Duarrr.
Suara petir menyambar. Malam itu cuaca terlihat sangat buruk. Hujan disertai angin kencang dan petir melanda seluruh kota.
Terlihat kediaman yang besar dan megah di tengah kota tersebut. Tidak lama kemudian kediaman itu telah dikepung oleh ratusan orang. Sembilan dari ratusan orang itu maju ke depan, seakan mereka adalah pemimpin.
“Keluarlah, hadapi ajalmu!” salah satu dari sembilan orang berteriak ke dalam kediaman itu.
Tidak selang beberapa menit seorang pria dari dalam kediaman itu menjawab “Apakah ini keputusan kalian?”
“Ya, ini keputusan kami, sekarang keluarlah hadapai ajalmu YE YANG ZEN!”
Pria dalam kediaman itu keluar tanpa memedulikan hujan yang menerpa tubuhnya seraya berkata, “Kau begitu arogan, Qiu Feng.”
“Bagaimana dengan kalian Yun Zhao, Feng Lin, Zhen Yan, Sima Ji, Lu Chen, Qin Mu, Li bersaudara?” Ye Yang Zen menatap mereka berdelapan secara bergantian.
Beberapa menit telah berlalu, tapi mereka tidak menjawab. Menandakan mereka setuju dengan keputusan Qiu Feng.
“Tidak kusangka 9 orang yang telah kuanggap sebagai saudara, tiba saatnya akan mengkhianatiku.”
“Heh, kau sudah bukan pemimpin kami lagi!” Qiu Feng menanggapi dengan nada meremehkan.
“Sekarang hanya ada 9 Penyihir Agung!” Qiu Feng melanjutkan kata-katanya.
Sambil tertawa kecil, Ye Yang Zen berkata, “Hahaha, Beginikah kelakuan 9 Penyihir Agung? Aku menyesal telah bergabung dan memimpin kelompok sampah seperti kalian.”
“Jika nyawaku yang kalian inginkan, kemarilah dan ambil apa yang kalian mau.” Ye Yang Zen berkata dengan nada tinggi, amarah telah menyebar ke seluruh tubuhnya.
“Jangan terlalu memandang tinggi dirimu, kau sudah tidak kuat seperti yang dulu!” terdengar dari kata-katanya, bahwa Qiu Feng sangat meremehkan Ye Yang Zen yang sekarang.
“Lebih baik pemimpin menuruti apa yang Kak Qiu Feng mau, siapa tahu—” Yun Zhao mencoba membujuk Ye Yang Zen.
“DIAM! aku tak akan menyerahkan anakku pada kalian, sekalipun nyawaku taruhannya!” sebelum perkataan Yun Zhao selesai, Ye Yang Zen telah memberi jawaban.
“Berusaha merahasiakan penemuan kalian pada dunia agar bisa kalian gunakan sendiri, meracuni istriku saat sedang hamil anak ke-2, dan sekarang kalian mencoba mengambil anakku?”
“Aku sudah tak akan menahan diri pada kalian, akan ku pertaruhkan nyawaku dalam pertarungan ini.” Ye Yang Zen yang dari tadi diselimuti amarah telah membulatkan keputusan.
“Sepertinya kau telah mengambil keputusan.” Qiu Feng menatap tajam ke arah Ye Yang Zen.
“Sudah basa basinya, sekarang majulah!” Ye Yang Zen berteriak dengan penuh keyakinan.
Tidak lama setelah Ye Yang Zen berteriak, kesembilan orang itu hampir secara bersamaan meneriakan kata “MAJU!”
Ratusan orang yang telah mengepung kediaman Ye Yang Zen dengan cepat menyerbu ke arahnya. Sedangkan 9 Penyihir Agung hanya melihat dari kejauhan. Menunggu Ye Yang Zen kelelahan.
Dalam pertempuran melawan ratusan orang, Ye Yang Zen tidak gentar sedikitpun. Dia bisa mengungguli ratusan orang itu dengan sangat mudah. Hanya saja ketika beberapa orang mati selalu muncul orang yang menggantikannya, seakan tidak memberi istirahat kepada Ye Yang Zen.
Di tengah-tengah pertempuran, Ye Yang Zen memanggil sebilah pedang dengan sihirnya. Dia memasuki mode serius.
“Sepertinya Ye Yang Zen hampir kehabisan mana.” Ucap Qiu Feng dengan senyumnya.
“Disaat pemimpin sudah memanggil 'Black Hole' itu artinya dia serius dalam pertarungannya.” Yun Zhao menanggapi ucapan Qiu Feng.
Black Hole adalah nama pedang Ye Yang Zen. Dia menamai Black Hole karena setiap tebasan pedang itu dapat menimbulkan sebuah lubang hitam yang menarik benda yang di tebas dan mengirim benda tersebut entah kemana. Bahkan 9 Penyihir Agung waspada dengan pedang tersebut.
Zhen Yan mengelus dagunya lalu berkata “Untuk menggunakan pedang tersebut membutuhkan banyak mana, dia akan segera kelelahan karena kehabisan mana!”
Sima Ji tersenyum lebar seraya berkata “Saat dia kelelahan, waktunya kita bertindak membunuhnya!”
Beberapa menit berlalu, ratusan orang yang mengepung kediaman Ye Yang Zen telah binasa. Tersisa 9 Penyihir Agung yang mengepung Ye Yang Zen.
Walaupun keadaan Ye Yang Zen tidak terlalu buruk, akan tetapi mana di tubuhnya tersisa sedikit. Tidak cukup untuk mengalahkan 9 Penyihir Agung.
Ye Yang Zen yang kedua lututnya menyentuh tanah. Dua tangan memegang pedang yang menghadap ke bawah. Kepala yang menunduk ke bawah. Saat sadar bahwa dirinya telah di kepung oleh 9 Penyihir Agung dan sadar tidak bisa mengalahkan mereka. Dia mulai merencanakan sesuatu.
“Melihat dirimu yang sekarang membuatku ingin segera membunuhmu, tetapi ini bukan saatnya!” Qiu Feng berteriak dengan gembira.
“Sebelum aku membunuhmu. Aku akan mengambil kekuatan kedua anakmu, menyiksa mereka lalu membunuhnya di hadapanmu Hahahahaha.” Qiu Feng tertawa sangat keras.
Ye Yang Zen yang mendengar itu hanya tersenyum lalu berkata “Kebodohanmu tidak berkurang malah semakin bertambah Qiu Feng!”
“Kalian juga.” Ye Yang Zen melanjutkan kalimatnya yang diarahkan ke 9 Penyihir Agung.
“Apakah kalian yakin anakku masih di dalam kediaman?” Ye Yang Zen berusaha mengalihkan perhatian mereka.
9 Penyihir Agung terkejut dengan perkataan Ye Yang Zen. Mereka saling menatap dengan kebingungan. Selang beberapa detik, Qiu Feng dengan panik berkata “Cepat cari anaknya di dalam rumah!”
Lu Chen, Qin Mu, Li bersaudara, keempat orang itu bergegas mencari ke dalam kediaman Ye Yang Zen. