Selamat datang di karyaku, semoga kalian suka dengan penyajianku. Mohon dukungannya ya, terima kasih. Selamat membaca.
"Apa, Dok? Alzheimer," ucap seorang gadis bernama Aluna. Gadis itu mengidap penyakit pelupa, suatu penyakit yang sering banyak orang alami. Tapi untuk penyakit alzheimer, adalah suatu penyakit yang cukup serius. Melumpuhkan sel-sel otak bahkan bisa sampai pada kematian.
Aluna tertegun mendapati kabar tentangnya, sungguh ironis bukan? Masih muda namun sudah pelupa. Lupa bisa saja terjadi pada siapa pun dan tidak memandang umur. Yang menakutkan baginya adalah kematian, Aluna tak menyangka akan memiliki penyakit yang serius seperti ini.
"Sejak kapan Anda sering lupa?" tanya dokter. Dokter itu hanya ingin memastikan karena obat-obatan bisa memperlambat pertumbuhan penyakitnya? Namun hasil diagnosis penyakit itu memang susah disembuhkan bahkan bisa seumur hidup. Hanya saja, Aluna bisa terapi dengan melakukan banyak beraktivitas dengan orang-orang yang ia kenal, dan itu bisa membuatnya kembali mengingat memorinya walau tidak sepenuhnya.
"Sudah beberapa hari ini saya sering lupa, bahkan dalam waktu dekat. Misal, saya simpan barang tapi saat itu juga saya benar-benar bisa lupa meletakkannya di mana?" terang Aluna.
"Baik, untuk beberapa hari ke depan, Anda bisa datang kembali dan kita lihat hasilnya. Saya mau memeriksa lebih lanjut," jelas dokter.
"Iya, Dok. Saya permisi kalau begitu," pamitnya.
Aluna pun keluar setelah selesai pemeriksaan. Penyakit itu membuat pikiran Aluna tidak tenang, ia berjalan seakan tak berpijak. Ia melewati lorong rumah sakit dengan tatapan kosong, terus berjalan tanpa henti bahkan tak melihat di sekitarnya. Tanpa sadar, ia sudah sampai di luar rumah sakit. Ada beberapa pekerja jalan yang sedang memperbaiki jalan rusak. Tanpa sengaja, Aluna menginjak jalan yang masih basah itu. Pada akhirnya, kakinya menjadi kotor.
Lalu, seorang pria di sebrang sana melihatnya. Jalan yang tengah ia perbaiki hancur seketika. Aluna masih terpaku, bingung harus bagaimana? Seorang pemuda pun menghampiriny dan memarahinya.
"Hey, Nona. Apa Anda tidak lihat kalau jalan ini sedang diperbaiki? Tidak lihat ada tanda di sana?" Tunjuk pemuda itu, ia kesal karena harus bekerja dua kali. Padahal ia sedang kejar target karena pekerjaan lain menanti.
Aluna terdiam, ia terkesima melihat pemuda tampan yang memakai seragam kuli bangunan itu. Kucuran keringat membuat ketampanan lelaki itu semakin terlihat. Aluna jatuh cinta pada pandangan pertama. Soal takut akan kematian itu mendadak sirna. Seakan memiliki semangat untuk sembuh dan hidup normal kembali seperti manusia pada umumnya.
"Hey! Apa kau tuli?" maki pemuda itu. "Dasar wanita aneh!" ucapnya lagi.
Aluna tak bersuara, bergerak pun tidak. Mau tak mau, pemuda itu mengangkat tubuh Aluna agar ia bisa memperbaiki jalan itu lagi. Susah payah, pekerja yang lain pun ikut membantu namun tak bisa mengomel seperti pemuda itu.
"Tampan sekali," gumam Aluna. Bukannya pulang, ia malah memperhatikan pria itu dari kejauhan. "Manis sekali, aku ingin berkenalan dengannya," ucapnya lagi.
Tibalah waktu istirahat para pekerja itu, dan Aluna masih setia berada di sana. Ia memberikan perhatian kecil pada pemuda yang tidak diketahui namanya itu. Aluna menghampirinya dan memberikan satu botol minuman yang sempat dibelinya.
"Ini untukmu." Aluna memberikan botol itu, tapi pria itu tak menoleh sedikit pun. Laki-laki itu tengah kelelahan karena harus kerja dua kali. "Aku minta maaf soal tadi, benar, aku tidak sengaja," kata Aluna. Tapi pria itu acuh padanya.
