum keberangkatan Prof. Dahlan untuk melaksanakan ibadah umroh, pengukuhan Renita sebagai Wakil Rektor Bidang 2 dilaksanakan di auditorium, dengan menghadirkan dari pihak Yayasan, dan semua anggota senat. Selain itu pejabat WR 2 yang lama juga dihadirkan untuk melakukan serah terima jabatan. Acara demi acara dimulai dengan penuh kekhidmatan, dan sebelum Renita dikukuhkan, Prof. Dahlan selaku Ketua Senat menyampaikan beberapa patah kata.

“Yang terhormat Bapak Pembina, Pengurus dan Pembina Yayasan, dan anggota senat semuanya. Rapat senat kali ini diadakan secara mendadak, karena berkaitan dengan pengunduran diri dari bapak Leo Sinatra dari jabatannya, dengan alasan untuk focus pada penyelesaian studi S3 nya. Untuk itu, karena pergantian dilakukan hanya secara antar waktu, maka setelah berkomunikasi dengan calon terpilih, saya sebagai Rektor memutuskan untuk mengangkat Ibu Renita Cahyaningsih untuk menduduki jabatan tersebut. Saya harap pak Leo Sinatra untuk menyampaikan sendiri beberapa patah kata pengunduran dirinya.” Ucap Rektor selaku Ketua Senat menyampaikan maksud diadakannya rapat tersebut.

Para anggota senat seketika menjadi ribut, mereka kasak kusuk sendiri berusaha mencari tahu dan membicarakan keadaan yang sedang terjadi. Duduk di kursi yang ada di sayap utara, terlihat Renita tidak dapat mengendalikan emosinya. Perempuan itu tidak dapat menahan dan menghentikan air mata yang sejak tadi menetes dan membasahi pipinya. Duduk di sebelahnya, Dekan FST sejak tadi menghibur dan menenangkan perempuan itu.

“Apakah mungkin rapat hari ini sudah diskenario, sejak dulu Prof. Dahlan, Bu Renita, dan Bu Kiki mereka kan

berada dalam satu kubu, Mungkin saja mereka menindas pak Leo agar mengundurkan dirinya.” Gunawan memberikan komentarnya.

“Jangan suka su’udzon.. lihatlah kesedihan yang saat ini dialami Bu Renita, sepertinya perempuan itu tidak berkenan untuk diminta menggantikan pak Leo.” Iin menimpali. Sebagai orang tua, Iin memang selalu berhati-hati dalam membuat statement.

“Huh.. bisa jadi itu kamuflase saja. Menurutku bu Renita lebih bisa diterima oleh warga Universitas, dari kalangan bawah sampai kalangan atas, perform Bu Renita tidak diragukan lagi. Bahkan mahasiswa juga memiliki hubungan akrab dengan beliau. Dengan jadinya Bu Renita, akan bisa menopang kans buruk Prof. Dahlan dan Kiki selama ini. He.. he.., kalau aku sih, kasihan bu Renitanya..” dari samping, Zakaria ikut berkomentar.

Anggota senat peserta rapat membuat asumsi sendiri berdasarkan penilaian mereka masing-masing. Tiba-tiba

pak Leo selaku Wakil Rektor II yang mengundurkan diri, tiba-tiba berjalan ke podium dan memegang microphone. Ruangan rapat Kembali terlihat sepi, semua perhatian terfokus pada laki-laki itu.

“Assalamu alaikum, Bapak Ketua Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan, serta ketua Senat dan para anggota senat yang saya hormati. Ijin menegaskan Kembali apa yang sudah disampaikan oleh Bapak Rektor, yang sekaligus sebagai Ketua Senat perihal pengunduran diri saya. Hal itu saya lakukan karena saya akan focus pada penyelesaian studi saya. Kepada Ibu Dewi, dan anggota senat yang dahulu sudah memilih saya, mohon maaf

saya tidak bisa menyelesaikan Amanah sesuai dengan masa jabatan di universitas ini. Sekian terima kasih.” Dengan suara serak menahan tangis, pak Leo menyampaikan penegasannya. Ruang rapat Kembali hening.

“Baiklah barusan kita semua sudah mendengarkan kata-kata tentang pengunduran diri dari Bapak Leo. Apakah dari

pihak Yayasan ada yang mau menyampaikan pendapat.” Ketua Senat meminta pendapat dari pihak Yayasan.

