NovelToon NovelToon

Life With Ghost

Chapter 1

Chapter 1

Lima tahun sudah berlalu, aku menjalani bahtera rumah tangga dengan Mas Damar. Jenar putriku dari suamiku tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita. Berkulit kuning langsat lengkap dengan dagu yang runcing. Lebih lengkap dengan gigi kelinci nya yang selalu mampu membuat nya manis ketika tersenyum .

Walaupun ia anak dari suamiku dengan istri pertamanya yang sudah pergi meninggalkan mereka selama nya , aku tetap menyayangi nya seperti putri ku sendiri.

Putriku Sekar, juga sudah tumbuh menjadi gadis kecil yang sangat imut. Rambut panjang bergelombang, dengan poni lurus di dahi nya. Kulit putih bersih dengan lesung pipi ketika tertawa. Hanya saja dia tidak bisa bicara.

"Auu.. Auuu.. Uaahh...! " Sekar berlari ke arah ku, sembari menenteng tas gendong nya. Ia menarik narik tanganku , tak sabar segera di antar ke sekolah.

"Iya, sayang! Sabar, ya! " ujar ku yang sedang sibuk menata bekal untuk nya.

Sekar mengangguk, lalu berlari ke depan menyusul kakak nya yang sudah bersiap.

Setelah selesai menata bekal, aku segera berjalan ke depan. Melihat kedua anak gadis ku yang sudah rapi dan bersemangat.

Jenar, dia anak yang memiliki semangat belajar begitu tinggi. Meski hanya menduduki peringkat lima besar disekolah tetapi sikap nya yang patuh terhadap orang tua, membuat itu bisa mengalahkan nilai nya di sekolah.

Sedangkan Sekar, Meski ia bisu, tapi pendengaran nya sangat tajam dan otak nya sangat lancar. Meski masih duduk di kelas 1 SD, tetapi ia bahkan bisa mengerjakan soal yang diberikan guru Jenar.

Awalnya aku dan Mas Damar tak mencurigai nya, sebab memang ketika Mas Damar mengajari Jenar, Sekar selalu ada di dekat nya, dan menyimak setiap ucapan yang dikeluarkan Mas Damar.

Aku segera mengantar kedua anakku itu menggunakan sepeda motor yang Mas Damar belikan setelah mendapat kenaikan pangkat di PT tempat dia bekerja.

Motor menepi di sebuah gedung tinggi yang terdapat plan nama bangunan tersebut.

"Jangan nakal sekolah nya, ya, sayang. Dengerin kalau guru sedang menjelaskan!" Ujarku sebelum kembali melajukan motor ini.

"Yanti, Tunggu"

Aku yang sudah siap menghidupkan mesin motor seketika kembali ku matikan, ketika ada Sari, salah satu temanku yang anak nya juga seangkatan dengan Sekar, memanggil nama ku.

"Ada apa, Ri?" tanyaku.

"Bu Ratna manggil kamu, suruh datang ke ruangan nya. Katanya penting!" Ujar Sari dengan wajah serius.

Aku mengangguk, lalu memarkirkan motor dan menuntun kedua anakku masuk ke dalam bangunan sekolah itu.

"Kalian masuk kelas dulu ya, ibu mau masuk ke dalam." Ujarku yang langsung di angguki oleh kedua anakku.

Aku mengetuk pintu ruangan tempat kepala sekolah anakku ini berada.

"Masuk!" terdengar seruan dari dalam, aku segera memutar knop pintu ini.

Aku mengangguk kepada bu Ratna, ia mengangkat tangan ke udara, memberi isyarat agar aku duduk di kursi yang berada di hadapan nya.

"Selamat pagi, Bu Ratna. Apa ada yang bisa saya bantu?!" tanyaku rama.

"Um, iya Bu Yanti. Saya memanggil ibu datang kemari, ingin mengatakan sesuatu hal yang penting. Mengenai Sekar!" Jawab nya yang membuat hatiku menjadi tak tenang.

"Oh, tentang Sekar, ya. Memang nya ada apa bu?" tanyaku lagi.

"Jadi begini. Kemarin anak saya, Kesya yang duduk di bangku 1 SMP, datang menemui saya. Meminta agar saya membantu nya mengerjakan tugas sekolah nya. Kebetulan ada Sekar di sebelah saya, karena memang saya sedang memantau anak kelas 1 untuk melakukan ulangan harian.

