"Gugurkan janin itu!" bentak Tommy Adinata penuh amarah.
"M-maafkan aku Ayah ...." Natasha menangis dan berlutut di lantai yang dingin itu demi pengampunan ayahnya.
"Bagaimana bisa Ayah meminta Tasha melakukan perbuatan tidak bermoral seperti itu?!" tanya Chelsea seakan tidak terima.
"Diam kau! Ini semua tidak akan terjadi jika kau becus menjaga adikmu! Nona keluarga kita hamil di luar nikah, jika aib ini sampai tersebar, mau ditaruh di mana reputasi keluarga kita!?"
"S-suamiku, tenanglah ... kita bisa mencari jalan keluarnya dengan kepala dingin," bujuk Willa, nyonya besar keluarga Adinata.
"Ck, ini juga salahmu karena selalu memanjakan putrimu!" Tommy berlalu, meninggalkan ruangan utama kediaman. Sambil berjalan menjauh dia pun terus menggerutu, "Sial, keluarga ini terus dilanda kemalangan semenjak putraku tiada. Putri tertuaku juga tidak becus melakukan apa pun!"
"Berdirilah Tasha ...." Chelsea membantu adiknya yang masih menangis itu untuk berdiri, lalu segera menuntunnya ke kamar.
"Aku akan menenangkan Tasha dulu, dan Ibu tolong bujuk ayah," pinta Chelsea sambil berjalan melewati Willa.
"Baiklah, Ibu akan berusaha."
Begitu kakak beradik itu tiba di kamar, Natasha masih menangis terisak. Dia hanya duduk di pinggir ranjang sambil menangisi apa yang telah terjadi padanya, serta ayah yang biasanya selalu memanjakannya kini sangat murka terhadap dirinya.
"Hiks ... hiks ... aku harus bagaimana? A-aku bahkan tak tahu siapa ayah dari bayi ini ...." Air mata Natasha semakin mengalir deras.
Chelsea yang merasa iba lantas memeluk adiknya. "Tenanglah ... ada Kakak di sini, Kakak janji tidak akan membiarkan hal buruk terjadi padamu."
Selang beberapa menit kemudian tangisan Natasha telah berhenti, dia tampak sudah cukup tenang sekarang. Chelsea yang menyadari hal itu langsung berkata, "Tasha, kau mau jujur pada Kakak, bukan? Tolong ceritakan semuanya pada Kakak ...."
Natasha mengangguk setuju. "Semuanya berawal dari keinginanku untuk membantu orang yang aku sukai, dia kak Ricky. Kak Ricky cerita jika ia ingin menjalin relasi dengan para orang-orang berpengaruh demi kelancaran kariernya. Lalu aku tahu jika Kakak mendapat undangan ke pesta koktail, aku meminta undangan itu dari Kakak lalu menghadiri pesta bersama kak Ricky."
"Aku pikir pesta itu terhitung sebagai kencan, tetapi kak Ricky fokus ke orang lain. Tidak ada yang mengajakku bicara, mungkin karena aku tidak terkenal seperti Kak Chelsea di kalangan bisnis. Karena bosan aku akhirnya menghibur diri sendirian, aku mabuk dan esok harinya aku bangun dalam keadaan berantakan di kamar hotel. Aku masih ingat nomor kamar itu adalah 101. Tidak ada siapa-siapa di kamar itu selain aku. J-jadi aku pikir aku melewati malam yang indah bersama kak Ricky."
"Setelah hari itu berlalu, Kak Ricky terkesan jadi dingin dan menjauhiku. Tak berselang lama akhirnya dia mendapat posisi di Asosiasi Kedokteran. Lalu ... lambat laun aku merasa ada yang aneh pada tubuhku."
"Hal ini hanya aku ceritakan padamu, Kak. Lalu hari ini Kakak juga membawaku ke rumah sakit untuk mengecek kondisiku, tapi siapa sangka aku malah hamil. Kita tadi juga sudah menemui kak Ricky, dia bilang tidak mau bertanggung jawab karena dia tidak merasa pernah menyentuhku. Kak Ricky bahkan bilang waktu itu dia pulang dari pesta koktail sendirian. Lalu sebenarnya ... siapa pria yang telah memperkosaku?!"
Air mata Natasha kembali jatuh, emosinya semakin meluap sampai-sampai dia memukuli perutnya sendiri. "Aku tidak mau anak ini! Ayo gugurkan saja seperti yang dibilang ayah!"
Dengan cepat Chelsea langsung menahan kedua tangan Natasha. "Jangan! Jangan lakukan itu! Bayi ini tidak bersalah, dia tetaplah anakmu!"
"Aku tidak mau mengakuinya! Pria yang memperkosaku pasti seorang penjahat! Aku tidak mau mengandung benih dari orang sepertinya!"
"Tasha! Kakak mohon kendalikan dirimu! Apakah kau juga ingin menjadi jahat dengan membunuh calon bayi tak berdosa?!"
