NovelToon NovelToon

SILENT LOVE

CERITA

"Di dalam gerimis hujan pada malam hari ini, aku bernama Kiara, wanita berusia tiga puluh tahun akan membagikan satu kisah kehidupan ku yang sebenarnya tak ingin aku buka.

Namun entah kenapa dorongan untuk menuliskan kisah hidup ku terus ada di dalam lubuk sanubari ku.

Sebagai seorang penulis yang sudah menuliskan banyak cerita hidup orang lain, mulai tergerak hatinya untuk bisa menceritakan cerita kehidupan ku sendiri.

Perih rasanya ketika aku harus kembali mengingat - ingat setiap kejadian yang terjadi belasan tahun silam.

Di saat hati ku masih penuh dengan luka, di saat goresan demi goresan terus ada di dalam setiap kehidupan ku.

Aku Kiara, belasan tahun yang lalu pernah melakukan satu kesalahan yang pada akhirnya menuai satu konsekuensi yang sampai sekarang menjadi hal yang tidak akan pernah terlupakan di sepanjang kehidupan ku.

Aku tau setiap kesalahan yang kita lakukan pasti memiliki konsekuensinya masing - masing.

Begitupun dengan apa yang telah aku lakukan, aku tau perbuatan ku salah, namun aku tidak pernah menyesalinya lagi.

Hukuman telah aku jalani, kehilangan cinta juga telah aku lewati, tak banyak orang yang bisa mengerti setiap perasaan yang aku rasakan.

Namun aku tidak pernah menuntut orang lain untuk bisa menerimanya, karena aku pun bisa melakukan hal itu terhadap kesalahan orang lain.

Jakarta, malam ini."

Satu orang wanita dewasa duduk di depan meja di dalam kamarnya saat ini sibuk menggunakan laptopnya untuk menulis naskah novel yang sebentar lagi akan di terbitkan oleh penerbit terbaik dan juga naskah novel tersebut di minta oleh satu rumah produksi untuk di filmkan.

Nama wanita dewasa tersebut adalah Kiara, ibu satu orang putri berusia dua belas tahun, Kiara kali ini akan menceritakan kisah hidupnya di masa lalu yang akan di publikasikan oleh media yang sudah menunggu kisah hidupnya tersebut.

FLASHBACK ON 

Jakarta pagi ini, nampak satu orang gadis berusia tujuh belas tahun sedang asyik menyisir rambutnya di depan meja rias kecil kesayangannya..

Seragam putih abu - abu yang di kenakan pagi ini seakan - akan menjadi indentitas penting apa profesi dari gadis berusia tujuh belas tahun tersebut.

Rambutnya yang hitam panjang, kulitnya sawo matang, dan memiliki lesung pipit pada ke dua pipinya membuat gadis berusia tujuh belas tahun tersebut sangatlah manis.

Gadis itu bernama Kiara, ya Kiara di usia mudanya.

"Dasar istri tak tau diri!"

Deg

Kiara yang sedang asyik menyisir rambut hitam panjangnya langsung berhenti ketika mendengarkan teriakan dari kamar sebelah.

"Ampun mas, ampun, jangan pukul aku lagi!"

Teriakan kembali terdengar dan kali ini di sertai suara tangisan dari seorang wanita.

"Selalu seperti ini, sampai kapan aku harus mendengarkan keributan di setiap pagi sebelum aku berangkat ke sekolah."

Kiara mengatakan hal tersebut dengan perlahan sambil sesekali menggigit - gigit bibir bawahnya.

Satu kebiasaan yang Kiara suka lakukan jika dirinya merasa kesal.

"Kau tidak pernah tau caranya membahagiakan suami, rasakan ini!"

Terdengar satu pukulan yang cukup keras sehingga Kiara yang berada di kamar sebelah langsung meletakkan sisir dan bangkit dari tempat duduknya.

"Cukup sudah, ini tidak bisa aku biarkan lagi!"

Kiara mengatakan hal tersebut sambil bangkit dari tempat duduknya dan langsung menuju ke arah sumber suara yang sudah sering dia dengar dan selalu menganggu telinganya.

"Bapak cukup!"

Kiara masuk ke dalam kamar sebelah, dan langsung mengatakan hal tersebut kepada sang ayah dengan suara yang lantang.

"Cukup bapak, Kiara lelah selalu mendengarkan keributan demi keributan seperti ini setiap pagi."

"Nak, jangan kemari, ayo kamu masuk saja ke dalam kamar mu lagi."

Satu wanita paruh baya dengan wajah yang lebam berusaha untuk menghalau Kiara, agar Kiara tidak mengatakan hal - hal yang membuat sang ayah semakin tersulut lagi.

"Bu untuk kali ini ibu juga tidak bisa mengusir Kiara lagi, kali ini izinkan Kiara untuk berbicara kepada bapak!"

Dengan suara yang lantang untuk ke dua kalinya Kiara mengatakan hal tersebut kepada sang ibunda tercinta yang kini sudah tidak berdaya lagi untuk melerai apa yang akan terjadi.

"Pak, kenapa bapak selalu saja memukul ibu? apakah bapak tidak bisa membicarakan setiap permasalahan itu dalam keadaan tenang?"

Dengan berani Kiara kembali mengatakan isi hatinya.

"Di dalam hal ini, sebenarnya Kiara tidak tau siapa yang salah dan siapa yang benar, tapi tidak seperti ini pak cara menyelesaikan setiap permasalahan yang ada."

"Tau apa kau anak kecil! benar apa yang dikatakan oleh ibu mu, lebih baik kau kembali ke kamar dan berangkat sekolah sekarang juga!"

Sang ayah dengan lantang mengatakan hal tersebut sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah Kiara.

"Pak, asal bapak tau, Kiara itu bukan anak kecil lagi, usia Kiara sudah tujuh belas tahun, dan Kiara berhak untuk mengatakan hal ini kepada bapak!"

Suara Kiara seketika meninggi ketika dirinya mengatakan hal ini kepada sang ayah.

"Memang apa yang akan kau katakan? paling - paling juga tau lebih dari sekedar tangisan saja."

Sang ayah mengatakan hal tersebut sambil maju ke arah Kiara untuk lebih dekat lagi.

"Yang ingin Kiara katakan...."

Setiap kata - kata Kiara tiba - tiba saja berhenti, tatapan tajam sang ayah cukup membuatnya terintimidasi.

"Ayo, apa yang ingin kau katakan?"

"Yang ingin Kiara katakan adalah bapak tidak pernah becus menjadi kepala rumah tangga yang baik bagi ibu, dan bapak tidak pantas di jadikan teladan bagi kami semuanya."

"Jadi lebih baik bapak menceraikan ibu dan keluar dari rumah ini!"

Deg

Sungguh kali ini semua yang ada di dalam hati bisa Kiara keluarkan dengan lega, namun setiap perkataan Kiara pada akhirnya memiliki konsekuensinya.

"Kau katakan apa tadi, dasar anak tiri tidak tau di untung!"

Sang ayah yang posisinya sudah semakin dekat dengan Kiara langsung menampar pipi  Kiara dengan sangat keras.

Darah segar mulai mengalir di sudut pipinya dan rasanya sangat sakit .

"Pak, sudah pak, Kiara tidak bersalah, ibu yang bersalah, jangan pukul Kiara lagi pak!"

Sang ibu yang melihat Kiara terluka dengan sekuat tenaga bangkit dan langsung mencoba menghentikan suaminya.

"Minggir kau, anak mu ini perlu untuk di berikan pelajaran, agar mulutnya bisa berkata - kata dengan baik!"

Sang ayah mengatakan hal tersebut sambil mendorong istrinya dan kembali menarik rambut Kiara serta menampar pipi Kiara berulang - ulang.

"Pak jangan kau pukul Kiara, nak ayo minta maaf kepada bapak nak."

Air mata mulai mengalir dengan sangat deras ketika sang ibu melihat suaminya memberikan pukulan demi pukulan tersebut.

"Dia bukan bapak ku bu, jadi untuk apa aku meminta maaf kepadanya."