Saya tidak tahu bagaimana cara nya dan bagaimana bisa dia tahu. Sekar menyodorkan sebuah tulisan yang berisi jawaban dari soal anak saya. Awalnya saya ragu itu hasil pemikiran nya.

Tetapi karena dari tulisan saja itu milik Sekar, saya berinisiatif memberi dia pertanyaan lain dari soal anak saya.

Dan ibu apa jawaban nya?" Jelas bu Ratna yang langsung ku Jawab dengan gelengan.

"Dia tahu dan hafal satu bab buku yang sedang dipelajari anak saya!"

Mendengar penuturan bu Ratna , seketika bulu kuduk ku berdiri.

"Dan sepertinya, sekolah kami sudah tidak bisa menerima Sekar belajar di sini!"

Deg!

Aku yang sedang menunduk seketika mendongak. Ini bukan kali pertama Sekar dikeluarkan dari sekolah, tapi terhitung sudah tiga kali ini.

"Tapi kan ini justru bagus , Bu. Ini sebuah kelebihan!" bantah ku yang tak Terima anakku dikeluarkan dari sekolah. Menurut ku ini bukan alasan yang pasti.

"Baik, saya jelaskan kembali!"

"Sebenarnya bukan ini alasan kami mengeluarkan Sekar dari sekolah, melainkan karena hal lain.

Sekar adalah tipe anak yang suka menyendiri. Dia bahkan sama sekali tidak memiliki teman disini. Selain itu, dia juga sering berbicara sendiri, tetapi ketika di tanya, dia menjawab bahwa ada temannya di sebelah dia.

Dan hal yang paling menjadi pertimbangan kami mengeluarkan Sekar dari sekolah adalah, Sekar sering kali menggambar sosok misterius yang menyeramkan, bukan hanya itu tetapi dia juga mengklaim sosok itu ada di sekolah ini.

Dia bahkan sering kali anak anak lain nya hingga mereka memilih keluar dari sekolah ini!" Jelas bu Ratna kembali.

Aku terdiam. Alasan ini adalah alasan yang sama, seperti kepala sekolah, sekolah sebelum nya katakan.

Bahkan disekolah yang sebelum nya, ada anak yang sampai jatuh sakit karena melihat gambar Sekar yang menjelaskan bahwa sosok wanita yang perut nya terbelah, ada dipundak anak itu.

Air mata ku berderai, ke sekolah mana lagi aku harus memasukkan Sekar? Bagaimana jika nanti dia dikeluarkan lagi? Setahun terakhir ini saja sudah tiga kali, kasian Jenar yang juga harus berpindah-pindah sekolah karena tak ingin berpisah dari adik nya.

Aku berjalan gontai keluar dari ruangan kepala sekolah ini. Hati ku sangat kacau, jiwa ku sungguh ketakutan.

Kecerdasan yang di miliki Sekar adalah hal baik. Tapi kelebihan batin terhadap sosok gaib adalah masalah yang harus membuat dia kehilangan masa depan.

Sedari kecil, Sekar memang selalu peka dengan hal yang mistis. Hal tadi yang diucapkan dengan bu Ratna, memang sering kali dia lakukan di rumah.

Menggambar sosok gaib yang mengerikan. Bahkan dia juga mengatakan, bahwa sosok yang dia gambar, adalah sosok yang ia temui saat di jalan.

Aku tak menyangka, bahwa ini justru memengaruhi pendidikan nya.

"Aarrgghhhkkk" aku menoleh dengan cepat, kala melihat seorang anak berteriak kencang di lantai atas.

Aku segera berlari ke arah tangga, lalu naik untuk melihat apa yang tengah terjadi.

Langkah ku tercekat, kala melihat sesuatu dari arah belokan tangga menuju lantai dua.

Seseorang wanita tengah berbaring tengkurap dengan darah segar yang mengalir di sekitar tubuh nya. Tampaknya nya orang itu baru saja jatuh dari lantai atas.

Aku segera berlari ke atas, sebab terdengar suara riuh dan tangisan anak anak dari lantai atas.

Mata ku mengedar melihat ke arah ramai orang di pinggir pagar pembatas. Tampaknya Sekar diam membisu memegangi pagar dengan kepala yang mrnggeleng geleng. Seperti tengah berbicara dengan seseorang.

