"Perempuan hina! Kau hanya anak baru disini, tapi sudah berani merayu orang yang disukai Camila Blazemoche kami!"
"Sudah kuduga, gadis miskin sepertinya pasti hanya akan selalu mencari lelaki kaya! Murah seperti baju yang dipakainya!"
"Kau pikir kau ini Cinderella? Cuma modal wajah cantik dan munafik, terus langsung bisa menikahi pangeran?!"
Aku baru saja membuka mata dan langsung diberi kejutan oleh semesta, bahkan belum sempat aku mencerna situasi dengan sempurna, ketiga gadis ini menggandeng kedua lenganku erat-erat.
Aku jelas tidak mengenal orang-orang ini ...
Tapi kurasa menilik dari lingkungan dan wajah-wajah asing, kurasa aku sudah mengalami transmigrasi.
Jadi .... Siapa identitasku?
Gadis berpita putih itu cemberut, seolah bukan dia yang barusan mengeluarkan kata-kata merendahkan dan menatapku
"Camila, jangan lihat mahluk kotor ini. Dia hanya akan mengotori mata dan pikiranmu yang cantik."
"Biar kami saja yang memberinya pelajaran" kali ini gadis berkuncir kuda yang menjawab.
Oh ..
Jadi aku antagonisnya?
Oke.
Aku menangkap sosok gadis kecil yang dipaksa berlutut di depanku, menatapnya dari sofa empuk yang sedang kududuki. Dia memiliki rambut panjang dan lurus yang indah, matanya besar dan berair, kulitnya putih walaupun tidak tampak terlalu bersih akibat sudah dijahili, tubuhnya langsing tapi tampak kuat.
Tipikal protagonis dari novel roman picisan.
Putih, cantik, miskin, dan tidak berdaya.
Kalau begitu tokoh utama prianya pasti adalah badboy super kaya yang suka gonta-ganti pacar, most wanted boy di sekolah.
Ah .... Pasaran.
Kenapa juga diantara semua koleksi buku berkualitas tinggi milikku, harus buku sampah ini yang menjadi kesempatan kedua bagiku untuk hidup?
Buku ini begitu sampah hingga kisahnya bisa dirangkum menjadi satu halaman saja, dengan judul yang juga sampah. Saking sampahnya buku ini, aku terus mengingat judulnya agar tidak mendapat rekomendasi buku serupa.
"Simpanan manis Tuan CEO tampan."
Buku ini berkisah tentang seorang wanita miskin bernama Arianna Mackenzie, yang nyaris putus sekolah karena kurang biaya dan lahir di keluarga kolot sekaligus patriarki. Keluarga Arianna lebih memilih menyekolahkan kakak lelakinya dibandingkan dia, bahkan mengusir Arianna yang menolak dinikahkan dengan duda paruh baya di lingkungan mereka.
Arianna yang baru lulus SMP, terpaksa bekerja serabutan untuk bertahan hidup. Membuat sahabatnya, Gabriel Wundervei tidak tega dan ingin membantu. Tapi Arianna menolak, karena Gabriel sudah terlalu banyak membantunya. Jadi Gabriel hanya bisa membantu diam-diam menggunakan koneksi ayahnya, memastikan bahwa Arianna tidak hidup menderita.
Begitu Arianna masuk SMA, dia menjadi fokus semua orang karena perilakunya yang lemah lembut dan sederhana. Termasuk Frost, yang sudah bertunangan dengan Camila sejak kecil. Lelaki itu mulai mengejarnya dengan cara pasaran ala badboy di buku, membully Arianna dan membuat gadis itu dibenci para siswi.
Arianna yang sudah diajari Gabriel mengenai pria, tentu saja menolak. Tapi Frost tidak pernah menyerah, bahkan menghujaninya dengan hadiah dan menuai kebencian Camila, tunangan Frost. Seperti antagonis pada umumnya, Camila terus mengganggu protagonis yang selalu dilindungi Frost, Arianna yang tidak tau hubungan keduanya justru berterima kasih dan mulai berkencan dengan Frost. Mereka berkencan selama enam tahun hingga Frost lulus kuliah, lalu pada malam tertentu tidak sengaja menghamili Arianna.
