NovelToon NovelToon

GAIRAH ISTRI SIMPANAN

AWAL- PENGKHIANATAN ISTRI & SAHABAT

"Ouhh.. Kamu emang selalu bisa bikin aku puas, yank," ucap seorang wanita kepada prianya.

Pergulatan panas yang membuat tubuh sepasang pria dan wanita itu di banjiri oleh keringat di pagi hari yang mendung.

Hampir satu jam lama nya, pasangan itu melakukan penyatuan dan menyalurkan hasrat mereka. Hingga pada Akhirnya, er*ngan panjang dari keduanya menjadi tanda berakhirnya pergulatan panas kedua orang itu.

"Sampai kapan kita harus bersembunyi-sembunyi terus seperti ini?" Si pria bertanya pada si wanita. "Aku tu capek, harus menutupi semua ini dari Aditia. Dia sahabatku sendiri, dia pasti kecewa banget setelah tahu hubungan kita."

"Kamu sabar dong, yank. Untuk sementara, kita kayak gini aja dulu. Karena buat pisah dari Mas Adi, aku juga belum siap," kata Si wanita yang ternyata sudah bersuami.

"Sudah selesai? Kalau sudah, saya izin ambil berkas yang ketinggalan." Seorang pria yang berdiri di ambang pintu kamar itu sedari tadi, membuang puntung rokok nya dan menginjak nya dengan sepatu pantofel yang ia kenakan. Dia lah Aditia, suami dari wanita yang sedang memadu kasih bersama pria lain di atas ranjangnya.

Mendengar suara itu, pria dan wanita yang berada di atas ranjang yang sama dengan tubuh kedua nya yang pada polos, menjadi gelagapan. Karina dan Bara, sepasang kekasih ilegal itu hanya bisa membeku setelah berhasil menutupi tubuh mereka menggunakan selimut tebal.

"A-a-adi.." Bara tergagap, ia adalah dewa pelindung untuk Aditia. Akan tetapi siapa sangka, bahwa semua itu hanyalah topeng yang di kenakan oleh Rahwana. Pencuri istri orang.

"Ma-ma-mas Adi.." Karina, istri dari Aditia. Tak kalah tergagap dan panik nya dengan Bara, selingkuhan nya.

Aditia melangkah masuk ke dalam kamar itu tanpa kata, perasaan cintanya pada Karina seakan mati setelah ia mengetahui perselingkuhan istri dan sahabatnya beberapa waktu yang lalu.

Pria itu begitu tidak menyangka, belum ada satu jam ia keluar dari rumah. Akan tetapi, saat ia kembali. Ia malah mendapati sesuatu yang begitu besar, sesuatu yang di sembunyikan istrinya selama ini. DUA TAHUN mereka menikah, dan selama itu pula istrinya sudah menjalin hubungan terlarang itu dengan sahabatnya sendiri. Sakit, tapi tidak berdarah, itu lah yang di rasakan oleh Aditia.

"Adi, maafin aku," hanya kata maaf yang dapat terucap dari bibir Bara.

"Anggap aja saya gak lihat, anggap saya buta, anggap saya tidak punya hati dan perasaan." Aditia meraih berkas yang ia letakan di atas nakas samping ranjang pengkhianatan itu.

"Mas Adi, tolong maafkan Arin," ucap Karina sembari mencekal pergelangan tangan suaminya.

Aditia tersenyum kecut kepada istrinya itu, istri yang ia dapat dari hasil perjodohan kedua orangtua mereka. Istri yang selama ini selalu ia bangga-banggakan dan selalu ia agungkan, dari tidak mengenal dan mencintai hingga ia mencintai istrinya itu begitu dalam. Akan tetapi sangat di sayangkan, ia hanya mencintai tapi tidak cukup mengenali!

"Kamu tahu gimana perasaan aku saat ini, aku sama seperti kertas yang terbakar," kata Aditia. "Kalian lihat kertas ini!" Aditia membuka map yang ada di tangan nya dan mengambil salah satu dari kertas itu, serta memperlihatkan nya kepada istri dan sahabatnya.

