NovelToon NovelToon

Mempelai Pengganti Tuan Muda

Kacau

Fabian masih mondar-mandir di kamarnya. Sejak tadi, calon istrinya tidak bisa di hubungi. Fabian sudah mengirim banyak pesan pada Mentari. Tapi, Mentari tidak pernah membalasnya. Fabian juga sudah menelpon Mentari beberapa kali. Tapi Mentari tidak mau mengangkat telpon dari Fabian.

"Ke mana ya Mentari. Kenapa dia belum datang juga. Apa Mentari dan keluarganya, sedang terjebak macet di jalan," gumam Fabian.

Sejak tadi, Fabian hanya bisa menatap ponselnya. Belum ada kabar apapun dari pihak keluarga calon istrinya. Fabian saat ini sangat khawatir. Perasaannya jadi tidak enak. Fabian takut, akan terjadi apa-apa pada Mentari.

Ring...ring...ring...

Suara ponsel Fabian tiba-tiba saja berdering. Fabian segera mengangkat ponselnya.

"Halo Om. Kenapa baru menghubungiku? kenapa lama sekali datangnya Om? Mentari sudah siap kan Om?"

"Fabian. Sepertinya, pernikahanmu, harus dibatalkan Nak."

"Apa? kok dibatalkan Om? tapi kenapa?"

"Fabian, Mentari nggak ada Fabian. Tadi Om sudah mencari kemana-mana, tapi dia tidak ada."

"Terus, Mentari ke mana dong Om?"

"Om juga nggak tahu."

"Jangan bilang kalau Mentari kabur dan ninggalin pernikahan ini."

"Entahlah Nak. Mungkin, Mentari memang sudah pergi meninggalkan rumah. Om sudah cek di lemarinya, semua baju-bajunya juga dia bawa pergi."

"Apa! tega sekali dia pergi ninggalin aku. Terus, gimana ini dengan pernikahannya Om?"

"Fabian, Om juga nggak tahu."

"Ya udahlah. Aku tutup dulu telponnya Om. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Fabian memutuskan saluran telponnya. Setelah itu dia ke luar dari kamarnya. Fabian menuruni anak tangga dan dia melangkah untuk menghampiri orang tuanya.

Sesampai di ruang tengah, Fabian menghentikan langkahnya.

"Mama, Papa, sepertinya Mentari tidak akan datang ke sini," ucap Fabian menuturkan.

"Apa maksud kamu Fabian?" tanya Reva ibu Fabian.

"Mentari nggak ada di rumahnya. Sepertinya dia pergi dari rumah."

"Kamu tahu dari mana kalau Mentari pergi?" tanya Damar ayah Fabian.

"Tadi Om Riko menghubungiku. Dia mengatakan kalau Mentari tidak ada di kamarnya."

"Kok bisa seperti itu sih," ucap Bu Reva.

Damar ayah Fabian mengusap wajahnya kasar. Dia sangat kecewa sekali dengan calon menantunya.

"Bisa-bisanya Mentari kabur di saat-saat seperti ini. Benar-benar memalukan...!" geram Pak Damar.

Pak Damar tidak habis fikir dengan Mentari. Sudah bertahun-tahun dia menjalin hubungan dengan Fabian anaknya, tapi di hari pernikahannya, dia tega kabur meninggalkan pernikahan itu.

Fabian hanya bisa diam. Perasaannya saat ini, benar-benar kalut. Pernikahan yang selama ini dia impi-impikan bersama Mentari, hancur begitu saja hanya karena Mentari kabur meninggalkan pernikahan itu.

"Apa yang sekarang harus kita lakukan Pa?" Bu Reva sangat menyesali keputusan Mentari.

"Papa juga lagi mikir nih Ma. Papa malu sekali Ma, tamu-tamu papa di depan sudah banyak. Apa yang akan papa katakan pada mereka."

Sejak tadi Pak Damar hanya bisa mondar-mandir. Dia tampak sedang berfikir keras mencari solusi untuk mengatasi masalah ini.