Arianna yang ingin meminta pertanggungjawaban, justru mendapat fakta bahwa Frost adalah tunangan orang. Camila yang memang selalu menggertaknya, membuat Arianna melarikan diri. Karena inilah Frost merasa kehilangan dan menyelidiki, lalu tau bahwa Arianna hamil. Dia menjadi jenius bisnis dalam sekejap, membuat perusahaan Camila bangkrut dan melamar Arianna.
Namun Gabriel, si second lead yang membantu Arianna juga melamar gadis itu. Keduanya mulai bersaing dan Arianna yang sedang hamil tua, menjadi sedih dan melarikan diri lagi. Di pelarian kedua inilah Camila yang semakin membenci Arianna berhasil menculiknya, menuai kepanikan dua Pria itu. Frost dan Gabriel bekerja sama menemukan Arianna yang disekap, tapi Gabriel yang lebih jago membela diri menahan musuh untuk Frost.
Arianna yang melihat Frost lebih dulu saat penyelamatan, menjadi luluh dan menerima lamarannya. Gabriel menjadi sadboy dan menghilang keluar negeri setelah kedua orang itu menikah, sementara Camila berakhir di penjara. Tamat.
Klise dan memuakkan.
Aku sungguh tidak mengerti.
Kenapa juga pembaca suka membela protagonis yang jelas-jelas adalah perebut suami orang?
Apakah karena dia cantik, miskin, menyedihkan dan tidak berdaya di dunia yang penuh persaingan ini? Hanya bisa mengandalkan laki-laki agar dia bisa melihat cahaya?
Selalu saja tipe cantik dan miskin.
Lalu bagaimana dengan wanita berbakat yang tidak terlalu cantik, tapi pandai merawat dirinya?
Dalam novel ini atau karakter yang kuambil perannya misal? Camila Blazemoche.
Dari namanya saja dia adalah wanita cantik yang elegan dan kaya. Tipe kecantikan dingin yang lebih mementingkan karir dan pengembangan diri daripada harus buru-buru beranak-pinak?
Seingatku karena alasan inilah pembaca membenarkan perselingkuhan si tokoh utama, Frost Harrison. Hanya karena Camila lebih fokus pada kantornya dan tidak terlalu aktif secara seksual, berbeda dengan Arianna yang hanya pekerja serabutan biasa dan memiliki lebih banyak waktu luang.
Sebenarnya aku juga tidak menentang wanita yang ingin mengabdikan diri sepenuhnya pada suami, atau menjadi ibu rumah tangga. Tapi merebut pasangan orang, itu sama sekali tidak bisa dibenarkan.
Mau si perebut itu lebih alim, lebih cantik, lebih perhatian, lebih patuh dan lebih inferior, merebut suami orang tetap saja tindakan tercela. Camila hanya ingin mempertahankan pasangan miliknya dari pihak ketiga, tapi dia segera dianggap antagonis.
Tidak masuk akal.
"Hei, dengar tidak?! Kau keterbelakangan mental, ya?!" Gadis berambut pendek menarik rambut pihak yang sedang berlutut, Louis Venatrix.
"Minta maaf pada Camila Blazemoche!" Sambung gadis berpita putih, Violet Sweven.
"Minta maaf dan sujud di kaki Camila, pelakor!!" Teriak gadis yang berkuncir kuda, Shasha Livilence.
Arianna mencicit
"M-maaf."
"Kurang keras!" Bentak Louis.
"Maafkan aku!"
Ah .... Arianna, apa yang harus kulakukan denganmu?
Aku menghembuskan nafas dan melepaskan tangan-tangan lembut yang sedang memelukku
"Kalian, pergi keluar. Aku ingin bicara padanya."
Mata ketiga orang itu langsung bersinar, mungkin berpikir bahwa aku ingin memukuli Arianna. Mereka mengangguk senang dan memelototi Arianna untuk terakhir kali, lalu menjaga pintu bilik cafe dari luar.
