...Sekuel dari novel Sepasang Mantan, jika berkenan silahkan mampir, jika tidak pun tak masalah....
...Happy Reading 🤓...
...🌻🌻🌻...
Pemuda itu menatap keluar jendela, bahkan 18 jam perjalanan tak dapat menyembunyikan rona bahagia dari wajahnya.
ini pertama kalinya ia kembali ke jakarta setelah 10 tahun, kala itu ia meninggalkan Jakarta demi mengejar impiannya menjadi dokter, ia melanjutkan pendidikannya di Imperial College London, universitas yang sama tempat mommy Stella menyelesaikan pendidikan dokternya.
Pria muda ini, begitu mengidolakan sang mommy, hingga ia pun ingin mengikuti jejak Stella menjadi seorang dokter bedah, walau kini ia belum memutuskan ingin mengambil spesialisasi bedah apa.
Beberapa saat kemudian, kru pesawat mengumumkan kepada para penumpang untuk memasang kembali safety belt mereka, karena sesaat lagi pesawat akan segera mendarat, suara deru pesawat di iringi sedikit guncangan, menandai pesawat berhasil mendarat dengan selamat, Kevin menarik nafas lega, begitu pun para penumpang yang lain.
Para penumpang menunggu beberapa saat sampai pesawat berhenti dengan sempurna, beberapa saat kemudian para penumpang di izinkan untuk meninggalkan tempat duduk masing masing.
Sambil menunggu, Kevin menyalakan ponselnya terlebih dahulu, senyuman terukir di wajahnya ketika membaca ada begitu banyak pesan cinta dari sang mommy.
Ketika kabin mulai kosong, barulah Kevin beranjak dari kursinya. Sekali lagi ia memeriksa barang bawaannya, karena ia tak ingin salah satu barangnya tertinggal.
Kevin berjalan menuju pintu keluar, jembatan garbarata sudah lengang, hanya tersisa beberapa penumpang yang masih berjalan dengan langkah pelan, antrian kembali terjadi ketika para penumpang menunggu koper mereka tiba.
15 menit berlalu.
Akhirnya wajah yang sekian lama ia rindukan menatapnya penuh rasa bangga, wajah bahagia mommy Stella, dan papi Alex nampak menyambut kedatangannya.
Kevin berjalan dengan langkah lebar mendekati kedua orang tuanya.
"Hai mom … papi … abang pulang, abang merindukan kalian," kevin memeluk erat kedua orang tuanya.
"Selamat datang sayang … " Sambut mommy Stella, ia pun melakukan hal yang sama dengan sang putra, menghadiahkan sebuah pelukan hangat seorang ibu, pelukan yang selalu dirindukan Kevin.
"Anda semakin cantik nyonya Geraldy," puji Kevin, yang membuat wajah Stella bersemu merah.
"Tentu saja, sejak kapan kekasih papi tak cantik, dia selalu mempesona dengan semua yang ada pada dirinya." Alex tak segan memuji sang istri, tentu saja itu membuat Stella makin malu mendapat pujian dari para lelaki kesayangannya.
"Sudah sudah, hentikan, kalian membuat mommy malu, ayo kita pulang, mommy sudah menyiapkan sup daging spesial untuk mu,"
Kevin mencium pipi Stella, "thank you mom,"
Mereka pun berjalan beriringan menuju tempat parkir.
...🌻🌻🌻...
2 hari berlalu, Kevin yang baru saja terbangun, nampak berjalan dengan wajah lesu menuruni anak tangga, kaos oblong dan celana pendek yang ia kenakan tak mengurangi aura tampannya.
Tiba tiba dari arah belakang, kevin merasakan ada seseorang yang menaiki punggungnya, tak salah lagi ini pasti saudara kembarnya, "turun!!" Kevin memerintah.
"Iya ini memang mau turun, ayo buruan jalan, keburu telat nih." Jawab Andre seenaknya.
Mereka adalah, Si kembar legendaris dari International School, mereka sempat terpisah akibat perceraian kedua orang tuanya, bahkan demi menyatukan orang tuanya, mereka rela bertukar tempat.
Kevin pun hanya bisa pasrah dan menggendong Andre sampai ke lantai bawah.
