NovelToon NovelToon

Ghorbulous

Seorang pria besar

Hazel bermimpi lagi.

Dia bermimpi akan seseorang yang datang menemuinya dan membisikkan kata-kata lembut, lalu memeluknya. Hal serupa sudah berjalan selama berbulan-bulan, mimpi yang sama dengan orang yang sama.

Pria berkulit gelap yang tidak bisa dia lihat wajahnya.

Pria dengan ukuran tubuh yang dua kali lebih besar dibandingkan pria normal yang selama ini dilihatnya.

Dan pada setiap mimpinya ini, Hazel tidak pernah memiliki kesempatan untuk balas memeluk ataupun membuka mulutnya. Hanya pria itu yang melakukan pembicaraan dan tindakan satu arah, tidak eksplisit maupun terlalu memanjakan.

Yang membuat mimpi kali ini berbeda adalah, pria itu tidak hanya memeluknya. Tapi juga menggandengnya untuk pergi.

Hazel sontak bangun dengan nafas memburu dan tubuh yang berkeringat, jantungnya berdegup kencang seolah baru saja selesai berlari. Dia tau bahwa itu adalah mimpi, tapi membayangkan dirinya dibawa pergi oleh seorang pria asing bertubuh sebesar itu, hatinya hanya bisa gemetar takut.

Dia mengulurkan tangan untuk mengambil segelas air, tapi dia mendapati bahwa tangannya sudah dirantai.

Terkejut, Hazel membuka matanya lebar-lebar dan melihat bahwa kedua tangan serta kakinya berada dalam kondisi serupa, dirantai. Pakaian tidurnya juga sudah diganti dengan gaun putih sederhana, yang biasa dia lihat dipakai oleh orang-orang untuk menikah.

"Kenapa sudah bangun?!"

Suara seorang pria yang dikenalnya, menyadarkan kebingungan Hazel. Itu adalah suara paman yang menampungnya untuk tinggal sementara begitu dia lulus kuliah.

Awalnya Hazel tidak ingin merepotkan adik mendiang ayahnya ini, tapi dia tidak punya pilihan karena uang tabungan peninggalan orangtuanya sudah nyaris habis. Jadi dia bertanya beberapa hari lalu apakah dia bisa tinggal disini untuk sementara, setidaknya untuk satu minggu.

Namun situasi apa ini?

"Paman? Ada apa ini?" Hazel bertanya dengan ketakutan, masih mencoba berpikir positif walaupun terkesan seolah sedang menolak kenyataan.

Namun pria paruh baya itu hanya merogoh sakunya sambil berteriak

"Aila! Kesini dan bawa itu!"

Dengan tatapan tak percaya, Hazel melihat bibinya yang datang sembari membawa sapu tangan berwarna biru.

"Bibi! Bibi, ada apa ini?! Apa yang kalian lakukan?! Lepaskan aku!!" Hazel berteriak keras.

Namun bibinya hanya membekap hidung dan mulutnya menggunakan sarung tangan tersebut dengan tatapan aneh, Hazel segera menyadari bahwa dia berada dalam bahaya dan mulai meronta. Sayangnya, belenggu yang menahan kaki serta tangannya membuat setiap perjuangannya menjadi sia-sia.

Ditengah kesadarannya yang mulai kabur, Hazel menitikkan air mata.

Dan ditengah semua ini, dia melihat orang asing paruh baya yang entah muncul darimana dan menanyakan sesuatu padanya. Hazel tidak tau apa yang harus dia lakukan atau apakah dia harus menjawab, tapi bibinya lantas secara paksa mendorong kepalanya agar dia mengangguk beberapa kali. Paman hanya mendengus dan mengatakan satu dua hal pada orang asing ini sembari menggerak-gerakkan tangannya.

Lalu semuanya menjadi hitam.

Dia tidak tau berapa lama kesadarannya menghilang, yang dia tau adalah dirinya secara samar merasakan tubuhnya terombang-ambing seolah sedang dibopong menggunakan tandu ke suatu tempat yang sangat jauh dan teduh.

Dia tau bahwa ia dikhianati oleh satu-satunya anggota keluarga yang tersisa dan dia percayai.

Hatinya benar-benar hancur. Perasaan ini sama dengan perasaan saat orangtuanya meninggal karena tabrakan beruntun.