Aku berdiri dari sofa dan merapikan penampilanku, lalu jongkok di hadapannya yang masih menangis sembari berlutut
"Arianna Mackenzie."
"M-maaf ... Aku tidak tau, maafkan aku."
Aku menghela nafas dan menepuk pipinya menggunakan bunga mawar putih dari vas diatas meja
"Kau tau apa kesalahanmu?"
"..... Maaf."
Anak ini agak tak tertolong.
Kenapa dia terus minta maaf?
"Aku tidak memintamu untuk minta maaf. Aku tanya, apa kau tau kesalahanmu?"
Gadis itu menatapku takut-takut untuk sekejap, lalu kembali menundukkan kepala
"Aku ...."
Aku kembali menepuk pipinya menggunakan bunga mawar putih
"Jawab dengan jujur, Arianna. Apa yang sudah kau lakukan sebelum Louis, Violet, dan Shasha menyeretmu ke hadapanku?"
Dia menelan ludah gugup dan menjawab lambat
"Aku ... Aku hanya mengembalikan almamater F-Frost, dia meminjamiku setelah punyaku hilang."
Ah ... Jadi bullying dan bermain sebagai pahlawan menyelamatkan kecantikan ini sudah dimulai?
"Maaf ... Maafkan aku, Camila. Maaf."
Aku agak muak mendengarnya minta maaf
"Sudah kubilang aku tidak memintamu untuk minta maaf, Arianna."
"L-lalu?" Gadis itu tampak skeptis.
"Bukannya aku mengejek atau merendahkan, tapi kenapa kau cengeng sekali?"
"M-maaf."
Tanganku mengusap rambutnya yang barusan sudah ditarik oleh Louis
"Seingatku orang yang berasal dari kalangan menengah ke bawah memiliki mentalitas lebih kuat, tapi kenapa kau begitu lembek?"
Aku menarik dagunya agar dia menatapku tanpa gemetar
"Kau takut padaku?"
Dia tidak menjawab, tapi air matanya yang terus mengalir turut membasahi tanganku yang ada di wajah cantiknya. Dia juga lebih gemetaran, aku bahkan sudah tidak berminat untuk mengusiknya.
Aku berdiri dan menepuk rok lavender milikku
"Arianna Mackenzie."
"Y-ya?"
Aku tersenyum sebagai formalitas dan mencabut kelopak bunga di tanganku satu persatu
"Kau boleh menyalahkan orang yang menghinamu karena menggunakan barang-barang murah, tapi dunia juga boleh menyalahkanmu karena menjadi murah. Kau mengerti apa yang kumaksud 'kan?"
Arianna mengangguk keras dan mengusap air matanya menggunakan lengan baju, mungkin dia sedang mencerna apa yang kukatakan.
Aku mengambil tas selempang dan buku filsafat yang baru kubeli, kembali merapikan rok dan menepuk pundak protagonis ini
"Bangun."
Dia bangun dengan gemetaran, seragamnya tampak agak kotor karena berlutut di lantai. Mata jernihnya menatapku takut-takut, tidak berani melakukan apapun bahkan jika itu hanya sekedar untuk merapikan penampilannya.
Mata Arianna begitu jernih, bersih dan tanpa cela.
Dia memang protagonisnya.
Aku mau tidak mau jadi kasihan padanya.
Dia memang bersalah karena mengencani tunanganku, tapi itu karena dia tidak tau akan fakta tersebut. Frost adalah bajingan yang sebenarnya disini.
Tapi jika Arianna tetap mengencani Frost setelah dia tau bocah itu tunanganku, maka anak ini adalah orang sok suci yang layak untuk kubenci.
Jadi kenapa tidak bertaruh?
Aku menepuk tanganku satu kali dan memiringkan kepala, tersenyum pada anak baik ini
"Arianna, perlu kau tau bahwa aku tidak menyukai Frost Harrison sama sekali."
Gadis itu menatapku terkejut, tapi tetap tidak berani mengatakan apapun sebagai respon. Namun dari mata itu, aku bisa melihat setitik harapan yang terselubung.
"Tapi, Frost Harrison adalah tunanganku."
