Maya Pov 🌙
Aku tidak tau kisah ini akan aku mulai dari mana. Yang pasti siang itu saat aku pindahan dari rumah untuk menempati kontrakan baru. Aku bertemu dengan seseorang.
Aku menurunkan barang - barang itu dari mobil. Beberapa kardus yang ada. Sopir aku membantu aku untuk menurunkan barang - barang yang ada di dalam mobil di kursi belakang.
Lalu datang seorang lagi. "Mbak, bisa bantu aku..?" katanya. Aku menoleh sambil tetap ingin mengambil barang itu. Aku melihat laki-laki itu berdiri di depan aku.
Dia berdiri sambil melihat aku iba. Aku melihat laki-laki itu sebentar tanpa tau seperti apa muka laki-laki itu.
"Iya, maaf anda siapa..? Anda dari mana? Kenapa anda bisa di sini..?"
Tanyaku ke laki-laki itu. Aku masih belum tau siapa dia sebenarnya. Aku tidak ingin kenal dia tapi aku melihat dia sedikit kasihan.
"Boleh aku bantu mengangkat barang-barang itu..?"
"Untuk apa..? Tak perlu kamu bantu aku karena aku tidak butuh bantuan kamu. Aku dan sopir aku bisa mengangkat barang barang itu sendiri. Jadi kamu tidak perlu repot."
Aku menjawab dengan beberapa kalimat yang ada. Dan aku tidak mau di ganggu oleh laki-laki itu sumpah.
"Aku butuh kerjaan. Tolong bantu aku. Aku butuh uang, tolong bantu aku!"
Laki-laki itu tetap saja menyuruh aku untuk membantu dia, aku terpaksa menyuruh dia untuk mengangkat barang barang ku itu di mobil.
Itu bukan mobil aku, itu mobil sewa yang sebentar lagi harus aku bayar. Di sini aku masih ingin cari kerjaan karena aku sudah lama tidak bekerja.
Aku ingat Bos di kantor aku, Bos Doni pasti marah kalau lihat aku tidak kerja libur untuk beberapa hari ini. Bos Doni adalah bos aku di bar.
Dia punya satu Bar yang aku tau. Aku bekerja di Bar dia beberapa waktu yang lalu sampai sekarang aku pilih untuk libur karena di rumah ada hajatan.
Barang barang aku tidak banyak. Hanya beberapa bagian yang dia angkut ke dalam. Selebihnya aku angkat sendiri.
"Terima kasih."
"Mana bayaran aku?" katanya padaku. Bahaya laki laki ini. Sedikit bekerja minta bayaran banyak.
"Ini." Aku kasih dia uang sepuluh ribu. Uang lembaran.
Dia lalu pergi meninggalkan aku. Aku masuk ke dalam rumah yang aku sewa selama setahun dengan cat putih dan keramik putih. Dan aku masih berusaha untul tetap tenang.
Aku masih mengenakan hijab, sambil melihat ke luar. Aku lihat anak itu keluar dengan membawa sepeda motor keluar pergi entah ke mana.
Pikiran aku lalu pindah ke arah kardus. Aku harus melupakan laki laki itu sejenak. Aku harus membereskan pakaian aku yang masih di dalam kardus.
Aku merasa lelah dan capai. Pikirku, kenapa laki-laki itu tidak datang padaku saat ini hingga dia bisa membantu aku dan mau meringankan pekerjaan aku saat ini.
Tuhan, aku capai sekali. Aku mulai memasukkan barang - barang aku ke dalam lemari sebentar. Aku menghembuskan napas lesu dan aku masih siap - siap untuk mandi.
Kinan Pov 🌙
Saat aku duduk, aku melihat ada yang datang. Aku melihat mobil putih yang di dalamnya ada sopir yang menyetir mobil itu. Aku tidak tau siapa. Aku tidak kenal siapa pemilik mobil itu. Tang aku tau hanya sopir itu yang turun dari atas mobil.
Aku lihat sopir itu turun dan mengangkat beberapa barang di jok mobil belakang. Dan aku melihat perempuan tiba tiba muncul di belakang sambil membantu mengangkat barang barang itu yang berupa kotak kotak kardus.
Aku jadi berpikir kenapa aku tidak mencoba untuk membantu perempuan itu sambil minta uang ke dia. Aku butih uang untuk beli bensin untuk sekedar jalan - jalan.
"Bisa aku bantu?" Aku mendekat ke perempuan itu dengan niat membantu pekerjaan dia mengangkat barang.
"Maaf, anda siapa..? Aku tidak butuh bantuan anda. Aku bisa kerja sendiri."
Perempuan itu bersikeras untul tetap todak mau membantu aku. Heran, kenapa juga dia tidak mau membantu aku padahal aku butuh pekerjaan. Karena Bapak aku sudah di phk dan aku tidak bisa dapat uang bulanan dari dia.
"Kenapa?"
Aku di kagetkan oleh teman aku. Dia datang tiba tiba sekali. Aku sekarang sedanh ada di alun alun kota.
"Tidak, aku hanya melamun saja." Ucapku ke teman aku itu. Aku baru saja melamun tentang perempuan sebelah rumah aku itu. Aku lanjut menemui teman aku Alex.