Sakit, sesak, pening, ngilu dan kosong.

"Kasihan. Dia pasti dipaksa oleh keluarganya untuk melakukan ini, dia bahkan menangis saat tidak sadarkan diri."

"Kudengar dia baru lulus kuliah, benar-benar menyedihkan. Padahal masa depan gadis ini begitu tak terbatas, tapi dia justru memiliki keluarga seperti itu."

"Dia cantik, pintar, dan terlihat baik. Kalau bukan dia yang diminta oleh keluarga Josiah, aku akan menikahkan putraku dengannya."

"Aku ingin membantunya melarikan diri, tapi aku tidak bisa. Aku tidak ingin anggota keluargaku dipaksa untuk menggantikannya."

"Aku juga. Kita hanya bisa bantu mendoakannya agar tetap hidup setelah masuk ke rumah itu."

Komentar-komentar ini datang dari para pria yang sedang membawa tandunya, bahkan orang asing sekalipun merasa bahwa tindakan ini salah. Tapi keluarga yang masih memiliki ikatan darah dengannya, justru dengan tega menjualnya pada orang lain. Padahal mereka sama sekali bukan orang miskin yang harus bekerja dengan sangat putus asa demi uang, mereka hidup berkecukupan.

Butuh waktu lama bagi mereka sebelum Hazel bisa mendengar suara gerbang kayu yang terbuka, lalu dia merasakan bahwa lingkungan di sekitarnya menjadi lebih gelap dan kering. Mungkin orang-orang ini meletakkannya didalam ruangan dibalik gerbang, sebelum meninggalkannya sendirian.

Hazel ingin membuka mata dan berteriak agar tidak ditinggalkan sendirian, tapi tubuhnya hanya bisa gemetar di tempat dengan air mata yang semakin deras. Hanya terus menangis pada keadaan setengah sadar, hingga tubuhnya yang terlalu lelah tertidur dalam kondisi berurai air mata.

Dia kembali bermimpi.

Mimpi tentang pria besar berkulit gelap itu lagi.

Di mimpinya, Hazel masih menangis dengan menyedihkan. Pria itu juga hanya membiarkan dan tidak menghiburnya seperti biasa, mengamati dalam diam di hadapannya. Coretan acak yang menutupi wajah pria itu juga masih berada di posisi biasa, tak membiarkan Hazel melihat wajahnya.

Hazel menangis hingga merasa benar-benar lega, pikirannya berangsur tenang dan mulai memikirkan hal-hal yang membuatnya optimis.

Seperti bagaimana dia akhirnya memiliki privasi dan bisa tinggal sendirian, jauh dari hiruk pikuk manusia.

Bagaimana dia tidak perlu menghadapi mantan pacarnya yang membuatnya tidak betah di kost dan memutuskan untuk kemari, yang membuatnya berakhir dalam keadaan ini.

Pemikiran demi pemikiran positif ini membuatnya jauh lebih tenang dan lega, dia mengusap lembut air mata terakhirnya dan menatap pria itu.

Hazel meneguk ludahnya dengan gugup dan menanyakan hal yang selama ini mengganggunya

"Sebenarnya .... Kau siapa?"

Pria itu berhenti menggaruk tengkuk dan berdehem canggung

"Sebentar lagi kau juga akan tau, jadi aku tidak perlu menjawabnya."

Hazel mengangguk mengerti, dia tidak dalam mood untuk melakukan perdebatan. Tidak ada tenaga ekstra untuk itu, jadi dia bertanya kembali

"Apakah ini ada hubungannya denganmu?"

"....... Maaf."

"Tidak akan."

Meskipun bukan hal yang mustahil untuk memaafkan, tapi Hazel tidak ingin memaafkan orang ini.

Tidak sampai kehidupan impiannya sebagai wanita karir yang hidup tenang tanpa masalah, terkabul.

Pria itu juga tampaknya menyadari bahwa hal yang saat ini mereka bahas akan berubah menjadi alot, berimbas pada kecanggungan dan kebekuan di masa depan. Jadi dia dengan patuh menghentikan topik tentang maaf memaafkan ini, dan mulai mengajukan pertanyaan dengan hati-hati

"... Hazel, boleh aku bertanya?"

Hazel membalas singkat

"Ya?"

Pria itu tampak gugup

"Apa kau takut pada hantu?"

