NovelToon NovelToon

Terpaksa Menikahi Gadis SMA

Nattan

"Ma lihat dasi aku yang di cuci kemarin nggak, yang warna hitam itu ma." ujar pria berusia dua puluh tujuh tahun bernama lengkap Qhinattan Al-farez, yang menjabat sebagai CEO di perusahaan miliknya, di QA group.

Ia tak berhenti mengekori langkah sang mama yang tengah ngambek sejak kemarin, karena dirinya yang tak kunjung membawa calon menantu yang diharapkan sang mama.

"Nih, makanya cepetan punya istri biar ada yang ngurusin." Wanita tua yang masih terlihat cantik meski sudah termakan usia itu terlihat kesal, dengan raut wajah yang tak ramah, menyerahkan dasi yang baru saja ia ambil ketangan putranya, dan langsung melenggang pergi begitu saja.

"Besok-besok mama nggak mau lagi ngurusin keperluan kamu." gerutu sang mama yang samar-samar masih dapat ia dengar.

*

"Natt, besok papa ada proyek keluar kota, jadi sementara papa pergi tolong kamu handle perusahaan ya." jelas Rendra yang merupakan ayah kandungnya.

"Berapa hari pa?"

"Bisa jadi seminggu sih." jawab Rendra santai seraya menikmati sarapan paginya.

"Kan ada Lian Pa, Kriss juga." bantahnya merasa sedikit keberatan, pasalnya ia sudah memiliki perusahaan sendiri yang kesehariannya lebih sibuk dan tentu lebih besar dari perusahaan milik sang papa.

"Lian ikut ayah, Kriss papa tugaskan di Jakarta selama beberapa hari." jelas Rendra.

Nattan menunduk lesu, mengambil piring sarapannya yang masih kosong, belum terisi apapun.

"Makanya cari istri, biar ada yang melayani dan menyiapkan kebutuhan kamu." sergah sang mama.

Ucapan yang mirip seperti sindiran itu membuat Nattan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sementara sang papa hanya terkekeh melihat interaksi keduanya.

Semenjak Nattan menginjak umur dua puluh dua tahun mama indri tak pernah berhenti menyuruhnya untuk segera mencari pendamping hidup dan memberinya seorang cucu, terlebih usia mereka yang tak lagi muda membuat mereka khawatir tak bisa menyaksikan pernikahan putra bungsunya itu.

Tak sedikit ia mengenalkan gadis-gadis cantik dari kalangan bawah hingga kalangan atas berharap Nattan mau memilih salah satu diantara mereka.

Namun, Nattan masih kekeh pada pendiriannya yang tidak ingin cepat-cepat menikah.

Nattan bisa dibilang Workaholic yang menghabiskan kesehariannya hanya untuk perusahaan.

Bekerja dan bekerja.

Ia sangat berbeda dari kebanyakan anak remaja pada umumnya, jika mereka menghabiskan masa mudanya untuk bermain, dan bersenang-senang, maka berbeda dengan Nattan yang memilih bergelut dalam dunia bisnis sejak ia masih duduk di bangku SMP.

Nattan mulai sukses meniti karirnya ketika ia berusia delapan belas tahun, tepatnya ketika ia duduk di bangku SMA kelas XII.

Nattan memang memiliki kemiripan yang besar dengan Ando yang merupakan kakak pertamanya, yang saat itu sudah sukses di usia muda.

Namun saat itu Ando sudah memiliki pasangan di usia sembilan belas tahun, berbeda dengan dirinya yang tak kunjung menikah, bahkan untuk sekedar memiliki pacar pun ia sudah sangat enggan.

Baginya wanita, dan semacam pernikahan adalah sesuatu yang mengekang hidupnya, dan tentu sangat merepotkan.

*

"Selamat pagi pak." sapa dari beberapa karyawan yang tak sengaja berpapasan dengannya pagi ini.

"Pagi." jawabnya singkat seperti biasa, ia mengayunkan langkahnya lebar-lebar menuju ke ruang kerjanya yang bertempat dilantai 13.

