Hari sudah sore ketika Abimanyu mulai menyusuri jalan setapak untuk pulang, rumah yang terbuat dari papan modern dan Antik, yang berada di ujung bukit barisan di kelilingi perkebunan kopi itu adalah rumahnya.
Tinggal bersama seorang malaikat cantik, malaikat yang selalu menebarkan Medan magnet yang selalu mengitari dan membuat dirinya tidak bisa jauh.
Jalan yang tidak begitu jauh sudah membuat nafasnya seperti maraton.
"Biiiiiibiiii..." Abimanyu menggelontorkan kakinya yang pegal-pegal diatas lantai ubin keramik bernuansa klasik.
Bertemu Sagittarius Bibinya adalah hal yang sangat diinginkan oleh pemuda berbadan tegap dengan tinggi 168 berat 60 kilo gram, terlihat ceking tapi enak dilihat.
Wajahnya yang tampan bersih dengan rambut kecoklatan, Bibinya Sagitarius memangilnya Silverqueen.
Hari ini Abimanyu menanggung penyesalan setinggi Himalaya. Bagaimana tidak, dia sudah berjanji dengan dirinya sendiri untuk setia pada bidadarinya, Sagittarius.
Eh, malah si bangsat Dhea ngajakin anu, mengoda dan terus menggoda, akhirnya si bocah belia Abimanyu tergoda.
Haaaaaah! sial!
Jika mengingat apa yang terjadi padanya dan Dhea siang tadi. Abimanyu akan memperlihatkan aura penyesalan yang tidak tanggung-tanggung.
Wajahnya yang tampan bisa berubah menjadi wajah ayam potong, siap di bubut bulunya.
haaaaaah!
Kembali dia hanya bisa membekap mulutnya dan mengusap wajahnya penuh rasa bersalah.
"Padahal aku sudah berjanji tidak akan mengulangi perbuatanku, dan aku sudah bersumpah pada diri sendiri akan setia pada bibi Sagittarius seorang saja."
"Oh, Tuhan!"
Setia? Setia dalam bentuk apakah? Abimanyu tersenyum konyol, setia dalam bentuk apa itu? setia yang seperti apa?
"Sagittarius bibi gua, anjaiii."
Rasanya seperti gila sendiri jika mengingat -ingat tentang semua rasa -rasa yang selalu hadir. Rasa seperti apakah ini?
“Bibi, aku dapat yang bibi mau!” Abimanyu langsung menghampiri bibinya Gita yang sedang berada di beranda belakang rumah.
Meskipun sudah berusia lima belas tahun, namun Sagitarius Bibinya selalu memanjakan Abimanyu layaknya anak usia dini.
“Abi, kan Bibi sudah bilang jangan memaksakan diri, Bibi mau kamu sekolah yang baik, berjuang lah demi hidupmu,” Gita menasehati adik angkatnya itu sembari bersibuk ria.
Setiap hari Gita tidak pernah lelah menasehati Abimanyu, membelai rambutnya layaknya seorang ibu.
Abimanyu sudah duduk di bangku sekolah menengah atas SMA, kelas dua. Samar-samar diapun sedikit tau kisah hidup mereka berdua yang membawa keduanya berada di tempat terpencil ini.
Alasannya klasik, masalah cinta dan patah hati. Itu sih, yang ia tau dari sedikit informasi yang ia dapat dari mencuri -ciri.
Seikat daun kangkung berada di tangannya.
"Masak ya Bi?" Abimanyu sangat menyukai jenis sayuran ini.
Dengan cekatan Abimanyu langsung memotong dan mencucinya, seikat daun kangkung siap untuk di olah oleh bibinya.
Selain cantik dan memiliki titel dokter sagittarius adalah chef Handal, apapun yang ia olah akan terasa nikmat di lidah.
“Heeeem enak...” Abimanyu makan dengan lahap, sembari menikmati senja di lereng bukit barisan, melihat hamparan sawah yang seolah tumpang tindih, juga burung belibis yang saling bersahutan berebut merdu, bersama malaikat cantiknya sagittarius, ini adalah rutinitas yang tak pernah keduanya lewatkan setiap hari.
Hidup menjadi petani adalah pilihan Gita, selain hidup bebas petani memiliki kehidupan yang nyama juga tidak ada persaingan yang membosankan.
Bahkan tanaman yang di pilih Gita sebagai tanamannya kebanyakan adalah tanaman konsumsi.
"Kita butuh banyak makanan yang sehat tanpa kimia," jelas Gita pada siapapun yang memprotes kegiatannya.
Abimanyu
Sebagai alumni kedokteran Gita tau persis kebutuhan tubuh manusia.
