St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou, China
Seorang pria paruh baya sedang menatap sedih putri satu-satunya yang saat ini sedang berjuang melawan maut di ruang ICU. Sudah 2 hari ini, anak gadisnya yang bernama Song Hyu Meen itu dalam keadaan koma.
Sekarang ini, Song Hyu Jang sedang berusaha untuk menegarkan hatinya dan mencoba siap jika suatu saat nanti putri tunggal yang sangat dikasihinya itu ikut menyusul istri tercintanya yang telah tiada beberapa tahun yang lalu.
Tubuh gadis yang berbaring di atas ranjang itu menjadi sangat kurus, dan wajahnya pun pucat. Di hidungnya terpasang alat bantu pernapasan serta di salah satu jarinya dijepit alat pendeteksi denyut jantung.
Sebelum penyakit leukimia menggerogotinya, gadis itu seperti kebanyakan gadis China lainnya. Tubuhnya berisi, cantik, rambut hitam panjangnya juga berkilau. Jika boleh jujur, sebenarnya Song Hyu Meen merupakan salah satu murid primadona di sekolahnya.
Selama menderita leukimia, gadis itu jarang sekali mengeluh seperti ibu tercintanya. Sejak kecil, Song Hyu Meen memang dikenal sebagai anak penurut, jarang menuntut, jarang mengeluh dan rajin.
Sekalipun menurut orang lain gadis itu dikenal sebagai anak yang kurang pergaulan dan tertutup, namun di mata kedua orang tuanya, Song Hyu Meen adalah anak yang membanggakan. Sejak di bangku sekolah dasar gadis itu selalu berprestasi, bahkan dia juga meraih kejuaraan di beberapa lomba akademik di kota Guangzhou.
Tak terasa air mata Song Hyu Jang pun menetes. Dia sadar betul jika selama setahun ini putri tunggalnya itu sedang berjuang keras melawan penyakit yang sedang menyerang tubuhnya.
Pria paruh baya itu akan berusaha ikhlas jika Tuhan memang berkehendak untuk menjemput putrinya agar gadis itu bisa beristirahat selamanya...
ceklek
Seorang suster membuka pintu kamar dan masuk ruangan. Buru-buru, Song Hyu Jang menghapus air matanya menggunakan lengan bajunya.
Sekalipun dianggap wajar jika orang lain melihatnya menangis karena memang sedang menghadapi situasi yang berat dan menyedihkan, tapi dia tetap saja merasa tidak enak hati.
"Maaf Bapak Song, saya akan memeriksa kondisi putri bapak...," perawat itu berkata dengan ramah begitu dia telah ada di samping kanan pria paruh baya tersebut.
"Iya suster, silahkan...," Song Hyu Jang menjawab suster yang masih muda dan berparas cantik tersebut dengan suara sedikit serak karena memang habis menangis.
"Bapak kelihatan letih sekali, sebaiknya bapak istirahat dulu, biar saya yang menunggu putri bapak untuk sementara...," lanjut si perawat menawarkan dirinya untuk menjaga Song Hyu Meen.
Suster itu merasa kasihan melihat keadaan pria paruh baya itu. Wajahnya sayu dan sedikit pucat karena sudah beberapa hari ini menunggu putrinya di rumah sakit. Sementara, dari pihak Song Hyu Jang maupun pihak mendiang istrinya sudah tidak memiliki kerabat lain yang bisa menggantikannya.
"Baik suster, terimakasih... Saya akan mencari udara segar sebentar di luar."
Setelah berkata demikian, Song Hyu Jang pun lalu meninggalkan ruangan itu dan melangkahkan kakinya menuju ke taman yang tidak jauh dari ruangan putrinya dirawat.
Sesampainya di taman tersebut, pria paruh baya itu pun kemudian mencari tempat yang agak sepi karena dia memang sedang butuh waktu sendirian untuk menetralkan hati dan pikirannya.
Setelah menemukan tempat duduk yang suasana di sekitarnya lumayan hening, tak berapa lama Song Hyu Jang pun lalu meletakkan tubuhnya di atas sebuah kursi.
Untuk beberapa saat, tampaklah pria paruh baya itu sedang menghirup dan membuang nafas yang dalam hingga beberapa kali sampai dia merasa agak tenang.
Tak berapa lama, Song Hyu Jang terlihat memejamkan matanya sambil meletakkan kepalanya di sandaran kursi, dan beberapa detik kemudian pria paruh baya itu pun tertidur karena kelelahan.
Sudah beberapa hari ini, Song Hyu Jang mengambil cuti mengajar di universitas tempat dia bekerja. Pria paruh baya itu ingin benar-benar fokus menjaga putri tunggalnya karena dia memiliki 'firasat' bahwa hidup putrinya tidak akan lama lagi.
Dua puluh menit sudah pria paruh baya itu tertidur dengan pulasnya hingga ada sebuah suara pelan yang membangunkannya.
"Bapak Song..."
Beberapa detik kemudian, Song Hyu Jang terlihat membuka matanya dan berusaha menyadarkan dirinya.
Kini, di depannya sudah berdiri bapak kepala sekolah, 2 orang guru dan beberapa teman sekolah putrinya.
"Maaf semuanya, saya ketiduran...," pria paruh baya itu berkata lalu bangkit berdiri, dan tak lama kemudian dia pun menyalami satu persatu tamunya tersebut.
"Bapak tidak perlu minta maaf... Justru kamilah yang seharusnya minta maaf karena telah mengganggu istirahat bapak... Bapak kelihatannya lumayan lelah...," bapak kepala sekolah menjawab ayahnya Song Hyu Meen dengan suara lembut dan ramah.