"Kenapa, kamu ada masalah..?" teman aku Alex bertanya padaku. Aku masih bingung sebenarnya kenapa aku bisa menderita seperti ini. Aku juga tau solusinya apa.
Kadang aku memilih untuk jalan jalan santai keluar karena aku butuh teman atau sekedar jalan jalan. Atau melihat beberapa orang yang ada di alun alun kota. Aku ingin bertemu dengan seseorang yang aku rindukan.
"Kamu melamun lagi ya?" Alex menyadarkan aku kembali.
"Kamu sabar, kamu tenang. Kamu minta ke Allah, lancarkan rizki aku ya Allah. Seseorang telah berniat tidak baik buat aku. Sudah beberapa bulan ini aku tidak dapat upah. Lama sekali."
"Itu doa yang mungkin bisa kamu panjatkan di setiap usai kamu solat." jelas Alex padaku.
"Aku tidak suka solat Alex. Aku masih ingin berkelana sambil mencoba mencari pekerjaan yang enak."
"Tapi aku biasa live dan buat cerota di rumah. Yang bekerja malah saudara aku. Aku di buli. Makanya aku memutuskan untuk diam saja tanpa berbuat apa apa. Aku telah di buli oleh Salsa yang suka berhatap uang itu."
"Tenang saja. Semua ada balasannya. Kalau memang niat Salsa baik, pasti kamu bisa dapat apa yang kamu inginkan. Tapi, kalau niat kamu jelek. Kamu bisa susah nantinya. Kamu tenang saja.
"Aku tidak bisa setenang itu Alex. Aku punya impian untuk bisa mengejar level gifter aku yang ke delapan. Aku tidak tau caranya bagaimana. Keinginan itu masih saja di benak ini.
"Sampai aku merasa bosan di rumah terus. Aku ingin pergi dan ingin mencari teman. Lama aku sudah tidak punya uang buat beli bensin. Lalu pada siapa aku harus punya uang bensin sekarang..?"
"Maaf, aku tidak bisa membantu kamu. Kamu bisa hidup apa adanya sekarang."
Tuhan, aku tidak bahagia sekarang. Ijinkan aku pergi menemui seseoarng. Karena di sini aku tidak bisa bahagia. Ada beberapa tempat yang menurut aku kosong. Dan tempat itu tidak enak buat aku."
Aku lalu memutuskan untuk pulang tanpa berharap ada teman yang mau menemani aku. Aku kembali pulang ke rumah dan diam di dalam kamar dengan beberapa buku yang aku koleksi kemarin.
Aku ingin bermain dengan teman aku lagi seperti kemarin mungkin.
...***...
Setelah aku bangun, aku mengingat perempuan yang aku temui kemarin pagi. Aku melihat ke arah jendela rumah aku.
Perempuan itu tidak aku lihat lagi mungkin dia sembunyi di dalam rumahnya.
Tiba-tiba Bapak memanggil aku. "Kinan, sedang apa kamu di situ?"
"Kau sedang melihat keluar. Kenapa Pak..?"
"Kalau tidak ada kerjaan, tolong kamu belokan Bapak minuman. Bapak butuh minum sekarang!"
Aku paling tidak suka kalau Bapak menyuruh aku untuk beli minuman keras beralkohol. Minuman yang Bapak suka bukanlah minuman biasa. Bapak adalah pecandu minuman keras.
Sudah banyak botol - botol minuman yang bercecer di rumah. Ada beberapa yang aku buang ada beberapa yang aku simpan di gudang.
Aku terpaksa membelikan Bapak lagi botol minuman yang berisi minuman keras itu untuk di minum nya. Sudah beberapa kali aku menyuruh Bapak untuk berhenti tapi Bapak masih tetap tidak mau berhenti minum - minuman keras itu.
Aku akan minta bantuan Mbak yang di rumah kontrakan sebelah. Siapa tau Bapak bisa sadar setelah bertemu dengan perempuan itu.
...✉️...
Perempuan itu tak ubahnya seorang bidadari yang turun dari langit. Seperti bintang yang akan terus bersinar di langit bersama bulan.
Dan bulan itu adalah aku. Aku yang merasa kesepian atas adanya bintang - bintang yang jauh dari jarak aku berada.
Jarak adalah tempat terjauh buat aku untuk bisa meraih kamu. Kau adalah bintang ku yang aku harap bisa mendekat dan bersuka cita dengan kamu.
To Be Continue.
[Maaf kalau ada Typo.]
Maya POV 🌙
Aku bangun dari tidur lelapku. Di kamar aku tanh gelap dengan kipas angin yang sedikit berhembus. Aku menghembuskan napas lesu.
Cobaan apa lagi yang akan aku hadapi saat ini. Aku melihat hp jam menunjukkan pukul 18.00 Wib.
Sedikit ingatan untuk orang yang aku kenal. Ingatan tentang laki - laki itu ada di benak aku. Aku menepisnya karena aku masih sayang sama satu orang di masa laluku.
Aku mencoba untuk menahan tubuhku yang tidak kuat aku bawa untuk bangun sambil berusaha untuk bisa menguatkan aku untuk bangkit dari tempat tidur aku.
Telepon dari Papa terdengar dari handphone. Aku langsung mengangkatnya. "Iya, ada apa Papa..?"
"Kamu apa kabar, apakah kabar kamu baik - baik saja..?"