Setengah jam kemudian.
"Jam istirahat selesai, ayo kerja lagi," teriak mandor.
Para pekerja pun kembali bekerja, termasuk pemuda itu. Sayang, Aluna terus mengganggu. Ia terus memberikan minumannya, ia tak akan berhenti jika pria itu belum menerima.
"Apa Anda bisa diam dan tidak mengangguku?" katanya.
"Aku akan diam, tapi terima ini dulu. Kamu juga keringetan, aku lap ya?" Aluna mengambil sapu tangan di tas, hendak mengelap keringat yang berada di kening pria itu. Sampai-sampai lelaki itu menghentakkan kaki.
"Apa yang kau lakukan? Apa kau sudah gila? Jangan mengangguku!" teriaknya.
"Tapi niatku baik, itu keringatnya banyak sekali." Aluna ngeyel, ia tetap berniat mengelap keringat itu. Aksinya dilihat banyak orang, bahkan para pekerja yang lain pun hanya bisa menggelengkan kepala saat temannya itu diganggu oleh seorang gadis. "Hentikan! Pergi-lah!" usirnya.
***
Waktu terus berlanjut, para pekerja itu belum selesai dengan pekerjaannya. Bahkan Aluna saja masih setia menemani pria itu. Sikapnya sangat galak, tapi Aluna menyukainya. Seakan ada tantangan saat mendekatinya. Pria itu berbeda dari lelaki yang pernah ia kenal, cuek, dingin, tapi sangat menggemaskan. Aluna benar-benar sudah jatuh cinta. Bolehkah ia mengenalnya?
Tak ada kesempatan baginya untuk mundur, meski tidak mengenalinya, tapi entah kenapa pria itu mampu membakitkan semangatnya. Aluna duduk di bahu jalan, menyangga dagu dengan tangan sambil memandang makhluk Tuhan yang sangat sempurna di matanya. Bibirnya tersenyum melengkung. Ia sangat penasaran dengan sosok pria itu, tak ada yang memanggil pria itu bahkan ia kerja dengan fokus.
Tubuhnya gagah dan sangat mempesona, pria itu mengusap kucuran keringat di kening. Nampak lelah, ingin rasanya Aluna mendekat. Memberinya minum, mengelap keringatnya, sungguh romantis bukan? pikirnya.
Hingga akhirnya, para pekerja selesai dengan pekerjaannya. Pria itu pun berpisah dengan teman-temannya yang lain. Mengambil barang-barang miliknya. Hanya tas butut berwarna hitam yang diambilnya. Aluna kira itu tempat menyimpan alat-alatnya bekerja. Lalu pria itu kembali berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Mereka semua naik mobil pick-up, ia rasa mereka akan pulang karena waktu sudah sore.
Aluna mengikuti mobil itu, karena ia ingin tahu di mana tempat tinggalnya. Hingga beberapa saat, sampai-lah mereka di pemukiman yang cukup dipadati penduduk. Namun, pria itu turun lebih dulu. Aluna masih memperhatikan karena tidak ingin kehilangan jejak. Ia turun dari mobil dan mengikutinya dengan jalan kaki. Pria itu menuju bangunan tua yang tingginya beberpa tingkat, ia bisa menafsir tempat itu. Rumah susun, pria itu tinggal di rumah susun yang sudah kumuh. Tapi cukup dipadati penghuni. Banyak anak-anak di sana yang sedang bermain, pria itu tersenyum ramah pada anak-anak itu.
Aluna melihat dari bawah pohon besar yang tak jauh dari rumah susun itu. Pria itu masih terlihat, hingga akhirnya, pemuda itu masuk kesebuah pintu yang mungkin menjadi tempat tinggalnya.
"Oke, tampan. Kita akan berjumpa lagi besok," gumam Aluna. Sejenak, ia melupakan penyakit seriusnya itu. Ia juga yakin kalau suatu saat ia bisa mendapatkan laki-laki itu. Berpikir, bahwa ia cukup cantik sehingga ia memiliki modal untuk mendapatkannya. "Oke, Aluna. Semangat." Ia menyemangati diri sendiri, setelah itu ia pun undur diri dari sana karena pemuda itu sudah tidak terlihat. Ia akan menyiapkan diri untuk hari besok.
Keesokan paginya.