Preferensi dan asumsi

Hazel menatap pria buram itu dan menggeleng

"Manusia jauh lebih mengerikan daripada hantu."

Pria itu jongkok sembari bertopang dagu, meniru pose duduk gadis di hadapannya seolah dia sangat penasaran

"Kenapa?"

Hazel berkedip beberapa kali dan menjawab sesuai dengan opininya

"Manusia bisa membunuh, memperk*sa, dan melakukan hal-hal amoral lainnya. Sementara hantu hanya akan menyebabkan gangguan kecil dan secara iseng menampakkan diri."

Dia terdiam, lalu kembali mengajukan pertanyaan

"Kau sungguh tidak takut padaku?"

"Untuk apa?" Hazel bingung, bukankah bagus jika dia tidak takut?

"Tidak takut karena aku sudah menyabotase mimpimu untuk beberapa lama?" Orang ini menggaruk kepalanya, tampak menyesal.

Hazel sontak kehilangan senyumnya

"Aku tidak takut, tapi marah. Bagaimanapun juga, kau mengusik privasiku."

Pihak lain menggaruk kepalanya lebih banyak, dan membeo

"Uh ... Maaf?"

"Untuk yang satu ini, tidak" tukas Hazel.

Dia mungkin tidak bisa melihat seperti apa raut wajah pria ini, tapi dia bisa menebak bahwa mahluk dihadapannya sedang mengulas senyum. Dilihat dari gelagat serta responnya saja, dia bisa menebak mahluk apa dia.

Kalau bukan arwah penasaran, ya genderuwo.

Tanpa sadar dia mundur satu langkah, pihak lain juga tidak menunjukkan reaksi berarti. Sepertinya pria itu sadar bahwa Hazel bukan perempuan naif yang dengan mudah mempercayai seseorang meskipun hanya ada mereka berdua disini, terlebih bahwa mereka adalah dua entitas yang berbeda.

Hazel adalah orang, sementara dirinya bukan.

Jadi pria itu tertawa.

Tertawa untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan menyabotase mimpi si gadis muda dengan sikap suam-suam kuku.

Hazel merasa sangat tidak nyaman begitu pria ini tertawa, dia kembali angkat kaki untuk mundur sekali lagi. Tapi pria yang tertawa itu hanya mengibaskan tangannya satu kali dan membuat tubuh Hazel terpental ke udara, gadis itu terbang ke atas semakin jauh saat coretan yang menutupi identitas pihak lain dengan lambat berhenti bergerak dan pecah.

Walau matanya agak minus, tapi Hazel yakin bahwa dia tidak pernah bertemu wajah seperti itu.

Pria itu memiliki kulit gelap yang khas, juga rambut berwarna hitam pekat. Sepasang matanya juga tajam, tapi tidak mengintimidasi. Mata berwarna emerald green yang sangat teduh, dengan mole di bawah mata kirinya yang menambah kesan melankolis.

Pria itu tersenyum dan membuka mulutnya

"Bangunlah."

Saat orang ini tersenyum, matanya juga ikut tersenyum membentuk lengkungan bulan sabit.

Hal pertama yang ada di benak Hazel bukanlah betapa cantiknya pria besar dibawah sana, melainkan siapa dia sebenarnya?

Dalam kebingungan yang luar biasa itu, dia merasa bahwa tubuhnya menabrak sesuatu dengan keras. Begitu dia sadar, dia sudah terlonjak satu kali diatas tandu dan terbangun.

Hazel merasakan dadanya sesak seolah beberapa waktu lalu ada yang mencekiknya, dia bernafas dengan susah payah hanya untuk menyadari bahwa dugaannya benar.

Dia berada di tengah antah berantah.

Orang-orang tadi meninggalkannya di sebuah tempat yang terisolasi dari manusia, hanya ada pepohonan dan rerumputan dimana-mana. Tapi dia tidak bisa protes, karena seseorang tampaknya sudah menata tempat ini dengan hati-hati sesuai preferensinya.

Dia bangkit dan melihat lingkungan luar melalui jendela kayu yang terbuka, mendapati kebun kecil yang terisi lengkap dengan sayuran organik. Hazel ingin berjalan turun dan mengamati lebih dekat, tapi urung begitu telapak kakinya bersentuhan dengan lantai kayu yang dingin.