Pak Damar sudah membuang banyak biaya dan waktu untuk mempersiapkan pesta pernikahan itu. Tapi dengan sekejap, calon menantunya sudah menghancurkan acara itu.

Pak Damar tidak mau menanggung malu. Dia ingin pernikahan itu tetap di laksanakan tanpa Mentari. Karena Pak Damar juga tidak mau mengecewakan tamu undangannya.

Tamu-tamu Pak Damar, bukan dari kalangan masyarakat biasa. Tapi kebanyakan mereka adalah para pembisnis sukses dari rekan-rekan bisnis Pak Damar.

'Apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku nggak mau menanggung malu. Aku ingin pesta ini tetap berjalan dengan lancar. Aku harus mencari wanita pengganti untuk Fabian. Tapi siapa.'

Pak Damar sudah mulai memutar otak, untuk mencari wanita pengganti untuk anaknya. Bisa tidak bisa, pernikahan itu harus tetap terlaksana. Mau tidak mau, Fabian harus menikah hari ini juga. Itulah yang sekarang sedang Pak Damar fikirkan.

"Bagaimanapun juga, pernikahan ini harus tetap dilaksanakan. Aku nggak mau kecewa seperti ini dan menanggung malu."

Pak Damar kemudian melangkah ke arah dapur. Dia menghampiri Syanum anak dari sopirnya yang saat ini, sedang sibuk menyiapkan parasmanan untuk acara pesta pernikahan itu.

"Syanum. Bisa ikut saya sebentar?" tanya Pak Damar.

"Ada apa Tuan?" tanya Syanum.

"Ada sesuatu, yang mau saya bicarakan sama kamu."

Syanum mengernyitkan alisnya bingung.

"Apa?"

"Ikutlah dulu Nak," ucap Pak Damar.

Syanum hanya mengangguk. Dia kemudian mengikuti majikannya naik ke lantai atas.

"Tuan Damar, kenapa Tuan Damar bawa saya ke sini?"

"Syanum, saya tidak mau banyak basa-basi lagi. Apakah kamu mau Syanum, untuk menggantikan Mentari menjadi istri Fabian?" tanya Pak Damar yang membuat Syanum terkejut.

"Apa?"

"Syanum. Tuan mohon Syanum. Cuma kamu Syanum, satu-satunya wanita yang Tuan harapkan bisa menjadi istri yang baik untuk anak saya."

"Ta-tapi, Tuan Fabian kan tidak cinta sama saya Tuan Damar. Dia cuma cinta sama Non Mentari."

Damar tersenyum.

"Pokoknya, kamu harus menikah dengan Fabian. Saya akan kasih berapapun yang kamu mau. Asal kamu mau menikah dengan anak saya. Karena Mentari kabur Syanum. Dia tidak akan pernah datang ke sini dan menikah dengan Fabian."

Syanum menghela nafasnya dalam.

"Tapi kenapa harus saya Tuan," ucap Syanum.

"Syanum. Tidak ada waktu lagi. Pernikahan itu, akan segera di mulai. Kamu harus menggantikan Mentari untuk menjadi istri Fabian."

Syanum masih tampak syok mendengar ucapan majikannya. Dia sejak tadi masih bengong.

****

Pak Damar tidak kehabisan akal. Dia memanggil Luna ponakannya untuk merias wajah Syanum.

"Om, untuk apa Om panggil aku ke sini?" tanya Luna.

"Luna, kamu bisa kan rias wajah Syanum."

"Tapi, untuk apa Om?"

"Di dalam lemari, ada kebaya milik Dila. Tolong kamu pakaikan ke Syanum. Dan tolong kamu rias wajah Syanum secantik mungkin."

Luna tidak mengerti dengan maksud Om nya.

"Luna. Jangan bengong aja. Lakukan sekarang...!" sentak Pak Damar.

"Oh, baik Om."

Luna masih tidak mengerti apa maksud semua ini. Kenapa anak Pak Herman harus dirias seperti pengantin.

Syanum sejak tadi, masih menurut dengan Luna. Luna merias wajah Syanum dan memakaikan kebaya milik Dila kakak perempuan Fabian.