*****

Chapter 2

Chapter 2

"Sekar!" Aku berlari ke arah putri ku yang melotot tajam ke arah depan nya.

Aku mendekap sekar dengan sekuat mungkin, sembari melihat ke bawah tempat wanita itu terbaring dengan banyak nya darah.

"Sekar, sadar, Nak! " Seru ku sembari menguncang guncangkan tubuh sekar yang mulai kaku.

Tangan Sekar terangkat ke udara, seperti mengisyaratkan jangan.

Mata nya mulai melihat ke atas. Seperti akan terbalik. Tubuh nya semua kaku, seperti nya dia sudah mulai kumat. Dia sering kali seperti ini, jika melihat sesuatu yang berbau gaib.

"Sekar, sadar!" Pekik ku.

Semua orang yang berkumpul di sini mulai mengarahkan pandangan ke arah kami, membuat hati ku semakin tak tenang.

"Ibu! " Seru Jenar yang menghampiri ku.

Aku segera menarik tangan Jenar dan menggendong Sekar ke bawah. Pikiran ku kacau, apa lagi tatapan mereka serta mulut yang berkomat kamit seperti membicarakan kami.

Aku berlari, melewati sosok guru yang jatuh dari lantai dua ke lapangan itu. Air mata ku berderai, antara takut dan tak mau menatap nya.

Tak ku pedulikan tangisan dan raungan, serta teriakan mereka di atas sana. Yang jelas aku ingin segera pulang dan membawa putri ku.

Ku dudukan Sekar di jok belakang. Tetapi mata nya masih saja melihat ke atas seperti akan terbalik. Badan nya bahkan masih selalu tunggak kayu.

"Jenar, tolong sadar kan adik mu!" Seru ku yang ketakutan.

Jenar menurut, anak itu langsung membisikkan nama Sekar tepat di telinga nya.

Sedangkan di ujung jalan sana, suara sirine ambulans dan suara sirine mobil polisi terdengar begitu nyaring. Membuat tangan dan kaki ku semakin bergetar hebat.

'Bagaimana nanti jika Sekar ditangkap? Bagaimana nanti jika mereka menyalahkan kan anakku, dan polisi percaya?'

Segala pertanyaan berkecamuk di kepala ku, membuat aku kesulitan untuk bisa berfikir dengan jernih.

Tak ingin ambil pusing, aku segera menaiki motor dan meminta Jenar untuk naik serta.

"Tapi, Bu. Adik badan nya masih kaku, Jenar takut jatuh! " ujar Jenar yang tampak kebingungan ingin naik di belakang adik nya.

"Naik saja Jenar! Nanti pegangan yang kuat baju ibu. Adik juga pegangin!" Seru ku dan langsung diikuti oleh nya.

Jenar memang tipe anak yang sangat penurut, dia tak pernah mempertanyakan apa dan mengapa aku melakukan apa yang aku ucap kan.

Motor ku lajukan dengan kecepatan tinggi. Membelah jalan raya yang penuh dengan keramaian dan aktivitas manusia yang padat.

Dengan sesekali mengusap air mata, aku mencoba mengalihkan semua pikiran Buruk yang akan terjadi ke depan nya.

Setiba nya di rumah, aku segera turun. Sekar sudah terlihat lemas, tetapi dengan mata yang tertutup.

"Bu, adik pingsan! " ujar Jenar lirih, tampaknya sekali mata anak itu berkaca kaca.

"Tidak, apa. Kita bawa masuk! " jawab ku sembari mengutuk kepala nya.

Aku segera menggendong Sekar masuk ke dalam rumah. Menidurkan dia di sofa ruang tengah, dengan hati yang masih tidak tenang.

Jenar langsung lari ke dapur , lalu keluar dengan segelas air.

"Ibu minum dulu, tenang kan pikiran ibu. Nanti Jenar ambilkan minyak kayu putih untuk buat adik siuman! " ujar nya sambil menyodorkan segelas air putih padaku.

Aku mengangguk, dan meraih gelas itu lalu melemparkan senyum pada nya. Gegas aku menegak air itu hingga tandas.

Jenar lalri lagi masuk ke dalam kamar. Lalu kembali dengan sebotol minyak kayu putih.

Ia segera menguapkan minyak itu ke hidung Sekar. Tetapi ia sama sekali tak ada pergerakan.