Joong Nam Kin, itulah nama kepala sekolah itu, usianya beberapa tahun di bawah Song Hyu Jang. Perawakannya tinggi, atletis, murah senyum dan lincah. Sedangkan dua guru yang ikut serta adalah Ibu Soo Jae Kyung dan Ibu Moon Soong Jin. Untuk siswanya, pria paruh baya itu tidak tahu namanya karena yang berkunjung hari ini berbeda dengan hari sebelumnya.
Tak berapa lama, Song Hyu Jang pun kemudian mengajak tamunya ke tempat duduk yang ada di tepi koridor depan ruang dimana putrinya dirawat.
Pria paruh baya itu, bapak kepala sekolah dan 2 guru tersebut pun lalu berbincang. Sedangkan untuk para siswanya, mereka melihat keadaan Song Hyu Meen melalui kaca pintu kamar karena memang tidak diijinkan masuk ke ruang pasien selain anggota keluarganya.
"Bagaimana keadaan Song Hyu Meen pak?" Ibu Soo Jae Kyung, yang merupakan salah satu guru di kelas Song Hyu Meen pun bertanya dengan hati lumayan sedih, karena selama dia menjadi guru di kelas itu, wanita paruh baya tersebut sangat bangga dengan kepintaran dan pencapaian prestasi yang telah diraih oleh gadis itu.
"Saya sudah pasrah bu... Jika Tuhan berkehendak untuk menjemput putri saya, saya akan berusaha ikhlas untuk melepas kepergiannya... Kasihan sekali, dia pasti sudah lelah menderita karena sakitnya...," Song Hyu Jang memberikan jawaban dengan terus terang jika dia sudah 'berserah' kepada kehendak Yang Kuasa.
"Kami semua turut sedih pak... Kami hanya bisa berdoa agar Tuhan memberikan kekuatan, kesehatan dan penghiburan untuk bapak... Dan untuk Song Hyu Meen, kami berharap agar yang terbaiklah yang terjadi padanya... Jika Tuhan mengizinkan membuat mujizat, tentu dia akan sembuh. Tapi, jika Tuhan berkehendak untuk mengambilnya, maka sudah ada tempat yang indah untuknya...," Bapak Joong Nam Kin berusaha memberikan kekuatan pada Tuan Song Hyu Jang sambil mengelus pundak pria paruh baya itu sebagai tanda empati.
"Terimakasih banyak untuk perhatian bapak kepala sekolah, bapak dan ibu guru serta teman-teman putri saya... Atas nama Song Hyu Meen, saya minta maaf jika dia mempunyai kesalahan...," Song Hyu Jang menyampaikan ucapan terimakasih sekaligus permintaan maaf untuk mewakili putri tunggalnya yang saat ini sedang berbaring tak berdaya.
"Tidak pak, bapak tidak perlu minta maaf... Selama ini, putri bapak tidak memiliki kesalahan pada kami semua... Justru kamilah yang seharusnya berterimakasih karena dia sudah membawa nama baik sekolah dengan beberapa prestasi yang telah diraihnya...," jawab Bapak Joong Nam Kin.
🌹
Kediaman Song Hyung Jang
Hari ini, rumah berlantai 2 yang bisa dibilang lumayan luas dan bagus itu terlihat sangat ramai dengan para pelayat dari berbagai kalangan.
Ada yang datang dari pihak universitas tempat Song Hyu Jang mengajar, ada yang datang dari pihak sekolah putrinya, tetangga sekitar maupun kenalan lainnya.
Sehari setelah kunjungan dari bapak kepala sekolah, 2 guru dan beberapa teman sekolah Song Hyu Meen, akhirnya Tuhan benar-benar menjemput gadis itu.
Hari Rabu pukul 18.10 waktu Guangzhou, Song Hyu Meen berpulang. Pria paruh baya itu berusaha keras untuk ikhlas melepas kepergian putri satu-satunya.
Mungkin inilah yang terbaik untuk putriku agar dia bisa beristirahat dari rasa sakitnya selama ini... Batin Song Hyun Jang saat itu sambil meneteskan air mata ketika denyut jantung putrinya telah berhenti.
Siang itu, banyak pelayat yang mengantar jenazah Song Hyu Meen ke pemakaman. Jasad gadis tersebut disemayamkan di sebelah makam ibu tercintanya. Banyak pelayat yang meneteskan air mata saat jenazah Song Hyu Meen diturunkan ke liang makam.
Kini terlihatlah, hanya tinggal Song Hyu Jang yang ada di pemakaman itu. Karena sudah tidak tahan menahan rasa sedihnya, maka mengalirlah air mata pria paruh baya tersebut selama beberapa menit.
Setelah merasa puas menangis, dengan langkah gontai, Song Hyu Jang pun kembali ke rumahnya. Rumahnya yang besar itu kini terasa sempit baginya. Hal tersebut dikarenakan sekarang sudah tidak ada penghuni lain selain dirinya seorang.
Tak berapa lama, pria paruh baya itu berjalan-jalan di dalam rumahnya sambil mengenang masa-masa indah yang dia habiskan bersama istri dan putri yang dicintainya dulu.
Saat ini, hati Song Hyu Jang menjadi terasa hampa, sepi dan merasa sendiri. Kesedihan hatinya sudah tidak bisa diungkapkan lagi dengan kata-kata.
Satu jam kemudian, duduklah pria paruh baya itu di sofa sambil memejamkan matanya. Tak berapa lama dia pun jatuh tertidur karena kelelahan dan duka yang mendalam.
🌹🌹🌹
Kediaman Penasehat Kerajaan Qin, Chu Jeong Byun
Seorang gadis yang berbaring di atas ranjang tampak sedang mengerjap-ngerjapkan matanya.