Luna tersenyum saat dia sudah berhasil menyulap wajah Syanum menjadi cantik.

"Kamu cantik sekali Syanum."

"Non Luna bisa aja. Bukan aku yang cantik Non. Tapi, Non yang pandai merias wajahku sehingga aku bisa secantik ini."

"Tapi ngomong-ngomong, untuk apa Om Damar melakukan ini? A

apa dia akan menyuruh kamu untuk menemui para tamu di depan?"

Syanum diam. Sebenarnya Syanum malu sekali menjadi pengantin pengganti. Dia juga tidak akan tahu, bagaimana reaksi Fabian dan para tamu nanti, saat dia turun ke bawah.

Syanum sejak tadi masih menundukkan kepalanya.

"Kenapa Syanum? kenapa kamu sedih?" tanya Luna.

Syanum menatap Luna.

"Bagaimana aku tidak sedih Non. Tuan Damar, menyuruh aku untuk menikah dengan Tuan Fabian."

"Apa...!" Luna terlonjak kaget.

Dia sama sekali tidak menyangka kalau ternyata Syanum akan menggantikan Mentari.

"Kamu seriusan Syanum?"

"Non Mentari tidak akan pernah datang ke sini. Karena dia sudah kabur dari rumah, Non Luna."

"Kamu yakin ? Aku nggak lagi mimpi kan?"

Luna mencubit tangannya sendiri dengan keras.

"Auh... sakit. Ternyata ini nggak mimpi."

Luna menatap lekat Syanum.

"Apa Fabian mau menikah dengan kamu Syanum?"

"Aku juga nggak tahu. Tapi, aku nggak bisa menolak permintaan majikanku."

Cuma anak sopir

"Nggak usah sedih seperti itu Fabian. Gadis itu sudah pergi meninggalkanmu, itu artinya dia bukan jodohmu." Pak Damar duduk di sisi Fabian.

Fabian menatap ayahnya lekat.

"Tapi kenapa dia harus pergi Pa." Wajah Fabian sejak tadi, masih di selimuti kesedihan.

Wanita yang di cintainya sekarang pergi meninggalkannya. Fabian tidak tahu, untuk alasan apa Mentari pergi.

"Mungkin, selama ini dia tidak pernah menginginkan pernikahan ini. Atau mungkin, dia sudah punya lelaki lain yang lebih dia cintai dari pada kamu," ucap Pak Damar.

"Nggak mungkin Pa. Dia setia sama aku. Nggak mungkin dia pergi ninggalin aku hanya karena ada lelaki lain."

"Fabian. Tapi kenyataannya dia sudah pergi ninggalin kamu. Untuk apa kamu fikirin wanita itu. Sekarang yang harus kamu fikirkan adalah masa depan kamu. Bukan wanita itu."

Fabian diam. Saat ini, dia memang benar-benar hancur. Fabian bingung dengan apa yang harus dia lakukan sekarang. Mungkinkah dia akan mencari Mentari. Dia saja tidak tahu kemana Mentari pergi.

"Fabian. Kamu nggak usah khawatirkan soal pernikahan ini. Karena pernikahan ini, akan tetap di laksanakan, tanpa Mentari," ucap Pak Damar yang membuat Fabian terkejut.

Fabian membelalakan matanya. Tidak tahu apa maksud ucapan ayahnya.

"Maksud papa apa?" tanya Fabian.

"Papa akan nikahkan kamu dengan Syanum."

"Apa? menikah dengan Syanum?" Fabian menatap ayahnya tajam.

Dia tidak menyangka kalau ayahnya punya fikiran untuk menikahkan dirinya dengan Syanum anak dari Pak Herman sopir pribadi di rumah Fabian.

"Iya. Syanum akan menjadi istri pengganti buat kamu."

"Nggak. Aku nggak mau menikah dengan Syanum. Papa ini gimana sih. Syanum itu kan cuma anak sopir pa. Apa pantas dia untukku. Dan aku juga tidak mencintainya. Pokoknya aku nggak mau nikah sama Syanum." Fabian menolak mentah-mentah keinginan ayahnya itu.