Tubuh Natasha gemetar, dia pun menundukkan kepala. Lalu dengan suara lirih berkata, "Lalu bagaimana dengan masa depanku? Aku masih kuliah, aku masih ingin bebas dan menikmati masa mudaku. Aku tidak sanggup jika harus menjadi orang tua tunggal ...."
Sejenak Chelsea termenung. Lalu tiba-tiba menyeka air mata di pipi Natasha dan menatapnya lekat-lekat. "Tasha, apa pun yang terjadi Kakak mohon lahirkan bayi ini! Setelah bayi ini lahir, Kakak sendiri yang akan merawatnya!"
"T-tapi bagaimana jika ayah marah?"
"Kau tak perlu memikirkan soal itu. Kakak yang akan mengurus segalanya, ayah tak mungkin bertindak lebih jauh karena anaknya tinggal kita berdua. Jangan lupa untuk mengunci kamarmu dan kunci cadangannya akan Kakak bawa! Seharian ini kau sudah lelah, jadi beristirahatlah!"
"Baiklah ..." jawab Natasha dengan nada pasrah.
Chelsea pun keluar dari kamar adiknya. Dirinya menghela napas kasar karena sangat tertekan dengan semua hal yang bergilir menimpa dirinya. Seharian dia sudah lelah dengan pekerjaan menjadi direktur utama. Dia memikul tanggung jawab begitu besar dan menjalankan bisnis dengan baik.
Namun, meskipun begitu Tommy tak pernah mengakui kemampuannya dan selalu membanding-bandingkan dirinya dengan mendiang kakaknya William. Semenjak kematian William yang dibunuh secara misterius 4 tahun lalu, kasih sayang ayahnya seakan-akan ikut tiada. Alasannya sederhana, yaitu karena Chelsea perempuan. Tommy berpikir jika penerus utama tidak cocok jika perempuan.
Kini masalah Chelsea bertambah satu lagi, adik kesayangan yang selalu ada untuknya telah dihamili oleh pria yang entah siapa. Sekarang dialah nona besar keluarga Adinata, sudah menjadi tanggung jawabnya untuk menjaga reputasi keluarga.
"Astaga ..." keluh Chelsea sambil mengernyit, dia mencoba mengingat-ingat soal pesta koktail yang sebelumnya dijelaskan oleh Natasha.
Pesta koktail ... Aku ingat! Pesta itu diadakan di Hotel Royal! Dan sepertinya itu sekitar sebulan lebih yang lalu.
Chelsea buru-buru merogoh saku untuk mengambil ponsel, kemudian dia segera menelepon seseorang. "Buatkan aku janji temu dengan manajer Hotel Royal! Secepatnya!"
"Baik, Bu Direktur ..." jawab seseorang di telepon.
***
Hari berganti. Seperti yang telah Chelsea duga, Natasha tak berani untuk keluar kamar karena takut dengan kemarahan ayahnya. Pagi ini dia secara khusus mengantarkan sarapan untuk adiknya itu.
Natasha yang biasanya selalu energik dan cantik, kini sudah berubah total. Dia tampak sama sekali tidak bersemangat. Chelsea lalu mengusap kepala adiknya itu sambil berkata, "Jangan terlalu cemas, ada kakak di sini. Ayo makan sarapanmu!"
"Kak Chelsea mau ke mana? Bagaimana jika nanti ayah mendobrak pintuku saat Kakak tidak ada?"
"Kakak harus bekerja, Tasha. Jangan khawatir, pelayan kepercayaan Kakak sudah diatur untuk berjaga di luar. Kakak akan segera kembali jika terjadi sesuatu padamu. Percaya pada Kakak, oke?" bujuk Chelsea dengan senyuman.
Natasha hanya mengangguk. Meskipun sebenarnya tidak rela, dirinya tetap tidak bisa menahan kakaknya untuk pergi.
Seperti yang Chelsea inginkan, hari ini sekretarisnya telah mengatur jadwal pertemuan dengan manajer dari Hotel Royal. Saat tiba di hotel, Chelsea meminta kepada semua orang untuk pergi dan bicara dengan manajer secara pribadi.
"Ada urusan penting seperti apa hingga Nona Chelsea harus menemui saya?" tanya manajer itu sambil berkeringat dingin. Dia tahu betul tengah berhadapan dengan siapa, seorang direktur utama dari perusahaan yang paling berpengaruh di dunia hiburan.
"Aku akan langsung saja, tolong bawa aku ke ruang kontrol! Ada beberapa hal yang harus aku periksa sendiri!" pinta Chelsea dengan tatapan tajam.
"B-baiklah, silakan Nona ikuti saya ...."
Sang manajer hotel tersebut lalu mengajak Chelsea untuk pergi ke ruang kontrol. Di sana, dia diperlihatkan semua layar monitor yang terhubung dengan kamera CCTV yang terpasang di setiap sudut hotel.