"Adik dikeluarkan dari sekolah, Nak! " Ujar ku sembari mengambil alih minyak itu.

Tampak ia menatap ku dengan tatapan tak percaya.

"Karena apa, Bu?"

"Sama seperti kemarin!" jawab ku lirih.

Ia tampak menarik nafas dalam, lalu menggenggam tangan ku erat.

"Ibu jangan sedih, ya. Jenar juga gak apa ikut pindah. Jenar janji, bakal jaga adik sebaik mungkin! " ujar nya yang tampak sekali berusaha menenangkan ku.

"Kamu nggak perlu pindah, sayang. Satu semester lagi kamu bakal lulus. Sayang kalau harus pindah lagi!" jawab ku sembari mengelus pipi nya.

"Kalau aku nggak ikut pindah, siapa yang jagain adik bu? Selama tiga bulan di sekolah baru, adik banyak sekali mendapat musuh. Jenar takut, nanti adik kenapa kenapa! " sahut nya dengan wajah tertunduk.

"Musuh?" Ulang ku tak percaya. Sebab, mereka berdua sama sekali tak pernah bercerita tentang ini.

"Sebenarnya, dari awal kami masuk sekolah itu, Sekar sering kali di buli teman teman nya , Bu. Karena dia bisu. Dari situ, adik tidak punya teman.

Jenar yang kelas nya ada di lantai tiga, tidak bisa mengawasi adik yang ada di lantai dua, tetapi adik selalu bilang, kalau dia punya teman perempuan.

Teman itu yang bantu adik ketika di buli sama teman nya. Hingga anak anak yang membuli adik sering sekali kesurupan, atau bahkan samapai sakit esok hari nya! " Jelas Jenar yang membuat jantung ku berdegup dua kali lebih cepat.

"Kamu serius, Nak? " tanyaku memastikan.

"Serius, Bu. Bahkan adik bilang, kalau teman nya itu ikut dia ketika pulang. Maksudnya, teman nya itu ada di rumah ini sekarang! "

Deg!

Ya Allah kelebihan macam apa ini? Kenapa kelebihan ankku justru membawa petaka. Bagaimana nasib Sekar nanti jika dia tidak sekolah. Apakah masa depan nya akan baik nanti?

Hari sudah mulai petang, setelah mengajak Jenar salat maghrib bersama, aku memilih untuk segera masuk ke dalam dapur.

Menyiapkan makanan karena tak lama lagi Mas Damar pulang.

"Bu, kok adik belum bangun, ya? " tanya Jenar di ambang pintu, dengan suara datar nyaris tak ada nada.

"Mungkin masih lelah. Kamu kan hafal bagaimana adik mu kalau habis melihat kejadian! " jawab ku tanpa menoleh ke arah nya.

"Kalau adik nanti bangun, aku boleh ajak main ke belakang rumah? " tanya nya lagi.

"Bolehlah, Nak. Tapi, besok ya. Ini sudah malam! " jawab ku singkat.

"Justru malam ini, saat yang tepat untuk main petak umpet! " jawab Jenar yang seketika membuat tangan ku berhenti berkutat.

Alis ku bertaut, dengan mata menyipit. Mencerna setiap ucapan yang dikatakan Jenar barusan.

"Maksud Ka.... " Ucap ku terjadi, kala aku berbalik menatap ke arah anak ku yang tengah berbicara tadi, tapi tak ada siapa pun di sana.

Aku terdiam sesaat. Sebelum akhirnya pikiran buruk melintas cepat di benak ku.

Aku bergegas lari masuk ke kamar anak anak. Melihat apakah ke dua putri ku masih disana.

Dengan dada naik turun akibat perasaan yang tidak menentu, aku membuka knop pintu dengan kasar.

Braaakkk!

"Sekar! Jenar! " pekik ku bingung kalau tak mendapati mereka di kamar nya.

Aku segera berlari ke teras rumah. Biasanya mereka akan menunggu bapak nya pulang di kursi teras sini, tetapi masih tak ada.

Pikiran yang mulai kacau, membuat aku menarik rambut ketakutan.

Aku kembali berlari ke arah pintu belakang mencari mereka di kebun sayuran kecil yang aku rawat selama tinggal disini.

Sayangnya masih tak ada siapa pun disini, bahkan lampu yang di pasang di tengah kebun juga padam.