Siapa yang mau menikah dengan wanita yang sama sekali tidak di cintainya. Fabian dan Syanum saja, baru saling mengenal.

"Fabian. Sekarang kamu harus menurut dengan papa. Kamu harus menikah dengan Syanum. Papa sudah bilang ke penghulu. Dan masalah surat-surat, bisa kan menyusul."

"Tapi aku nggak mau Pa. Syanum itu cuma anak seorang sopir. Dia tidak pantas untuk aku. Dan papa apa nggak malu, punya menantu seorang pembantu?"

"Fabian. Papa mohon, untuk kali ini, kamu harus turuti keinginan papa. Kamu harus menikah dengan Syanum. Syanum itu gadis yang baik. Dan yang pasti, dia tidak akan pernah meninggalkan kamu seperti Mentari."

"Tapi aku tetap nggak mau."

"Kamu nggak bisa menolak keinginan papa untuk menikahi Syanum. Mau sampai kapan kamu menunggu Mentari. Usia kamu itu sudah matang untuk menikah. Lalu, kamu mau menunggu apa lagi Fabian. Wanita seperti apa lagi yang kamu inginkan?"

"Pa, kayak nggak ada wanita lain aja sih Pa. Kenapa harus Syanum. Aku tetap nggak mau nikah sama dia."

"Pokoknya papa nggak mau tahu. Kamu harus tetap menikah dengan Syanum. Kalau tidak, papa akan cabut semua fasilitas yang kamu miliki sekarang."

Fabian tidak bisa menolak lagi keinginan ayahnya. Dia akhirnya menurut juga untuk menikah dengan anak sopirnya.

***

Syanum, gadis dari kampung itu, adalah anak Pak Herman. Pak Herman sudah bekerja lama di rumah Pak Damar. Menjadi seorang sopir.

Syanum di bawa Pak Herman ke Jakarta, karena ibu Syanum di kampung sudah meninggal. Pak Herman tidak tega meninggalkan anaknya sendiri di kampung. Makanya Pak Herman membawa Syanum ke rumah majikannya untuk bantu-bantu di sana.

"Papa yakin, akan menikahkan anak kita dengan Syanum?"

Bu Reva mendekat ke arah suaminya.

"Iya Ma."

"Tapi Pa, mereka itu kan tidak saling mencintai. Untuk apa kita menikahkan mereka. Bagaimana kalau Fabian tidak bahagia dengan pernikahannya nanti."

"Ma, papa nggak mau pernikahan ini sampai gagal. Papa ingin pernikahan ini berjalan dengan lancar. Papa nggak mau malu Ma. Coba mama lihat, di depan. Banyak sekali tamu-tamu kita. Apa kita akan membubarkan acara ini dan mengatakan pada mereka kalau pengantin wanita kabur?"

Bu Reva tampak berfikir. Benar juga apa yang di katakan suaminya. Tidak mungkin juga mereka akan membubarkan acarnya hanya karena pengantin wanitanya kabur.

"Tapi, papa sudah bicara dengan anak kita Fabian?" Bu Reva menatap Pak Damar lekat.

"Sudah."

"Terus? apa jawaban Fabian?"

"Dia menolak. Tapi papa tetap akan paksa dia untuk menikah dengan Syanum. Karena tidak ada cara lain lagi Ma."

"Tapi, apa anak kita akan bahagia jika menikah tanpa cinta. Apalagi dia menikah dengan Syanum anak seorang sopir."

"Papa ngga pernah memandang status sosial seseorang Ma. Yang penting bagi papa, Syanum itu anak orang baik-baik. Papa sudah mengenal Pak Herman sangat lama. Dia orang yang sangat jujur dan pekerja keras. Dan mungkin, Syanum anaknya juga memiliki sifat yang sama dengan ayanya."

"Tapi mama tetap nggak setuju Pa. Syanum itu anaknya sopir. Pasti Fabian akan sangat malu, kalau punya istri pembantu seperti Syanum."