Setelah dia benar-benar tersadar dari 'tidur' nya yang lumayan panjang, tak berapa lama, perempuan itu pun memijit-mijit kepalanya yang terasa sakit dan matanya yang sayu menyapu seluruh ruangan itu.
Gadis yang berwajah pucat itu terlihat sangat bingung dengan keadaan sekitarnya yang terlihat sangat asing baginya. Dekorasi dan barang-barang yang ada di kamar itu mirip sekali dengan film-film kerajaan China kuno yang pernah ia tonton di youtube.
Terakhir kali yang dia ingat, saat itu dia sedang dirawat inap di rumah sakit, tepatnya di ruang ICU.
Waktu itu, dia merasakan tubuhnya sudah sangat melemah dan tidak ada harapan hidup lagi karena tubuhnya sedang digerogoti oleh leukimia stadium 4, penyakit yang diwariskan oleh ibunya.
Sosok yang selalu setia menemaninya saat dia merasa ada di antara hidup dan mati waktu itu hanyalah ayahnya seorang.
Tak berapa lama, terbayanglah perempuan itu akan sosok pria paruh baya yang selama ini telah membesarkannya dengan sekuat jiwa raganya.
"Aakh...," gadis itu terlihat merintih saat mencoba bangkit untuk duduk. Karena kondisi tubuhnya yang tidak memungkinkan, ia pun mengurungkan niatnya dan kembali lagi berbaring.
Aku pikir aku telah mati...
Ada apa ini sebenarnya, dimana aku, kenapa aku berada di tempat yang aneh ini...
Pikiran perempuan bertubuh ringkih itu pun berkecamuk, antara bingung, takut, ditambah lagi merasakan kepala yang sakit dan badan yang benar-benar tidak bertenaga.
"Nona muda, anda sudah sadar??" tanya seorang gadis yang berwajah cukup cantik begitu dia masuk beberapa langkah ke dalam kamar sambil membawa baskom air dan lap.
Melihat putri semata wayang majikannya sudah siuman, dengan segera dia meletakkan baskom dan lap itu di atas meja dekat ranjang.
Visual Xi'er, pelayan setia Chu Pian Ran. Usianya lebih muda beberapa bulan dari nona mudanya. Gadis ini periang, lincah, dan cerewet.
"Nona, bagaimana keadaan anda? Apanya yang sakit? Nona haus atau lapar?" pelayan perempuan itu beberapa kali melontarkan pertanyaan dari mulutnya. Sementara majikannya yang sedang berbaring di ranjang terus memperhatikannya tanpa bisa menjawab apa-apa karena masih diliputi kebingungan.
"Nona, kenapa anda diam saja? Jangan membuat saya takut nona...," terlihat jelas jika gadis pelayan itu benar-benar khawatir.
"Kamu siapa?" akhirnya gadis yang sedang berbaring di atas ranjang itu pun mengeluarkan suara yang lemah karena memang sedang sakit.
"Nona, jangan membuat saya menjadi semakin takut...," mata pelayan perempuan itu pun mulai berkaca-kaca. Rasanya tidak percaya jika nona muda yang dia layani selama 7 tahun ini tiba-tiba tidak mengenalinya sama sekali.
"Aku bertanya padamu, kamu itu siapa?" sekali lagi gadis bertubuh ringkih itu bertanya.
Tanpa memberikan jawaban, gadis pelayan itu pun langsung berlari keluar kamar sambil menangis sesenggukan.
Jiwa Song Hyu Meen yang sekarang merasuk ke dalam raga Chu Pian Ran benar-benar diliputi kebingungan. Dia mencoba menenangkan dirinya dengan beberapa kali mengambil nafas dalam-dalam.
Beberapa menit kemudian, muncullah 3 orang perempuan dengan sedikit berlari masuk ke dalam kamar karena merasa khawatir.
Yang satu adalah gadis yang ada di kamarnya tadi. Seorang perempuan lagi adalah wanita paruh baya yang penampilannya lumayan agung dan cantik. Dilihat dari pakaiannya, kelihatan jika perempuan itu dari kalangan atas. Sedangkan perempuan yang lain, sudah lumayan berumur, kira-kira usianya di atas 50 tahunan.
"Ran'er sayang, kamu kenapa naak??" tanya perempuan berpenampilan agung itu setelah duduk di tepi ranjang. Tangan kanannya menyentuh dahi Song Hyu Meen, untuk memastikan apakah gadis tersebut sedang demam atau tidak.
"Sayang, kamu jawab ibu, kamu kenapa? Tadi Xi'er bercerita sambil menangis jika kamu tidak ingat siapa dia... Kamu sedang tidak bergurau kan nak?" wanita paruh baya itu benar-benar cemas karena gadis yang adalah putrinya tersebut hanya diam saja.
Visual nyonya Chu, istri penasehat kerajaan Chu Jeong Byun. Tipe wanita yang lemah lembut dan penyabar.
Isak tangis terdengar dalam kamar itu. Para pelayan lain, yang ada di luar kamar pun ikut-ikutan cemas karena mereka sempat melihat nyonya besar masuk ke dalam kamar putrinya dengan berlari dan wajah sangat khawatir.
"Aku benar-benar minta maaf... Aku tidak bermaksud membuat kalian khawatir seperti ini. Tapi jujur, sedari tadi aku juga bingung dengan diriku sendiri... Siapa aku dan ini ada dimana...," suara lemah gadis ringkih itu berhasil menambah kencangnya isak tangis 3 perempuan itu, terutama nyonya besar. Hati wanita paruh baya tersebut terasa sakit sekali.