Aku membekap mulut ketakutan. Kebingungan harus mencari kemana anak anak itu.

"Sekar! Jenar! Kalian dimana, Nak?! " aku menyandarkan tubuh ke dinding dapur, lalu merosot ambruk ke lantai.

Menangis sesegukan sembari memeluk lutut ini. Bagus ku berguncang hebat.

"Yanti! Sayang! Kamu kenapa? " tanya Mas Damar yang entah sejak kapan dia ada di rumah ini.

"Mas Damar! " pekik ku sembari bangkit dan memeluk nya.

Aku menumpahkan segala rasa sedih ku pada nya. Mengeluarkan semua air mata di pelukan nya.

"Tenang, sayang. Tenang, ya. Ada apa? " tanya nya lagi dengan nada yang mencoba ingin membuat ku tenang.

Ia melonggarkan pelukan dan memegangi pipi ku pelan. Sembari menatap ku dengan tatapan bertanya.

"Ada apa, katakan pada Mas! " ujar nya lembut. Sungguh ketenangan yang mampu membuat ku luluh.

"Je-Jenar... Jenar sama Sekar hilang Mas! " Jawab ku dengan nada yang gugup.

"Hilang? " ulang nya seolah tak percaya.

"Iya, Mas. Hilang. Mereka hilang! " jawab ku dengan tangis yang kembali pecah.

"Ssttt! Kamu tenangin diri dulu, sayang. Oke! Kita cari pelan pelan!"

Mas Damar menuntunku untuk berjalan mendekati kamar anak anak, lalu membuka knop pintu perlahan.

Betapa terkejut nya diri ini, kala melihat kedua anakku tengah tertidur pulas di ranjang.

"Ta-Tapi Mas . Aku yakin tadi mereka nggak ada disini! " sangalku yang sangat yakin dengan apa yang aku lihat.

"Oke, sayang! Kamu tenang! Mungkin kamu tadi panik dan banyak pikiran, makanya sampai tidak melihat mereka yang tengah tidur di bawah selimut. Coba kita sekarang duduk di kursi, ya. Kamu ceritakan apa yang menjadi beban pikiran mu! " ujar Mas Damar sembari menuntunku keluar dari kamar ini.

Sebelum menutup pintu, aku melihat kembali ke arah kedua anakku itu. Tampak bibir mungil Sekar, bergerak membentuk seulas senyuman yang sulit di artikan.

*****

Chapter 3

Chapter 3

"Jadi sekarang bagaimana, Mas? " tanya ku pada Mas Damar.

Pria yang sudah menjadi suami ku selama lima tahun itu meminat pelipis nya, setelah aku menceritakan tentang Sekar yang kembali di keluar kan dari sekolah.

"Sudah lah, Kita cari sekolah yang baru saja! " Jawab Mas Damar santai.

"Tapi, Mas. Satu kecamatan ini sudah empat sekolah kita datangi. Dan semua masih mempermasalahkan hal yang sama. Mau bawa kita kemana lagi, Mas! " jawab ku kesal.

"Sabar, Sayang. Kita cari sekolah yang lain. Biar Jenar tetap di sekolah yang ini! " ujar Mas Damar.

"Ngga, Mas. Aku mau kita pindah ke kota lain. Kalau nggak ke desa ibu aja! " seru ku yang merasa lelah dengan semua ini.

"Tapi, Sayang... "

"Kalau Mas Damar masih berat ninggalin rumah ini, biar aku sama anak anak aja yang pergi!" Sahut ku cepat.

Aku sangat paham dengan apa yang akan menjadi jawaban Mas Damar. Aku segera bangkit dan ke arah teras. Menghirup udara segar yang tercipta oleh angin malam.

Tiba-tiba, Sebuah tangan kekar melingkar ke arah perut ku. Terasa deru nafas hangat Mas Damar di tengkuk ku.

"Maafkan Mas, Sayang. Mas paham apa yang kamu rasa kan. Baiklah, kalau begitu nanti Mas cari jalan keluar nya.

Mas akan usahakan kita pindah tanpa menjual rumah ini. Supaya kalau kita butuh apa apa, kita bisa kembali ke sini! " Ujar Mas Damar yang akhir nya menuruti keinginan ku.