"Terima kasih abang." Ucap Andre, tak lupa ia menyematkan sebuah kecupan di pipi saudara tertua nya tersebut, hingga saat ini, Andre masih lah gemar mencium pipi saudara kembarnya, walau berkali kali Kevin menolak, tapi Andre pura pula bebal.
"Katanya pulang minggu depan?" Cebik Kevin masih dengan perasaan kesal.
Andre mengancing lengan kemejanya, kemudian berjalan menuju meja makan, "Apa boleh buat, aku terlalu merindukanmu," Jawab Andre sebelum ia meminum susu coklat favoritnya.
Wajah Kevin nampak datar mendengar pengakuan Andre, Kemudian ia berjalan menuju lemari pendingin, mengambil botol Fresh milk untuk dirinya sendiri.
"Duduklah, kita makan bersama, ada yang ingin papi sampaikan." Alex yang baru keluar dari kamar, meminta kedua putranya untuk segera duduk, mereka pun mengitari meja makan.
Stella dengan telaten mengupas apel untuk Alex yang tak bisa sarapan selain dengan buah buahan.
"Ada apa dad?" Tanya Andre yang sudah memulai dengan suapan pertama nya.
Alex menatap kedua putra kembarnya, "papi ingin memperkenalkan seorang gadis padamu Kev,"
Uhuk uhuk uhuk
Kevin yang sedang minum tiba tiba tersedak, lantaran terkejut mendengar yang diucapkan Alex.
Andre buru buru memijat tengkuk Kevin.
"Maksud papi?" Tanya Kevin, masih dengan rasa ingin tahunya.
"Secara kasar, papi ingin menjodohkan kamu dengannya, tapi papi tak ingin gegabah, apalagi memaksamu mengulang kisah pahit pernikahan papi dan mommy, apalagi membuatmu terjebak dalam pernikahan yang tidak kamu inginkan, karena itulah papi ingin mengenalkan kalian terlebih dahulu, jadi pikirkanlah baik baik.”
Kevin tersenyum pahit, "pi … abang masih muda, abang bahkan belum pernah mendekati seorang gadis, memangnya papi yakin bahwa abang sudah gak laku lagi, sampai papi harus menjodohkan abang?" Gerutu Kevin.
Alex menarik nafas perlahan, Stella tersenyum, tangannya mengusap lengan Alex, dan usapan Stella memang selalu berhasil menenangkannya, "ketika kalian lulus dari junior High school, sebuah surat wasiat datang ke kantor papi, surat tersebut berasal dari salah satu teman papi, didalamnya berisi sebuah permintaan, dia ingin papi menjaga putri tunggalnya, karena ia dan suaminya sama sama tak lagi memiliki kerabat dekat, jadi selama ini papi menjaganya dari jauh, memastikan ia tak kekurangan apapun, termasuk pendidikan,"
"Memang siapa sih teman papi itu, sampai sampai dia berani menulis surat wasiat untuk papi." Tanya Kevin dengan nada kesal, kini selera makannya sudah benar benar hilang.
"Kamu gak perlu tahu siapa dia, yang jelas bukan dia yang meminta perjodohan ini, semua ini ide mommy dan papi, karena dari yang papi ketahui, dia benar benar gadis baik nak,"
"Kalau papi tak memberitahu abang, maka abang juga tak akan mempertimbangkan saran papi," Kevin melipat lengannya di dada, wajahnya masih menampakkan keegoisannya sebagai anak muda, yang sudah tak ingin lagi diatur, apalagi terpaksa menerima perjodohan.
"Dia … mendiang Ibu Anindita,"
Wajah Kevin menegang, kedua tangannya terkepal, ia tidak menyangka nama itu kembali mampir di telinganya, sebuah nama yang tak ingin ia dengar, dia lah wanita yang sudah membuat kedua orang tuanya bercerai, hingga Kevin kehilangan kasih sayang mommy dan Andre kehilangan sosok papi.
Kevin beranjak dari kursinya, dengan kasar membanting serbet makan yang sejak tadi ia genggam, kemudian berlalu pergi tanpa mengucap sepatah kata pun.
.
.
.
.
.
.
note: kenapa Kevin memanggil Alex dengan sebutan Papi? Andre memanggil Alex dengan sebutan Daddy? jawabannya ada di Sebelah "Sepasang Mantan"
.
.
.