Pagi-pagi buta, Aluna sudah stand bye di tempat kemarin. Ia sudah ada di bawah pohon besar di depan rumah susun pria itu. Ia sudah siap untuk mengenal pria itu lebih dekat lagi. Cukup lama Aluna berada di bawah pohon itu, karena ia terlalu pagi pergi ke sana saking semangatnya.
Hari mulai terang. Beberapa orang muncul, wajah-wajahnya sudah tidak asing bagi Aluna. Mereka pekerja jalan yang bekerja bersama laki-laki itu kemarin. Orang-orang itu berteriak dari bawah ke arah pintu yang di tempati pemuda kemarin.
"Iskhandar," teriaknya. "Iskhandar, apa kau belum bangun?" teriaknya lagi.
"Oh, namanya Iskhandar," gumam Aluna sambil manggut-manggut di bawah pohon.
Muncul-lah sosok Iskhandar itu, sepertinya pria itu baru terbangun. Aluna yang melihat sangat terpesona. Rambut acak-acakan khas bangun tidur membuat pria itu terlihat seksi.
"Ya, tunggu sebentar. Aku mandi dulu," sahut Iskhandar sambil menggaruk kepala.
Beberapa menit kemudian, sosok Iskhandar muncul. Pria itu semakin tampan di mata Aluna, ia semakin terpikat saja oleh pemuda itu. Ini kali pertama Aluna merasakan jantungnya berdebar saat melihat seorang pria. Tak bisa mengelak bahwa ia sangat memuji Iskhandar. Bisa ditafsir, lelaki itu berusia 28 tahun, dan Aluna sendiri berusia 23 tahun.
Iskhandar dan teman-temannya siap berangkat. Aluna dengan sigap, siap mengikutinya kembali. Ia pikir, bahwa mereka akan bekerja di tempat kemarin. Tapi nyata bukan, Aluna mengikuti dari belakang mobil pick-up besar itu. Ia sendiri mengendarai mobilnya. Sampai-lah mereka di sebuah bangunan yang belum selesai. Bangunan itu masih kerangka, pasir, batu bata masih bertebaran di sana.
Pria itu pekerja keras sehingga Aluna yakin bahwa Iskhandar layak untuk diperjuangkan. Pemuda jaman sekarang sudah jarang mau bekerja kasar seperti ini. Aluna semakin larut dalam cinta Iskhandar. Dan gadis itu sudah turun dari mobilnya, lalu ikut menelusuri bangunan kerangka itu. Para pekerja sudah ada sebagian yang bekerja. Aluna mencari sosok Iskhandar, tapi tak kunjung ketemu. Hingga akhirnya, matanya menangkap siluet, ia yakin kalau bayangan itu sosok Iskhandar. Tersorot oleh sinar sang surya pagi itu, tubuh tinggi nan gagah.
Iskhandar tengah mengganti pakaian dengan setelah kerjanya. Lalu, ia pun keluar dari tempatnya. Iskhandar terkejut saat melihat Aluna.
"Kau!" kata Iskhandar dengan tatapan tidak suka. "Sedang apa kau di sini? Ini tempat bukan untuk bermain, pergi-lah. Jangan mengganggu!" Iskhandar bisa menebak apa tujuan gadis itu. Ia masih ingat kejadian kemarin.
"Aku tidak akan menganggu, aku hanya ingin mengenalmu lebih dekat," ucap Aluna. Lalu, gadis itu mengulurkan tangan mulusnya ke arah Iskhandar. "Namaku, Aluna. Namamu siapa?" tanya Aluna pura -pura tidak tahu.
Iskhandar melihat tangan putih mulus itu, ia dapat menebak bahwa gadis itu pasti orang kaya. "Pergilah dan jangan mengganggu yang sedang bekerja, kami di sini mencari sesuap nasi,' ucap Iskhandar.
Aluna mundur beberapa langkah sambil menarik tangannya kembali, ia memberi ruang untuk pria itu. Iskhandar melewati tubuh Aluna. Dan bekerja-lah Iskhandar hari itu. Aluna tidak menganggu, ia hanya menemaninya. Dengan sabar ia akan menunggu sampai pria itu mau berkenalan dengannya. "Aku tidak akan menyerah, bila disuruh menyebrang lautan pun aku sanggup," katanya, seraya melamun melihat Iskhandar yang sedang bekerja.