Tampilkan kutipan teks

DIA BUKAN AYAH KU

Kiara mengatakan hal tersebut sambil terus menahan sakit karena tamparan dan pukulan yang diberikan oleh ayah tirinya tersebut.

"Pak sudah pak, aku mohon, jangan lampiaskan hal ini kepada Kiara."

Dan pada akhirnya sang ibu berhasil menarik tangan sang ayah agar tidak memukuli Kiara lagi.

"Jika bukan karena ibu mu sudah aku bunuh kau anak sialan!"

Kata - kata sang ayah yang terlontar membuat Kiara hanya bisa memandang wajah tersebut dengan sangat tajam.

"Bu aku tidak pernah menyesal menerima pukulan demi pukulan, aku juga tidak pernah menyesal mengatakan bahwa bapak tidak pantas menjadi orang tua yang baik bagi ku."

"Dan aku tidak pernah menyesal mengatakan bahwa ibu dan bapak lebih baik cerai saja."

Dan setelah mengatakan hal tersebut Kiara keluar dari kamar ke dua orang tuanya, Kiara berlari menutup ke dua telinga, Kiara berlari masuk ke dalam kamarnya dan langsung mengambil tas, lalu pergi meninggalkan rumah jahanam bagi dirinya saat ini.

Di tengah jalan Kiara merapikan baju seragam putih abu - abu yang sudah tidak beraturan, Kiara juga merapikan rambut hitam panjangnya yang kini sudah awut - awutan.

"Bibir ku biru, alasan apa lagi yang harus aku katakan kepada semua teman - teman ku di sekolah nanti."

Kiara mengatakan hal tersebut sambil mengambil cermin kecil dari dalam saku bajunya dan memperhatikan bekas tamparan yang kini sudah membiru.

Saat ini air mata Kiara sudah kering, Kiara hampir sudah tidak pernah menangis lagi ketika sang ayah melakukan hal ini entah sudah kesekian kalinya.

"Lapar, ya ampun gara - gara aku meladeni laki - laki itu, aku sampai lupa sarapan pagi ini."

Kiara mengatakan hal tersebut sambil memegang perutnya yang kini mulai bernyanyi.

"Ya sudahlah, lagi pula aku sudah terbiasa dengan semua ini, semoga aku bisa terus bertahan sampai selesai sekolah nanti."

Kiara mengatakan hal tersebut dengan perlahan sambil terus berjalan menuju ke tempat sekolahnya.

"Selamat ulang tahun Kiara."

Deg

Begitu Kiara sampai di sekolah, Kiara membuka pintu kelasnya, nampak semua teman - teman satu kelasnya memberikan kejutan ulang tahun untuk Kiara.

"Selamat ulang tahun Kiara."

Satu orang gadis dengan rambut sebahu menghampiri Kiara dengan kue black forest di dalam tangannya.

"Tiup, tiup, tiup."

Suara heboh dari teman - teman sekelas Kiara ketika serentak mereka meminta Kiara untuk meniup lilin - lilin yang sudah terpasang rapi di kue tersebut.

Kiara hanya diam seperti patung ketika melihat semua teman - temannya sedang memandang dengan penuh senyum kepadanya.

"Tunggu, apakah kalian yakin hari ini adalah hari ulang tahun ku?"

Deg

Suasana yang tadinya ramai  langsung berubah menjadi sunyi dan saling pandang ketika Kiara mengatakan semua hal tersebut kepada semua orang yang saat ini berada di kelas tersebut.

"Kiara, kami tidak akan pernah lupa hari ulang tahun mu, bagi kami engkau adalah sahabat kami yang paling baik, jadi kami sangat yakin seribu persen bahwa hari ini benar hari ulang tahun mu."

Satu gadis pembawa kue mendekatkan diri ke arah Kiara dan mengatakan hal tersebut dengan sangat yakin.

"Jadi sekarang kau tidak bisa memberikan kami alasan apa - apa lagi Kiara, sekarang juga kau harus tiup lilinnya, lihat tangan ku sudah pegal memegang kue ini."

Dan kegaduhan kembali terjadi ketika mereka semua meminta Kiara untuk meniup lilin tersebut.