"Tolong putar rekaman pesta koktail tanggal 18 bulan lalu!" pinta Chelsea.
"Baik Nona." Staff pengawas itu langsung melaksanakan apa yang Chelsea minta, tetapi dia mulai bertingkah gugup karena ada sesuatu yang salah.
"Maafkan saya Nona, sepertinya tidak bisa ..." ucapnya dengan wajah tertunduk.
"Apa?! Maksudmu rekaman itu tidak bisa diputar?"
"Benar, karena penumpukan data jadinya rekaman di hard disk telah hilang."
"Lalu bagaimana dengan back-up file?" tanya Chelsea lagi.
"Saya minta maaf Nona, back-up file rekaman juga tidak ada."
Ekspresi wajah Chelsea berubah masam, kini satu-satunya cara paling jelas untuk menemukan pelaku yang telah memperkosa adiknya telah gagal. Tiba-tiba dia beralih menatap tajam ke arah manajer hotel.
"Apa kau tahu soal kamar nomor 101?"
"Saya tahu, kamar itu adalah salah satu kamar VIP di hotel kami," jawab sang manajer.
"Kalau begitu beritahu aku siapa saja yang pernah reservasi di kamar itu!" pintanya dengan nada memaksa.
"Ah, ini ..." Manajer itu tiba-tiba gugup, bahkan memalingkan wajahnya dari Chelsea. "Maafkan saya Nona, privasi pelanggan adalah prioritas kami."
"Katakan saja! Aku akan membayarmu!"
Manajer itu membungkukkan badan. "Saya benar-benar minta maaf, tolong jangan mendesak saya lagi!"
"..." Chelsea membisu, dia tahu jika terus memaksakan keinginannya maka di masa depan nanti dia akan kehilangan relasi dengan hotel tersebut. Akhirnya dia memilih untuk pergi dari sana tanpa berkata apa-apa.
Saat dia tiba di lobby, dia terpikirkan cara lain dan menghampiri meja resepsionis. Setelah dia memastikan jika tak ada yang mengawasinya, dia pun berkata ke resepsionis tersebut, "Aku ingin beberapa informasi, dan tentu saja ini tidak gratis."
"Informasi?" Resepsionis itu tertegun untuk sejenak, dia berpikir sambil memperhatikan penampilan Chelsea dari atas sampai bawah. Saat menyimpulkan jika Chelsea terlihat modis dia pun memasang senyum ramah. "Silakan Nona tanyakan apa saja kepada saya!"
"Apa kau tahu soal kamar Nomor 101?"
"Oh, soal itu sudah pasti. Kamar itu adalah kamar VIP khusus. Selama saya di bekerja di sini, kamar itu selalu dipesan oleh Tuan Muda!"
"Tuan Muda mana yang kau maksud?!" tanya Chelsea dengan tidak sabar.
"Tuan Muda Daniel Kartawijaya! Tetapi ... untuk waktunya tidak pasti, beliau selalu memesan tepat sehari sebelumnya."
Tubuh Chelsea sedikit gemetar saat mendengar jawaban dari resepsionis itu. Lalu dia menyodorkan sebuah benda kepada resepsionis itu. "Ini kartu namaku, hubungi aku nanti dan bayaranmu akan aku transfer!"
"Terima kasih Nona!" ucap resepsionis itu penuh antusias.
Chelsea tak berkata sepatah kata pun lagi dan langsung keluar dari Hotel dengan langkah terburu-buru.
"Awas kau ...!"
Pantas saja manajer hotel enggan memberitahu, ternyata ini berhubungan dengan Tuan Muda keluarga Kartawijaya! Tapi tidak masalah, aku tak akan melepaskan siapa pun yang sudah menyakiti adikku!
"Apa siang nanti ada meeting?" tanya Chelsea pada sekretarisnya yang kini sedang menyetir mobil.
"Tidak ada Bu Direktur, tetapi menurut agenda ... siang nanti ada kunjungan ke lapangan," jawabnya sambil terus fokus melihat jalanan.
"Undur saja waktu kunjunganku, aku ingin mengurus masalah pribadi. Hari ini kau juga bebas bekerja setengah hari."
"Baik, Bu Direktur."
Siang harinya ketika istirahat makan siang tiba. Kali ini Chelsea seorang diri pergi mengunjungi sebuah tempat, yaitu sebuah kafe yang letaknya cukup jauh dari kantor pusat One INC Entertainment. Di kafe itu dia tampak sedang menunggu kehadiran seseorang.
"Kapan Alina akan tiba?" gumamnya sambil melihat ke arah arloji yang terpasang di tangan kirinya.
Sepengetahuanku Daniel Kartawijaya itu ditugaskan sebagai direktur di kantor cabang HW Group. Sedangkan kakaknya yang menjabat sebagai CEO di kantor pusat. Ya mau bagaimana lagi, Daniel cuma Tuan Muda kedua. Tapi tetap saja statusnya Tuan Muda yang tidak bisa dianggap remeh.