Tanpa terasa jam istirahat pekerja pun tiba. Aluna menyodorkan sebotol minuman, ia tak menyerah walau kemarin sempat diabaikan. "Kenapa tidak menerima minuman dariku?" tanya Aluna. "Ini hanya air mineral."
"Iskhandar, sini gabung?" ajak temannya. "Kita bawa makanan lebih." Iskhandar pun meninggalkan Aluna sendiri, gadis itu mengerucutkan bibir karena sedikit kesal.
Beberapa jam kemudian.
Iskhandar selesai dengan pekerjaannya. Dan Alun masih ada di sana. Ia tak akan pulang sampai pria itu selesai. Tak lama dari situ, para pekerja yang lain sudah berkumpul dan sudah siap untuk pulang, termasuk dengan Iskhandar. Dan mereka semua sudah naik ke mobil untuk segera pulang. Mau tidak mau, Aluna pun pulang dengan jiwa yang hampa.
***
Di kediaman Aluna.
Seperti biasa, pada jam 8 malam mereka akan berkumpul di ruang makan. Aluna memiliki seorang adik perempuan yang usianya tidak jauh darinya, namanya Bella. Kedua orang tuanya pun menikmati makan malam itu, tapi tidak dengan Aluna. Gadis itu hanya mengaduk-aduk makanannya sambil melamun dan tersenyum sendiri.
Ayah Aluna melihatnya, tidak biasanya anak gadisnya seperti itu.
"Siapa pemuda itu?" tanya sang ayah.
Aluna menyadari akan pertanyaan ayahnya, ia pun menoleh sambil menggelengkan kepala. Mencoba menutupi apa yang terjadi pada dirinya.
"Kamu tidak mau mengenalkannya pada kami?" tanya ayah Aluna lagi.
"Pemuda siapa, Ayah?" tanya Aluna balik.
"Tidak seperti biasanya anak Ayah seperti ini, umurmu sudah cukup matang untuk memiliki seorang kekasih," kata ayah.
Lalu, Aluna pun menceritakan Iskhandar kepada ayahnya.
"Apa pekerjaannya?" tanya ayah.
Aluna terdiam sesaat karena Iskhandar hanya pemuda biasa, jika disandingkan dengannya perbedaan itu sangat jauh. "Arsitek," jawab Aluna. "Tapi aku mencintainya, Ayah restui kami ya?" kata Aluna.
Arsitek, dalam bayang ayah Aluna adalah arsitek yang biasa membangun bangunan megah. Tapi nyatanya bukan setelah anaknya menceritakan semuanya padanya ia menyimpulkan bahwa pria itu adalah pemuda biasa. Ayahnya sangat marah saat mendengarnya, ia tidak rela putrinya menikah dengan seorang pemuda yang kerjanya serabutan. Yang ia inginkan, anaknya berdampingan dengan pemuda yang sederajat dengan keluarganya. Susah payah ia besarkan dan ia sekolahkan tapi berujung hidup menderita.
"Ku mohon, Ayah. Aku sangat mencintainya," lirih Aluna sedih karena melihat kemarahan ayahnya yang tak merestuinya.
Ayah bangkit dari duduknya dan langsung pergi, mood-nya hancur saat putrinya ternyata mencintai pemuda kampung. Aluna hendak mengejar, namun sang ibu mencegahnya. Kalau ayahnya sudah berkata demikian maka tidak akan ada perubahan. Tapi Aluna tetap menyusul ayahnya dan sang ayah tengah naik tangga.
"Aku mencintainya, Ayah," teriak Aluna. Ia melihat dari bawah tangga dengan tatapan sedih. Beberapa saat, gadis itu menyentuh kepalanya yang terasa sakit dan berat. Pandangannya mulai gelap, dan akhirnya Aluna jatuh pingsan.
"Kakak," teriak Bella. Ibu dan adiknya berlari menghampiri Aluna. Ayah yang berniat pergi pun kembali menuruni anak tangga karena melihat putrinya tergeletak di lantai. Ayah berlutut lalu meraih tubuh anaknya dan segera membawanya pergi rumah sakit.
Di rumah sakit.
Aluna tersadar, ia mendudukkan tubuhnya di sandaran brankar. Dan ayah Aluna menatap putrinya dengan tatapan sendu. Pasalnya, ia baru mengetahui penyakit putrinya dari dokter. Lalu, ayah menghampiri Aluna dan mengusap kepalanya.