Papa adalah laki-laki yang baik. Yang tidak sekali pun aku melanggar keputusan dia atau perintahnya.
"Kabar aku baik - baik saja Pa!" aku bicara pelan di ponsel ke Papa. Aku tidak tau keperluan Papa apa. Aku sebenarnya malas untuk bicara sehabis tidur. Papa tidak tau kalau aku bangun tidur.
"Sudah menemukan pekerjaan..?"
"Belum Pa. Aku masih belum menemukan pekerjaan. Aku masih diam di rumah tanpa harus bekerja. Aku masih malas untuk menghubungi bos aku."
Saat menjelaskan nama bos di ujung ponsel, aku langsung ingat akan bos aku Doni yang menurut aku perlu di konfirmasi. Siapa tau aku bisa masuk kantor besok.
Sebenarnya aku tidak begitu suka bekerja sama Bos.
"Ya sudah, Papa harap kamu bisa segera bekerja. Papa tidak bisa tenang di sini, memikirkan kamu terus!"
"Tenang saja Papa. Semuanya akan baik-baik saja. Aku di sini aman kok."
"Nanti kalau ada apa-apa, kamu langsung bilang ke Papa." kata Papa padaku.
"Iya, aku pasti akan telepon Papa."
"Baik, Dada sayangku."
"Dada Papa."
Aku menutup ujung ponselku yang telah lama aku beli. Sekitar satu tahun lamanya. Kini aku siap-siap untuk mandi. Aku masih bernapas untuk menenangkan diriku.
Aku mulai melepas pakaian aku dan mulai memakai handuk. Warna handuk itu merah muda alias pink. Aku masih siap-siap untuk mandi dan akan masuk ke dalam kamar mandi. Bak mandi yang ada di dalam kamar itu tidak terisi air.
Aku lupa untuk membersihkan rumah aku yang baru. Rumah kontrakan yang aku tempati sekarang. Biayanya cukup mahal. Aku harus bayar lima belas juga juta.
Aku harus dapat uang dari mana? Aku masih ragu untuk masuk ke kamar itu. Untunglah aku masih perawan. Aku masih bisa menjaga kesucian aku sampai sekarang.
Aku membasahi tubuhku dengan air dingin. Apa yang ada di pikiran aku adalah Bos aku. Besok aku harus ke kantor yang telah di tunjuk oleh bos aku.
Di kantor Swasta percetakan buku. Aku harus ke sana paling tidak aku sudah kasih tau ke bos kalau aku siap untuk bekerja.
Aku merasa air mengalir terus menerus dari atas kran air di kamar mandi aku. Aku akan segera pergi keluar karena merasa dingin.
Aku keluar dari kamar mandi untuk mengeringkan badan aku dari serangan air itu. Kran aku matikan dan aku mulai melangkah keluar. Tidak ada siapa-siapa. Rumah ku sepi sekali. Andai ada anak - anak mungkin aku bisa tertawa bahagia dengan seorang suami yang bisa membahagiakan aku nantinya.
Sepulang dari bekerja, aku akan melayani dia laiknya seorang pangeran yang sedang aku Rajuk. Tuhan, aku sungguh tidak bisa bernapas sekarang. Aku harus segera keluar untuk mencari udara segar.
Aku lalu menelepon sopir aku yang aku kenal sebelumnya. Aku ingin bicara sama seorang teman kalau ada.
Aku mencari nama sopir itu yang bernama Adit. Orangnya biasa saja tapi dia pernah bilang padaku,
"Kalau butuh teman, telepon saja aku." katanya padaku.
Yang jelas, aku butuh teman sekarang untuk sekedar minum teh hangat bersama atau bagaimana. Aku senang sekali padahal aku belum bertemu dengan orangnya.
Aku tekan tombol biru untuk bisa terhubung dengan Pak Adit.
"Halo!"
"Iya," Pak Adit menjawab.
"Ini betul dengan Pak Adit bukan?"
"Iya betul, ini Ibu Maya ya?"
"Iya betul. Pak Adit bisa ke rumah sekarang..?"
"Maaf Bu, untuk sekarang aku tidak bisa, istri aku masih butuh aku di rumah. Mungkin besok pagi sambil aku berangkat bekerja." kata Pak Adit padaku.
"Terserah Pak Adit deh. Tapi besok aku tidak butuh Pak Adit. Besok pagi aku harus pergi ke kantor untuk masuk kerja. Aku akan menemui bos aku."
"Apa Ibu Maya akan bisa aku antar dengan naik mobil aku? Kan bisa aku antar dengan mobil aku nanti?"
"Tidak Pak, aku akan naik ojek saja. Tidak perlu repot. Mungkin lain kali saja." aku menolak keinginan Pak Adit yang menurut aku terlalu tergesa-gesa.
Aku tutup panggilan itu setelah hilang terima kasih pada Pak Adit. Pertama, aku pikir Pak Adit tidak punya istri, eh ternyata tidak seperti yang aku bayangkan.
Aku menahan napas. Aku masih memakai handuk warna pink itu tanpa aku sadari. Aku harus bergegas ke kamar mandi dan melakukan solat magrib. Aku berganti baju dan mulai solat Maghrib di dalam kamar sendiri.
Aku berdoa ke Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT. Agar aku di berikan perlindungan dan di berikan Rizki yang banyak.