"Baiklah, satu, dua, tiga "

Dan pada akhirnya Kiara meniup lilin tersebut satu per satu.

Tepuk tangan mewarnai satu kelas tempat Kiara saat ini merayakan ulang tahunnya secara sederhana.

"Kelas IPA tiga, tidak akan pernah kalah dari hal apapun."

Kiara maju ke depan dan mengatakan hal tersebut dengan suara yang sangat lantang.

Apa yang telah di lakukan oleh Kiara mendapatkan tepuk tangan dari semua siswa dan siswi yang ada di dalam ruangan.

Kelas IPA tiga, memang terkenal berkumpulnya banyak siswa dan siswi pilihan dengan nilai terbaik, dan kelas IPA tiga juga terkenal dengan gadis yang pintar di dalam segala hal, gadis tersebut bernama Kiara.

Hari ini Kiara kembali ke dalam rutinitas belajarnya di sekolah, satu - satunya hal yang bisa membuat Kiara untuk bisa melupakan setiap kejadian demi kejadian di rumah yang sangat membuatnya ingin muntah.

"Jadi kau tidak mau menceritakan kepada ku lagi Kiara, apa yang sebenarnya terjadi dengan mu pagi ini?"

Jam istirahat pun telah tiba, siang ini Kiara memilih untuk tetap berada di dalam kelas bersama sahabatnya Maya.

"May hal apa lagi yang perlu aku ceritakan kepada mu? sepertinya aku sudah tidak ada lagi rahasia yang di tutupi, kau selalu berhasil membongkar semua rahasia ku dengan baik."

Kiara mengatakan hal tersebut sambil melihat wajahnya di cermin kecil.

"Coba lihat."

Maya langsung mendekatkan diri ke arah Kiara dan melihat sudut demi sudut wajah Kiara.

"Apa sih May."

Dengan cepat Kiara langsung menepis tangan Maya yang masih memegang wajah Kiara.

"Siapa yang telah memukul wajah mu Kiara?"

Deg

 

Tanpa banyak pertanyaan Maya langsung mengatakan hal tersebut kepada Kiara dengan tatapan yang tajam.

"Sembarangan, wajah ku baik - baik saja, jangan sok tau deh May kau!"

Kiara kali ini berusaha untuk mengelak apa yang di sangka kan Maya terhadapnya.

"Aku tidak sok tau Kiara, tapi itu wajah mu memar, mana ada itu tidak terjadi sesuatu?"

"Oh ini, aku tadi jatuh di jalan, jadi memar sampai seperti ini."

Kiara mengatakan hal tersebut sambil menunjukkan beberapa luka memar yang sengaja di tutup bedak oleh Kiara.

"Jatuh?"

Maya mengatakan hal tersebut sambil mengernyitkan keningnya.

"Iya jatuh May, jatuh, apa perlu aku ulangi berkali -kali? atau perlu aku tempelkan di mading sekolah kita agar semua orang tau bahwa wajah Kiara sang pemilik kelas IPA tiga telah terjatuh tadi pagi lalu wajahnya memar?"

"Ya bukan begitu Kiara, sebagai teman aku hanya mengkhawatirkan mu saja."

Kiara langsung terdiam dengan semua perkataan dari Maya.

"Ya May, aku mengerti, semuanya baik - baik saja."

"Syukurlah kalau begitu."

Kiara langsung menarik nafasnya dalam - dalam ketika pada akhirnya Kiara berhasil menyakinkan sahabatnya itu.

"May, kau bahwa uang lebih?"

"Untuk apa Kiara?"

"Tadi pagi aku lupa bawa dompet, jika kau bawa uang lebih aku pinjam boleh? perut ku lapar sekali."

Dengan cepat Maya langsung menggelengkan kepalanya ketika Kiara mengatakan hal tersebut kepadanya.

"Kiara, Kiara kau mengatakan hal ini seperti baru mengenal ku berapa hari, kau butuh berapa, ini aku ada lima puluh ribu, cukup?"

Mengatakan hal tersebut sambil mengeluarkan satu lembar uang biru dan langsung memberikan uang tersebut kepada Kiara.

KOKO ADRIAN

Terima kasih May."