"Aku mencintainya, Ayah. Aku hanya ingin bahagia disisa umurku," lirih Aluna.
Ayah mendekap putrinya, ia sakit saat tahu penyakitnya yang berujung kematian. Ayah mana yang tak ingin melihat putrinya bahagia disisa hidupnya. Ayah mencium pucuk kepala Aluna. Setelah itu, ia menghubungi anak buahnya.
"Cari pemuda itu, cari apa dia punya masalah? Kalau pun ada bantu dia menyelesaikan masalahnya, aku ingin dia menikahi putriku," titah ayah pada sambungan telepon itu.
Aluna yang mendengar pun tersenyum. "Terima kasih, Ayah." Aluna memeluk ayahnya yang masih berdiri di sampingnya.
Ibu Aluna dan adiknya pun tak kuasa menahan tangis karena sangat sedih dengan penyakit Aluna. Penyakit yang akan menghapus ingatannya, bahkan secara perlahan Aluna pun tidak akan mengenal siapa keluarganya.
***
Beberapa orang datang kepemukiman Iskhandar, mereka mencari info pada warga sekitar. Kebetulan, beberapa warga sedang berdiskusi mengenai tempat tinggal mereka.
"Bagaimana kalau berita itu benar? Kita akan tinggal di mana? Jangankan untuk mencari tempat tinggal baru, untuk makan saja kita susah," ucap lelaki paruh baya.
"Iya aku juga bingung, istri dan anak-anakku bagaimana?" timpal lelaki paruh baya yang lain.
Orang suruhan itu sudah mendapat keterangan, bahwa rumah susun yang di tempati Iskhandar memang bermasalah.
"Hanya ada satu cara agar tempat kita tidak kena gusur."
"Apa?"
"Kita harus bayar rumah susun ini untuk mengganti kerugaian mereka."
Perbincangan warga itu kembali terdengar, sehingga orang-orang suruhan ayah Aluna langsung menemui sang bos karena info yang didapatkan sudah akurat.
***
"Jadi itu masalahnya?" tanya ayah Aluna pada orang-orang suruhannya.
"Iya, Tuan. Mereka minta jaminan, kalau rumah susun itu dibayar oleh para warga maka mereka akan selamat dan masih tinggal di sana. Masalahnya, mereka tidak punya uang, Tuan," ucap orang itu.
"Siapkan mobil, kita ke sana sekarang," ajak ayah Aluna.
Ayah Aluna yang bernama Mohan itu tengah berpikir di dalam mobil, ia masih kepikiran akan anaknya yang tengah sakit. Sebagai permintaan Aluna, ia akan menyanggupi apa pun yang diinginkan putrinya itu, termasuk menikahkan anaknya dengan pemuda pilihannya.
Sampailah mereka di pemukiman kumuh. Mohan menatap sekitar, tempat itu kotor, ia tak akan rela jika putrinya tinggal di tempat seperti ini. Bahkan aroma tidak sedap pun tercium di penciumannya. Para warga yang melihat kedatangannya sangat penasaran, siapa mereka? Dan mau apa mereka datang kemari?
Para warga mengira, bahwa mereka-lah yang akan menggusur tempat tinggalnya. Seorang lelaki paruh baya berlari untuk menemui kepala Desa di sana. Melapor bahwa orang-orang jahat itu telah datang kepemukiman dan akan mengusir warga dari tempat tinggal mereka. Kepala Desa pun emosinya terpancing dengan kabar itu, ia segera menemui orang-orang jahat yang diceritakan warga kepadanya.
Kepala Desa itu tiba di rumah susun, napasnya tersengal karena berlari. Dan Mohan pun melihat kedatangannya, yang kini sudah berdiri tepat di hadapannya.
"Siapa Anda berani akan menggusur rumah kami?" tanya kepala Desa.
Mohan menurunkan kacamata hitamnya, melihat pria berkulit hitam itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Saya mau bertemu dengan kepala Desa di sini, ada hal yang ingin saya bicarakan," jawab Mohan.
"Saya kepala Desa di sini," jawab pria hitam itu. "Anda tidak bisa mengusir kami dari sini, ini rumah kami!" tegasnya.
"Sepertinya Anda salah paham, kedatangan saya kemari justru ingin membantu kalian. Saya akan membayar tempat ini agar kalian tidak kena gusur, tapi ada syaratnya," kata Mohan.