Tubuhnya bersandar di jendela dan mengamati kebun kecil di luar sana sekali lagi, menemukan bahwa tidak hanya ada sayuran melainkan juga ada tanaman yang bisa digunakan untuk bumbu, bahkan pohon buah. Intinya, semua ini cukup untuk dia habiskan selama bertahun-tahun.

Begitu dia mengangkat kepalanya untuk memandang langit luar, dia membeku.

Bintang-bintang tampak sangat jelas disini. Entah karena dia tidak ditemani oleh setitikpun cahaya, atau karena dia terisolasi sendirian tanpa satupun tetangga yang memiliki lampu di rumah mereka.

Telinganya menangkap suara katak, yang berarti ada sungai atau danau di dekat sini. Juga suara jangkrik dan burung hantu, yang menandakan bahwa ekosistem disini masih terjaga. Hatinya merasa tenang.

Hidup tanpa seorangpun manusia yang mengusiknya dan hingar bingar notifikasi ponsel, mungkin tidak seburuk yang dia duga.

Omong-omong tentang ponsel dan laptop, mungkin miliknya sudah dijual oleh paman dan bibinya. Serius, beberapa orang hanya akan terus menua dan tidak bertambah bijaksana. Mereka bahkan ingin terus mengeruk uang tanpa peduli, pasti inilah alasan sepupunya menolak pulang dan hanya mengirim biaya hidup yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Namun pastinya sepasang kerabat itu ingin hidup melebihi kata 'cukup', Hazel penasaran akan respon sepupunya begitu mendengar kejadian ini. Mereka cukup akrab saat masih kecil, tapi karena satu dan lain hal keduanya tidak sering saling menghubungi.

Hazel melirik lemari di samping yang entah sejak kapan sudah terbuka, mendapati ada bertumpuk-tumpuk pakaian santai di ruang sebelah kanan dan kiri. Yang membuatnya heran adalah semua pakaian itu adalah pakaian untuk pria dan wanita, otaknya mau tidak mau berasumsi akan tujuan dia dijual.

Apakah untuk dinikahkan?

Astaga, kenapa klise sekali?

Dia mengeluh diam-diam dan secara acak mengambil kaus kaki untuk dipakai, dan mulai melakukan tur didalam rumah barunya. Segala hal disini terbuat dari kayu dan bahan berkualitas tinggi. Meskipun ini adalah rumah dengan desain sederhana, tapi melihat dari bahan bangunan dan furnitur, jelas bahwa ini sama sekali tidak sederhana.

Rumah ini menggunakan pagar bambu yang berjajar rapat mengelilingi rumah, dilapisi oleh berbagai buah dan sayuran merambat. Dia juga menemukan kandang ayam kecil dan mendengar bunyi sungai, semuanya benar-benar tersedia termasuk beras, minyak, dan garam di gudang, bahkan kayu bakar.

Hazel merasa bahwa dia akan mengalami kehidupan manusia seratus tahun yang lalu. Primitif, melelahkan, tapi sehat dan minim penyakit kejiwaan. Lingkungan seperti ini adalah idaman segelintir orang yang sudah merasakan betapa sibuknya suasana kota, orang-orang yang menginginkan ketenangan lebih dari apapun seperti dirinya.

Dia jadi agak penasaran dengan 'suami' ini, apakah mereka kenalan lama?

Apakah dia pria dengan kepribadian aneh dan preferensi yang ekstrim?

Atau jangan-jangan Hazel dinikahkan untuk menjadi istri kedua? Makanya 'suami' ini membangun rumah di tempat terpencil tanpa siapapun?

Hazel mengelilingi seluruh rumah dan halaman, tapi dia benar-benar sendirian dan tidak ada sosok 'suami' yang baru menikahinya. Asumsi bahwa dia adalah istri kedua segera menyeruak, tapi terlalu melelahkan berpikir akan konspirasi ini terus menerus di tengah malam yang cerah.

Jadi dia memutuskan untuk kembali beristirahat, biarkan segalanya dimulai besok.

Siapa kau? dan kenapa?

Hazel melemparkan beberapa kayu bakar kedalam tungku dan mulai membuat beberapa hidangan sayur. Dia bukan vegetarian, tapi makan banyak sayur akan membuatnya lebih sehat, jadi kenapa tidak?