Wajah Arianna seketika menjadi pias, memucat dan matanya yang barusan berkilau dengan harapan seketika menjadi padam. Ketidaknyaman, rasa bersalah, sedih, dan patah hati tercampur menjadi satu.
Menarik.
"Jadi sekalipun aku tidak menyukainya, kami bisa dikatakan sebagai pasangan yang sah di mata hukum dan Tuhan. Arianna, kau adalah anak yang pintar. Pasti mengerti apa maksudku 'kan?"
Camila meninggalkan cafe sembari menenteng tas dan tiga tangkai mawar putih, wajahnya yang sejak awal minim senyum meninggalkan kesan licik dan manipulatif. Arianna masih berada didalam ruangan, mungkin sedang berpikir ulang atas pilihan yang diambilnya dalam kehidupan. Camila hanya membiarkan dan langsung menutup pintu, tak membiarkan orang lain melihat penampakan Arianna saat ini.
Bagaimanapun juga, Arianna adalah gadis cantik yang bodoh.
Tipe perempuan yang akan selalu memancing para bajingan.
"Camila, bagaimana dengan pelakor itu?"
"Apakah dia sudah meminta maaf dengan benar padamu?"
"Apakah dia masih berlutut dan menangis seperti bayi didalam sana?"
Pihak yang ditanyai hanya menyerahkan mawar pada tiga orang lain, tidak mengatakan apa-apa. Ketiga gadis itu juga memahami gelagat rekan mereka yang tidak terlalu suka mengutarakan pemikirannya, masing-masing menerima mawar putih dengan suasana hati yang membaik.
Bagaimanapun juga, mereka adalah nona muda.
Nona muda adalah harga diri bagi keluarga kaya, jadi tentu mereka harus bersaing untuk menjadi yang terbaik dalam segala aspek. Seperti pendidikan, kecantikan, etiket, dan kekuatan dalam bisnis.
Bisnis keluarga Camila Blazemoche berfokus pada bidang kecantikan.
Sementara ketiga temannya mulai dari Louis Venatrix, Violet Sweven dan Shasha Livilence. Masing-masing keluarga mereka berfokus di bidang entertainment, bioteknologi, dan Minyak. Mereka harus masuk SMA di luar negeri untuk mencari inovasi baru yang menguntungkan bisnis keluarga mereka kedepannya, berbeda dengan Camila.
Dia harus meneliti tipe kulit orang-orang negara ini dan menciptakan produk yang cocok dengan semua tipe, jadi dia tidak wajib untuk belajar keluar negeri seperti teman-temannya.
"Aku senang kalian begitu perhatian padaku" ujar Camila.
Shasha mencubit pipinya main-main
"Ngomong apa sih, sayang? Kita adalah teman, itu wajar."
Louis memasang wajah dingin, tapi mata yang penuh perhatian itu tidak bisa disembunyikan
"Kuharap kau tidak ditindas begitu kami tidak ada disisimu. Ini tidak hanya menyangkut soal harga diri, melainkan juga prestise keluarga kita."
"Tenanglah, tidak akan. Kuharap kalian juga tidak tersesat saat belajar di luar negeri, jangan menerima barang dari orang asing."
"Kami bukan anak kecil, sayang. Tapi terimakasih atas pengingatnya, jaga dirimu baik-baik."
"Kalian juga, jangan lupa sering-sering mengabari."
Keempat orang itu saling berpelukan selama beberapa waktu, sampai masing-masing dari tiga gadis lain dijemput oleh mobil keluarga mereka. Camila melambai dengan santai, lantas berjalan menuju restoran seberang jalan untuk makan malam dan memesan kopi mellow.
Sudah waktunya.
Manik ungunya menatap jalanan sembari menunggu semua permen kapas meleleh kedalam kopi, bibirnya terus mengunyah makanan saat memperhatikan sesosok lelaki berambut perak yang berlari kelar dari mobilnya.
Camila mengibaskan rambut cokelat muda sebahu miliknya, memperhatikan lelaki perak barusan menggandeng Arianna keluar dari cafe dengan hati-hati. Mereka tampak sedikit bertengkar dengan Arianna yang terus menerus menggelengkan kepalanya, dia tidak bisa mendengar mereka sama sekali.