🌹
"Tabib, bagaimana keadaan putriku?" tanya tuan Chu Jeong Byun dengan raut wajah cemas.
"Maafkan saya tuan, selama ini saya sudah berusaha dengan segenap kemampuan saya, tapi sepertinya takdir berkehendak lain... Benturan pada kepala nona muda sepertinya berakibat dia menjadi hilang ingatan... Saya tidak berani memastikan kapan ingatannya akan benar-benar pulih...," jawab tabib Lou dengan hati-hati sambil sedikit membungkukkan tubuhnya dan sikap tangan menghormat.
Tuan Chu Jeong Byun dikenal sebagai penasehat kerajaan yang disegani kaisar dan pejabat istana lainnya. Selain karena kemampuan kerjanya yang cakap, dia juga pejabat kerajaan yang baik, rendah hati, jujur dan suka berderma.
Namun, dibalik kesuksesannya itu, pasangan suami istri tersebut memiliki kesedihannya sendiri. Putri satu-satunya yang mereka sayangi mulai sakit-sakitan saat berumur 17 tahun. Kejadian terakhir yang menimpa putrinya adalah putrinya tergelincir dan kepalanya terantuk sudut ranjangnya sendiri. Mereka sama sekali tidak menyangka akhirnya akan seperti ini.
Sampai sekarang, para tabib belum bisa menemukan penyakit apa yang diderita oleh Nona Chu Pian Ran. Penyakit ini tergolong langka karena belum pernah ada pasien yang menderita penyakit ini sebelumnya.
Nyonya Chu Jeong Byun masih saja terisak di kursi yang ada di kamar putrinya. Dia ditemani dengan Xi'er, pelayan setia putrinya dan Bibi Chen, si kepala pelayan kediaman Chu.
Tuan penasehat kerajaan pun lalu mengantar tabib Lou hingga di depan pintu kediaman sambil membahas kondisi putrinya. Sedangkan Nyonya Chu Jeong Byun, sekarang ini sudah duduk di tepi ranjang putrinya.
"Nyonya, nyonya jangan menangis lagi. Saya tidak apa-apa, saya akan baik-baik saja...," kata Song Hyu Meen mencoba menghibur wanita paruh baya yang duduk di tepi ranjangnya tersebut yang tentu saja membuat Nyonya Chu Jeong Byun, Xi'er dan bibi Chen lumayan kaget.
"Nyonya?? Sayang, kamu memanggil ibu dengan kata nyonya?" wajah wanita paruh baya itu semakin tambah sedih dengan perubahan drastis putrinya.
"Maafkan saya nyonya, eh i ibu... Saya tidak bermaksud membuat anda sedih...," kelihatan sekali jika Chu Pian Ran begitu canggung memanggil 'ibu' pada Nyonya Chu Jeong Byun, hal itu dikarenakan jiwa Song Hyung Meen telah mengendalikan raga Chu Pian Ran. Bagaimana bisa dia langsung memanggil 'ibu' pada wanita yang baru dia kenal.
"Sudahlah, kita tidak perlu mempermasalahkan hal ini lagi... Yang penting, sekarang kamu harus semangat dan yakin bahwa kamu bisa sembuh... Ayah dan ibu akan melakukan apapun agar kamu seperti sediakala kembali sayang...," wanita paruh baya itu berusaha tegar di depan putrinya, sekalipun di dalam hatinya dia menyimpan kesedihan yang dalam.
"Terimakasih banyak ibu... Maaf, jika saya sudah terlalu sering membuat ayah dan ibu khawatir..." ucap gadis ringkih tersebut dengan nada suara yang kaku.
"Sayang, untuk apa kamu minta maaf, itu tidak perlu... Kamu adalah anak satu-satunya ayah dan ibu. Jadi apapun yang terjadi padamu, itu sudah menjadi tanggung jawab kami...," lanjut nyonya Chu Jeong Byun sambil mengelus kepala putri kesayangannya.
Beberapa saat kemudian, seorang pelayan masuk ke dalam kamar dengan membawa nampan yang di atasnya terdapat 2 mangkuk.
"Nyonya, bubur dan obat untuk nona sudah siap...," kata pelayan itu sopan sambil sedikit membungkukkan badannya.
Wanita paruh baya tersebut lalu mengambil mangkuk bubur dan berniat ingin menyuapi putrinya.
"Tidak usah ibu, aku bisa melakukannya sendiri...," Chu Pian Ran merasa tidak enak jika wanita yang ada di depannya itu menyuapinya.
"Sayang, saat ini kamu sedang sakit... Sudah menjadi tugas ibu untuk merawatmu. Ayo, sekarang makanlah...," nyonya Chu Jeong Byun menyodorkan sendok yang berisi bubur di depan bibir putrinya. Mau tidak mau, gadis itu pun akhirnya menurut.
Bubur yang masuk ke dalam mulutnya itu lumayan terasa pahit. Hal itu sudah menjadi sesuatu yang wajar karena saat ini dia dalam keadaan sakit yang bisa dikatakan cukup parah.
Saat wanita paruh baya tersebut sedang menyuapi putrinya, Tuan Chu Jeong Byun masuk kembali ke dalam kamar. Tuan penasehat kerajaan itu pun lalu meminta bibi Chen dan Xi'er untuk keluar kamar.
Pria paruh baya itu kemudian duduk di sebuah kursi yang ada di dekat ranjang putrinya. Raut wajahnya terlihat jelas jika dia sedang khawatir dan sedih.
"Putriku, ayah akan melakukan apapun demi kesembuhanmu... Yang penting, sekarang kamu berusaha untuk bersabar dan bertahan menjalani ini semua...," ujar Tuan Chu Jeong Byun.