"Tiba-tiba ada yang mengetok pintu dari luar. Kau kaget mendengar ketokan pintu itu. Aku mendengar suara dari luar memanggil aku dengan nama Mbak.
Tok Tok Tok!
"Mbak! Buka pintunya! Mbak Buka Pintunya! Tolong..!"
Seperti aku kenal suara itu. Suara pemuda yang aku temui kemarin. Tapi aku tidak tau namanya siapa. Pemuda yang sempat membantu aku memasukkan beberapa barang - barang aku ke dalam rumah kontrakan ini.
Aku melangkah keluar dan melihat batang hidung atau raut muka laki-laki itu. Ya, benar tidak salah lagi. Itu adalah pemuda kemarin yang sempat aku temui.
Tapi perasaan aku waktu itu berkata kalau aku tidak bisa membuka pintu untuk dia, takutnya dia berbuat macam-macam padaku.
"Mbak! Tolong buka pintunya..!!"
Laki-laki itu memaksa aku untuk bisa membuka itu meski dengan sedikit rasa terpaksa. Dengan sedikit kekuatan dan keberanian aku lalu membuka pintu itu dengan niat ingin tau.
Aku buka pintu itu dengan sedikit rasa kesal dan ingin marah.
"Stop! Berhenti! Kamu tidak berhak mengganggu ketenangan hidup aku. Berhenti mengetok pintu seperti itu! Kamu punya sopan santun tidak di rumah orang!?"
Aku pura-pura kesal ke anak kuda itu yang secara tidak langsung aku anggap sebagai saudara ku sendiri yang cukup mengesalkan.
Ada rasa suka dan sayang yang masuk ke dalam rongga dadaku untuk bisa aku terapkan ke dia.
"Mbak, maafkan aku. Bisa aku minta tolong ke Mbak?"
"Apa itu?"
"Boleh aku menginap di sini?"
"Maaf, apa kamu bilang, menginap? Maaf, aku bukan perempuan seperti itu. Aku tidak bisa membantu kamu!"
"Tolonglah Mbak! Bapak aku barusan memarahi aku. Aku tidak bisa masuk rumah lagi. Rumah aku di kunci. Bapak aku sedang marah.
"Kalau Bapak sudah Marah, aku bisa di masukkan ke dalam penjara Mbak! Sungguh! Aku tidak bohong!
"Kalau Mbak tidak percaya, coba Mbak lihat ke depan!"
Pertama aku tidak percaya, tapi setelah aku mencoba untuk melihat ke arah depan ternyata Bapak nya benar ada. Dia memegang pemukul dan seakan akan dia marah ke aku dan ke pemuda itu juga yang mengaku sebagai anaknya.
Aku masih bingung, apa yang sebenarnya terjadi. Aku lalu mengambil keputusan untuk menyelamatkan laki-laki itu dulu.
"Baiklah kamu masuk dulu ke dalam rumahku. Tapi jangan lama-lama!" kataku terpaksa. Aku tidak tau harus berbuat apa lagi ke Pemuda itu.
"Masuklah, di sini kamu aman!" kataku. Di luar sedang gerimis. Baju anak itu basah oleh air hujan rupanya.
"Di luar gerimis ya?"
"Iya Mbak. Terima kasih telah menyelamatkan aku. Aku berhutang Budi banyak ke Mbak."
"Tidak perlu begitu, biasa saja. Aku terpaksa menyelamatkan kamu karena aku tidak mau bapak kamu mengamuk. Aku tidak suka kekerasan." ucapku ke pemuda itu.
"Duduklah, aku akan buatkan kamu air minum." kataku sambil berlalu ke dapur. Sebelumnya aku mengunci pintu depan rumah ku.
"Kamu aman di sini. Nanti pukul sembilan kamu bisa pulang."
"Tidak bisa Kak. Aku harus menginap di sini. Bapak aku tidak mungkin mengijinkan aku untuk tidur di rumah itu lagi sampai besok."
"Tapi, aku tidak bisa menampung kamu untuk tidur di sini malam ini. Aku tidak bisa. Aku tidak mau terjadi sesuatu padaku nantinya."
"Tenang saja Kak. Aku bukan orang nakal kok!" ucapnya padaku. Jujur aku pusing di buatnya.
"Sebentar, ijinkan aku untuk buatkan minum dulu buat kamu. Kamu tunggu dulu di sini."
"Tidak perlu Mbak. Aku tidak suka minum. Kalau ada Mbak bisa kasih aku rokok." ucapnya padaku.
Aku ingat, kalau aku punya simpanan rokok di lemari. Beberapa batang rokok yang aku simpan di lemari sisa Bapak Adit.
"Baiklah, aku akan ambilkan. Tapi tolong, kamu harus mau menurut perintah aku. Kamu harus tidur di luar nanti."
"Iya Mbak, aku akan tidur di luar. Aku berani kok." katanya padaku.
"Ya sudah, kalau begitu urusannya selesai. Aku akan ambilkan rokok buat kamu dan kamu bisa menyimpan nya kalau kamu mau."
"Maksud Mbak?"
"Kamu ambil saja semua rokok yang ada di situ. Nanti kamu bisa merokok di luar nanti sambil aku buatkan kopi atau teh biar enak." kataku ke pemuda itu.