Sesampainya diruangannya, Nattan langsung menjatuhkan tubuh di atas kursi kebesarannya, pagi ini pikirannya sedikit kacau karena terlalu pusing memikirkan bagaimana caranya agar sang mama tidak terus-terusan mendesak dirinya agar segera menikah.

Ia menyandarkan kepala kesandaran kursi belakang seraya memijat kening yang tiba-tiba terasa berdenyut, menyentak napas kasar merogoh ponsel di saku jasnya yang terus bergetar sejak tadi.

Tangannya bergerak menekan sebuah aplikasi hijau yang dipenuhi puluhan notifikasi, salah satunya dari grup chat khusus sahabatnya.

Bagas..

Bro, entar sore nongkrong di ArunaCafe, mungpung gue dikasih ijin sama bini nih.

Radika.

Cus, meluncur!

Arga.

Oke.

Nattan tersenyum miring, seraya mengetikan sesuatu didalam grup chat tersebut.

Ia pikir bersenang-senang bersama ketiga sahabatnya malam ini tidak akan masalah, hitung-hitung untuk menghilangkan sedikit kegalauannya.

Ok, gue ikut.

*

Begitu jam kantor berakhir, Nattan menaiki mobilnya melesat menuju tempat dimana ia dan ketiga sahabatnya bertemu.

"Bos besar datang juga, gue kira Lo bakalan tetap diam dikantor sampai jamuran Natt." celetuk Bagas yang kini menyambutnya dengan gelak tawa.

"Duit aja Lo banyakin terus, pacar malah nggak punya, payah!" timpal Radika.

"Apa Lo, mau ngatain gue juga?" Nattan mendelik menatap Arga, yang tengah cengengesan menatapnya geli.

"Tenang bro, gue ada di pihak Lo kok, nggak usah dengerin si duo curut itu lah, CK! mereka ngomong kebanyakan nggak dari hati sih." Arga menggeser kursi kosong untuk di duduki Nattan.

"Gue punya barang incaran baru, gimana menurut Lo Gas, cakep nggak?" Radika menyodorkan ponselnya kearah Bagas untuk meminta pendapatnya.

"Wah mayan nih, padat berisi bro."

"Woyy ingat bini Lo dirumah anjir!" Arga melempar sahabatnya menggunakan tisu yang sudah ia remas menjadi bentuk bulatan.

"Elah Ga, sirik aja Lo," Radika menyahut tanpa menoleh, kedua matanya fokus menatap layar ponselnya yang menampilkan gambar seorang wanita cantik berpakaian minim.

Diantara mereka berempat, Radika memang paling terkenal Playboy, yang pandai merayu dengan rayuan gombal mautnya, terlebih ia termasuk golongan pria kaya dan memiliki wajah yang cukup tampan sebagai modal untuk memikat hati para wanita.

Bagas sendiri sudah menikah satu tahun yang lalu karena dijodohkan kedua orang tuanya, sementara Arga beberapa kali diputuskan oleh pacarnya dengan alasan kurang peka dengan segala hal.

Puas untuk sekedar makan dan mengobrol dengan teman-temannya, sebelum hari benar-benar berubah menjadi gelap Nattan memutuskan untuk berpamitan pulang lebih dulu.

Sialnya baru beberapa meter mobilnya bergerak dari tempat tersebut, kini mobilnya tiba-tiba mati, memaksanya untuk keluar dan mengecek apa yang salah dengan mobilnya.

"Sial! kok bisa sih mogok, gila nih mobil, udah mau gelap lagi, CK!" ia menggerutu sendiri seraya menendang mobilnya dengan luapan emosi.

Beruntung tak jauh dari sana ada sebuah bengkel yang bisa ia mintai pertolongan untuk membantu memperbaiki kerusakan pada mobilnya.

Cukup lama ia menunggu, akhirnya mobilnya kembali menyala seperti semula, dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan nya, ia memang bisa saja menelpon sopir sang papa atau anak buahnya yang lain untuk menjemput, namun ia memilih menunggu hingga mobilnya selesai diperbaiki.

Santai ia mengendarai mobilnya melewati jalan pintas yang lebih dekat mengarah menuju rumah kedua orang tuanya, jalan tersebut sedikit sepi dan banyak ditumbuhi pepohonan yang cukup rindang memayungi jalan.