"Iya ayah, aku akan terus berjuang... Terimakasih banyak karena ayah dan ibu sudah banyak berkorban untuk kesembuhanku...," sahut Chu Pian Ran.
"Tidak nak, tidak... Kamu tidak perlu berterimakasih. Apapun yang kami lakukan, semua sudah menjadi tugas kami sebagai orang tuamu," lanjut pria paruh baya tersebut.
Setelah gadis itu meminum obat, pasangan suami istri tersebut meninggalkan kamar agar putrinya bisa beristirahat.
🌹
Malam harinya
"Xi'er, ceritakanlah tentang kehidupanmu...," pinta Chu Pian Ran pada pelayannya.
Dengan patuh pelayan itu pun mulai bercerita, sejak awal dia tinggal di keluarga Tuan Chu Jeong Byun hingga sekarang.
"Jadi, kau sudah yatim piatu sejak kecil?" tanya majikannya.
"Benar nona... Jika bukan karena orang tua nona, saya pasti sudah menjadi anak gelandangan, dan saya juga tidak tahu bagaimana jadinya saya... Untuk itu, demi membalas budi kebaikan tuan dan nyonya, saya mengabdikan seluruh hidup saya untuk keluarga ini...," terang Xi'er.
"Sekarang ceritakan tentang Chu Pian Ran, nona mudamu ini... Siapa tahu dengan ceritamu itu aku bisa ingat sedikit tentang jati diriku," sebenarnya ini hanyalah alasan agar Song Hyu Meen mengetahui siapa Chu Pian Ran sebenarnya.
Dengan semangat, gadis pelayan tersebut bercerita banyak tentang nona mudanya. Terlihat jelas jika Xi'er mengagumi majikannya.
"Rupanya nona mudamu ini salah satu gadis primadona di ibukota ya," jiwa Song Hyu Meen yang berada dalam raga Chu Pian Ran ikut kagum dengan pemilik tubuh ini.
"Tentu saja nona... Bukan hanya karena nona putri penasehat kerajaan yang terkenal. Namun juga karena nona itu gadis yang cantik, baik, ramah, dan tidak angkuh seperti kebanyakan putri pejabat kerajaan lainnya...," jelas si pelayan dengan menggebu-gebu.
"Apakah aku punya kekasih?" tanya majikannya lagi.
"Tidak nona, nona belum memiliki kekasih... Itu karena memang nona sendiri yang belum minat... Sayang sekali, padahal para tuan muda yang suka pada nona tampan-tampan dan kaya...," jelas Xi'er.
"Benarkah? Siapa saja mereka?" jiwa Song Hyu Meen sedikit terkejut dengan keterangan pelayannya.
"Tuan muda Xhu Tian Ming putra perdana menteri Xhu. Tuan muda Long Wang Ban putra bangsawan Long. Tuan muda Lee...," pelayan tersebut mulai menyebutkan satu-persatu para pemuda tampan yang menyukai nona mudanya namun tiba-tiba dihentikan.
"Cukup-cukup, tidak usah diteruskan...," Chu Pian Ran memotong perkataan Xi'er sambil memijit kepalanya yang terasa pusing.
"Nona, nona kenapa? Kepala nona sakit lagi? Apa perlu saya panggilkan tuan dan nyonya?" tanya Xi'er gadis pelayan itu cemas.
"Tidak perlu... Aku baik-baik saja," jawab majikannya singkat.
"Benar nona tidak apa-apa?" pelayan itu kembali bertanya untuk memastikan bahwa nonanya sungguh baik-baik saja.
"Aku baik-baik saja Xi'er, sungguh... Sekarang aku ingin istirahat, ini sudah malam. Kau sendiri juga tidurlah, pasti kau sangat lelah," setelah berpamitan pada majikannya, Xi'er pun meninggalkan kamar itu dan menutup pintunya.
Seperginya pelayan tadi, raga Chu Pian Ran belum bisa memejamkan matanya. Pikirannya masih memikirkan kisah hidupnya yang rumit dan tidak masuk akal. Ditambah lagi dengan cerita Xi'er tentang pemilik tubuh ini.
Kehidupan dan sifat Song Hyu Meen sangat berbeda dengan Chu Pian Ran. Jika di kehidupan modern, Song Hyu Meen menikmati sifatnya yang tergolong introvert yang lebih memilih menghabiskan banyak waktunya sendirian di ruangan sepi dengan belajar daripada harus berkumpul dan mengobrol banyak hal dengan teman-temannya.
Sedangkan Chu Pian Ran. Gadis ini tipe periang, lincah, mudah bergaul dan beradaptasi. Tidak heran jika dia disukai banyak pria tampan.
Di kehidupan modern, memang ada beberapa teman sekolah Song Hyu Meen yang menyatakan perasaan suka padanya. Namun, dia tidak menanggapi serius perasaan mereka. Dia lebih memilih menjalin pertemanan daripada pacaran. Saat itu, dia mempunyai pikiran bahwa pacaran hanyalah menjadi beban saja.
Gadis itu pun mulai menguap. Matanya sudah terasa berat. Setiap obat herbal yang dia minum memang diberi campuran yang membuat dia bisa tidur nyenyak.
Saat ini yang bisa dia lakukan hanyalah menjalani kehidupan yang ada di depannya.
🌹🌹🌹
Kabar Chu Pian Ran yang hilang ingatan telah menyebar luas. Banyak sekali warga ibukota yang turut prihatin dengan kondisi putri satu-satunya Tuan Chu itu.