Untungnya rumah ini memiliki listrik dan beberapa peralatan elektronik dasar seperti kulkas, lampu dan penanak nasi. Juga kamar mandi  berfasilitas lengkap dengan skincare yang selalu dia pakai bahkan pembalut.

Semuanya lengkap, tapi ...

"Kenapa tidak ada kompor?!!" Hazel berteriak setelah selesai mencuci peralatan masak, lalu membanting spons cuci ke tanah.

Dia kembali protes

"Kau begitu kaya hingga bisa membangun nyaris seluruh rumah menggunakan kayu jati dan menyediakan persediaan barang, tapi kenapa kau tidak bisa membelikanku kompor?!"

Hazel meraung sambil menunjuk langit-langit, dia tidak berhenti sampai merasa tenggorokannya sakit. Dia berjalan menuju halaman dan berbaring di jalan bebatuan lembut yang bersih, di petak kubis.

Dia melirik petak kubis dan berkomentar

"Lembaran daunmu seperti masalah hidupku, berlapis-lapis."

Dia ingin berguling, tapi malas. Jadi dia hanya menatap daun serta delima yang melindunginya dari terik matahari, merasa bosan.

Tidak ada internet, TV ataupun buku.

Dia sudah mengulangi siklus ini selama dua minggu, tanpa memimpikan pria itu. Hanya saja terlalu banyak pekerjaan fisik, membuat seluruh tubuhnya sakit.

Ini membuat Hazel cemberut dan masuk ke dalam rumah untuk mandi dan ganti baju. Begitu dia ingin bersantai di kursi depan, dia mendapati sosok yang familiar di kegelapan dapur.

Hazel panik, takut pada kemungkinan bahwa pihak lain adalah kriminal yang lari ke gunung dan secara kebetulan menemukan rumah ini. Dia mendekat dengan pisau besar, jelas ingin membela diri.

Dia berujar waspada

"Siapa kau? Berbalik."

Pihak lain meliriknya dan hendak berbalik, Hazel kembali buka suara dengan nada mengancam

"Jangan macam-macam, aku memegang pisau."

Pria itu berbalik dan berkata

"Tenanglah, ini hanya aku."

Melihat sepasang mata hijau emerald yang teduh ini, Hazel mengacungkan pisaunya lebih dekat dan bertanya

"Siapa kau?!"

"....."

"Siapa?!" Hazel menaikkan suaranya.

Pihak lain hanya menghela nafas panjang dan mengangkat sebelah tangannya, mengejutkan Hazel dengan tangan besar yang agak transparan. Tapi gadis itu hanya membeo

"Bukan manusia?"

Dia menjawab

"Bukan."

"Oh."

Pria itu sudah tau Hazel akan memiliki reaksi seperti ini, jadi dia mengatakan sesuatu yang pasti akan mengagetkan pihak lain

"Ngomong-ngomong, aku suamimu."

"Hah?!" Kali ini Hazel bereaksi dengan heboh, bahkan sampai menjatuhkan pisaunya.

"Suami? Tapi kau 'kan bukan manusia?" Dia berjalan mendekati pria yang masih betah berada dalam kegelapan dan mengangkat jari telunjuk, lalu menusuk pihak lain.

"Tembus? Ternyata benar-benar hantu" Hazel takjub.

"Apakah kau pria yang terus memonopoli mimpiku? Sungguh familiar" Dia kembali bertanya.

"Ya, aku yang selalu muncul di mimpimu. Tidak heran kau merasa familiar begitu melihat figurku, karena kita memang setiap hari bertemu" dia menjelaskan dengan canggung.

"Walaupun baru dua minggu lalu aku berani menunjukkan wajahku" imbuhnya.

"Kenapa bukan sejak awal?" Hazel skeptis.

"Surga tidak mengizinkanku untuk mengekspos terlalu banyak" dia menjadi lebih canggung melihat raut Hazel.

"Apakah kau hantu?"

Pihak lain menjelaskan

"Aku hanya bisa menjawab dengan kata 'abu-abu', karena tubuhku masih hidup di suatu tempat sedangkan jiwaku bebas berkeliaran."

Hazel melipat tangannya dengan wajah serius, lalu berkata

"Ngomong-ngomong, aku masih tidak memaafkanmu. Pertama, karena sudah mengusik privasiku. Kedua, kau menghancurkan masa depan dan mimpiku sebagai wanita karir" Hazel tampak sangat marah.