Walau tak jauh dari sana terdapat pemukiman penduduk yang lumayan padat.

Tolongg....

Samar-samar ia mendengar suara seorang wanita meminta tolong, berusaha tak peduli karena ia memang bukan tipe pria yang peduli terhadap sesuatu yang bukan urusannya, namun entah mengapa kali ini hatinya seolah tergerak ia memundurkan kembali mobilnya dan menepikan nya tepat didepan sebuah warung bilik yang sepertinya sudah lama tak ditempati.

"Sialan!" tanpa babibu ia menghajar salah satu dari dua orang pria berbadan kekar yang hendak melecehkan seorang gadis muda yang tengah menangis ketakutan.

*

*

Kesalahpahaman

"Siapa Lo berani mengusik kesenangan gue, kurang ajar!" sentak pereman tersebut yang tubuhnya sedikit limbung, Nattan yakini pria kekar setengah tua dihadapannya itu tengah dalam pengaruh alkohol.

"Lo nggak perlu tahu siapa gue."

Nattan kembali mendaratkan pukulan diwajah pria tersebut, dan bergegas mengambil ponsel dari dalam saku jasnya.

"Lo berdua pergi dan lepaskan gadis itu, atau gue laporin Lo berdua ke Polisi, bagaimana?"

Dua preman tersebut tampak saling pandang, kemudian meneliti penampilan Nattan dari atas sampai bawah.

Kembali mereka saling pandang, sebelum kemudian mundur perlahan dan berlari dengan tubuh terseok-seok.

Nattan menghela napas lega, kemudian menghampiri gadis malang yang saat ini berada dipojok warung dengan tubuh gemetar, ia memalingkan wajah saat menyadari bahwa pakaian gadis tersebut tak lagi utuh, baju bagian atasnya sobek dan beberapa kancing kemejanya hilang, membuat benda penting dibagian depannya hampir saja terekpos bebas.

Nattan melepas jasnya bermaksud untuk menutupi tubuh gadis tersebut, namun belum sempat ia memberikannya tiga orang warga tiba-tiba datang.

Ketiganya menatap tajam kearah Nattan, dan gadis dihadapannya secara bergantian.

"Beraninya kalian mau berbuat me sum di Desa kami." ujar salah satu warga laki-laki paruh baya yang memakai peci miring sebelah.

"Wah ini tidak bisa dibiarkan, kita harus langsung laporkan kepada pak RT, dan menyeret mereka berdua." timpal seseorang yang berada disebelahnya, sedangkan laki-laki paruh baya yang satunya lagi mengangguk setuju.

"Ayok kita seret mereka."

"Tunggu pak, tunggu_ kami berdua tidak melakukan hal seperti yang bapak-bapak kira." Nattan membela diri.

"Alah.. alasan basi!" sela laki-laki yang ber peci miring tersebut tak ingin percaya, lalu menarik paksa keduanya keluar dari warung bilik tersebut tanpa sempat melawan.

*******

Disinilah keduanya kini dikediaman pak RT untuk dimintai penjelasan tentang apa yang mereka lakukan berduaan malam hari didalam warung bilik kosong.

"Sungguh pak, saya dan gadis ini tidak melakukan apapun, saya hanya menolong dia yang hendak dilecehkan oleh dua orang preman, saya juga tidak mengenal gadis ini, demi tuhan." Nattan menoleh kearah gadis disampingnya yang kini memakai jas yang tampak sangat kebesaran ditubuhnya.

Gadis itu menunduk dengan tubuh yang masih terlihat gemetar, sangat kentara jika gadis itu tengah ketakutan.

"CK, jangan percaya begitu saja pak RT, yang sudah-sudah juga mengaku begitu padahal mereka benar-benar ada hubungan."

"Betul itu." seru beberapa warga yang kini ikut berkumpul.

"Nikahkan saja pak."

Deg!

Nattan menggeleng.

"Nikah? yang benar saja, saya sudah bilang, bahwa kami tidak melakukan apapun jadi untuk apa meni_"

"Mas tenang, masnya dimohon tenang dulu ya." pak RT berbicara selembut mungkin.

"Kami sudah banyak melewati kasus yang seperti ini mas, jadi bisakah masnya memanggil orang tua mas agar datang kesini sekarang?"