Tanaman yang kaya akan vitamin dan protein menjadi pilihannya sebagai objek tanaman.
Ha ha ha... Abimanyu sering menertawakannya karena kesibukan yang dia lakukan.
"Bibi benar-benar seperti seorang ibu-ibu +62 yang sangat report sekali." seloroh ponakan kesayangannya itu geli.
“Bi, bukannya bibi seorang mahasiswi dulunya, bahkan bibi memiliki titel Dokter, kenapa Bibi berakhir di sini?”
tanya Abimanyu.
Sagittarius tidak menjawab pertanyaan anak tengilnya itu, dia hanya tersenyum datar.
Sebagai alumni kedokteran mencari pekerjaan bukanlah hal yang Sulit baginya, akan tetapi Gita lebih memilih menyendiri bersama Silverqueen nya, buat dirinya Abimanyu adalah dunia baru yang sangat berharga.
"Rasanya aku ingin sekali keluar dari persembunyian, bi. Aku ingin pergi ke kota besar melihat-lihat banyak aktivitas orang-orang." kata Abimanyu.
Wajah tampan Abimanyu berkilau ditimpa cahaya Senja. Bukan sebuah masalah pergi keluar, dan tinggal di kota besar, tapi untuk tinggal di kota Gita sangat meragukan dirinya sendiri, trauma akan masa lalunya begitu indah menguasai seluruh hidupnya.
“Ayok lah, bi, kita ke kota, Bibi bisa buat klinik pengobatan, lho." Rajuk Abimanyu dengan emot memelas.
"Kamu yakin kita ke kota? kamu nggak sayang kalau bibi mu yang cantik ini di lirik orang?"
Mata Abimanyu berputar-putar jenaka seperti tidak merelakan sesuatu yang akan hilang.
"Yos! kita di sini saja." jawabnya kemudian sembari melangkah pergi.
Sagittarius hanya tersenyum ringan, dia tau bahwa aura yang diperlihatkan oleh Abimanyu bukan lagi aura anak dan ibu , ponakan dan bibinya melainkan ada rasa yang lain, seperti rasa cinta, namun Gita sendiri terlalu takut mengakui, seperti apa sesungguhnya rasa yang mereka berdua miliki.
Semenjak Abimanyu duduk di bangku sekolah menengah atas, Gita memang menjaga jarak.
Ada rasa yang aneh kadang hadir mengangguk pikirannya, manakala dia melihat wajah Silverqueen begitu melekat pada Abimanyu, mereka berdua seperti pinang dibelah dua.
"Ah, my Silverqueen." mata cantik Gita tiba-tiba digenangi air mata.
Sosok yang memenjarakan dirinya begitu lama, mengapa harus hadir kembali menjadi seorang Abimanyu.
"Ya Tuhanku, mengapa debaran hati ini begitu kencang, Abimanyu."
Wanita cantik dengan rambut lurus menjuntai hingga punggung itu menyeka wajahnya, mencoba menghilangkan kecewa.
"Mengapa penghianatan mereka tidak bisa ku lupakan, Marsel, Anggun."
Akhirnya tangisan yang disembunyikan Gita pecah juga.
"Bi!" Abimanyu datang dengan buru-buru, melihat bibinya yang merenung di beranda rumah dengan air matanya yang berlinang.
"Eh, bawa apa?"
Melihat Abimanyu yang datang, buru -buru Gita membersihkan wajahnya.
"kopi,"
Seperti biasa dua insan yang diam -diam memendam rasa masing-masing ini menikmati keindahan senja di lereng bukit barisan, di mana dari lereng itu keduanya akan di hadiahi pandangan yang indah.
"Abimanyu, taukah kamu? di sini Susana sangat indah dan manis untuk dinikmati. Jika kita ke kota, kita tidak akan bertemu Belibis lagi, kita tidak akan melihat ular raksasa yang menari, juga tidak akan kita temui damai seperti ini."
Pemuda yang beranjak dewasa itu memandang punggung Bibinya, ada khawatir dihatinya.
"Wajah bibi selalu saja sedih, tidak pernah aku melihat senyuman nya," pikir hatinya.
"Apakah karena aku, bibi begitu?"
Berdebat sendiri dengan hatinya, membuat Abimanyu tanpa sadar memeluk Gita. Wajah keduanya saling tatap, sesuatu mengalir menjadi deru yang hebat. Nafas panjang Abimanyu menyapu wajah Gita menjadi pemicu munculnya aura panas.
'Heh'
Keduanya saling melepaskan diri dengan terkejut.
Wajah oval berkulit kuning Langsat, bulu matanya lentik, matanya sedikit bulat kecil juga hidupnya mungil, tubuhnya semampai, meskipun tinggal di kebun bertani, tetapi tidak memiliki ciri seorang petani dia adalah sagittarius.