"Jadi kau tetap tidak mau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan wajah mu itu?"

Dengan cepat Kiara langsung menggelengkan kepalanya.

"Tidak May, aku baik - baik saja, ini hanya jatuh."

Dan Maya yang masih tidak percaya pada akhirnya hanya bisa menarik nafasnya dalam - dalam.

"Baiklah jika memang itu pilihan mu, namun aku juga berhak untuk mengatakan bahwa aku tidak percaya dengan apa yang telah kau katakan itu."

"Ya aku tidak bisa mengatakan apa - apa jika itu sudah menjadi keputusan mu."

"Ya sudah ayo ke kantin, nanti keburu masuk lagi Kiara."

Dan setelah mengatakan hal tersebut Kiara dan Maya keluar dari dalam kelas mereka untuk menuju ke kantin.

Kiara yang dari pagi tidak sarapan langsung menyerbu makanan demi makanan yang di jual di dalam kantin sekolah mereka.

Sepanjang istirahat Kiara dan Maya saling bercanda dan bercerita.

Hal inilah yang dapat sejenak melupakan semua kesedihan Kiara atas setiap peristiwa di rumah yang selalu dia lihat dan dialaminya setiap pagi.

Sementara itu satu mobil mewah mulai memasuki halaman depan sekolah.

Nampak satu laki - laki bertubuh kekar, berambut hitam dan bermata sipit keluar dari dalam mobil mewah tersebut.

"Ko Adrian, apakah Koko sudah siap untuk menjadi pengajar di sekolah ini? jika Koko mau aku bisa mengatakan kembali kepada pak Brata agar Koko Adrian bisa kembali bekerja di perusahaan sebagai CEO."

Laki - laki tampan itu hanya terdiam mendengarkan perkataan demi perkataan asistennya tersebut.

"Jadi ini SMA Matahari?"

Sang laki - laki tampan mengatakan hal tersebut sambil melepaskan kacamata hitam kesayangannya.

"Benar ko Adrian, ini adalah SMA Matahari, salah satu SMA dengan donatur tetapnya keluarga Sanjaya."

Adrian nama laki - laki tampan tersebut, kulitnya yang putih, senyumnya yang manis serta ke dua matanya yang sipit menjadikan ciri khas bahwa Adrian adalah keturunan Jawa Thionghoa.

"Lia, katakan kepada papa, aku akan tetap mengajar di sekolah ini."

Dan sang asisten pribadi bernama Lia Astrid hanya bisa menganggukkan kepalanya.

"Baik ko Adrian, semuanya akan segera saya sampaikan kepada pak Brata Sanjaya."

"Bagus, kau boleh pulang Lia."

"Ko Adrian tidak mau saya temani?"

Dengan cepat Adrian langsung menggelengkan kepalanya.

"Tidak perlu Lia, kau naik taxi online saja, mobil ini biar tetap di halaman parkir."

"Baik ko Adrian, aku permisi dulu."

Dan setelah mengatakan hal tersebut Lia langsung memesan taxi online, sedangkan Adrian masuk ke dalam SMA Matahari, salah satu SMA favorit di kota Jakarta.

"Selamat siang pak Adrian, perkenalkan saya pak Joko sebagai kepala sekolah di SMA ini."

Satu laki - laki paruh baya langsung menyambut Adrian begitu Adrian masuk ke dalam kantor kepala sekolah.

"Selamat siang pak Joko, perkenalkan nama saya Adrian Sanjaya."

"Ya pak Adrian, merupakan satu kehormatan jika pak Adrian mau mengajar di SMA Matahari ini, mari silahkan duduk pak Adrian."

Dan Adrian pun langsung duduk di ruang kepala sekolah.

"Jadi mata pelajaran apa yang harus saya ajarkan kepada murid - murid pak Joko?"

"Pak Adrian akan mengantikan pak Anwar yang baru saja keluar, mata pelajaran yang diajarkan oleh pak Anwar adalah matematika."

Adrian langsung tersenyum dengan apa yang telah di katakan oleh pak Joko.

"Apakah tidak ada mata pelajaran yang lainnya selain matematika pak Joko?"