Deg!

"Pak, apa nggak cukup saya saja yang berbicara disini, kenapa harus memanggil orang tua segala?" Nattan mulai gelisah.

"Tidak bisa mas, masalah ini harus diselesaikan bersama keluarga juga, saya ingin meminta persetujuan dari mereka."

"Persetujuan apa?" Nattan tampak frustasi, tak pernah ia bayangkan sebelumnya bahwa hal seperti ini akan berujung dengan kerumitan yang memojokkan dirinya.

"Dek maaf, kamu masih punya orang tua kan, bisakah dipanggil suruh kesini?" pak RT beralih bertanya pada gadis yang berada disamping Nattan, membuat gadis itu mendongak, dengan raut wajah yang sedikit lebih baik dari sebelumnya.

"Maaf pak, saya hanya tinggal bersama nenek saya, kebetulan dia sedang sakit." jawabnya untuk pertama kali.

"Baiklah, karena waktu semakin larut, jadi bisakah masnya segera menghubungi keluarga?"

Nattan men desah, jika ia terus-menerus hanya diam, bukankah malah akan menahannya lebih lama disini, dengan terpaksa akhirnya ia menghubungi sang mama dan memintanya untuk segera datang ketempat yang sudah ia Sherlock lewat pesan chat.

Benar saja, lima belas menit kemudian Indri dengan di temani suaminya Rendra sampai disana menyapa mereka semua dengan wajah tegang.

Pak RT mempersilahkan keduanya untuk duduk disamping putra mereka.

"Ini kamu kena masalah apa sih Tan?" ucap Rendra yang sudah tidak sabar ingin bertanya.

"Begini pak, jadi mereka berdua ini dipergoki warga sini sedang berduaan didalam warung kosong dipinggir jalan." jelas pak RT membuat sepasang suami istri yang baru datang tersebut menganga tak percaya.

"Benar begitu Nattan?" sentak Rendra terlihat emosi.

"Ng-nggak pa, beneran aku cuma mau nolongin dia tadi, papa percaya deh sama Nattan, mereka semua salah paham pa."

"Maaf pak, tapi kasus seperti ini sudah sering terjadi disini, dan kebanyakan mereka bukan berasal dari desa kami, jadi saya selaku RT dan juga warga disini meminta agar mereka dinikahkan saja untuk menghindari__"

"Tapi pak_" Nattan hendak protes, namun seketika terdiam, saat tangan indri menahan tangannya memberikan instruksi agar ia diam saja.

"Baiklah pak, jika baiknya begitu maka nikahkan saja mereka." sela mama Indri seraya tersenyum.

"Ma? mama apa-apaan sih, Nattan kenal aja nggak sama gadis itu, mama__"

"Ini demi kebaikan kamu, demi kebaikan kita semua." jelas mama Indri, ia tak ingin memperpanjang masalah terlebih ini adalah satu-satunya cara agar putranya menikah, karena hanya dengan cara inilah ia yakini Nattan akan menurut.

Ia sendiri yakin gadis yang tengah memakai jas kebesaran milik putranya dengan wajah menunduk tersebut adalah gadis yang baik dan akan cocok menjadi menantunya.

*****

Setelah dinikahkan secara agama di Masjid milik warga setempat, akhirnya mereka diperbolehkan untuk pulang.

"Nattan mau kemana?" sentak mama Indri saat melihat putranya yang langsung menaiki tangga hendak kekamarnya.

"Aduh, apalagi sih ma, udah selesai kan urusannya." ia mengacak rambutnya kesal bukan main, terlebih tubuhnya sangat kelelahan dan belum mandi sejak siang.

"Duduk, mama sama papa mau bicara." menunjuk sofa didepannya.

"Tapi ma_"

"Nattan?"

"Iya, iya."

"Mama tidak mau tahu besok kamu dan Anggia." Anggia gadis yang kini berstatus menjadi istrinya. "Harus meresmikan pernikahan kalian secara hukum."

"Tapi ma?"

"Tidak ada tapi-tapian Nattan."

"CK oke, udah kan! sekarang aku mau mandi." dengan wajah datarnya ia berbalik melewati satu persatu anak tangga menuju kamarnya.