Namun Camila bisa membaca gerakan mulut mereka.
Tampak Gabriel sedang menarik lengan Arianna untuk meyakinkan pihak lain agar mengatakan kebenaran
"Dia menggertakmu lagi 'kan? Sudah kubilang jangan berurusan dengan Camila Blazemoche, Anna!"
Arianna melotot begitu mendengar klaim sepihak sahabatnya, tangannya yang kurus menghentak keras agar mereka tidak lagi memiliki kontak fisik
"Nona Blazemoche tidak menggertakku, Gabriel! Dia pantas marah atas apa yang kulakukan! Aku pantas mendapatkan ini!"
"Tapi kau tidak tau apa-apa! Dia sudah keterlaluan dengan melakukan kekerasan padamu! Akan kulaporkan dia pada Tuan Cooper, biar saja dia mendekam di ruang introspeksi sekolah besok!"
"Gabriel! Siapapun akan marah kalau tunangannya dekat dengan perempuan lain! Aku memang tidak tau, tapi seharusnya aku berinisiatif mencari tau alasan kenapa Frost Harrison mendadak mendekatiku! Mustahil orang kaya sepertinya tiba-tiba tertarik padaku! Nona Blazemoche adalah korban dari ini semua! Kalau kau ingin marah, marahlah padaku dan Frost Harrison! Bukan padanya!"
Gabriel tertegun, tapi dia merasa bahwa apa yang dikatakan Arianna adalah benar. Dia menghela nafas panjang untuk menenangkan diri dan berujar
"Anna, aku mengerti apa maksudmu. Tapi aku tetap tidak ingin mendengarmu menyalahkan diri sendiri. Oke, Camila memang korban jika ceritamu benar, tapi kau juga korban karena ketidaktahuanmu. Apa kau sudah minta maaf padanya?"
"Sudah, tapi aku tetap merasa tidak enak padanya ... Kalau dia tidak menegurku hari ini, apakah aku sudah jadi perusak hubungan orang?"
"Anna, setidaknya kau sudah minta maaf. Urusan kompensasi atau perasaan tidak enak, pikirkan saja nanti. Ayo pulang dulu, kau harus istirahat."
Camila menatap takjub Arianna yang membelanya dengan sepenuh hati, bahkan sampai bertengkar dengan sahabatnya sendiri. Gadis itu bahkan membentak Gabriel yang terpaku di tempat, tidak percaya akan apa yang dia dengar. Camila merasa bahwa mungkin ada kemungkinan bahwa Arianna memang bukan orang yang busuk, tapi dia harus menyelidiki ini lebih lama sebelum bisa menyimpulkan orang seperti apa Arianna itu.
Bagaimanapun juga, protagonis selalu memiliki plot armor yang merepotkan.
Jadi untuk saat ini dia memilih untuk berhenti menyelidiki dan menelpon rumah agar dijemput sopirnya, lantas meminum kopinya dengan lambat dan tenang. Arianna dan Gabriel masih berbicara disana, tapi dia tidak tertarik untuk menebak isi pembicaraan mereka lagi.
Dia bangkit saat melihat mobilnya sudah menunggu, merapikan meja dan pergi dengan langkah tanpa suara. Sopirnya yang tidak menduga nona Blazemoche akan minum kopi sendirian, memilih untuk tidak mengatakan apa-apa dan dalam diam membuka pintu, sembari menginformasikan keadaan di mansion keluarga Camila.
Gadis itu menyelipkan rambutnya dibalik telinga dan menatap Gabriel di seberang jalan, manik ungunya berkilat acuh. Laki-laki berambut perak yang menyadari tatapan Camila, balas menatap pihak lain dengan mata yang berwarna sama, tapi lebih jernih.
Sepasang mata dengan warna mirip saling bertabrakan, saling menatap dengan pikiran penuh evaluasi untuk orang lain selama beberapa saat.
Sampai Camila memberi senyum simpul dan mengangguk satu kali, lantas masuk ke dalam mobil dan meninggalkan lokasi.