Pemuda itu sedang memperhatikan aku sambil duduk di atas sofa. Di lantai masih terasa kotor. Aku belum menyapu.
"Oh iya, aku lupa. Siapa nama kamu..?"
"Nama aku Kinan Kak!"
"Kinan, nama yang bagus. Baiklah, aku akan bicara padamu setelah ini. Aku akan pergi ke kamar dulu."
"Baik Kak. Tapi jangan lama-lama. Aku tidak mau ada Bapak aku di sini."
"Oh iya, sebentar."
Aku lupa mengunci pintu depan rumahku. Aku lalu mengunci pintu itu dengan benar. Aku tidak mau buat anak ini tidak aman karena ulah bapaknya itu.
Ada beberapa pertanyaan yang akan aku tanyakan ke Kinan masalah Bapaknya itu. Kenapa Bapaknya bisa marah begitu dan aku yang kena repot.
"Kamu akan sekarang, pintu itu sudah aku kunci. jelas ku ke Kinan.
"Baiklah Mbak. Mbak boleh meninggalkan aku sekarang." ucap pemuda itu padaku.
Perasaan Kinan sepertinya sudah tenang, tapi kenapa aku yang merasa tidak tenang sekarang. Aku seperti terperangkap malam ini.
Apa iya Kinan akan melakukan perbuatan yang tidak baik padaku? Atau dia pura-pura bersikap seperti itu padaku agar dia bisa mendekati aku malam ini?
Tidak! Aku akan mengusir Kinan sekarang!
"Mbak, mana rokoknya?"
"Maaf Kinan. Lebih baik kamu keluar sekarang! Aku tidak mau kamu ada di dalam rumahku! Aku tidak tenang setelah ada kamu di sini!" ucapku ke Kinan dengan nada keras.
Ya Tuhan, maafkan lah kesalahan aku ke Pemuda yang bernama Kinan ini.
"Ada apa Mbak? Kenapa Mbak langsung mengusir aku? Apa salah aku Mbak?"
"Pokoknya kamu keluar saja! Tidak baik ada laki-laki di dalam rumah ini! Sekarang aku mohon kamu pergi! Terserah kamu mau di pukuli sama Bapak kamu atau tidak itu bukan urusan aku!
"Sekarang aku minta kamu pergi dari sini! Pergi!"
Aku menyentak Kinan yang sedang bersedih. Air matanya berkaca-kaca di depan aku. Ada ketulusan dalam hatinya yang tidak bisa aku baca dan aku cerna dengan baik.
Aku tidak tega sebenarnya melihat Kinan yang menangis di depan aku. Tapi mau bagaimana lagi. Aku terpaksa mengusir Kinan karena aku takut. Itu saja alasan aku.
"Baik Mbak. Aku akan pergi! Tapi ingat Mbak! Aku tidak akan memaafkan perbuatan Mbak yang ini! Mbak akan melihat aku di pukuli oleh Bapak malam ini!" ucap Kinan setengah menangis.
"Tapi apa urusan aku! Itu urusan kamu sama Bapak kamu! Kamu jangan bawa - bawa aku ke situ! Aku bukan siapa - siapa kamu!" ucapku setelah berteriak.
Kinan langsung menangis dan mengeluarkan air mata. Dia mungkin sudah tidak tahan lagi untuk bisa menangis di depan aku.
"Kinan tolong berhenti menangis! Jangan pernah menangis di depan aku! Kamu tidak boleh seperti itu!" ucapku lanjut.
Heran, Kinan masih tidak mau keluar dari rumah aku juga.
"Kinan, aku mohon kamu keluar sekarang! Kalau tidak aku akan memaksa kamu untuk keluar!" kataku dengan nada keras.
Tuhan, maafkan lah aku. Aku terpaksa harus berlaku keras di depan Kinan.
Kinan tambah keras menangis di depan aku sambil berkata. "Tidak Kak, aku takut sama Bapakku. Dia bisa memukuli aku sekarang juga!" katanya sambil menjerit ketakutan.
Aku lalu coba cek di luar, Bapak itu masih ada rupanya. Dia geram sekali. Kak jadi takut. Takut anak ini di apa-apakan sama Bapak itu. Padahal dia adalah Bapaknya sendiri.
"Baiklah sekarang kamu bangun! Tapi kamu tidak bisa tinggal di sini, aku tidak biasa berduaan dengan laki-laki seperti kamu." ucapku ke Kinan.
Mungkin Kinan tidak akan mengerti kenapa aku bisa seperti itu. Kinan sudah terlihat dewasa, aku tidak mau Kinan berbuat yang tidak adil padaku.
To be continue.
[Maaf kalau terdapat Typo.]
Maya POV 🌙
Aku masih melihat Kinan menangis di depan aku. Aku lalu minta tolong ke Kinan.
"Kinan, tolong keluarlah demi aku. Aku tidak bisa menerima kamu malam ini. Cobalah untuk mengerti dan tidak perlu menangis.
"Kamu adalah laki-laki gagah! Tak pantas bagi kamu untuk menangis! Menangis itu haknya perempuan bukan laki-laki!" ucapku tegas ke Kinan.
Aku sudah capai menghadapi laki-laki ini. Dia seperti adik aku saja yang sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu. Tapi Kinan lebih dewasa dan terkesan cengeng.