Kepala Desa mengerutkan kening dengan ekspresi bingung. "Syarat?" ulangnya.
"Iya, saya ingin pria yang bernama Iskhandar menikah dengan putriku."
***
Byurr ...
Seorang pemuda tengah minum, dan minuman itu langsung tersembur karena mendengar berita dari salah satu temannya yang mendatanginya.
"Apa? Menikah?" tanya Iskhandar. Kabar berita itu langsung terdengar olehnya.
"Iya, pria itu akan membantu masalah kita. Ayolah, Iskhandar ... Syaratnya hanya menikah," kata seorang lelaki yang bernama Ahsam. "Pikirkan penderitaan warga, apa kamu tidak kasihan padaku? Istriku tengah hamil, kalau kami diusir kami akan tinggal di mana?"
Iskhandar menatap Ahsam, pria itu adalah temannya. Bahkan tempat tinggal mereka berdampingan.
"Bagaimana ini? Pernikahan bukan sebuah lelucon," batin Iskhandar. Tapi, kalau ia tidak menerima syarat itu, maka akan ada banyak korban. Tapi kenapa harus menikah? Iskhandar merasa menjual diri karena pernikahannya dinilai dengan uang. Lagi pun ia tidak mengenal siapa yang akan menjadi istrinya.
"Ayolah ... Kalau kamu setuju, kita temui kepala Desa. Mereka masih membicarakan masalah ini," ajak Ahsam.
Mau tak mau, Iskhandar pun ikut bersama Ahsam dan menemui lelaki yang akan membantu warga agar tempat tinggalnya tidak digusur.
"Iskhandar?" panggil kepala desa.
Iskhandar pun menghampiri.
Mohan melihat penampilan Iskhandar yang sangat sederhana. Iskhandar masih mengenakan pakaian kerjanya.
"Jadi dia yang akan membeliku dan menikahkanku dengan putrinya?" batinnya. Ia jadi penasaran, gadis seperti apa yang akan dinikahkan dengannya? Jangan-jangan gadis itu cacat, atau bahkan buruk rupa, pikirnya.
Setelah berbincang, akhirnya Iskhandar setuju. Ia kasihan melihat warga yang nantinya pasti menderita setelah kehilangan tempat tinggalnya, termasuk dirinya. Karena memang sudah setuju, Iskhandar pun ikut bersama Mohan ke rumahnya.
Rumah itu sudah di dekor sebagus mungkin, karena Mohan yakin bahwa putrinya akan menikah hari ini.
Iskhandar pun tercengang melihat pemandangan, ia tahu betul dekoran rumah itu.
"Tuan?" panggilnya.
"Ya," jawab Mohan.
"Apa hari ini ..."
"Ya, hari ini hari pernikahanmu," pungkas Mohan.
Di dalam rumah.
Aluna sudah terlihat cantik, ia bahagia akhirnya dapat menikah dengan pria yang ia cintai. Rasanya tidak percaya bahwa pria itu bersedia menikahinya. Aluna tidak tahu bahwa pernikahan itu dilandasi keterpaksaan.
Muncul-lah sosok Iskhandar, ia pun sudah mengganti pakaiannya karena Mohan menyuruhnya. Betapa terkejutnya Iskhandar saat melihat siapa yang akan menjadi istrinya.
"Kau!" Iskhandar membulatkan mata tak percaya. Jadi wanita gila ini yang akan menjadi istrinya? Mau menolak pun sudah tidak bisa karena Mohan sudah membayar tempat tinggalnya. Akhirnya, mereka pun menikah. Aluna sangat bahagia sekali, tanpa ia tahu bahwa lelaki yang menikahinya tidak mencintainya sedikit pun.
Iskhandar tidak bisa menceraikan istrinya, terkecuali Aluna sendiri yang memintanya. Mohan sudah mewanti-wanti pada Iskhandar, jangan sampai menyakiti putrinya karena Aluna anak kesayangannya. Tapi Iskhandar tidak peduli akan hal itu, bahkan setelah menikah ia tidak akan tinggal di sana. Ia akan mengajak istrinya tinggal bersamanya. Suka atau tidak Aluna harus tinggal bersamanya, karena ia tidak mencintai Aluna, bermimpi pun ia tidak berharap.
Ia harap ini hanya sebuah mimpi, mimpi buruk yang tidak akan pernah terjadi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!