Mas Damar adalah tipe pria yang sangat aku idam kan. Tak pernah sekali pun dia akan membentak ku, meski aku berkata dengan nada tinggi dengan nya. Dia justru mencari ketenangan untuk membuat ku dingin kembali.

"Sekarang, Coba kita bicarakan sama Sekar hal sebenarnya. Apa yang membuat dia seperti ini! " Ujar Mas Damar sembari menuntun tangan ku kembali masuk.

Aku menurut, hanya diam sembari mengikuti langkah nya. Mas Damar segera memanggil Sekar dan Jenar yang sedang belajar bersama.

Setelah salat Isya tadi mereka memang kami bangunkan untuk makan malam dan mengerjakan tugas sekolah nya.

Tak berselang lama, mereka akhirnya keluar.

Mas Damar duduk dengan memegangi sebuah buku gambar dan pensil milik Sekar.

"Nak, Coba kamu ceritakan, Apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa sampai ibu guru sampai mengeluarkan Sekar lagi dari sekolah? " tanya Mas Damar pelan kepada Sekar.

Ia hanya diam membisu sembari menatap ku tajam.

"Auuuu!... Uaaaa... Aaaaa!" Sekar membuat gerakan yang mengatakan bahwa dia tidak bersalah. Tampak sekali tangan nya gemetar memperagakan itu.

"Iya sayang, Bapak tahu, Sekar tidak salah. Tapi coba jelaskan, apa yang menjadi sebab Sekar tidak punya teman dan mengapa Sekar mengatakan bahwa ada makhluk halus di sekolah itu?" tanya Mas Damar lagi, dengan nada pelan dan memegangi pundak Sekar.

Sekar mulai meraih pensil yang ada di sebelah nya, sedangkan Jenar segera berjalan mendekati ku. Tampak sekali wajah nya mulai panik.

Sekar terus menggambar sesuatu yang aku rasa berbentuk manusia. Anak sekecil dia sudah lihai menggambar sesuatu yang bahkan aku saja tidak bisa. Entah ini suatu kelebihan atau kekurangan aku tidak tahu.

Beberapa menit kemudian, gambaran Sekar sudah selesai. Ia menjelaskan gambar itu dengan tulisan yang menjelaskan di bawah nya.

Jika dilihat dari tulisan, dia memang seperti anak SD pada umum nya. Acak acakan dan tidak rapi. Tapi untuk berhitung dan menghafal, dia lebih dari anak setingkat nya.

Tampak di gambar itu, seorang anak yang kepala nya hilang sebelah, dan mata yang besar sebesar telor ayam serta wajah yang sangat mengerikan di gambar oleh Sekar.

Di tulisan Sekar menjelaskan, bahwa anak itu yang menemani dia sejak awal masuk sekolah. Sampai anak itu juga yang membantu Sekar melawan anak anak yang kerap kali membuli dirinya.

Awalnya Sekar menolak, tapi anak itu tetap saja melakukan nya. Semakin sering sosok hantu anak kecil itu membantu Sekar, Semakin juga Sekar tidak memiliki teman.

Sekar juga mengatakan, bahwa anak itu meninggal karena korban bulian hingga tertabrak mobil di depan sekolahan.

Di akhir kalimat, Sekar menjelaskan. Bahkan anak itu ikut kemana pun dia pergi, termasuk saat pulang ke rumah.

"Lalu, Sekarang dia dimana?" tanya Mas Damar mewakili pertanyaan ku.

Sekar kembali meraih Pensil dan mulai menulis.

"DI PUNDAK IBU!" Tulis Sekar membuat ku dan Mas Damar saling tatap.

Entah mengapa pundak dan leher ku terasa begitu berat. Bulu kuduk juga berdiri semua.

Jenar yang tadi memeluk ku erat, kini melepaskan pelukan dan berlari masuk ke dalam kamar.

Mas Damar juga tak berhenti menatap ke arah belakang ku. Entah, apa sebenarnya yang mereka lihat, mengapa Mas Damar tampak tegang dan susah menelan ludah.

"Ma-Mas Damar lihat apa? " tanya ku gugup.

Ia hanya menatap ku sekilas, lalu tertunduk dengan tangan yang bergetar hebat.

Mulut Mas Damar tampak komat kamit, membaca sesuatu seperti tengah dia berdoa.