"Diam Kinan! Kau tau kamu bisa diam! Kalau perlu kamu bisa lari dari bapakmu! Aku tidak akan tanya masalahnya karena hari sudah larut malam." ucapku lanjut ke Kinan.
Aku masih tidak bisa berbuat apa-apa lagi ke Kinan. Apa yang akan aku bayangkan kalau tiba-tiba Kinan berbuat hal yang aneh.
Aku tidak bisa bayangkan itu. Aku lalu meminta Kinan untuk keluar sekarang.
"Sekarang kamu boleh keluar! Maafkan Mbak, Mbak tidak bisa berbuat apa-apa!" kataku sambil setengah menangis dan memaksa Kinan untuk pergi dari dalam rumah kontrakan aku.
Sebenarnya aku cukup bersedih karena Kinan yang bersedih dan menangis. Aku tidak kuat untuk bisa terus melihat Kinan menangis di depan aku. Aku menangis dan mulai menghapus air mataku yang jatuh di pipi. Doaku dalam hati, semoga Kinan bisa dapat perlindungan dari Tuhan atau siapa pun yang ada di dunia ini.
Kinan keluar dengan tetap menangis, dan Bapaknya datang sambil menyeret dia. Aku tidak bisa apa-apa. Aku melihat Bapak Kinan memukul Kinan dari arah belakang yang buat Kinan menjerit kesakitan.
"Ya Allah..!" bisik ku dalam hati.
Kenapa Bapak itu tega memukuli Kinan seperti itu? Apa salah Kinan sebenarnya hingga dia harus bernasib seperti itu?
Aku masih melihat Kinan berteriak karena pukulan Bapaknya yang mengenai tubuhnya. Aku tidak tega dan langsung menutup dan mengunci pintu rumah aku dari dalam.
"Tuhan, ada apa lagi ini? Kenapa kamu membiarkan orang seperti Bapaknya Kinan yang seperti bajingan itu ada di dunia ini dan tega melakukan pemukulan pada anak kesayangan nya!?"
Aku masih menyaksikan Bapaknya setengah menjerit dan melihat kalau Kinan masih menangis dan tidak mencoba untuk membela dirinya.
"Ayo masuk! Kamu harus di kasih pelajaran!" kata Bapaknya. Aku dengar suara itu dari luar!
Debuk! Debuk! Debuk!
Suara pukulan itu masih terdengar dari arah rumah aku, sayup. Kinan masih aku dengar menjerit kesakitan sambil minta ampun.
"Ampun Pak! Ampun! Kinan minta maaf Pak! Kinan tidak akan keluar lagi Pak! Ampun!" suara Kinan terdengar dari luar.
Tuhan, ada apa sebenarnya? Kenapa Bapaknya tidak memberi ijin Kinan untuk keluar rumah? Padahal Kinan sudah dewasa dan sudah waktunya untuk bisa cari pengalaman.
Apa aku yang salah atau aku yang suka ikut campur urusan orang. Telepon lalu berdering. Aku coba cek, dan itu adalah Bos Doni.
"Halo Maya, apakah kamu di situ?"
"Iya Pak, saya Maya sekretaris Bapak. Ada apa Pak?"
"Kamu besok tolong datang ke kantor. Bapak ingin bicara dengan kamu."
"Baik Pak! Aku akan ke kantor besok pukul tujuh pagi."
"Baiklah Bapak tunggu!" Klik.
Ponsel itu lalu di tutup. Aku sedikit merasa lega karena Pak Doni sudah mau bicara padaku malam itu. Pikiran aku masih tidak tenang. Yang ada di benak aku adalah Kinan.
Aku tengok kaca jendela rumah aku. Kau melihat rumah sebelah dengan cak kuning. Itu adalah rumah Kinan. Rumah itu sepi, tidak ada suara atau apa pun yang aku dengar.
Aku merasa lega dan tenang sekarang. Aku lalu duduk dan mencoba untuk menenangkan diriku. Aku lalu menonton televisi kesayangan aku.
Aku melihat telenovela yang aku pilih dari Chanel televisi yang ada. Aku lupa, kalau aku janji akan beri rokok ke Kinan tadi tapi tidak jadi. Mungkin besok saja. Kataku dalam hati.
Aku diam dan terus menonton televisi dengan nyaman. Aku sedih karena aku seorang wanita yang jomblo dan tidak punya teman untuk bermain. Andai ada Kinan di sini, rumah aku ini tidak akan sepi. Karena dia akan menemani aku sepanjang malam ini.
Tapi aku sudah ambil keputusan, dan aku tidak bisa apa-apa sekarang. Aku menghembuskan napas tenang. Aku akan menunggu hari besok untuk bertemu dengan bos aku. Doni Damara.
***
Pagi menjelang, aku bangun telat. Aku bangun sekitar pukul enam pagi telat solat subuh. Itu karena aku terlalu larut menonton televisi film horor semalam.
Aku langsung bergegas mandi dan berpakaian rapih. Sekarang aku siap untuk pergi ke kantor untuk menemui Pak Doni.
Aku masuk ke kantor itu dan langsung bertemu Pak Doni.
"Silahkan masuk." kataya padaku.
"Maaf Pak, aku telat setengah jam. Tadi di jalan macet." kataku ke Pak Doni.