Aditia mengeluarkan pematik api dari kantong span dasar yang ia kenakan dan membakar lembaran kertas yang ia pegang. "Aku dan perasaan ini, sama persis seperti kertas yang terbakar ini. Menjadi abu dan habis tertiup angin!"

"Adi, aku mohon dengerin penjelasan aku dulu," kata Bara yang sudah berhasil memakai span nya dari balik selimut yang menutup tubuhnya. Sedangkan Karina, wanita itu hanya bisa menangis di tempatnya.

"Gak ada lagi yang perlu di jelaskan, aku pikir selama ini kita teman, kita saling memahami. Ternyata, kita gak lebih dari dua orang pria yang tidak pernah saling mengenal," ucap Aditia. "Aku begitu bodoh, aku bodoh karena selalu berbagi apapun yang aku miliki sama kamu. Hingga aku gak sadar, mataku buta, telingaku tuli, dan perasaan ini begitu tidak peka dengan sekelilingku. Tanpa di sadari, selama ini kita berbagi satu wanita yang gak ada harganya. Dua tahun lebih, aku menyimpan dan membangga-banggakan sebuah batu krikil jalanan!" tunjuk Aditia kepada Karina yang terus menangis sesegukan di atas ranjang itu.

Bara kembali terdiam, ia tidak dapat lagi berkata-kata. Untuk mengucapkan maaf yang ketiga kalinya, lidahnya menjadi begitu kelu dan kaku. Ia benar-benar sudah menjadi pria egois dan jahat.

Aditia membawa berkas-berkas nya yang sudah tidak utuh lagi keluar dari kamar itu. Ia pergi dengan perasaan luka, tujuannya saat ini bukanlah kembali ke kantor. Akan tetapi tempat yang bisa membuatnya menjadi lebih baik.

HOTEL

Sebelum pergi, Aditia menghubungi Asisten nya lebih dulu.

"[Dam, tolong batalkan rapat hari ini. Aku tidak kembali ke kantor, bahkan untuk beberapa hari ke depan,]" kata Aditia kepada Asistennya yang bernama Adam.

"[Ada apa, tuan? Apa tuan punya masalah?]" tanya Adam kepada Aditia. Mendengar suara Aditia, Adam begitu paham bahwa tuan nya itu sedang memiliki masalah.

"[Tidak ada, hanya saja aku sedang butuh liburan,]" kata Aditia kepada Adam. "[Kau tolong handle semua urusan dan masalah kantor. Aku mengandalkan dirimu!]" setelah berbicara demikian. Aditia pun memutuskan sambungan telpon itu.

"Dam it! Ini semua pasti berhubungan dengan pe lacur itu!" Geram Adam, Asisten Aditia itu sepertinya mengetahui banyak tentang Karina dan Bara. Sejujurnya, Adam adalah mantan anggota mafia dan ahli di bidang ITE. Maka, dengan sekali gerak saja, ia bisa mengetahui di mana keberadaan Aditia saat ini. Terlihat di layat ponsel pria itu, bahwa tuan nya sedang melajukan mobilnya menuju sebuah club yang buka siang malam di kota itu.

"Semua ini tidaklah baik," guman Adam. "Aditia bisa mati jika begini caranya!" maka, Adam pun segera membatalkan rapat petinggi perusahaan milik Aditia dan segera pergi meninggalkan perusahaan untuk menyusul Aditia.

Aditia yang sudah sampai di Club Butterfly, segera memasuki Club itu. Aditia pun segera memanggil Waiter dan memesan beberapa botor wine red.

Baru saja Aditia meneguk beberapa gelas minuman haram itu, Adam yang menyusulnya pun tiba di tempat.

"Tuan.. Jangan seperti ini," kata Adam. "Tuan tidak pernah minum. Dan minuman beralkohol ini bisa membahayakan kesehatan tuan!" cegah Adam.

"Jangan cegah aku, Dam," Aditia merebut botol minuman yang ada di tangan Adam. "Aku lelah, aku butuh hiburan." tambah Aditia.