🥰🥰🥰
Papi Alex dan mommy Stella menatap nanar ke arah Kevin yang kini tengah berjalan menuju kamarnya, mereka sungguh memahami apa yang kini dirasakan Kevin, "Biarkan saja dulu, dia sedang tidak bisa diajak diskusi, nanti kita cari waktu lain untuk membicarakan ini lagi." Ucapan Stella laksana embun yang menyejukkan bagi Alex.
"Baiklah … " Alex pun kembali melanjutkan sarapannya.
"Dad, jangan coba coba menjodohkan aku, aku tidak suka." Andre yang sejak tadi menjadi pendengar ikut angkat bicara.
"Daddy beri waktu satu tahun, Jika belum dapat calon istri, mom dan daddy terpaksa menemui orang tua Belinda," Alex menggoda putra keduanya tersebut.
"Daaaad !!" Pekik Andre, yang kemudian urung menyuapkan roti ke mulutnya.
Papi Alex pun berdiri karena ia sudah menyelesaikan sarapannya. "Ayo cepatlah, daddy ada rapat penting pagi ini."
"Dad … aku bahkan belum selesai bicara." Andre berjalan cepat menghampiri Alex yang sudah berjalan terlebih dahulu, tapi kemudian ia berbalik karena lupa berpamitan dengan Stella. "Love you mom." Bisiknya usai mendaratkan kecupan di pipi Stella.
"Love you too my boy … " balasnya.
"Mom … aku sudah dewasa, kenapa masih memanggilku seperti itu?"
Stella tersenyum geli mendengar perkataan Andre, di mata seorang ibu, anak anak tetap seperti bayi, sampai kapanpun.
...🌻🌻🌻...
Kevin berdiri di balkon kamar nya, perkataan papi nya beberapa saat lalu membuat pikirannya kembali menerawang ke masa lalu, masa yang penuh dengan kemarahan dan kekecewaan.
Peristiwa itu sudah berlalu 15 tahun silam, namun masih membekas jelas dalam ingatannya, bagaimana ia begitu marah manakala mengetahui penyebab utama perceraian kedua orang tuanya.
Alex memiliki seorang kekasih, sementara ia juga terikat pernikahan dengan Stella.
Kevin yang melewatkan masa kecilnya tanpa Sosok mommy di sisi nya begitu marah, ternyata gara gara papi, Kevin tidak pernah bertemu mommy, mommy meninggalkan papi karena papi berselingkuh, Kevin begitu membenci Alex kala itu, dan luapan emosi kala itu masih begitu jelas terasa sakitnya hingga saat ini.
Dan kini Alex tiba tiba menyebut nama 'Anindita', bahkan mendengar namanya saja sudah membuatnya marah, bagaimana mungkin papinya justru menginginkan ia menikahi putri dari seseorang yang paling ia benci, Kevin beranggapan, jika putri dari Anindita pasti memiliki sifat yang sama dengan ibu nya, menyukai para pria beristri.
...🌻🌻🌻...
Hari berikutnya.
Kevin keluar dari ruangan tempat ia menjalani wawancara sebagai dokter baru di William Medical Center, rumah sakit milik mendiang Kenzo William sang kakek.
Sebenarnya wawancara itu hanya formalitas, karena sebagai calon penerus, Kevin sudah pasti diterima bekerja di sana.
"Bagaimana perjalananmu?" Tanya Richard sang paman, pria yang kini rambutnya dominan berwarna putih itu adalah kakak tertua dari sang mommy.
"Baik paman, maaf abang belum sempat mampir ke rumah paman,"
"Tidak perlu se formal itu, kapanpun kamu ingin, kamu bisa ke rumah paman."
Kevin mengangguk. "Oh iya dua hari lagi Rumah sakit akan mengadakan bakti sosial ke daerah puncak, kalau tidak salah namanya desa Sekar Kencana, paman harap kamu bisa mewakili paman di acara tersebut."
"Baikah paman, sekalian abang menyegarkan pikiran sebelum mulai bekerja."
Richard mengusap rambut keponakannya tersebut dengan sayang.
...🌻🌻🌻...
Tanpa Kevin ketahui, Alex adalah penggagas acara amal yang diadakan oleh William Medical Center, karena Alex adalah menantu dari pemilik rumah sakit serta salah satu pemegang saham terbesar, maka acara amal tersebut segera mendapatkan izin dari dewan direksi William Medical Center.