Untunglah aku punya teman yang bekerja sebagai sekretarisnya Daniel. Semoga saja Alina tetap bersikap seperti dulu meskipun sekarang jarang bertemu denganku.
Tiba-tiba saja seorang gadis datang dan berteriak, "Ini benar-benar Chelsea?!"
"Eh?!" Chelsea langsung menengok ke arah samping, menatap gadis itu dengan tatapan pangling. "Alina ...?"
"Iya, ini aku Alina. Keterlaluan, masa kau sudah melupakan aku?" tanya Alina dengan wajah cemberut.
"Maaf, soalnya terakhir kali kita bertemu ... rambutmu berwarna pirang, dan sekarang hitam. Oh ya, kau duduklah dulu baru kita bicara," ucap Chelsea dengan senyum canggung.
Alina pun segera duduk. Setelah keduanya sama-sama menikmati kopi pesanan masing-masing, di tengah-tengah itu Alina mendadak berkata, "Rasanya seperti tidak nyata."
"Hm? Barusan kau bilang apa?"
"Aku bilang rasanya seperti tidak nyata, bukan soal rasa kopi yang aku minum, tapi soal bertemu denganmu! Kau itu sekarang jadi direktur dari perusahaan besar, sudah pasti kau sangat sibuk. Rasanya seperti tidak nyata kau bisa meluangkan waktu untuk bertemu denganku di hari kerja."
"Haha, sebelumnya aku mau minta maaf karena mengajakmu bertemu tiba-tiba. Kau sendiri pasti juga sibuk."
Alina menghela napas lalu tersenyum. "Tidak apa-apa. Lagi pula kita kan teman. Aku juga selalu ingin menghubungimu, tapi tidak jadi karena aku takut akan mengganggu waktumu. Sudah lama ya Chelsea, kita tidak sesantai seperti ini."
"Iya, kau benar ..." Chelsea tersenyum tipis.
Sudah sangat lama rasanya Chelsea tidak sesantai ini, bahkan sudah lama dia juga tidak bertemu dengan teman-temannya. Hal ini bermula 4 tahun lalu semenjak kematian William, kehidupan pertemanan Chelsea juga ikut berubah.
Chelsea teringat dengan tujuannya bertemu Alina. Dia mengambil napas panjang dan berkata, "Al, jujur saja ... aku ingin bertemu denganmu karena menginginkan bantuan darimu."
"Eh? Memangnya bantuan seperti apa yang bisa aku berikan?" Alina terheran-heran.
"Apa kau tidak marah? Emm ... maksudku, aku ingin bertemu semata-mata demi meminta bantuanmu."
"Untuk apa marah? Lagi pula aku senang jika kau memerlukan bantuanku. Aku tidak akan melupakan semua bantuanmu, Chelsea. Dulu kau membantuku saat keluargaku terkena masalah. Jika kali ini aku bisa membantumu, setidaknya walaupun sedikit aku bisa membayar hutang budi. Katakan saja apa yang kau mau, aku akan berusaha memenuhinya!"
"Sekarang kau jadi sekretarisnya Daniel, kan?" tanya Chelsea bermaksud memastikan.
"Iya, pekerjaanku jadi sekretaris manusia gunung es itu! Dia selalu berwajah jutek, kadang bersikap aneh dan bahkan tidak punya selera humor!"
"Ohh ... begitu ya."
Alina tidak bilang jika dia brengsek, mungkin dia belum tahu jika Daniel suka main perempuan. Atau mungkin saja dugaanku soal Daniel yang salah.
"Kenapa tanya soal bosku? Apa permintaanmu berhubungan dengan dia?"
"Iya, dan yang aku inginkan ... sampel rambut darinya!"
"Sampel?!" Sejenak Alina termenung, tidak dapat dipungkiri bahwa dia merasa aneh dengan permintaan temannya itu. Setelah berpikir beberapa saat, dia pun berkata, "Baiklah!"
"Kau setuju?" tanya Chelsea seakan tidak percaya.
"Iya. Lagi pula itu mudah, mengingat aku sering menghabiskan waktu bersamanya. Kau tenang saja Chelsea, aku tahu batasanku. Bosku adalah Tuan Muda dari keluarga Kartawijaya, sedangkan kau Nona dari keluarga Adinata. Urusan di antara konglomerat seperti kalian, aku tidak mau tahu dan ikut campur. Tapi akan aku lakukan jika itu bisa membantumu!"
Chelsea tersenyum lembut. "Terima kasih banyak, Alina."
"Iya-iya ... lalu kopi ini kau yang traktir, kan?"
"Haha, kau mau 5 tong kopi juga akan aku traktir."
"Hmph, perutku mana muat."