Di salah satu kediaman yang megah dan luas, telah bersiap perdana menteri Lee Jiang Xun, sang istri dan putra tunggal mereka yang bernama Lee Jiang Wook. Setelah mereka mendengar kabar itu, dengan segera mereka berkunjung di kediaman Tuan Chu.
Tuan Lee dan Tuan Chu sudah bersahabat sejak lama sebelum mereka menjadi pejabat kerajaan. Kedua keluarga itu sering mengadakan pertemuan dan makan bersama secara bergantian di kediaman mereka.
Waktu pertama kali keluarga Lee mendengar bahwa Chu Pian Ran dinyatakan menderita penyakit langka, keluarga Lee benar-benar merasakan kesedihan yang mendalam. Mereka tak segan-segan membantu apapun yang mampu mereka lakukan demi kesembuhan gadis itu.
Seperti halnya Tuan Lee dan Tuan Chu. Hubungan anak mereka juga sangat dekat. Sejak kecil, Chu Pian Ran dan Lee Jiang Wook sering bermain dan belajar bersama.
Seiring berjalannya waktu, muncul perasaan lain Lee Jiang Wook pada Chu Pian Ran. Perasaan ini bukanlah perasaan pertemanan ataupun kekeluargaan, namun perasaan cinta.
Lee Jiang Wook pernah mengutarakan perasaannya pada Chu Pian Ran beberapa bulan sebelum gadis itu mulai sakit-sakitan. Namun, perasaan pemuda itu rupanya bertepuk sebelah tangan. Chu Pian Ran hanya menganggapnya sebagai kakak, tidak lebih dari itu.
Lee Jiang Wook bukanlah tipe laki-laki yang mudah putus asa. Dengan segala upayanya dia berkeputusan untuk tetap mengejar cinta Chu Pian Ran hingga memenangkan hatinya. Cara yang dia gunakan tentunya adalah cara layaknya pria sejati.
🌹
Kini, keluarga Lee telah sampai di kediaman Tuan dan Nyonya Chu. Tuan dan Nyonya Lee langsung menemui tuan rumah dan mereka pun lalu mengobrol di gazebo taman. Sedangkan Lee Jiang Wook, dia melangkahkan kakinya menuju kamar gadis pujaannya, Chu Pian Ran.
Tuan dan Nyonya Chu sama sekali tidak merasa keberatan jika saat pemuda itu ingin bertemu dengan putrinya, ia tidak meminta izin terlebih dahulu dan memberi salam hormat pada mereka. Karena terlalu dekatnya hubungan antara keluarga Chu dan keluarga Lee, Tuan dan Nyonya Chu sudah menganggap Lee Jiang Wook seperti putra mereka sendiri.
Visual Lee Jiang Wook. Pemuda tampan yang pembawaannya tenang, namun kadang juga suka bercanda. Dia memegang kendali semua usaha yang dimiliki oleh ayahnya (rumah makan, toko perhiasan dan penginapan).
"Salam hormat Tuan Muda Lee...," Xi'er memberi hormat pada pemuda tampan itu.
"Halo Xi'er, bagaimana kabarmu?" tanya Lee Jiang Wook.
"Saya baik-baik saja tuan muda... Silahkan masuk tuan muda, nona ada di dalam," Xi'er mempersilahkan tamunya untuk masuk, kemudian dia pun menuju ke dapur untuk menyiapkan teh dan makanan ringan untuk tamu nonanya.
Mata Chu Pian Ran menatap was-was pemuda yang melangkahkan kakinya mendekat menuju ranjangnya.
Inikah yang namanya Lee Jiang Wook, yang pernah diceritakan Xi'er...
Jantungnya berdegup kencang saat Lee Jiang Wook duduk di tepi ranjangnya.
"Halo nona cantik, bagaimana kabarmu? Hatiku rasanya sakit saat mendengar berita bahwa kau hilang ingatan... Entah bagaimanakah dengan si tampan ini jika kau benar-benar tidak ingat padanya...," pemuda tampan itu mulai meluncurkan candaannya. Bukan dengan maksud menertawai nasib Chu Pian Ran, namun ia berusaha menghibur gadis itu agar tidak terlalu larut dengan kondisinya sekarang.
"Bisakah tuan muda duduk di kursi itu? Aku merasa kurang nyaman jika anda duduk di sini...," jiwa Song Hyu Meen yang berada dalam raga Chu Pian Ran merasa tidak senang jika pemuda itu duduk terlalu dekat dengannya.
Mata jernih putra tunggal Tuan Lee Jiang Xun itu menatap lekat gadis yang sedang berbaring di atas ranjang hingga perempuan itu semakin gelisah dibuatnya.
"Ran'er, sejauh inikah perubahanmu? Aku benar-benar tidak menyangka akan seperti ini... Apakah kau merasa takut dan tidak suka dengan kedatanganku, teman dekatmu sejak kecil? Kau benar-benar sudah lupa sama sekali denganku?" bibir Lee Jiang Wook mengeluarkan beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh Chu Pian Ran.
Untuk sesaat kamar itu menjadi hening. Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing, hingga kedatangan Xi'er sedikit mencairkan suasana.
"Maaf nona, tuan muda Lee, saya sudah mengganggu perbincangan anda berdua... Saya hanya mengantarkan teh hangat dan makanan ringan ini...," kata Xi'er dengan sedikit membungkukkan badannya.
"Letakkan saja di atas meja Xi'er...," perintah nonanya.
Setelah Xi'er meletakkan teh dan makanan ringan di atas meja, dia pun langsung pergi meninggalkan kamar.
"Tuan muda, silahkan menikmati minuman dan makanan ringannya... Maaf, aku tidak bisa melayani anda...," bibir pemuda tampan itu sedikit menyeringai mendengar kalimat yang baru diucapkan oleh Chu Pian Ran.