'Bibi terlalu cantik dan bersih untuk seorang petani.'
Usia Gita dan Abimanyu bertaut tiga belas tahun, tapi, Gita menolak untuk tua. Keduanya seperti seumuran saja, bahkan orang sering mengatakan mereka kakak beradik, bagi orang yang baru mengenal keduanya, mereka selalu salah menebak karena Gita dan Abimanyu seperti pasangan yang serasi.
******
Hari Senin.
“Sarapan, Abi,” kata Gita pelan. Kejadian sore kemarin membuat dia merasa tidak nyaman dekat -dekat dengan Abimanyu.
Rasa panas yang membakar darah normalnya masih sangat terasa mendidih.
“Biasakan sarapan sebelum sekolah, aku sudah buatkan nasi goreng dan susu di atas meja,” jelas Gita dan berlalu, ia menundukkan wajahnya mencoba menciptakan suasana netral yang terpaksa.
Abimanyu hanya menatap punggung bibinya yang menjauh pergi.
“mau kemana sih?” Pikir hatinya penasaran.
Pagi hari ini Abimanyu pergi sekolah, sebagai rutinitas hariannya, menimba ilmu.
“Hai, Abimanyu! Kamu sudah mengerjakan tugas IPA?” baru sampai di pintu gerbang Reno sahabat bagaikan kepompong dan ulat sudah menyambutnya.
"Haisrt! nyontek pasti!" tanpa memperdulikan Abimanyu yang monyong, Reno mengambil paksa tasnya.
“Kebiasaan!” hardik Abimanyu sembari melepaskan tasnya dari punggung.
"Bibi! mucha." dia melambaikan tangan perpisahan pada bibirnya dan sepeda onthel pun menjauh pergi.
Dahulu pada masa ia duduk di bangku SD SMP akan ada banyak basa-basi yang terjadi sebelum berpisah.
Cium tanganlah, uang saku kuranglah, yang merengek minta ditungguin lah.
"Ah, itu masa lalu, sekarang jangankan seperti itu, bertemu denganku saja bibi sudah cepat kabur."
"Kamu ini PR saja nggak di kerjakan! terus ngapain coba di rumah."
"Diem bacot! lagi sibuk."
"Dasar dodol Garut, dah nyontek nyolot lagi!"
Reno, Pras, Aldo, agung dan satu wanita yang di kencani Abimanyu selama lima tahun 'Dhea' mereka
adalah teman bagaikan kepompong Abimanyu. Kelima orang ini tidak terpisahkan bahkan kelimanya mengambil jurusan yang sama hanya untuk bisa bersama.
Sama -sama pemalas, sama-sama badung, sama-sama tampan.
“Niiiiih! Biarpun Badung tugas tetap yang pertama.” Abimanyu membanggakan diri.
"Nakal boleh, nilai harus bagus." imbuhnya, membuat teman-teman langsung saling pandang.
"Bijik! lah, Lo!"
“Masuk kuliah nggak bi?” tanya Pras teman sebang Abimanyu tiba-tiba.
“Masih terlalu dini ngomongin kuliah.”
“Aku kan hidup bersama Bibi, soal itu aku harus rundingan dengannya.”
Mata Fujitsi Pras langsung berbinar-binar indah, seperti bohlam yang baru dicas.
Cowok hitam manis dengan badan gendut ini sangat mengidolakan sosok Sagitarius.
"Apa!" hardik Abimanyu keras dengan kepalan tangannya.
"Macan -macam kau sama bidadari aku, ku bikin nyesel hidup Lo!"
"Takut!"
Abimanyu sebenarnya sangat risih, dan enggan menanggapi topik obrolan tentang Bibinya. Tapi, apa boleh buat, tidak mungkin dia membiarkan sahabatnya tau isi hatinya. Sementara dia sendiripun tidak tau, rasa seperti apa yang saat ini dirasakan olehnya terhadap wanita yang sudah mengasuhnya itu.
"Seperti rasa cinta sih, tapi aku tidak yakin."
“Bibimu Cantik, bi,” kata pras sembari merangkul Abimanyu.
“Iyalah! Aku saja ganteng!”
Bibir Pras mencibir, mata keduanya bertemu saling lirik. Beradu kekuatan batin.
Heeeem...
Pras tersenyum gokil dan mencekik Abimanyu dengan ketiaknya.
“Bantuin aku!” jeritnya kemudian.
“Ogah!”
“Ayoklah, nanti kita jadi besthiiiiii!”
“Ogah!”
Kali ini wajah Pras berubah masam.
“Bodok amat!”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!