"Ini bukan hiburan, tetapi mencari penyakit," kata Adam sembari menyingkirkan botol-botol minuman yang berjejer di atas meja itu.

"Berikan padaku ADAM!" geram Aditia.

"Tidak!" timbal Adam.

"Waiter!" panggil Aditia.

"Ya tuan, pelayan pria itu segera mendekati Aditia dan Adam.

"Ambil lagi beberapa botol minuman itu!" tunjuk Aditia pada botol wine red yang ada di hadapan Adam. Waiter itu memandang Adam, Adam pun menggeleng pelan pada waiter itu.

"Cepat!" perintah Aditia.

"Jangan!" cegah Adam. "Pergilah, biar aku yang mengurusnya!" perintah Adam kepada waiter itu.

"Ba-ba-baik, Tuan." Waiter itu ketakutan dan segera pergi meninggalkan meja Adam dan Aditia.

"Adam!" geram Aditia. "Kembalikan, atau aku akan membunuh mu!" ancam Aditia sembari bangkit dari duduk nya. Bahkan, pria itu menarik kerah kemeja yang di kenakan oleh asisten nya itu.

"Tuan, jika tuan memiliki masalah dengan Nona Karina. Izinkan saya yang menyelesaikannya, saya akan menghabisi wanita ja lang dan pria tak tahu diri itu untuk tuan!" tegas Adam dengan geram.

"Apa maksudmu, Adam? Kau mengetahui hubungan mereka?" Aditia menyelidik Adam dengan tatapannya.

"Apakah tuan lupa? Siapa saya dan apa pekerjaan saya sebelumnya?" Adam balik bertanya pada Aditia.

Aditia terdiam, pria yang masih sepenuhnya sadar itu hanya bisa menatap wajah Adam dengan intens. Setelah itu, ia kembali merebut botol minuman yang ada pada Adam.

"Aku begitu bodoh, aku bodoh! Kau lebih banyak tahu dari pada aku, Dam," ucap Aditia. Sepertinya pria itu benar-benar merasa frustasi karena selalu di bohongi.

Melihat keputus asaan tuan nya itu, Adam pun membiarkan Aditia mengonsumsi miras yang ada di hadapannya.

Hampir dua jam lamanya Adam menemani Aditia di Club Butterfly itu.

"Bang sat! Aku akan membalas mereka, aku akan tunjukan bahwa aku bisa lebih baik dan bahagia dari mereka!" racau Aditia sembari menunjuk-nujuk wajah Adam. "Pantas saja dia sudah tidak suci saat menikah denganku, rupanya dia adalah wanita murahan. Wanita Ja lang!"

"Tuan Adi, lebih baik kita pulang saja," kata Adam. "Tuan sudah semakin tidak terkendali."

"Aku tidak sudi pulang ke rumah itu, antar saja aku ke tempat lain! Ke neraka pun aku mau, asal tidak melihat wajah mereka!" Tubuh Aditia terhuyung dan hampir saja terjatuh. Jika tidak di tahan oleh Adam, sudah di pastikan pria itu akan berakhir di sudutan meja kaca yang ada di hadapannya.

"Saya tidak akan mengatarkan tuan ke rumah itu," kata Adam. "Kita pergi saja dulu ke hotel permata. Besok saya akan mengatarkan anda ke villa yang ada di puncak. Jadi, tuan bisa menenangkan diri disana!" terang Adam. Pria itu berbicara kepada orang yang sudah mabuk dan tidak sadar lagi dengan dunianya.

.

.

.

'Bruk..!' Adam menghempaskan tubuh Aditia ke atas ranjang hotel.

"Aku akan membalas semua pengkhianatan ini! Karina dan Bara akan berakhir menyedihkan!" Aditia terus meracau.

"Jangan kemana-mana. Saya akan keluar dan kirimkan orang untuk mengurus tuan," kata Adam sembari keluar dan menutup pintu kamar itu.

Adam segera memanggil dua orang pelayan hotel. "Kalian.. Kemari!"