Bakti sosial itu diadakan di sebuah rumah sakit kecil di desa Sekar Kencana, menurut cerita yang Kevin dengar dari Richard, rumah sakit itu milik pemerintah setempat, namun karena letaknya terpencil, mereka kekurangan obat, fasilitas medis, bahkan dokter pun tidak ada yang bertahan lebih dari 3 bulan, padahal di desa tersebut, ada banyak lansia dan anak anak yang memerlukan perhatian khusus.
Kevin dan rombongan tiba setelah menempuh perjalanan selama 5 jam dari Jakarta.
Sementara itu di rumah sakit Kencana, segala persiapan penyambutan telah selesai dilakukan, karena terbatasnya sumber daya, hanya penyambutan ala kadarnya yang mampu mereka berikan.
Adalah Gadisya Kinanti, gadis berparas ayu dengan mata teduh, dokter yang diberi tugas oleh kepala rumah sakit untuk mempersiapkan segala sesuatu nya, pembawaan Gadisya sangat sederhana, namun pengabdiannya pada masyarakat tak perlu diragukan, dia adalah satu satunya dokter yang bertahan hingga 2 tahun lamanya di desa Sekar Kencana, padahal desa itu jauh dari kota dan segala kemewahan yang menjanjikan, gaji yang ia peroleh pun tak seberapa, sungguh jauh dari kata layak untuk gaji seorang dokter umum seperti dirinya.
Namun dia bukanlah dokter yang mementingkan materi, pernah merasakan hidup di panti asuhan, membuat rasa empatinya melekat kuat, perasaan nya selalu terpanggil untuk membantu orang orang yang kurang mampu.
Iring iringan mobil yang membawa rombongan dokter dan beberapa perawat dari William Medical Center pun tiba, para rombongan terbagi dalam beberapa mobil rumah sakit, lengkap dengan 2 buah truk yang mengangkut obat obatan, dan fasilitas untuk rumah sakit.
Setelah Menempuh perjalanan jauh, para dokter dan perawat itu pun turun, sejuknya udara memanjakan indra penciuman mereka.
Lamanya perjalanan kini terbayar dengan eloknya pemandangan yang menyejukkan mata, dataran tinggi itu dikelilingi oleh hamparan hijau kebun teh tampak terlihat asri, Surga Bagi para wisatawan dari perkotaan seperti jakarta, yang sehari-harinya biasa dihadapkan dengan kesibukan kerja yang berat dan beresiko stress, jalanan kota yang padat dan macet dengan udara kotor yang tidak sehat, sangat tepat jika sesekali mengunjungi kawasan perkebunan teh, Ini bisa menjadi semacam obat hidup agar lebih sehat, fresh dan tubuh jadi lebih rileks.
Diantara mereka, ada seorang dokter yang terlihat menonjol secara penampilan, karena nampak berbeda dengan yang lain, pria itu terlihat tampan dan tinggi menjulang, rambutnya berwarna hitam kecoklatan sementara matanya berwarna biru pucat, sungguh perpaduan yang sempurna, dialah Kevin Alexander Geraldy, putra sulung Alexander Geraldy dan stella Marisa William.
Gadisya sungguh tercengang melihat pria yang baru saja turun dari mobil tersebut, ingatan tentang kejadian tidak menyenangkan yang terjadi belasan tahun lalu kembali berputar, hingga kini Gadisnya Masih bisa merasakan ada aura kemarahan yang terpancar dari sorot mata pria itu.
Tak jauh berbeda dari Gadisya, Kevin pun terkejut melihat siapa yang kini berdiri di hadapannya.
Hanya menatap wajahnya sudah membuat Gadisya merinding, tampak sangat jelas bahwa pria itu masih memiliki kebencian teramat besar pada dirinya.
firasat Gadisya merasakan, ada sebuah kejutan yang tengah menantinya. "Semoga bukan hal buruk." Gadisya berucap dalam hati, sebisa mungkin ia mencoba untuk tenang.
...🌻🌻🌻...
Hari ini adalah hari dimana para relawan akan kembali ke ibukota, setelah 2 hari berturut turut mereka melakukan aksi sosial pemeriksaan, dan pengobatan gratis bagi para warga desa, serta desa desa lain di sekitar desa Sekar Kencana.