"Tidak mengapa, tapi lain kali kamu tidak boleh telat karena aku paling tidak suka sama karyawan yang suka telat."
"Baik Pak."
"Silahkan duduk."
"Terima kasih."
"Bagaimana hari libur kamu? Bukan kah aku yang menyuruh kamu untuk ambil rumah kontrakan itu?"
"Iya Pak. Kau sudah menyewa rumah kontrakan murah yang mungkin selama sepuluh bulan aku bisa melunasinya."
"Kamu bisa pinjam uang padaku."
"Tidak Pak. Aku tidak seberani itu. Aku lebih suka bekerja keras dan mendapat uang hasil kerjaku dan membayar dengan uang itu Pak.
"Maaf Pak, aku tidak bisa menerimanya."
"Tidak masalah. Pagi ini aku ucapkan selamat datang dan selamat bekerja. Ada beberapa file yang perlu kamu salin dan kamu simpan di laptop aku yang ini."
"Aku baru beli laptop ini seharga lima juta dan sekarang aku kasih ke kamu. Tolong kamu jaga laptop ini dan simpan di tempat yang aman."
"Kamu boleh membawa laptop ini ke rumah kamu kalau kamu mau!"
"Baik Pak terima kasih. Aku akan bawa laptop Bapak kalau aku perlu dan butuh untuk mengetik itu saja. Selebihnya aku tidak membutuhkannya Pak."
"Terserah kamu. Itu keputusan kamu. Yang penting kamu disiplin bekerja untuk ku dan untuk kantor ini." lanjut Pak Doni padaku.
"Baik Pak, aku siap bekerja untuk Bapak. Oh Iya, mana file yang akan aku ketik dan aku selain ke laptop Pak!"
"Ini File nya. Berupa hard file. Kamu pegang file ini dan jangan sampai hilang. Karena file itu penting." kata Pak Doni lanjut.
"Baik Pak." jawabku.
Aku terima File itu dan aku ambil file itu dari meja dan siap mengetik di ruangan aku.
"Oh Iya Pak, di mana ruangan aku sekarang?"
"Kamu duduk di depan kantorku. Ruangan kamu di situ." Pak Doni menunjuk satu meja yang masih kotor. Kau kecewa sekali. Aku harus sabar dan mau membersihkan meja itu dengan baik.
Kau bawa laptop milik Pak Doni dengan di saksikan beberapa karyawan yang lain.
Sebelum aku duduk, aku coba bersihkan meja tempat kerjaku sambil menahan sesak di dada. Mungkin aku harus terbiasa seperti ini agar aku bisa kuat nanti.
Aku akan mencoba untuk bersabar seperti yang aku inginkan. Meski sebenarnya aku kesal sekali pagi itu.
Seharian aku mengetik sambil sesekali di hampiri Pak Doni. Aku perhatikan anak Pak Doni yang baru datang dan katanya mau ikut membantu Pak Doni di kantor.
Pak Doni memperkenalkan anaknya itu yang masih muda dan baru lulus kuliah akuntansi. Katanya dia mampu di bidang itu.
Setelah berkenalan dia ikut masuk ke ruangan Bapaknya. Tuhan, aku harus mencoba untuk tenang.
Pemuda yang bernama Aldi Nugraha itu duduk sendiri di dalam kamarnya. Aku Mahan napas sebisanya karena tidak kuat dengan apa yang aku lihat di kantor. Pemuda yang aku suka sedang berjaga di kantor.
Aku sudah tidak lihat Pak Doni ada di ruangannya lagi. Jam istirahat aku langsung keluar dan pergi mencari teman yang tenang dan nyaman.
Aku pergi ke taman dan duduk sendiri di situ. Dari jauh aku lihat Aldi sedang duduk bersama satu karyawan yang tidak aku kenal.
"Permisi..!" seorang perempuan datang padaku. Dia adalah Berta karyawan kantor bagian Administrasi atau surat - menyurat.
"Iya, silahkan." aku pura-pura bersikap sopan dan manis di depan dia. Meski sebenarnya aku tidak terlalu suka kalau waktu tenang aku di ganggu oleh siapa saja.
Tapi tidak tau kalau Berta yang datang. Soalnya kami sudah lama tidak komunikasi.
"Bagaimana Pak bos tadi, enak?"
"Enak apanya? Yang pasti aku di kasih pekerjaan yang banyak dan melelahkan." jawabku datar.
"Pastinya. Kan baru masuk, hari pertama juga." ucap Berta setengah bercanda.
"Iya Berta. Aku jadi capai dan tidak seperti seminggu yang lalu. Aku banyak istirahat di rumah dan sekarang harus bekerja lagi." ucapku dengan nada lesu.
"Yah, seperti itulah orang bekerja. Kamu bisa merasakannya sendiri. Oh iya, by the way bagaimana anak Pak Doni tadi, cakep tidak? Aku yakin dia masuk kriteria cowok idaman kamu!
"Ganteng, pintar, kaya dan sedikit modis. Betul begitu?"
"Berta, kamu bicara apa? Kamu tidak tau apa yang aku hadapi sekarang. Aldi bukan siapa - siapa aku. Dia cuma anak Pak Doni. Aku lebih suka Pak Doni yang lebih bijaksana." kataku ke Berta.