Dua orang wanita pelayan hotel itu mendekat pada Adam. "Iya tuan?"

"Tolong, salah satu dari kalian," Adam memotong perkataannya sembari menujuk dua orang wanita itu. "Antarkan makanan ke kamar 103." pinta Adam.

"Baik, tuan." timbal kedua pelayan itu.

"Nanti kalau dia sudah bangun dan saya belum kembali. Sampaikan sama dia, kalau saya akan kembali nanti malam." Kedua pelayan itu mengangguk, Adam pun segera pergi dari hotel itu. Hotel permata yang memang bernaung di bawah kekuasaan Keluarga Aditia.

"Kamu ya yang antar makanan dan urus kamar hotel itu, kerjaan ku belum selesai," kata salah dari wanita itu.

"Iya," balas wanita yang satunya lagi.

Maka, wanita itu pun segera menyiapkan makanan dan juga keperluan Aditia yang menempati kamar hotel dengan nomer 103 itu. Tanpa di sangka, kemalangan sedang menantinya di depan sana.

Tok.. Tok.. Tok..

Wanita itu mengetuk pintu kamar hotel yang di tempat oleh Aditia. Di tangan kanan wanita itu membawa nampan yang berisi makanan.

Ia terus mengetuk, akan tetapi tidak ada sahutan dari dalam. Hingga akhirnya, wanita itu pun memberanikan diri untuk membuka pintu kamar itu dan masuk ke dalam nya.

"Tuan, ini makanan yang di perintahkan oleh teman anda untuk di antar kemari," kata wanita itu.

"Dam it! Kau masih berani datang kemari setelah apa yang kau lakukan padaku! Dasar wanita sinting!" Aditia terus meracau sembari bangkit dari atas ranjang itu dan mendekati pelayan hotel.

Wanita itu menutup mulut dan hidungnya setelah mencium aroma dari tubuh Aditia.

"Aku akan memberimu pelajaran yang tidak akan pernah kau lupakan!" Karena pengaruh dari Alkohol yang ia konsumsi, membuat Aditia mabuk dan tidak dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Ia menarik tubuh wanita yang ia kira adalah Karina dengan kasar.

"Tuan, apa yang tuan lakukan?" teriak wanita itu sembari menahan rambutnya yang di jambak oleh Aditia. "Sakit.." pekik wanita itu.

"Sakit? Hahahaa.. Rasa sakit ini tidak ada apa-apa di bandingkan dengan rasa sakit hatiku yang telah kau lukai." Aditia tertawa sumbang. Ia terus menarik dan mencengkram rambut pelayan hotel itu. "Aku akan tunjukan bahwa aku lebih baik dan lebih sempurna dari Bara, aku dapat memuaskan mu lebih darinya!" Aditia menarik tubuh wanita itu dan mencium wajahnya dengan paksa.

"Jangan.. Tolong lepasin!" pekik wanita itu. "Tolong.. Tolong.." wanita itu menjadi begitu panik. Ia terus berteriak meminta tolong, akan tetapi ruangan hotel itu kedap suara. Sekuat apapun ia berteriak, tidak akan ada yang mendengarnya. Kecuali, orang itu masuk ke dalam kamar itu.

"Ku mohon, jangan!" teriaknya.

KESUCIAN YANG TERNODA

"Ku mohon, jangan!" teriak wanita itu. Aditia terus mencium paksa wajah wanita itu, dan menghempaskan wanita itu ke atas ranjang kamar hotel dengan kasar.

Aditia memegangi kepalanya yang terasa pusing sembari berjalan ke arah pintu, pria gila itu mengunci pintu kamar dan membuang kuncinya ke sembarang arah.

Melihat Aditia berjalan ke arah ranjang dan mendekatinya, pelayan hotel itu semakin ketakutan. Ia segera melompat turun dari ranjang itu dan menabrak nakas yang ada di samping ranjang. Hingga membuat nampan yang ada di atas nakas itu terjatuh, sudah di pastikan makanan yang ada di dalam nampan itu berhamburan, bahkan piring dan gelas yang ada ikut pecah dan hancur berkeping-keping.