“Menurut saya tidak perlu lagi ada penyampaian pendapat. Jika memang Bapak Rektor yang juga sekaligus Ketua Senat sudah menginginkan Ibu Renita untuk menggantikan Bapak Leo, ya sudah dilanjutkan saja pelantikannya. Tidak perlu lagi ada permintaan pendapat.” Tiba-tiba pak Tomm dari pengurus Yayasan menyampaikan pendapatnya.

“Terima kasih Bapak Ketua 2 Yayasan, jika begitu akan segera kita lanjutkan pelantikan. Saya mohon ibu Renita dan pak Leo menuju ke depan untuk menanda tangani surat serah terima jabatan.” Dengan tegas, Ketua Senat langsung memutuskan.

Acara seremoni segera dilanjutkan, dan hamper semua peserta rapat tidak dapat menahan air mata mereka. Hal itu dipicu oleh Renita yang sejak berjalan ke depan, sampai penanda tanganan berkas, terus menangis tidak dapat menahan air mata yang keluar dari pelupuk matanya.

******

Kiki selaku Wakil Rektor 1 masuk ke ruang Rektor tanpa mengetuk pintu. Prof. Dahlan yang sedang membaca dan

mereview surat-surat yang masuk, menengadahkan wajah memandang perempuan itu. Tanpa menunggu dipersilakan, Kiki langsung duduk di depan meja Prof. Dahlan.

“Kenapa Bapak tidak membicarakan hal ini terlebih dulu kepada saya. Orang-orang pasti berpikir, jika saya adalah

orang yang ada di belakang pelantikan ini. Bapak kan paham, bagaimana hubungan kedekatan saya dengan Bu Renita..?” tanpa control, Kiki menyampaikan emosinya pada laki-laki itu.

Kedua orang itu memiliki hubungan yang dekat, bukan hanya sebagai Rektor dan Wakil Rektor. Namun keduanya

memiliki kedekatan hubungan emosional. Bahkan di Universitas ini, keduanya digosipkan menjalin hubungan perselingkuhan  dari pasangan mereka masing-masing. Namun karena tidak ada protes dari pasangan masing-masing, akhirnya pihak Yayasan mengabaikan beredarnya gossip tersebut.

“Untuk apa kita berbicara tentang pikiran orang lain. Memang kondisinya demikian. Mungkin jika pak Leo hanya

menyampaikan surat pengunduran ini pada saya saja, masih bisa untuk diselamatkan. Tetapi tanpa koordinasi, pak Leo sudah menyerahkan surat pengunduran diri kepada Yayasan. Ya sudah.. lebih baik langsung saya gantikan

dengan Bu Renita.” Sahut Prof. Dahlan berusaha menjelaskan.

“Tetapi paling tidak, Bapak diskusi dulu dengan saya. Kita sama-sama pikirkan solusi terbaik untuk masalah

ini.” Kiki langsung nyerocos memotong perkataan Prof. Dahlan.

“Sebentar, sebentar.. memangnya bu Kiki ada masalah apa dengan bu Renita. Bukannya kalian ini satu tim, sering

terlibat dalam task force bareng. Kenapa kali ini, bu Kiki malah menolaknya. Sudah.. saya tidak mau debat lagi, kita juga sama-sama tahu bagaimana dedikasi dan kinerja bu Renita.” Dengan cepat Prof. Dahlan mengakhiri pembicaraan.

“Saya juga pernah memangku jabatan sambil studi S3 pak, buktinya saya bisa menjalankan peran saya dengan

merangkap tiga jabatan sekaligus dengan baik dan tanpa cela bukan.” Tanpa sadar, Kiki malah menyombongkan dirinya.

“Masing-masing orang itu memiliki kelemahan dan kekuatan masing-masing Bu. Jangan suka membanding-bandingkan dengan kondisi orang lain. Sudah jangan ganggu saya lagi.. kerjaan saya masih menumpuk ini.” Prof. Dahlan Kembali menutup diskusi.

Laki-laki itu kembali memfokuskan diri pada tumpukan berkas di depannya, dan mengabaikan posisi Bu Kiki di

ruangan itu. Tanpa pamit dan sepatah kata sedikitpun, Bu Kiki berdiri kemudian berjalan meninggalkan kursi di ruangan rector.

“Blam..” dengan suara keras, tanpa sadar Bu Kiki membanting pintu ruangan kerja Rektor.

Petugas administrasi Rektorat mas Andi dan mbak Niken kaget, mereka saling memandang. Tetapi melihat bu Kiki yang tanpa menyapanya segera masuk ke ruangan, mereka tidak mau memberikan komentar sedikitpun. Hanya saling Mengerti dan saling memahami.

******

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!