Dibawah sana mama Indri tampak sumringah kemudian membawa Anggia menuju salah satu kamar yang ada disana, ia harus menenangkan gadis tersebut yang masih terlihat syok dengan apa yang baru saja terjadi.

*

*

Rafka

"Untuk malam ini Anggia tidur disini dulu ya, oh iya mulai sekarang panggil tante mama ya."

"Disini ada beberapa baju ganti yang sudah mama belikan dari jauh-jauh hari." mama Indri menunjuk sebuah lemari baju yang terletak disudut kamar, ia memang benar-benar telah membelinya dari jauh-jauh hari saking sangat menginginkan memiliki seorang menantu dari putra bungsunya.

"Tan, Eumz ma_ se-sebenarnya semua yang terjadi tadi bukan salah mas Nattan, mas Nattan benar! dia hanya ingin membantu menyelamatkan saya dari para preman yang mau melecehkan saya." Anggia berusaha menjelaskan agar kesalahpahaman tersebut tidak berkepanjangan.

Mama Indri tampak tersenyum ia sudah menduga bahwa gadis dihadapannya adalah gadis yang baik, yang tidak memanfaatkan keadaan menjadi sebuah kesempatan untuk menikah dengan putranya yang tampan dan tentu sangat mapan.

"Mama tahu, mama juga kenal betul siapa anak mama, mama percaya dia tidak seperti itu." balas mama Indri yang membuat Anggia melebarkan kedua matanya.

"Tapi mama mohon sama Anggia untuk tetap menjadi istrinya Nattan ya." pintanya dengan nada memohon.

"Kalau tidak begini, Nattan tidak mau menikah nak, Anggia memangnya nggak kasihan sama mama yang udah setua ini tapi anak mama yang bungsu belum menikah juga?"

Anggia menunduk seraya menggigit bibir bawahnya, bingung harus bagaimana, semua yang terjadi hari ini begitu tiba-tiba.

"T-tapi ma sepertinya Anggia tidak bisa, Anggia masih sekolah."

"Itu masalah gampang nak, kita tidak harus mempublikasikan pernikahan kalian jika kamu belum lulus, please jadi menantu mama, jadi anak mama seterusnya ya." ujar mama Indri yang kini menggenggam kedua tangannya dengan sangat lembut.

Anggia kembali terdiam dengan wajah menunduk, apakah neneknya akan sangat marah jika mengetahui dirinya yang diam-diam sudah menikah.

"Bagaimana dengan nenek saya ma, dia pasti_ pasti syok.''

"Nanti mama yang bicara."

"Tapi sepertinya mas Nattan juga tidak menyetujui pernikahan ini ma."

"Mama akan buat agar dia menyetujuinya."

Tidak ada lagi yang bisa Anggia lakukan sekarang, selain pasrah menerima keadaan dan status barunya menjadi seorang istri dari Nattan.

*

Seperginya mama Indri dari kamarnya, Anggia memutuskan untuk mandi dan mengganti pakaiannya yang telah sobek dan tidak berbentuk tersebut dengan salah satu baju baru yang berada di lemari.

Kemudian ia merebahkan tubuhnya dengan perasaan berkecamuk, ia beberapa kali mengumpat nama cowok yang menjadi mantan pacarnya beberapa jam yang lalu.

"Rafka ba jingan, semua ini gara-gara kamu Raf, aku harus terjebak dalam pernikahan ini." lirihnya dengan air mata yang mengalir di kedua pipinya.

*

Flashback on..

*

Sepulang sekolah seperti biasa, Anggia yang notabene terlahir dari keluarga sederhana dan hanya memiliki seorang nenek terpaksa kesehariannya ia harus bekerja membantu neneknya berjualan makanan di samping gang rumahnya hingga sore.

Sebetulnya Anggia masih memiliki ibu kandung namun ia sendiri sampai saat ini tidak tahu pasti sang ibu berada dibelahan dunia mana, menurut cerita yang ia dengar ibunya meninggalkan ia dan sang ayah ketika dirinya masih sangat kecil dengan alasan bosan hidup susah.