Namun sepertinya semesta tidak mendukung, rencana mereka untuk kembali ke ibu kota.
Sejak pagi langit tampak mendung, dan tepat ketika para rombongan hendak berangkat, hujan turun deras dan petir menyambar di mana mana, angin topan mengakibatkan beberapa pohon tumbang dan beberapa rumah warga nyaris ambruk tersapu angin topan.
Semua orang panik berlarian mencari tempat berlindung, hingga akhirnya kepala desa meminta semua orang tanpa terkecuali untuk berlindung di balai desa.
Gadisya nampak cemas karena ada beberapa lansia yang ia kenal tak berada di lokasi para warga berkumpul, ia pun meminta izin pada kepala desa untuk memeriksa beberapa rumah warga.
Rencana itu disetujui oleh pak Udin selaku kepala desa, ia juga meminta bantuan pada beberapa pemuda untuk membantu Gadisya meng evakuasi warga, melihat kesungguhan Gadisya, Kevin pun ikut turun tangan membantu proses evakuasi.
Kevin dan beberapa relawan memakai jas hujan, agar tubuh mereka tidak basah, karena saat itu gerimis masih turun perlahan.
Gadisya kini bisa bernafas lega manakala para lansia yang ia cari cari memang masih berada dirumah, dan kini para relawan sudah membawa mereka ke tempat berkumpulnya warga dengan menggunakan motor.
Kini Gadisya yang terjebak di salah satu rumah warga, dan hujan petir semakin mengerikan, karena sudah dekat dari tempat tinggalnya, Gadisya nekat berlari menerobos hujan, sesekali ia berjalan di teras rumah warga agar tubuhnya tidak terlalu basah karena hujan.
Akhirnya dengan susah payah gadisya tiba di rumah kecil yang selama ini menjadi tempat tinggalnya, ia terkejut manakala melihat dokter Kevin sedang berteduh di teras rumahnya.
Namun Gadisya tak punya waktu berbasa basi, karena hujan dan tiupan angin semakin mengerikan.
"Masuklah, kalau tidak ingin seluruh bajumu basah," Gadisya mempersilahkan Kevin untuk masuk kerumahnya.
Tanpa di minta dua kali Kevin pun mengikuti langkah kaki Gadisya, pandangan Kevin menyapu seisi ruangan, di dalam rumah sangat sederhana itu, hanya ada ruang tamu beralas karpet yang sudah memudar warnanya, sebuah kamar dan entah ada apa di belakang.
"Silahkan duduk, aku ambilkan handuk bersih untuk mengeringkan rambutmu."
"Terima kasih." Jawab Kevin singkat, ia pun duduk, bersandar di dinding, melalui jendela kaca Kevin bisa melihat betapa saat ini hujan dan angin sangat mengerikan.
"Ini handuk bersih, pakailah." Gadisya mengulurkan handuk tersebut ke arah Kevin, kini Gadisya pun tengah melakukan hal yang sama dengan dirinya, mengeringkan rambutnya yang tampak basah.
Gadisya kembali merogoh tasnya, mencari cari ponsel miliknya, bermaksud menghubungi pak Udin, agar tidak panik mencari keberadaannya.
Ia mendesah kecewa manakala ponselnya sudah mati karena kehabisan daya.
Gadisya hendak beranjak mencari pengisi daya ponselnya, namun tiba tiba ….
DUAAAAAARRR!!!!
Suara petir kembali menggelegar, disusul kemudian listrik pun ikut padam.
Gadisya yang terkejut, kembali terduduk masih mencoba menenangkan dirinya.
Sementara Kevin pun tak jauh berbeda dengan Gadisya, baru pertama kali merasakan kejadian seperti ini, terjebak hujan di sebuah rumah, bersama gadis yang sama sekali tak ingin ia jumpai, bahkan kini penderitaannya semakin bertambah dengan listrik yang tiba tiba padam, bahkan ponselnya entah berada di mana.
"Apakah setiap hujan selalu mengerikan seperti ini?" Tanya Kevin, membuka percakapan, walaupun sebenarnya ia tak ingin bercakap.
Gadisya yang semula melipat lututnya karena terkejut, kini duduk bersila. "Selama aku di sini tidak pernah, ini pertama kalinya bagiku, mengalami cuaca ekstrim."