Melihat wanita yang ia kira adalah Karina itu hendak kabur, Aditia pun menangkapnya dan kembali menariknya. "Auchh.." pekik pelayan hotel itu setelah kaki nya menginjak pecahan piring yang ada di lantai.

"Mau lari kemana kamu, ja lang?" geram Aditia. Pria itu terus memaksa dan melecehkan pelayan hotel.

"Farida mohon, jangan lakukan ini," pinta pelayan hotel yang menyebut dirinya sendiri dengan sebutan Farida.

"Aku akan tunjukan, bahwa aku lebih berguna dan perkasa dari pada Bara!" Aditia yang mengungkung tubuh Farida, terus meracau sembari menciumi wajah wanita itu dengan paksa.

"Aku mohon, tolong sadarlah, tuan," pinta Farida di tengah-tengah isak tangisnya.

Darah segar yang menetes di telapak kaki nya, seperti tak ia rasakan. Ketakutan Farida akan kehilangan mahkota yang ia jaga selama ini, mampu menghilangkan rasa sakit pada luka yang ada di tubuhnya.

"Aku mohon, lepaskan!" pekik Farida.

Mendengar teriakan serta ketakutan Farida, Aditia justru tertawa bahagia. "Hahahaa.. Kenapa kau takut pada suami mu sendiri? Sedangkan dengan Bara, kau mampu melakukannya berjam-jam."

Farida yang berada di bawah kungkungan Aditia terus memberontak. Di saat Aditia membuka paksa seluruh kain yang melekat pada tubuhnya, Farida hanya bisa menangis sedih. Saat ini, hanya keputusasaan yang Farida rasakan.

Kekuatan wanita itu tidak cukup besar dan kuat untuk melawan pria yang bertubuh kekar dan ideal seperti Aditia. Melihat Aditia yang bergeser dari tubuhnya dan melepaskan pakaiannya sendiri, Farida pun segera turun dari ranjang itu dan mencari kunci yang di lempar oleh Aditia.

"Ya Tuhan, aku mohon," ucap Farida dengan panik. "Jangan biarkan aku menjadi sasaran singa lapar ini."

Melihat Farida yang sudah berdiri di depan pintu dengan tubuh nya yang sudah polos, Aditia geleng-geleng kepala dan tersenyum smirk pada wanita itu.

Aditia turun perlahan dan mendekati Farida yang berdiri di depan pintu kamar itu dengan tubuh gemetar. "Ayolah Karina.. Aku suamimu, jika pria lain saja bisa menjamah tubuhmu, kenapa aku enggak?" Aditia menawar pada Farida.

'Plak..!' Farida menampar wajah Aditia dengan sisa tenaganya. "Aku bukan KARINA!" pekik Farida dengan suara serak nya, pipi dan bibir wanita itu membiru dan lebam. Begitu pula dengan lehernya yang juga membiru akibat cengkraman dan juga bekas jejak liar yang di tinggalkan oleh Aditia.

"Si*lan! Dasar wanita ja lang!" Maki Aditia sembari menyentuh pipi nya. "Kau membuatku semakin muak!" Aditia mendorong tubuh Farida hingga terjatuh di lantai kamar itu.

"Jangan, aku mohon.." pinta Farida pada Aditia yang hendak menggahinya dengan paksa di lantai kamar hotel itu.

"Akkhhh!" pekik Farida. "Tolong.."

"Rasanya lebih nikmat seperti ini, dari pada meminta baik-baik padamu seperti biasanya," ucap Aditia. Ia mencoba memasukan paksa milik nya tanpa melakukan pemanasan terlebih dahulu.

"Ahhh.. Karina, kenapa sulit sekali?" Aditia terus menganggap bahwa gadis suci yang ia lecehkan itu adalah Karina, istrinya yang di awal menikah memang sudah tidak suci lagi.

"Akhh.. Sakit," lirih Farida.