"Nona, makan malam sudah siap. Tuan besar, Nyonya dan Tuan muda juga sudah dalam perjalanan pulang" Seorang pria paruh baya yang tampak lembut menyambutnya begitu dia memasuki pintu rumah, yang lebih cocok dikatakan sebagai mansion.
Camila mengangguk acuh dan naik ke atas lebih dulu untuk membersihkan diri dan mengganti baju, sebelum turun ke meja makan dimana anggota keluarganya sudah menunggu. Dia duduk di sebelah kakak laki-lakinya, Aiden Blazemoche yang masih kuliah dan baru mulai magang di perusahaan keluarga.
Tidak ada satupun yang bersuara saat makan malam, semua orang makan dengan tenang dan sopan. Tapi tidak ada sedikitpun suasana dingin atau canggung, mereka hanya tidak suka makan sambil bicara.
"Bagaimana sekolah?" Ayahnya bertanya tiba-tiba saat semua orang sudah menyelesaikan makanan di piring masing-masing.
"Semuanya baik, ayah" jawab Camila.
"Apakah uangmu cukup?" Dia bertanya lagi, Camila menjawabnya dengan sebuah anggukan.
"Camila, apakah ada sesuatu yang kau inginkan? Mau pergi ke spa bersama akhir pekan ini?" Kali ini ibunya yang bertanya.
Camila mengangguk setuju, lagipula dia suka membuat dirinya tampil lebih menarik. Siapa juga perempuan yang tidak suka menjadi cantik?
Aiden yang ada di sampingnya melirik dari waktu ke waktu, tapi tidak mengatakan sepatah kata. Beda dengan Camila yang mewarisi rambut cokelat muda ibunya, Aiden mewarisi rambut hitam milik ayahnya, tapi mereka memiliki mata ungu yang sama gelap dan tajam.
"Camila, ada lahan kosong yang baru-baru ini sepertinya diincar oleh orang-orang pemerintahan. Apakah kau ingin mengambilnya? Untuk menambah aset atas namamu, anggap saja sebagai mainan dan jangan terburu-buru membangun apapun" suara ayahnya terdengar lagi.
"Ayah, kalau orang pemerintahan sudah melirik tanah itu maka nilai bisnis lahan otomatis sudah berkurang. Jika kita ngotot membelinya, mereka akan menaikkan harga beberapa kali lipat dan di kemudian hari akan membawa surat perintah untuk menjual tanah itu kembali pada mereka dengan harga murah. Aku menduga bahwa daerah itu akan digunakan untuk membangun fasilitas umum beberapa waktu ke depan, jadi lupakan saja" jawab Camila, Aiden mendengarkan dari samping.
"Harga tanah memang akan naik dari tahun ke tahun, tapi bersaing dengan orang pemerintahan itu terlalu beresiko dan tidak sebanding dengan hasilnya. Aku benci kerugian" tukasnya, mengakhiri pembicaraan malam itu.
Seperti biasa, Camila Blazemoche selalu mendominasi dan pintar membaca situasi.
Dia datang ke sekolah keesokan harinya dengan glamor dan cerdas seperti biasa, menjadi pusat perhatian seluruh siswa sekolah kemanapun dia pergi. Tapi tidak ada yang berani terlalu dekat padanya, jadi dia selalu sendirian bahkan saat semua siswa menatapnya dengan kagum saat jam makan siang.
Matanya melirik ke segala arah dan mendapati seorang laki-laki yang duduk diam di sudut yang tidak mencolok, itu adalah Gabriel yang makan bersama teman dari kelompok belajarnya. Tidak ada Arianna disana.
Camila mengernyit, dimana anak merepotkan itu?
Arianna adalah protagonisnya, kalau dia tidak sedang bersama second lead, maka anak itu pasti sedang bersama male lead saat ini atau sedang dibully di suatu tempat.
Camila mendecih samar dan bangkit dari posisinya, pergi mencari Arianna ke tempat klise yang sering digunakan untuk mengganggu siswa di novel picisan. Halaman belakang sekolah dan rooftop.