"Sudahlah Ma. Mama turuti aja apa kata papa. Papa ingin pernikahan ini berjalan dengan semestinya."

"Tapi Pa, kita kan belum mengenal betul siapa Syanum. Dia saja baru kan tinggal dengan keluarga kita."

"Sudahlah. Mama lebih baik diam. Nggak usah ikut campur. Biar papa yang ngurus masalah ini."

"Tapi Pa. Papa nggak kasihan sama Fabian. Dia itu cuma cinta sama Mentari. Bukan sama Syanum."

"Ma, apa mama nggak ingat. Kalau kita dulu juga menikah tanpa cinta. Kita menikah karena di jodohkan. Iyakan? Tapi sekarang, kita saling mencintai. Bahkan kita sudah memiliki Dila dan Fabian."

Bu Reva diam.

"Papa yakin, kalau Fabian dan Syanum sudah menikah, pasti mereka juga lama-lama bisa saling cinta. Seperti kita. Percaya sajalah Ma, sama papa."

"Iya deh...iya. Mama sih, terserah papa aja."

"Ya udah. Kita temui Syanum di kamar. Sekarang Luna pasti sudah menyulap Syanum menjadi cantik."

Bu Reva hanya mengangguk. Dia pasrah saja dengan keinginan suaminya. Walau sebenarnya dia tidak begitu menyukai Syanum.

Bu Reva dan Pak Damar kemudian melangkah naik ke lantai atas untuk melihat calon mempelai wanitanya.

"Siapa yang merias Syanum?" tanya Bu Reva.

"Papa suruh Luna merias Syanum."

"Lalu bajunya?"

"Papa ambil di lemari Dila. Baju kebaya Dila."

"Papa. Kenapa papa ambil baju Dila. Bagaimana kalau Dila tahu, bajunya di pakai anaknya Pak Herman. Bisa marah besar nanti Dila."

"Sudahlah, mama ngga usah banyak bicara. Nurut aja sama papa. Biar pernikahan ini, berjalan dengan lancar tanpa membuat para tamu kecewa."

Bu Reva hanya mengangguk. Dia hanya bisa mengiyakan ucapan suaminya saja. Karena suaminya itu lelaki yang keras kepala.

Fabian meninggalkan rumah

"Syanum. Apa kamu sudah siap? semua sudah menunggumu di bawah termasuk ayah kamu," ucap Pak Damar.

Syanum mengangguk. "Saya sudah siap Tuan."

"Bagus. Sekarang kita turun ke bawah. Karena acaranya akan segera di mulai."

Pak Damar dan Bu Reva kemudian meninggalkan Syanum. Mereka melangkah ke bawah untuk menemui para tamu.

"Syanum. Ayo kita turun."

"Iya non Luna."

Luna kemudian menggandeng Syanum. Luna dan Syanum menuruni anak tangga. Semua orang yang berada di lantai bawah terkejut saat melihat pengantin wanitanya.

"Siapa wanita itu. Kok bukan Mentari. Ke mana Mentari," ucap salah satu tamu dari beberapa teman Mentari.

Mereka bingung, kenapa bukan Mentari mempelai wanitanya. Tapi orang lain. Dan mereka juga sama sekali tidak mengenal Syanum.

"Eh, sebenarnya Fabian mau menikah sama siapa sih. Bukan sama Mentari ya."

"Aku juga bingung. Tapi di undangan, sudah tertulis nama Mentari kok."

"Kok kenapa pengantinnya beda."

Bisik-bisik para tamu, sudah membuat hati Syanum tidak enak. Syanum benar-benar takut menghadapi situasi ini. Namun, Syanum juga tidak bisa menolak. Karena itu perintah dari majikannya.

Pak Damar dan Bu Reva adalah orang yang baik. Selama Pak Herman kerja di rumah mereka, mereka selalu memperlakukan Pak Herman seperti keluarga sendiri.

Sewaktu orang tua Syanum sakit, Pak Damar juga sering memberikan uang untuk pengobatan Syanum.

Syanum tidak mungkin menolak permintaan dari Pak Damar.