"Cup.. Jangan menangis, mas main nya bakal pelan-pelan kok," ucap Aditia dengan nada manja. Setelah itu, ia kembali tertawa sumbang. "Hahaha! Bukankah tadi pagi, kau bergerak begitu liar di atas tubuh Bara?"

Karena merasakan tidak nyaman di lantai itu, Aditia pun mengakat tubuh Farida dan kembali menghempaskan nya di atas ranjang. Melihat banyak nya darah yang menetes di lantai kamar itu, Aditia seakan tidak perduli.

"Eummm.." Farida hanya melenguh saat Aditia membungkam bibirnya dengan ciuman kasar. Bagi gadis itu, sudah tidak ada lagi harapan untuk selamat dan kabur dari hotel itu. Menangis pun sudah tidak ada gunanya, mungkin semua ini memang sudah bagian dari takdir hidupnya.

"Aku bersumpah, akan membuat hidup wanita yang bernama Karina itu akan lebih menderita dan tersiksa dari apa yang aku rasakan saat ini!" pekik Farida yang berada di dalam kungkungan Aditia.

"Karina, kenapa susah sekali?" Aditia mengajak Farida berbicara.

Farida hanya diam, rasa sakit di sekujur tubuh nya sudah tidak lagi ia rasakan. Ia membiarkan Aditia yang mencoba menerobos milik nya berulang kali.

Hingga pada akhirnya, Farida pun menjerit tertahan. "Akkkkhhh.. BUNDA!" pekik wanita itu.

Hilang sudah satu-satunya barang berharga yang ia miliki, kesuciannya di rengut paksa oleh pria yang tidak di kenal nya. Menangis dan menyesal pun tidak ada gunanya.

Beberapa saat kemudian, Aditia pun mencapai puncaknya. Tubuh pria itu ambruk setelah berhasil melepaskan dan menumpahkan benihnya di dalam rahim Farida yang belum pernah tersiram sama sekali.

Farida pun menarik selimut untuk menutup tubuh polosnya dan meringkuk dengan cara memunggungi Aditia, pria yang sudah meru dal nya dengan paksa di tengah hari itu.

Aditia yang memang lelah dan juga dalam pengaruh alkohol itu langsung tertidur tanpa memikirkan apapun.

"Bunda, maafkan Farida. Farida gagal mempertahankan barang berharga milik Farida, Farida gak berdaya bunda. Farida lemah," lirih gadis malang itu. "Farida janji, setelah ini akan pergi dan gak akan merepotkan bunda serta adik-adik yang lain."

Lama ia termenung dan memikirkan ketakutan akan kemarahan bunda nya yang telah merawat dan membesarkannya selama ini. Hingga pada pukul 14:17 sore, Farida pun tertidur di atas ranjang yang sama dengan Aditia. Luka di kaki nya pun sudah mengering dengan sendirinya.

Pada pukul 19:23 malam, Farida yang memang sudah terjaga sedari tadi. Tetap diam di tempatnya, tangannya terus meremas selimut putih tebal yang membalut tubuhnya serta tubuh Aditia.

Melihat handel pintu kamar iru bergerak, Farida pun berpura-pura memejamkan matanya.

Adam yang berhasil membuka pintu kamar itu dengan kunci duplikat, menjadi mematung di tempatnya. Bagaimana tidak? kamar hotel yang awalnya begitu rapi, kini menjadi seperti kapal pecah. Pakaian yang berceceran, pecahan piring dan gelas berserakan dan juga banyak noda darah yang sudah mengering di lantai itu.

"Astaga.. Apa yang sudah aku lakukan?" guman Adam. Pria itu mendekati bos nya tanpa berani menyentuh ataupun menyingkap selimut yang di kenakan oleh Aditia dan Wanita yang ada di sampingnya.

"Tuan.. Tuan Adi!" panggil Adam.

"Emm.. Ada apa?" Aditia membuka matanya perlahan, sembari memegangi kepalanya yang berdenyut-denyut.

"Tuan, lihatlah!" Adam menujuk pada wanita yang ada di samping Aditia.

"Ya Tuhan! Apa yang sudah aku lakukan?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!