Kevin hanya mengangguk, dan suasana kembali canggung.
"Tunggu sebentar, aku akan mencari lilin, dan membuat minuman hangat."
Gadisya beranjak ke dapur, ia mulai mencari cari persediaan lilin, namun ia kembali mendesah kecewa, karena hanya menemukan 1 buah lilin.
Setelah lilin menyala, Gadisya pun membuat minuman hangat favoritnya, coklat hangat yang dicampur dengan jahe.
Setelah selesai gadisya membawa lilin yang telah menyala ke ruang tamu, kemudian ia kembali ke dapur dan membawa dua cangkir minuman hangat.
Aroma jahe yang menyengat ditambah penerangan seadanya, membuat Kevin tak menyadari bahwa di dalam cangkir bukan hanya ada jahe tapi juga ada bubuk coklat.
Gadisya mulai menikmati wedang hangat buatannya, entah mengapa ia sangat menyukai nya.
Begitu pun Kevin, melihat Gadisya begitu menikmati minuman hangatnya, ia pun mulai menyesap minumannya.
Segera setelah wedang tersebut melewati tenggorokannya, ia merasa ada yang tidak beres di tubuhnya, badannya mulai gatal dan nafasnya naik turun tak beraturan, cangkir yang berada di genggamannya terjatuh hingga menumpahkan seluruh isi didalamnya.
Sesaat kemudian ia pingsan.
Sebisa mungkin Gadisya memberikan pertolongan pertama pada Kevin, termasuk membuka baju atasan Kevin agar ia bisa membalurkan minyak kelapa sebagai anti inflamasi alami, karena kulit wajah dan tubuh nya mulai memerah karena ruam.
Hingga pagi menjelang dan matahari terbit Kevin belum juga sadar dari pingsannya, Gadisya yang telah membuka jendela kamarnya, kini kembali membalurkan minyak kelapa ke tubuh Kevin, tiba tiba ada beberapa warga yang tanpa sengaja melihat aktivitas Gadisya, mereka mengira Gadisya dan Kevin tengah melakukan perbuatan yang tidak semestinya.
Kecurigaan semakin meningkat manakala Kevin tak juga tersadar dari pingsannya, mereka berfikir Kevin tertidur karena kelelahan setelah melakukan aktivitas 'tidak senonoh' bersama Gadisya.
Para warga yang masih memegang teguh adat istiadat, dan norma norma sosial, memaksa Kevin dan Gadisya untuk menikah hari itu juga, karena jika mereka tidak bersedia menikah, mereka akan diseret ke kantor polisi, dengan tuduhan melakukan tindakan asusila dan perzinahan.
Kevin tentu tak terima, ia dan Gadisya mencoba menjelaskan pada para warga alasan kenapa ia pingsan, warga yang sudah terlanjur marah menolak penjelasan yang diberikan Kevin.
Akhirnya dengan berat hati Kevin pun menerima semua yang dituduhkan para warga kepadanya, termasuk keinginan paksa dari warga yang menyuruh ia dan Gadisya menikah.
Kevin hanya tak ingin merusak nama baik keluarga Geraldy, jika ia berurusan dengan pihak yang berwajib.
Sementara Gadisya hanya bisa pasrah, ia tak sanggup melawan para warga, kebaikan dan pengabdian tulus nya selama ini sama sekali tak terlihat di mata para warga, karena mereka sedang dalam keadaan marah.
Gadisya sangat sedih dan terluka, selama ia hidup, baru kali ini ia merasa terhina, tuduhan para warga sungguh sangat menyakiti hati nya.
"Jika bukan nama baik, apalagi yang bisa aku banggakan, karena aku hanya gadis yatim piatu, tanpa embel embel keluarga yang bisa melindungi diriku."
Akhirnya Gadisya pun melakukan hal yang sama dengan Kevin, dengan terpaksa menyetujui pernikahan ini, demi mempertahankan nama baik yang selama ini ia banggakan.
Walau terpaksa mereka pun menikah, sebuah pernikahan yang diniatkan Kevin untuk menjaga nama baik keluarganya, sedangkan Gadisya, terpaksa menikah demi menjaga nama baiknya sendiri, ia merasa jika keluarga saja ia tak punya, apa lagi yang bisa dibanggakan selain nama baiknya sendiri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!