Saat ia berusia lima tahun, ayahnya meninggal karena sakit, membuat Anggia kecil tidak lagi merasakan kasih sayang dari orang tua selain dari neneknya.

Dibawah asuhan sang nenek, Anggia tumbuh menjadi gadis yang mandiri, penurut dan tidak banyak meminta.

Hari ini Anggia terpaksa membatalkan janjinya untuk menemani Rafka bertanding futsal seperti yang sudah mereka rencanakan dari jauh-jauh hari dengan alasan ia ingin menemani sang nenek yang tengah sakit.

Namun meski begitu Rafka cowok paling tampan di sekolahnya tersebut tidak menunjukkan perasaan kecewanya didepan Anggia, selama ini bagi Anggia Rafka memang sangat baik dan pengertian.

Bahkan hubungan mereka yang berjalan dua tahun lebih itu Rafka sama sekali tidak pernah membuatnya bersedih ataupun berpaling dengan gadis manapun.

Namun kenyataan yang ia lihat malam ini membuat Anggia menarik kembali semua penilaian nya tentang Rafka.

Saat hendak membeli obat untuk sang nenek ia mendapati Rafka tengah bermesraan dengan gadis lain di sebuah Cafe yang ia lewati.

"Raf, siapa?" tanyanya setelah memantapkan hati untuk menghampiri pemuda yang berstatus pacarnya tersebut.

Sontak laki-laki yang memiliki wajah khas anak SMA itu menoleh kearah Anggia dengan kedua mata yang melebar.

"Anggi kamu_ kamu ngapain disini?" ia beranjak menghampiri Anggia dengan raut wajah menegang.

"Seharusnya aku yang tanya kamu ngapain disini Raf, dia siapa?'' menunjuk seorang gadis yang sejak tadi duduk disamping Rafka.

"Gue pacarnya." gadis itu menyahut dengan nada yang terdengar angkuh.

"Rafka apa benar yang dia bilang?" kedua matanya sudah memerah merasakan sesak di dada.

"Aku minta maaf." jawabnya dengan wajah menunduk, membuat Anggia menggeleng dengan air mata yang mulai berjatuhan.

"Jadi kamu benar-benar udah mengkhianati aku Raf,? kenapa? salah aku apa?"

"Kamu nggak salah, tapi aku yang salah Nggi, aku terlalu egois karena merasa hubungan kita tidak seperti orang-orang."

"Karena aku jarang ada waktu buat kamu begitu,? padahal kamu tahu dari awal kalau keadaan aku_" Anggia menarik napas kemudian mengeluarkan nya dengan kasar, "Yasudahlah."

"Mulai sekarang kita putus, jangan pernah hubungi aku lagi, dan mulai sekarang anggap kita tidak pernah saling mengenal." setelah mengatakan hal tersebut, Anggia berlari sejauh-jauhnya tanpa arah, hingga ia bertemu dengan dua sosok pereman yang tengah berjalan sempoyongan.

"Wan, ada cewek cantik tuh." ujar salah satu preman tersebut menyenggol lengan temannya.

"Wow barang cakep nih."

"Hei cantik sendirian aja, Abang temenin mau nggak?"

Anggia yang semula melamun dengan wajah menunduk sontak menoleh kearah suara, ia mundur beberapa langkah saat dua preman tersebut semakin mendekat kearahnya.

"Ayok cantik, tamani kita bersenang-senang malam ini." kedua tangannya dicengkeram erat oleh kedua preman tersebut tanpa sempat menghindar.

"Lepaskan saya." Anggia berteriak, membuat kedua preman itu tertawa renyah dan semakin bersemangat menyeret Anggia menuju sebuah warung bilik kosong.

Kemudian salah satu dari mereka membuka paksa pakaian yang dikenakan Anggia dengan cara merobeknya.

"Tolongg.." Anggia berteriak sambil menangis.

"Disini sepi sayang, percuma tidak akan ada yang mendengar!" ujar salah satu seorang preman menertawakan nya seolah tangisannya adalah sebuah lelucon.

Disaat yang bersamaan seseorang menendang pintu bilik tersebut, kemudian memukul keras salah satu si preman tersebut hingga tersungkur.

Flashback of.

*

*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!