Chelsea pun menghabiskan waktunya untuk berbincang dengan Alina. Dia sangat menyukai saat-saat sederhana seperti ini. Baginya yang sekarang, meluangkan waktu untuk berkumpul dan berteman seperti ini sangat susah dilakukan. Apalagi dia akan dimarahi jika ketahuan oleh ayahnya. Ayahnya selalu bilang padanya jika waktu adalah uang.
Perasaan Chelsea saat ini sudah lebih tenang, setidaknya untuk sekarang dia mempunyai pemikiran soal jalan keluar atas musibah yang dialami adiknya. Hari ini pun dia pulang lebih awal untuk memastikan keadaan Natasha.
Berbekal kunci cadangan yang dibawa, Chelsea langsung memasuki kamar Natasha begitu saja. Dia bernapas lega saat melihat jika adiknya itu sedang tertidur pulas. Tetapi raut wajahnya langsung berubah begitu dia mendekat. Sebab dia melihat bantal yang dipakai oleh Natasha basah.
"Kakak mohon bertahanlah Tasha," ucapnya dengan pelan seraya mengelus kepala Natasha.
Ini memang berat untukmu, tidak apa-apa jika kau menangis. Kakak janji akan membuatmu mendapat apa yang pantas sebanyak air mata yang telah kau tumpahkan! Kakak sudah tahu kemungkinan besar siapa ayah dari janin di perutmu, tapi Kakak minta maaf tidak bisa mengatakannya sekarang.
Kakak tidak mau menyakitimu dengan memberi harapan yang belum pasti. Maafkan sikap egoisku kali ini. Setelah nanti mendapat sampel dari Alina, maka akan aku pastikan sendiri saat bayimu lahir. Kakak mohon bertahanlah sampai saat itu tiba.
Chelsea sangat menyayangi adiknya. Dia memutar otak untuk mencari cara agar Natasha baik-baik saja selama kehamilannya. Mulai dari hal tersulit seperti membujuk ayahnya. Hingga mengatur dokter khusus untuk mengecek kondisi kesehatan Natasha secara berkala.
Tommy Adinata menyetujui semua permintaan Chelsea dengan satu syarat, yaitu tidak memperbolehkan berita tentang kehamilan Natasha sampai tersebar keluar. Bahkan dia juga mengabari pihak universitas jika Natasha berhenti kuliah.
Keluarga Adinata mati-matian menyembunyikan hal ini dari publik. Keadaan Natasha pun juga sering tidak stabil karena terus terisolasi di rumah. Hal terpenting yang mampu membuat Natasha bertahan hanyalah kehadiran sosok kakak yang sangat peduli padanya.
Tanpa terasa 5 bulan sudah berlalu. Hari ini Tommy memanggil Chelsea ke ruang baca pribadinya. Ekspresinya pun tampak begitu serius.
"Ada perlu apa Ayah memanggilku?" tanya Chelsea.
Tommy menyodorkan sebuah berkas pada putrinya itu. "Ambil alih tugas ini! Project kali ini sangat penting, kita akan menjalin kerja sama dengan HW Group."
"Baik Ayah," jawab Chelsea sedikit bersemangat.
Kesempatan! Mungkin saja dengan ini aku bisa bertemu langsung dengan Daniel Kartawijaya! Jadi nanti aku akan bisa menilai dia orang yang seperti apa. Terlebih lagi aku juga punya kesempatan untuk bertemu dengan Alina.
"Apa kau tidak merasa canggung?" tanya Tommy dengan tatapan aneh.
"Hm? Canggung kenapa?"
"Dulu kau sempat akan diperistri oleh Tuan Muda pertama keluarga Kartawijaya. Tentu saja aku setuju, tapi si tua Muchtar itu tidak mau menjadikanmu menantu. Dan sepertinya Tuan Muda itu juga tidak serius, apa kau tidak masalah jika menjalin kerja sama dengannya?"
Chelsea tersenyum tipis, juga menatap ayahnya dengan tatapan sayu. "Ayah selalu bilang padaku agar tidak mencampurkan perasaan di dalam bisnis. Tidak masalah siapa pun yang akan aku temui nanti, entah Tuan Muda pertama atau kedua bagiku sama saja. Asalkan menguntungkan bagi perusahaan kenapa tidak?"
"Lagi pula ... aku tidak begitu peduli dengan pernikahan, Tuan Muda Kartawijaya pasti juga berpikiran yang sama denganku. Pernikahan tidak lebih dari sekedar bisnis. Jika aku tidak berjodoh dengannya, anggap saja aku gagal menjalin bisnis dengannya."
Tommy tersenyum puas. "Bagus, tidak sia-sia ayah mendidikmu. Andai saja kakakmu masih hidup, mungkin bisnis kita sudah lebih besar daripada keluarga Kartawijaya!"
"Terima kasih atas pujian Ayah ..." ucap Chelsea dengan senyum terpaksa. Lagi dan lagi, untuk ke sekian kalinya Chelsea tak pernah mendapatkan pengakuan yang tulus. Setiap kali ayahnya selalu berandai dan membanding-bandingkan Chelsea dengan mendiang William.