Syanum kemudian duduk di sebelah Fabian.

"Bagaimana, apa acara sudah bisa mulai?" tanya penghulu.

"Sudah Pak."

Setelah itu, penghulupun menikahkan Fabian dengan Syanum.

"Saya terima nikahnya..."

Fabian ragu, untuk melanjutkan ucapannya. Jika dia menikah dengan Syanum, bagaimana jika Mentari kembali. Fabian tidak mau gegabah untuk cepat-cepat menikah dengan Syanum.

"Aku tidak bisa, melanjutkan pernikahan ini. Aku akan mencari Mentari," ucap Fabian.

Fabian bangkit dari duduknya. Setelah itu dia buru-buru pergi meninggalkan Syanum.

Pak Damar tidak tinggal diam. Dia langsung mengejar anaknya ke depan.

"Fabian. Mau ke mana kamu Fabian...!" seru Pak Damar yang membuat Fabian menghentikan langkahnya.

Fabian menoleh ke belakang.

"Aku mau cari Mentari Pa. Aku nggak mau menikah dengan Syanum."

"Selangkah lagi kamu ke luar dari rumah ini, papa nggak mau menganggap kamu anak lagi Fabian."

Fabian terkejut mendengar ucapan ayahnya.

"Pa, aku tidak cinta sama Syanum. Jangan paksa aku untuk menikah dengan wanita yang tidak pernah aku cintai. Aku cuma cinta sama Mentari Pa."

"Tapi kamu mau cari ke mana Mentari. Dia tidak akan pernah kembali ke sini

Dia sudah meninggalkan kamu Fabian."

"Pa. Dia tidak akan mungkin pernah meninggalkan aku begitu saja tanpa alasan. Karena dia sangat mencintaiku. Seandainya dia pergi, pasti ada alasannya. Dan aku ingin mencari Syanum."

"Jangan pergi dari rumah ini. Jika kamu mau pergi dari rumah ini, papa akan mencabut semua fasilitas yang kamu miliki. Mulai dari handphone, kartu kredit, mobil, semuanya Fabian."

Pak Damar melangkah mendekat ke arah Fabian

"Sekarang kamu mau masuk, atau kamu mau pergi. Kalau kamu mau pergi. Silahkan, tidak usah pulang sekalian."

Fabian bingung, dengan apa yang harus dia lakukan.

"Pa. Hentikanlah pernikahan ini. Aku dan Syanum tidak pernah saling mencintai. Mana bisa kami hidup bahagia setelah pernikahan ini. Aku mohon, papa Jangan egois memaksa aku menikah dengan Syanum."

"Pokoknya kamu harus menikah. Papa yakin kok, kalau kamu dan Syanum mau belajar saling mencintai, kalian akan bisa saling mencintai. Buktinya papa dan mama kamu. Kami menikah karena perjodohan. Dan sekarang kami saling mencintai. Ayolah Fabian. Jangan biarkan penghulu menunggu terlalu lama."

Fabian tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia tidak bisa membantah semua perkataan ayahnya. Akhirnya Fabian menurut juga dengan ayahnya.

Fabian masuk ke dalam bersama Pak Damar dan duduk kembali di samping calon mempelai wanitanya.

Pak penghulu mengucapkan satu kali lagi akad pernikahan itu. Dan akhirnya sah juga pernikahan itu.

"Bagaimana saksi?"

"Sah..."

"Alhamdulillah."

Semua orang bertepuk tangan setelah mereka melihat pernikahan Fabian dengan Syanum.

Bu Reva hanya bisa tersenyum kecut. Menyaksikan pernikahan anaknya.

'Kasihan Fabian. Pasti sekarang hatinya sangat hancur. Karena dia tidak menikah dengan Mentari. Kenapa Mentari harus pergi sih,' batin Bu Reva

"Ayo Fabian. Sekarang pasangkan cincin di jari manis tangan Syanum," pinta Pak Damar.

Fabian hanya mengangguk. Dia kemudian menyematkan cincin kawin di jari manis Syanum.