Adrian mencoba bernegosiasi dengan pak Joko mengenai mata pelajaran yang akan diajarkan ke sekolah ini.

"Mohon maaf pak Adrian, tapi untuk saat ini hanya tinggal matematika saja yang masih kosong untuk tenaga pendidiknya, saya yakin ini merupakan permasalahan yang sangat kecil untuk pak Adrian."

Adrian hanya terdiam dengan perkataan kak Joko.

"Pak Adrian adalah lulusan terbaik dari salah satu kampus di luar negeri, dan kurikulumnya pun terbaik, tentu tidak akan merasa kesulitan sama sekali ketika harus mengajarkan matematika kepada murid - murid disini."

Sejenak Adrian terdiam dan pada akhirnya menganggukkan kepalanya.

"Ya pak Joko, saya rasa seperti itu, namun tetap saya perlu untuk di bimbing, karena baru pertama kali ini saya menjadi seorang guru."

"Pasti pak Adrian."

"Jadi kelas mana saja yang akan saya ajarkan matematika hari ini pak Joko?"

"Kelas IPA tiga pak Adrian, untuk hari ini hanya kelas IPA tiga untuk jadwal matematika."

"Baiklah pak, kapan saya bisa mulai mengajar mereka?"

Pak Joko langsung melihat arlogi yang ada di tangan kanannya.

"Siang ini setelah jam istirahat pak Adrian."

Dan setelah mengatakan hal tersebut terdengar bel istirahat yang telah usai.

Semua siswa dan siswi mulai berhamburan masuk kembali ke dalam kelas mereka masing - masing.

"Tebak siapa yang akan menjadi pengganti pak Anwar Kiara?"

Maya langsung mengatakan hal tersebut kepada Kiara begitu mereka masuk kembali ke dalam kelas.

"Entahlah May, yang pasti akan galak dan jutek seperti pak Anwar."

"Mungkin saja Kiara, sekolah ini kan terkenal dengan guru matematikanya yang galak."

"Ya, mau galak atau tidak, sungguh May tidak ada pengaruhnya kepada ku sama sekali."

Dan Maya hanya tersenyum dengan perkataan Kiara.

"Ya untuk anak yang sepintar dirimu pasti tidak akan mempengaruhi apa - apa Kiara."

Dan pada akhirnya Maya dan Kiara saling tertawa lepas sambil menunggu kejutan siapa guru matematika mereka yang baru.

Dan suasana kelas yang gaduh tenang seketika, ketika mereka melihat pak Joko masuk ke dalam kelas bersama dengan Adrian.

Semua mata tertuju kepada Adrian, laki - laki tampan, bertubuh tegap dengan kulit putih, rambut hitam dan senyuman manis di ke dua lesung pipitnya.

"Perhatian semuanya, hari ini pak Adrian yang akan menjadi guru matematika kalian, pak Adrian akan mengantikan pak Anwar yang telah keluar dari sekolah Matahari."

Semua siswa dan siswi langsung saling pandang ketika mereka semua melihat guru matematikanya sangat lah tampan.

"Halo, perkenalkan nama ku Adrian Sanjaya, kalian bisa memanggil ku pak Rian."

"Ya ampun suara dan wajahnya sama - sama tampan."

Dan perkataan salah satu siswi langsung di sambut teriakan kegaduhan dari yang lainnya.

"Sudah, sudah, Lina jaga kelakuan kamu."

Pak Joko mengatakan hal tersebut sambil memandang Lina dengan tajam.

"Statusnya apa pak Rian?"

Maya tiba - tiba mengangkat ke dua tangannya dan langsung mengatakan hal tersebut sambil tersenyum genit ke arah Adrian

"May malu tau!"

Kiara langsung membisikkan kata - kata tersebut ke telinga Maya, ketika Kiara mengetahui sang sahabat mengangkat tangannya.

"Status saya masih sendiri."

Dan apa yang dikatakan Adrian sukses membuat semua siswi berteriak kegirangan.

"Baik pak Adrian, aku siap menerima pengajaran mu sampai ke rumus - rumus yang paling tersulit pun."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!