"Jika tidak ada hal lain, aku pergi."
"Baiklah, kau bisa pergi."
***
Di hari yang telah ditentukan, pertemuan bisnis antara Chelsea dengan perusahaan properti HW Group. Pertemuan itu dilangsungkan di dalam meeting room di sebuah hotel. Chelsea datang lebih awal, dia menanti-nanti siapa yang akan mewakili HW Group untuk bertemu dengan dirinya.
Tak lama kemudian datanglah seorang pria tinggi dan tampan, dialah Tuan Muda pertama keluarga Kartawijaya, Keyran Kartawijaya. Saat menyadari hal itu, Chelsea sedikit merasa kecewa karena sebenarnya dia mengharapkan Daniel yang datang.
Kedua orang itu pun memulai perbincangan bisnis mereka dan juga membahas tentang apa saja kesepakatan kerja sama. Waktu untuk menyepakati project tersebut lebih cepat dibanding dugaan, tentu saja karena kedua orang itu sama-sama kompeten sehingga efisiensi mereka sudah tidak diragukan lagi.
Di akhir perbincangan bisnis itu, tiba-tiba saja Chelsea berbicara di luar topik. "Saya masih tidak menyangka jika CEO HW Group sendiri yang akan bertemu dengan saya."
"Perusahaan One INC Entertainment tidak bisa dianggap remeh, sudah sepantasnya aku sendiri yang menangani ini. Aku tidak mungkin membiarkan orang lain mengacaukan kerja sama yang cukup menguntungkan ini," jawab Keyran dengan wajah datar.
Chelsea hanya tersenyum, dia paham betul jika orang yang bicara di depannya saat ini sedang menyindir seseorang yang tidak lain adalah Daniel. Chelsea juga tahu jika hubungan antara Keyran dengan Daniel tidak termasuk baik, hal tersebut sudah menjadi rahasia umum di kalangan bisnis. Semua orang tahu jika kedua Tuan Muda yang berpengaruh tersebut hanyalah saudara tiri.
"Haha, Anda benar. Peluncuran produk baru HW Group akan mampu menaikkan popularitas artis yang berada di bawah naungan perusahaan kami. Sejujurnya, saya merasa sedikit heran karena bintang iklan yang sudah menjalin kontrak dengan HW Group juga artis papan atas. Kerja sama dengan kami ini apakah demi menampilkan wajah baru?"
"Benar," jawab Keyran singkat.
"Apakah Anda tidak takut jika muncul respons kurang bagus karena mengganti bintang papan atas seperti Anastasia Amanda?"
"Haiss ... sebenarnya ini karena masalah pribadi. Wanita itu seperti lalat yang selalu datang ke kantorku tanpa alasan yang jelas. Aku merasa terganggu dan berencana memutuskan kontrak sedikit demi sedikit dengannya sampai tuntas!"
"Oohh ..." Chelsea menatap canggung.
Tentu saja seperti lalat, dia begitu karena ingin memikatmu. Dulu saat Kak William masih hidup, aku juga sering melihat wanita yang berlomba-lomba dekat dengannya. Aroma uang membuat para lalat itu tidak tahan.
Karena perbincangan bisnis telah usai, Keyran mulai bertingkah lebih santai dan memeriksa ponselnya. Namun setelahnya dia berekspresi aneh dan langsung bangkit dari kursi. "Terima kasih atas kerjasamanya hari ini, aku harus pergi sekarang!"
"Eh? Anda tidak ingin sekalian makan siang di sini?" tanya Chelsea.
"Maaf, tidak bisa. Aku harus cepat pergi karena istriku rewel! Aku permisi!" Keyran segera membereskan barangnya dan berjalan keluar dari ruangan sambil menggerutu, "Nisa ... tidak bisakah kau membiarkan hidupku tenang walau sebentar saja."
Chelsea yang melihat tingkah tidak biasa Keyran hanya melongo. Dia tidak habis pikir jika Tuan Muda yang terkenal dingin bisa menunjuk sisi seperti itu.
"Hmm ... menarik," ucapnya sambil menyeringai.
Nisa, aku penasaran orang seperti apa dia yang mampu membuat pria es ini tunduk padanya. Ternyata pria seperti ini pun bisa luluh dan memanjakan istrinya.
Aku harap Daniel juga tidak jauh berbeda darinya. Setidaknya ... dengan begitu Natasha akan baik-baik saja ketika saatnya nanti tiba. Aku ingin membuat peluang untuk Natasha bahagia semakin besar.
Tanpa terasa waktu berlalu dengan cepat. Janin yang berada di perut Natasha semakin mendekati waktu kelahiran. Dan tanpa diduga waktu kelahiran janin tersebut maju 10 hari lebih awal dari hari perkiraan.