"Kau menyebutku 'tuan muda'? Kata-kata ini terdengar kaku sekali... Entah kenapa aku merasa kita ini seolah-olah baru pertama kali kenal," ucap Lee Jiang Wook terus terang.
"Ran'er, kau tidak perlu takut seperti itu... Sejak aku masuk ke kamarmu, wajahmu sudah terlihat tegang, apalagi waktu aku duduk di tepi ranjangmu... Kamu pikir aku ini singa yang akan menerkammu?" lanjut pemuda itu dengan nada lembut.
Bagaimana aku tidak tegang jika didekati oleh pria yang memang baru pertama kali ini kukenal... Huuh!
Batin jiwa Song Hyu Meen menggerutu dalam hati. Rasanya benar-benar ingin mengusir pria itu keluar.
"Hai, kenapa diam saja...," ucap Lee Jiang Wook sambil mengayunkan telapak tangannya di depan wajah Chu Pian Ran yang membuat gadis itu sedikit terkejut.
"Ayolah Ran'er, kau tidak perlu setakut itu... Kita kan sudah berteman sejak kecil...," pemuda tampan itu mulai tidak sabaran dengan sikap Chu Pian Ran yang berubah menjadi dingin.
"Maaf, aku hanya tidak tahu harus bagaimana dan berkata apa padamu... Inilah keadaanku sekarang ini...," Chu Pian Ran menghela napas sesaat.
"Ya sudah jangan terlalu dipikirkan... Yang penting sekarang kamu harus benar-benar menjaga kesehatanmu.... Jangan memikirkan hal-hal yang berat..," Lee Jiang Wook tiba-tiba memegang tangan kanan Chu Pian Ran dan menggenggamnya. Seketika gadis itu pun merasakan seperti ada aliran listrik yang mengalir dalam tubuhnya. Tak berapa lama, dia pun melihat tangan kanannya yang berada dalam genggaman pemuda itu.
"Kenapa? Kau tidak suka jika aku menggenggam tanganmu?" tanya Lee Jiang Wook seolah mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh Chi Pian Ran.
"Aku merasa kurang nyaman saja diperlakukan seperti ini...," jawab gadis itu jujur.
"Ran'er, kita ini sudah saling mengenal selama 15 tahunan, kita sering sekali menghabiskan waktu bersama... Jadi bukankah sangat wajar jika aku mengkhawatirkan keadaanmu... Apakah kau sama sekali tidak ingat kenangan tentang kita?" tanya pemuda itu yang dibalas gelengan kepala oleh Chu Pian Ran.
"Benarkah? Sedikit saja kau sama sekali tidak ingat?" sambung Lee Jiang Wook.
Gadis itu menggelengkan kepalanya sekali lagi.
Di kedalaman hati, pemuda itu merasa sangat sedih, namun dia tidak ingin menunjukkannya di depan Chu Pian Ran. Lee Jiang Wook tidak ingin gadis pujaannya itu menjadi lemah semangat menghadapi kondisi yang dialaminya sekarang.
Lagi-lagi sikap pemuda itu mengejutkan Chu Pian Ran karena dia mulai mengelus elus tangan kanan gadis itu dengan lembut.
"Ya sudah, jika kamu memang tidak ingat sama sekali ya jangan dipaksakan, mengalir saja dengan keadaan.... Mungkin suatu saat nanti ingatanmu akan pulih sedikit demi sedikit..."
🌹
Sejak saat itu, Lee Jiang Wook menjadi semakin rajin mengunjungi Chu Pian Ran. Sebelum gadis itu hilang ingatan, dia hanya menjenguknya seminggu sekali. Namun sekarang, kunjungannya menjadi seminggu dua kali.
Jika akhir pekan datang, dia akan menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengobrol dengan Chu Pian Ran. Dia bercerita banyak hal, terutama kisah tentang mereka berdua.
Awalnya, jiwa Song Hyu Meen merasa risih dengan perhatian Lee Jiang Wook yang dianggapnya terlalu berlebihan. Tapi sekarang, entah kenapa dia mulai merasa nyaman saat dekat dengan pemuda itu.
Ketampanan Lee Jiang Wook tidak diragukan lagi. Namun yang membuat jiwa Song Hyu Meen tertarik adalah sifatnya yang lembut dan penuh perhatian. Entah itu karena sifat aslinya, atau karena raga Chu Pian Ran yang seperti ini sehingga pemuda itu memberikan perhatian yang lebih.
Saat menjenguk gadis itu, ada saja barang bawaan yang dibawa oleh Lee Jiang Wook. Mulai dari buah-buahan, tusuk rambut emas, obat herbal, makanan, dan masih banyak lagi.
"Kakak Lee, jika kau kemari, tidak perlu membawa apa-apa lagi...," kata Chu Pian Ran suatu hari.
"Memangnya kenapa? Kau tidak suka?" tanya Lee Jiang Wook.
"Bukan masalah suka tidak suka... Tapi menurutku itu sepertinya sudah berlebihan," jelas gadis itu terus terang
"Berlebihan? Tapi menurutku itu biasa-biasa saja... Semakin banyak barang yang aku berikan, tentu kamu akan sering mengingatku bukan?"
Mendengar perkataan Lee Jiang Wook barusan, mata Chu Pian Ran pun menatap pemuda itu dengan lekat.
Apa mungkin dia melakukan semua itu karena dia mempunyai pikiran bahwa hidupku tidak akan lama... Batin gadis itu.
"Kenapa kamu melihatku seperti itu? Apa yang sedang kamu pikirkan?" lanjut Lee heran.