Jujur aku lebih suka Bapak - Bapak ketimbang anak muda seperti Aldi atau Kinan. Mereka cuma sponsor buat aku. Aku tidak mungkin menaruh hati ke mereka. Mereka terlalu lugu dan muda untuk aku yang sudah berkepala tiga.
"Jadi, kamu lebih suka Pak Brata?" lanjut Berta padaku.
"Iya, aku lebih suka cowok yang seperti Pak Doni. Kaya raya dan punya kantor sendiri. Paling tidak, aku tidak susah untuk bekerja dan tidak repot - repot cari kantor."
Hehehe. Aku jadi tertawa di susul oleh Berta. Berta tau bagaimana dulu waktu aku masih berteman sama dia yang selama tiga hari mencari kantor untuk tempat kami bekerja.
Aku dan Berta tidak pernah di terima untuk bekerja di kantor perusahaan yang sudah full oleh karyawan dan pekerja. Itu pun aku bisa masuk ke kantor Aliyas milik Pak Doni, itu karena bantuan dari Ibu Doni yang katanya,
"Kasihan perempuan, bantu saja. Anggap saja mereka saudara atau anak kita."
Ibu Sulastri istri Pak Doni dengan sigap bilang begitu dan Pak Doni setuju. Yes! Aku di terima bekerja dengan Berta waktu itu setahun yang lalu. Tapi sampai hari ini aku masih cemas karena akal Pak Doni macam - macam maunya.
Dia ingin semua Karyawan punya rumah kontrakan yang dekat dengan kantor. Dan sekarang anaknya Aldi juga masuk kerja di kantor. Dan itu menambah keuangan kantor yang kian menipis.
"Kamu yang sabar ya Maya? Kamu ingat baik - baik pesan aku. Aku ijin permisi dulu. Aku mau ke kantin dulu. Kamu ingin pesan sesuatu?"
Berta bertanya padaku sambil berdiri dan melihat aku kecapaian. Wajah Kinan masih menghantui aku, di mana dia sempat menangis di depan aku. Dan sekarang, aku seperti ingin menangis di depan Kinan karena nasib aku yang tidak kuat untuk bekerja di kantor lagi.
Untung ada Berta yang mau menemani aku. Jujur aku tidak bisa seperti ini terus. Aku harus punya semangat untuk bekerja dan untuk hidup di kantor ini.
"Maya, kamu masih sadar bukan..?" Berta menyadarkan aku. Aku jadi kaget dan terkesiap. Lamunan aku langsung buyar seketika.
"Iya, maaf aku masih melamun." jawabku ke Berta.
"Jangan banyak melamun, kamu harus terlihat sehat di depan orang - orang di sini. Mereka bisa melapor ke atasan kalau kamu tidak sehat." ucap Berta yang buat aku takut.
Ya, bekerja di kantor Pak Doni tidak mudah bagi aku yang suka capai dan malas bekerja. Pak Doni dan Ibu Sulastri suka Karyawan yang disiplin bekerja dan siap untuk capai. Berbeda dengan aku yang lemah.
"Maya, kamu ingin pesan sesuatu?" Berta bertanya lagi padaku. Dia belum beranjak pergi sebelum aku menjawab pertanyaan dia.
"Tidak Berta, terima kasih." ucapku datar. Aku tidak mau uang aku habis untuk beli jajan. Sementara keuangan aku sedang menipis.
"Ayolah, kalau begitu biar aku saja yang beli buat kamu. Aku tau kamu lapar. Kamu tunggu di sini ya!" Berta langsung mengambil keputusan yang buat aku diam dan tidak bisa menolak.
Berta pergi meninggalkan aku dan buat aku kembali sendirian di taman itu. Pikiran aku terarah ke Aldi dan aku mencoba untuk menepis. Aku tidak aku kerjaku jadi berantakan karena kepikiran sama satu orang bernama Aldi Nugraha.
Aku lebih suka fokus ke satu orang yaitu Kinan atau Pak Doni. Iya, aku lupa kalau aku nanti akan bertemu dengan Kinan untuk memberikan bungkusan rokok itu yang setengahnya masih terisi rokok.
Semoga Kinan mau berbahagia dengan rokok itu nanti setelah jam pulang kantor.
Berta datang, dia membawakan roti untuk aku.
"Tara..!!" suara Berta buat aku tersenyum. Dia berjalan menuju tempat aku duduk. Aku sama sekali tidak bisa berdiri di depan dia.
"Ini aku bawakan apa buat kamu. Aku bawakan roti kesukaan kamu. Kamu suka roti keju bukan..?"
"Iya, aku suka roti keju. Tapi sekarang aku diet manis, jadi aku tidak banyak makan gula untuk sekarang." jelas aku ke Berta.
"Kadar gula di dalam roti keju ini ringan kok. Kamu boleh mencobanya." Berta memaksa aku untuk memakan roti itu. Aku tidak bisa menolaknya.
"Baiklah aku akan mencobanya tapi sedikit saja." kataku ke Berta.
Aku menerima roti keju itu dari tangan Berta dan membuka bungkus plastik itu langsung. Aku memakan roti itu dan terasa manis di mulut.
Sebenarnya aku cuma alasan saja ke Berta. Aku berbohong ke Berta karena aku tidak mau menerima roti yang Berta beli. Berta baik sekali padaku.
To Be Continue.
[Maaf kalau terdapat Typo.]
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!