Namun pada jam saat ini rooftop pasti masih dikunci, jadi Camila langsung menuju halaman belakang dan mendengar suara ribut-ribut dari sana. Dugaannya benar, Arianna sedang diganggu oleh Frost Harrison bersama dua anteknya. Dan seperti biasa, gadis itu menangis.
"Aku sudah mengembalikan jaketmu dan aku benar-benar berterimakasih atas kebaikanmu, tapi tolong berhentilah menggangguku!" Pekiknya dengan wajah berurai air mata.
Frost yang mendengarnya tertawa bersama dua anteknya, dia maju satu langkah dan menarik dagu Arianna agar melihat ke atas
"Mengganggumu? Kapan aku melakukannya? Bukankan kau diam-diam juga menyukai ini? Jangan sok jual mahal, Anna."
"Benar! Bukankah kau selalu mengintip ke arah bos kami diam-diam? Kalau kau tidak menyukainya, kenapa bersikap seperti itu?" Balas antek satu.
"Aku tidak! Saat itu sedang pergantian jam pelajaran dan kau duduk tepat di dekat pintu, wajar aku melihat kesana untuk mengetahui apakah guru akan masuk kelas atau tidak!" Arianna memekik lagi, dia tampak benar-benar lelah menjelaskan.
"Jangan mencari-cari alasan! Kami tau Tuan Harrison adalah laki-laki paling kaya dan paling tampan di sekolah, wajar kalau kau menyukainya!" Balas antek dua.
"Aku tidak menyukainya!" Pekiknya.
"Kau menyukaiku, Anna. Akui saja, jangan terus terusan jual mahal. Kalau tidak, lalu kenapa kau selalu mencariku setiap kali kau diganggu oleh murid lain?" Sombong Frost.
"Aku mencarimu karena mereka menggangguku karenamu! Aku juga menganggapmu sebagai temanku!" Arianna menjerit lebih keras, air matanya mengalir lebih deras.
Camila mengamati dalam diam, hatinya benar-benar takjub akan narsisme male lead. Kenapa dia bisa berpikir bahwa semua gadis jatuh cinta padanya, hanya karena dia tampan dan kaya?
Dia terus mengamati dari balik tembok akan aksi sekelompok remaja ini. Tapi hatinya merasa lega karena Arianna setidaknya tidak menjadi gadis murahan yang merebut tunangan orang, gadis itu berarti sungguh-sungguh anak yang baik.
Di belakangnya adalah koridor ruang kelas satu, jadi akan selalu ada satu dua siswa yang lewat. Dia menarik seorang siswa secara acak dan membuat anak itu terkejut dengan wajah merona
"Senior, ada apa?"
"Bisa minta tolong panggilkan Gabriel Wundervei kemari? Dia sedang berada di kantin saat ini, rambutnya berwarna perak jadi dia lebih mudah ditemukan. Katakan padanya, aku bersama Arianna" Camila meminta tolong sambil tersenyum manis, anak itu sontak mengangguk setuju dan berlari untuk melakukan permintaan seniornya.
Namun begitu Camila kembali melihat situasi, dia terkejut. Karena saat ini Frost sedang mencengkeram kedua tangan Arianna dan memaksa untuk menciumnya. Dua laki-laki lain juga terus bersorak dan bersiul, memberi dukungan lada aksi peleceh*n seksu*l ini.
Anak itu baru saja pergi dan butuh beberapa saat bagi Gabriel untuk sampai kemari.
Camila tidak ingin terlibat, tapi dia juga tidak mau membiarkan tindak peleceh*n terjadi tanpa berbuat apa-apa.
"Ck. Kau memang merepotkan, Arianna!" protesnya.
Camila berlari secepat yang dia bisa dan mengetuk titik tertentu di tengkuk tiga laki-laki ini dengan tepat, membuat ketiganya tumbang tak sadarkan diri.
Arianna yang melihat ini jatuh berlutut karena lega tidak menjadi korban, dia menangis penuh rasa syukur dan mengucapkan terimakasih berkali-kali. Tapi begitu tau yang menolongnya adalah Camila, dia justru menangis lebih keras.
Camila "????"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!