Natasha melahirkan bayinya dengan persalinan normal. Proses persalinan itu di lakukan di kediaman Adinata, tentu Tommy tidak memperbolehkan persalinan dilakukan di rumah sakit, karena bisa saja hal itu tersebar dan berpengaruh bagi reputasi.
Meskipun tetap berada di kediaman, tidak jadi masalah karena Chelsea sebelumnya sudah mempersiapkan semuanya. Mulai dari tim dokter persalinan yang bertugas, hingga berbagai macam peralatan yang dibutuhkan. Alhasil proses persalinan tersebut berjalan lancar, dan Natasha melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat.
Namun, berbeda dari seorang ibu yang baru saja melahirkan pada umumnya. Rasa trauma masih melekat pada diri Natasha, bahkan belum sekalipun dia menyentuh bayinya sendiri. Bayi mungil yang kini tertidur pulas di keranjang bayi itu terus mendapatkan tatapan kebencian dari ibunya.
"Aku membencimu! Gara-gara ada kau, hidupku jadi berantakan!"
Kini Natasha telah melahirkan, tetapi jangankan memberikan sebuah nama, memberikan ASI saja dia tidak sudi. Bahkan dia terus menerus mengutuk keberadaan bayi itu sejak di dalam kandungan, berharap jika lebih baik bayi tanpa dosa itu mati saja.
Kebenciannya semakin menumpuk saat melihat wajah bayi mungil itu, wajahnya sama sekali tidak mirip dengan dirinya. Sudah pasti Natasha berpikir jika bayi itu sepenuhnya mirip dengan seseorang yang telah memperkosanya.
Bayi laki-laki itu telah sepenuhnya diabaikan ibunya. Namun, untung saja Chelsea menepati kata-katanya. Sesuai dengan janjinya, Chelsea sendirilah yang mengurus sejak bayi itu lahir. Menggendongnya dengan penuh kasih dan dengan sabar memberikan susu formula.
Di hari kedua setelah bayi lahir, Chelsea diam-diam mengambil sampel darah dari bayi itu. Dia bermaksud membawanya ke laboratorium untuk mencocokkan DNA dari sampel rambut Daniel yang telah Alina bawakan sebelumnya.
Hasil tes DNA baru akan keluar esok harinya. Demi mengambil hasil tes ke rumah sakit, mau tidak mau Chelsea terpaksa meninggalkan keponakannya tersayang di rumah.
"Oeekk ... oekk ..."
Siapa sangka bayi tersebut termasuk rewel. Natasha yang kini sedang berada di kamarnya merasa muak mendengar suara tangisan bayi yang tak kunjung berhenti itu.
"Ck, berisik!" gerutunya.
"Bagaimana para pelayan mengurusnya?!" Natasha mulai merasa frustrasi, seakan-akan dia akan gila jika terus mendengar suara tangisan bayi itu.
Akhirnya dia pun pergi ke kamar sebelah, bahkan membanting pintu dengan kasar. "Diam kau!" Natasha makin marah saat mengetahui tak ada seorang pun pelayan berada di kamar untuk menenangkan bayinya.
Dia kemudian mendekati keranjang bayi tersebut. Manatap putranya yang mungil dengan penuh kebencian. Bahkan dia merasa jijik, memikirkan jika harus mengurus putranya yang menangis sebab mengompol atau karena alasan lainnya.
"Kubilang diam!" Kesabaran Natasha sudah pada batasnya. Dia tidak bisa mengendalikan diri lagi dan bermaksud untuk membungkam mulut bayi itu dengan tangannya sendiri.
Namun, tepat sesaat sebelum itu. Tangisan bayi itu perlahan menjadi tenang ketika Natasha menyentuhnya. Kecil, lembut dan rapuh, itulah yang dirasakan Natasha begitu menyentuh pipi putranya.
"K-kau ...." Tubuh Natasha gemetar. Suara tangisan yang kian lemah itu membuatnya merasakan perasaan yang rumit. Tanpa sadar air matanya mengalir keluar begitu saja.
"Bagaimana bisa ...?" Tiba-tiba kakinya terasa lemas, dia pun berlutut dan tangannya mencengkeram erat keranjang bayi tersebut.
"Hiks ... maafkan aku, aku memang orang yang buruk ... Kau sama sekali tidak berdosa, akulah yang salah karena sempat ingin menggugurkanmu ...."
Natasha pun mencoba bangkit. Meraih putranya dari dalam keranjang lalu menggendongnya dengan perlahan. Dia duduk di sofa panjang dekat sana, juga berinisiatif memberikan ASI untuk pertama kalinya.
"Sshhh ..."
Sakit dan perih, memang begitulah rasanya memberikan ASI untuk pertama kali. Namun bukan hal itu yang membuat Natasha masih menangis. Melainkan dia terenyuh ketika memperhatikan tingkah si bayi.
Tubuhnya yang mungil menggeliat lucu, mulutnya yang kecil mengecap-ngecap mencari sumber makanannya. Dan ketika Natasha menyentuhnya lagi, bayi itu menggenggam erat jari telunjuknya.