Pria itu merasa lebih bersalah dan berusaha menenangkannya

"Aku bisa memberikan apapun yang kau mau."

Hazel menatapnya dari atas hingga bawah, lalu mengangkat sebelah alisnya

"Kau?"

Tatapan mata gadis itu seolah mengatakan 'Kau bahkan tidak bisa menyentuh atau disentuh objek apapun, dengan cara apa kau memberiku apa yang kumau? Angin?'

Pria itu tertangkap berbohong sekali lagi

"Maaf, bukan aku. Melainkan keluargaku."

"Kau orang kaya?"

Mendengarnya, manik hijau tersebut bersinar antusias

"Bisa dibilang begitu, keluarga kami memiliki perusahaan far-"

"Terus kenapa kalau kau kaya?" Tukas Hazel.

Pria itu menyadari betapa seriusnya masalah ini dan betapa kurang ajar perkataannya barusan, dia hanya bisa sedikit menundukkan kepala dan mencicit

".... Maaf."

"Yang menjadi fokusku disini adalah aku yang dijual dan dibeli untuk dinikahkan, seolah-olah aku ini barang dagangan atau protagonis novel penuh stereotip yang murah. Kau tau? Aku mencintai diriku sendiri, dan aku tau bahwa aku tidak bisa dihargai dengan uang."

Hazel menambahkan

"Kalau kau ingin menikahiku, kau setidaknya bisa menggunakan cara normal dan melamar-"

Pihak lain memotong perkataannya

"Tapi aku bukan manusia, aku tidak bisa membawa keluargaku dengan cara normal-"

"Kau bisa secara paksa muncul di mimpiku, kenapa kau tidak bisa melakukan hal yang sama pada waliku? Tidak bisa membawa keluargamu untuk melamarku secara normal, jadi kau pikir mengisolasiku di tempat ini adalah normal?" Hazel memotong perkataan pihak lain dengan marah.

Dia hanya bisa menundukkan kepala

"Maaf."

"Tidak akan. Kau membuat seluruh bakat dan ijazahku menjadi sia-sia, kau pikir aku bersusah payah sekolah dan mempertahankan beasiswa selama bertahun-tahun, hanya untuk dikurung disini dan menjalani keluarga dua orang bersamamu? Kau waras?" Hazel benar-benar marah begitu mengingat hal ini.

"Aku-"

Gadis itu kembali memotong perkataannya, walaupun dengan nada yang sama sekali tidak meledak-ledak

"Tidak akan kumaafkan, tidak sampai kehidupan impianku tercapai. Jadi berhentilah meminta maaf dan pergi, aku tidak mau bertengkar dengan 'suami' baru lebih dari ini."

Pria itu menjadi semakin merasa bersalah, terdiam

"..."

"Aku bukan tipe yang menimpakan kesalahan pada pria. Tapi disini kau memang bersalah, jadi pergilah."

"Maaf, aku tidak bisa" dia merespon tegas.

"Kenapa?"

Pihak lain memberikan alasan

"Kita adalah pasangan, aku tidak bisa pergi."

Hazel hanya bisa menghela nafas panjang dan menahan diri agar tidak marah

"Aku mengerti bahwa kita adalah pasangan suami-istri, tapi bisakah setidaknya-"

Pria itu memotong perkataannya dengan wajah serius

"Tidak, Hazel. Kau tidak mengerti."

Melihat betapa seriusnya wajah pria di depannya, Hazel bertanya

"Soal?"

Mahluk ini menjelaskan secara singkat

"Pasangan yang kumaksud disini bukan hanya gelar 'suami-istri', untuk lebih jelasnya ... Lihatlah jari kelingkingmu baik-baik."

Hazel melihat jarinya selama beberapa waktu, hingga muncul seuntai benang merah yang melilit jari kelingkingnya dan terhubung dengan milik pria itu.

"Apa ini?" Dia terkejut.

Pihak lain memainkan benang merah itu sedikit dan kembali menjelaskan

"Kau adalah manusia, dan aku adalah jiwa. Kita tidak bisa melakukan ritual pernikahan manusia yang hanya mengikat janji pada umumnya, melainkan mengikat jiwa kita bersama."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!