"Tidak, tidak apa-apa... Tapi sebaiknya lain kali kakak tidak usah membawa apa-apa lagi ya... Bagiku itu semua sudah cukup...," tegas Chu Pian Ran.
"Baiklah baiklah, aku akan menuruti keinginanmu... Tapi jika suatu hari nanti kamu membutuhkan sesuatu, jangan sungkan-sungkan mengatakannya padaku... Kakakmu ini akan melakukan apapun yang kamu minta."
🌹
Kediaman Lee Jiang Xun
Seorang pemuda tampan sedang berdiri di teras depan kamarnya.
Hati Lee Jiang Wook sedang gelisah. Apa lagi yang sedang membebani pikirannya selain gadis cantik yang sudah membuatnya jatuh cinta sekaligus khawatir itu.
Sudah 1 tahun lebih Chu Pian Ran sakit-sakitan. Tabib Lou, salah satu tabib kerajaan yang menjadi tabib kepercayaan keluarga Chu mengatakan bahwa penyakit langka yang diderita nona muda Chu telah membuat tubuhnya makin hari makin lemah. Obat-obatan yang dikonsumsinya setiap hari itu sebenarnya bukan untuk menyembuhkan penyakitnya, namun hanya untuk membuat hidup nona muda Chu bertahan lebih lama.
"Naak...," sebuah tepukan lembut di bahunya membuat pemuda itu tersadar dari lamunan.
"Ayah...," kata Lee Jiang Wook sambil menoleh pada pria paruh baya itu.
"Kamu sedang memikirkan Ran'er?" tanya Tuan Lee pada putranya.
"Iya ayah...," jawab pemuda itu jujur.
"Ayah tahu bagaimana perasaanmu padanya... Dengan kondisinya yang seperti itu tentu membuatmu gelisah. Kita semua sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi takdirlah yang akan menentukannya nanti...," ucap pria paruh baya itu.
"Sekarang, kita semua hanya bisa memasrahkannya pada Yang Kuasa...," tambah Tuan Lee Jiang Xun.
"Iya ayah, aku mengerti... Yang jelas, selama Ran'er masih hidup, aku akan terus berusaha melakukan yang terbaik untuknya," terang Lee Jiang Wook.
"Ayah sangat menghargai pengorbananmu nak... Cinta itu memang harus dikejar. Tapi jangan lupa, kau juga harus mempersiapkan diri jika suatu hari nanti terjadi hal yang paling buruk sekalipun," ujar pria paruh baya itu.
Tuan Lee Jiang Xun tahu betul jika putranya memiliki perasaan pada Chu Pian Ran.
Pri paruh baya itu adalah tipe laki-laki demokratis, yang memberikan pilihan pada setiap anggota keluarganya. Asalkan itu baik menurut mereka, dia akan menyetujuinya. Dia tidak akan memaksakan sesuatu yang tidak mereka sukai.
Tuan Lee Jiang Xun memberikan dukungan penuh pada putranya untuk mengejar cinta Chu Pian Ran. Malah dia sangat ingin menjalin hubungan yang lebih dekat lagi dengan keluarga Chu melalui ikatan pernikahan.
Manusia boleh memiliki rencana, sedangkan Yang Kuasalah yang menentukannya... Saat ini, pria paruh baya itu sadar betul dengan apa yang sedang dihadapi oleh putranya itu. Dia hanya bisa terus memberikan kata-kata motivasi yang membangkitkan semangat Lee Jiang Wook.
🌹
Sejak berita tentang Nona Muda Chu yang hilang ingatan itu tersebar, kediaman keluarga Chu sering mendapatkan kunjungan dari berbagai kalangan. Mulai dari kalangan rakyat biasa, bangsawan, pejabat kerajaan hingga keluarga kerajaan.
Banyak orang yang menunjukkan empatinya pada keluarga tersebut, mengingat selama ini keluarga Chu terkenal dermawan dan baik pada banyak orang.
Dahulu, sebelum Nona Chu sakit-sakitan, ada beberapa bangsawan dan pejabat kerajaan yang terang-terangan ingin melamar gadis itu. Namun seiring berjalannya waktu, dan melihat keadaan yang ada sekarang, mereka mulai mundur secara teratur.
Tuan Chu Jeong Byun sama sekali tidak sakit hati dengan sikap mereka. Pri paruh baya itu menganggap itu sebagai suatu kewajaran. Bahkan dia merasa lega jika mereka mengurungkan niatnya untuk melamar putri satu-satunya.
Tuan Chu Jeong Byun sadar betul bahwa putrinya banyak menarik perhatian para pemuda. Namun, dia tidak ingin gegabah jika itu sudah menyangkut masa depan putrinya. Selain sebagai penasehat kerajaan, dia juga adalah seorang ayah yang harus bijak dalam mengambil keputusan.
Diantara sekian banyak pemuda tampan yang awalnya mengejar cinta putrinya. Kini satu persatu mulai gugur dan berbalik arah. Tinggal satu pemuda yang terus bertahan dan berjuang, tidak lain dan tidak bukan dialah putra sahabatnya sendiri Lee Jiang Wook.
Dalam hatinya, pria paruh baya itu sangat setuju jika putrinya menjalin hubungan yang lebih serius dengan Lee Jiang Wook. Hal ini dikarenakan, Tuan Chu Jeong Byun tahu betul bagaimana sifat putra sahabatnya itu. Namun, dengan kondisi putrinya sekarang ini, pria paruh baya itu tidak ingin berharap terlalu lebih. Baginya yang terpenting adalah putrinya bisa kembali pulih seperti sediakala.
🌹🌹🌹
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!