Sekali lagi, semua orang bertepuk tangan. Mereka tampak bahagia dengan pernikahan Fabian dengan Syanum. Namun, tidak dengan Fabian dan Syanum. Sejak tadi, mereka masih saling diam. Sepertinya mereka tidak pernah bahagia dengan pernikahan ini.

****

Malam ini, Syanum dan Fabian masih duduk di ruang tengah. Setelah acara selesai, semua tamu yang sudah ikut memberikan selamat dan doa restu, pergi meninggalkan rumah Fabian.

"Fabian, Syanum, kenapa kalian masih ada di sini? kenapa kalian nggak ke kamar?" tanya Bu Reva.

Fabian terkejut mendengar ucapan ibunya.

'Apa aku harus sekamar dengan Syanum. Ih, nggak banget, aku sekamar dengan pembantu seperti dia. Bisa-bisanya sih papa memaksa aku untuk menikah dengan wanita kampung ini.'

"Syanum. Sudah malam Nak. Kamu masuk kamar dan tidurlah. Sekarang, kalian itu kan sudah menjadi suami istri. Jadi, kamu harus tidur di kamar Fabian."

Syanum menatap Fabian. Dia tahu, kalau Fabian tidak akan pernah suka Syanum tidur di kamarnya.

Syanum bangkit berdiri.

"Nyonya, aku mau tidur di kamar belakang aja, nggak apa-apa."

"Tapi Syanum. Bagaimana nanti kalau Pak Damar marah. Kalian itu kan baru menikah. Kalian harus tidur satu kamar. Nggak boleh tidur terpisah."

"Ma, jangan paksa aku untuk tidur sekamar dengan Syanum. Karena sampai kapanpun, aku tidak mau satu kamar dengan dia. Kalau dia mau tidur di kamarku, silahkan aja. Aku mau cari kamar lain."

Fabian berdiri dan pergi meninggalkan Syanum dan ibunya.

"Fabian. Kamu mau ke mana?" tanya Bu Reva.

"Aku mau pergi."

"Pergi ke mana? ini udah malam Fabian...!"

Fabian tidak menghiraukan lagi ucapan ibunya. Dia pergi meninggalkan rumah dan entah Fabian akan pergi kemana.

"Syanum. Tidurlah di kamar Fabian. Kamu pasti seharian ini lelah kan?"

"Iya Nyonya."

Syanum kemudian masuk ke dalam kamar Fabian. Dia melangkah mendekat ke arah tempat tidur. Syanum kemudian menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur.

Syanum meneteskan air matanya. Dia kemudian menghela nafas dalam.

"Kenapa aku harus menikah dengan Tuan Fabian. Anak dari majikanku sendiri. Aku benar-benar bingung, dengan apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku juga tidak bisa menolak permintaan Tuan Damar," gumam Syanum

Syanum menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Apakah dia akan sanggup hidup dengan lelaki yang sama sekali tidak mencintainya.

Deru motor sudah terdengar dari luar rumah. Syanum buru-buru melihat dari kaca jendela kamarnya. Suaminya pergi meninggalkan rumah dengan motornya. Syanum menatap ke arah jam dinding. Jarum jam sudah menujuk ke angka 1.

"Jam satu malam. Kenapa Tuan Fabian harus pergi. Dia mau pergi ke mana."

Setelah kepergian suaminya, Syanum menutup gorden jendelanya. Setelah itu Syanum melangkah kembali ke tempat tidurnya.

"Aku harus ganti baju. Gerah banget pakai kebaya Non Dila."

Syanum kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar Fabian dan menuju ke kamarnya yang ada di belakang sebelah dapur.

Syanum masuk ke dalam kamarnya. Setelah itu dia mengganti baju kebaya pengantinnya dengan baju tidur.

"Lebih baik, aku tidur di sini dari pada aku harus tidur di kamar Tuan Fabian."

Syanum kemudian merebahkan tubuhnya di atas ranjang kecil yang ada di kamar pembantu. Dia tidur dengan posisi miring sembari memikirkan bagaimana kelanjutan pernikahannya dengan Fabian.

****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!