Tak dapat dipungkiri jika Natasha telah luluh sekarang. Dia juga menyesal karena sempat berniat untuk menyingkirkan bayi yang begitu menggemaskan itu dari hidupnya.
"Minum yang banyak ya sayang ... Maafkan sikap mama selama ini. Sebelumnya mama ingin menyingkirkanmu, tapi sekarang mama menyayangimu ..." ucapnya dengan senyuman.
Tak berselang lama tiba-tiba datang seseorang, dia tidak lain adalah Chelsea.
"Tasha ...?!" Chelsea ternganga seakan tak percaya. Dia tahu betul jika Natasha membenci bayi itu, dan kini dia melihat dengan mata kepalanya sendiri jika Natasha sedang menyusui si bayi.
"Kak Chelsea sudah pulang?" tanya Natasha yang kemudian hanya dibalas dengan senyuman oleh Chelsea.
Chelsea lalu duduk tepat di sebelah Natasha. Dia merasa bahagia karena akhirnya adiknya mau mengakui darah dagingnya sendiri.
"Kak, aku sudah membuat keputusan. Aku ingin merawat bayi ini!" ucap Natasha dengan senyuman yang terus terukir di sudut bibirnya.
"Baiklah, aku akan selalu mendukungmu. Dan ... sepertinya akan ada seseorang lagi yang membantumu."
"Siapa?" Natasha kebingungan.
"Tentu saja ayah dari bayi ini."
"A-apa?! Maksud Kakak ... Kakak sudah tahu siapa pria yang memperkosaku?!" Tubuh Natasha kembali gemetar, dia sangat syok dengan perkataan kakaknya.
"Iya, dan kakak mohon tenangkan dirimu dulu. Kakak ingin minta maaf, sebenarnya kakak sudah menyelidiki hal ini sejak lama, hanya saja kakak tidak memberitahu karena saat itu kakak hanya bisa menduga-duga. Tapi sekarang kakak sudah memastikannya, jadi kakak bisa memberitahumu!"
Chelsea mengeluarkan selembar kertas laporan hasil tes DNA, lalu membentangkan kertas itu agar Natasha dapat membacanya. Setelah membaca dengan saksama, kedua mata Natasha seketika melotot tak percaya.
"Tadi kakak pergi ke rumah sakit untuk mengambil laporan hasil tes ini. Sampel yang cocok dengan bayimu berasal dari Daniel Kartawijaya."
"A-apa?! J-jadi Daniel ... Tuan Muda keluarga Kartawijaya itu yang memperkosaku?!"
Chelsea mengangguk. "Iya, dan kakak sudah punya cukup bukti untuk membuatnya bertanggung jawab atas perbuatannya!"
"Tapi ... mungkin saja dia bukan pria yang baik. Dia telah memperkosaku, bisa saja dia berbuat seperti itu ke perempuan lain juga. Aku tidak mau jika punya suami brengsek macam itu!"
Chelsea menghela napas. "Tasha, kakak mohon pikirkan sekali lagi. Kakak setuju jika kebahagiaanmu penting, tapi bagaimana dengan bayimu?"
"Bayiku ..." Natasha menunduk dan menatap sendu bayinya.
"Membesarkan anak seorang diri itu tidaklah mudah, Tasha. Jika dia sudah besar nanti, kau mau menjawab apa jika dia menanyakan soal ayahnya? Bahkan jika Daniel sungguh seorang playboy, tetapi itu saat dia belum menikah. Jika saja kau menikah dengannya, kau bisa membuatnya untuk mencintaimu dan hanya fokus padamu."
"Kau belum mencobanya, jadi tidak perlu mencemaskan yang tidak perlu. Bayimu juga berhak tumbuh dan mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah. Dan terlebih lagi ... ayah dari bayimu juga bukan pria sembarangan, mungkin saja dengan begini ayah akan kembali menyayangimu."
"Jika kau setuju untuk meminta tanggung jawab, kakak juga akan menemanimu pergi ke kediaman Kartawijaya. Kakak yakin jika keluarga Kartawijaya akan dengan senang hati menerimamu dan juga bayimu. Keluarga mereka belum mempunyai cucu satu pun. Jika keluarga kita sungguh menjalin hubungan pernikahan dengan keluarga Kartawijaya. Bahkan kau tak perlu mencemaskan masa depan bayimu yang sudah pasti terjamin."
"Kakak mohon pikirkanlah dengan sungguh-sungguh. Demi dirimu dan juga bayimu ...."
Natasha merasa bimbang mendengar setiap pertimbangan dari kakaknya. Sungguh berat harus mengambil keputusan penting, tentu saja yang paling dia khawatirkan adalah tentang bayinya.
"Jadi, bagaimana keputusanmu?" tanya Chelsea sekali lagi.
"A-aku ..."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!