"Yanti, sebaik nya kamu baca doa. Terus tidur, ya. Besok pagi kita bicara lagi!" Ujar Mas Damar yang sama sekali tak mau menatap ku.

Aku hanya mengangguk, lalu beranjak dengan membaca Ayat kursi dan ayat pendek.

Sesampai nya dikamar, aku merasa beban di pundak ku yang tadi sempat terasa sangat berat, kini seketika menghilang.

Apa yang dikatakan Sekar tadi benar?

Entah lah, aku segera berbaring dan memejamkan mata melupakan segala nya.

____________

Pagi ini, Mas Damar sudah tak ada di dekat ku ketika aku bangun. Mungkin dia sudah membantu anak anak menyiapkan diri untuk berangkat ke sekolah.

Tapi bukanlah Sekar sudah dikeluarkan dari sekolah , dan Jenar juga menolak tetap di sekolah itu?

Tak ingin bertanya tanya, aku segera melangkah pergi keluar kamar.

Diruang tengah dan dapur, suasana sangat hening. Seperti tak ada seseorang di sekitar sana. Karena tak menjumpai anak anak dan Mas Damar di dalam kamar, aku akhirnya memutuskan untuk keluar rumah.

Tampak Mas Damar sudah menyiapkan motor dan memakai baju sangat rapi. Sedangkan Sekar dan Jenar juga sudah rapih dengan menenteng tas mereka masing-masing.

"Kalian mau kemana?" tanya ku yang membuat tiga orang itu seketika berbalik menatap ku.

"Kami mau datang ke rumah orang tua Kinara. Hantu anak kecil yang mengikuti Sekar sampai rumah ini. Kalau tidak, maka kamu akan menjadi ibu susu nya!" Ujar Mas Damar yang membuat kening ku berkerut.

"Maksud kamu apa, Mas?"

"Hantu itu meninggal dalam keadaan masih menyusu pada ibu nya. Dia juga di buli karena itu. Itu sebab nya, dia nyaman dengan seseorang, maka dia akan menyusu pada orang itu.

Guru yang kemarin bunuh diri itu, juga karena menjadi ibu susu nya!" sahut Jenar sembari menjelaskan.

Aku menautkan alis bingung dengan segala penjelasan yang mereka katakan.

"Jadi, semalam waktu ibu tidur, adik cerita lagi sama kami. Dia bilang, kalau hantu anak kecil itu minta adik yang dorong ibu guru itu, karena dia sudah bosan dengan ibu susu nya.

Jadi dia mau ganti ibu baru dengan cara membunuh nya. Karena adik nggak mau, jadi dia lakuin sendiri, dan karena dia marah sama adik, maka nya ibu yang dijadikan ibu susu selanjutnya!" Jelas Jenar dengan tangan gemetar.

Aku menelan ludah dengan susah payah. Mendengar semua penuturan anak anak ku yang sangat menakutkan. Aku memang pernah mendengar, cerita tentang ibu susu hantu.

Dan akhir nya itu sangat fatal. Aku tak menyangka, bahwa kini aku yang menjadi ibu susu nya.

"Lalu, apa yang harus kita lakukan?" tanya ku lirih.

"Sebelum dia bosan dengan ibu, kita harus katakan ini pada anggota keluarga nya. Agar dia tidak memakan korban lagi. Kita akan minta bantuan ketua leluhur disana dan meminta keluarga nya mengirim doa. Dengan begitu, dia akan pergi!" ujar Jenar lirih.

Aku hanya mengangguk lemah, lalu ingin bangkit untuk mengganti pakaian dan segera ikut dengan mereka.

"Auuuwwww!" Pekik ku yang langsung terdududk kembali ke lantai.

"Ada apa, Bu!? " Seru Jenar dan di susul Mas Damar.

Aku bergeming. Tak dapat menjelaskan apa yang aku rasakan.

Rasa nya, di bagian payudara ku seperti ada yang menggigit kuat. Rasa perih dan sakit nya tak dapat aku jelas kan. Pasalnya tak hanya sebelah, tapi kedua duanya.

"Auuwww!" Pekik ku lagi sembari berguling ke lantai dan memegangi dada ku.

Aku mencoba untuk melihat ke bawah, mata ku langsung membulat, kala melihat cairan pekat berwarna merah kental mengalir di baju tidur ku yang berwarna putih bunga bunga.

"IBUU!"

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!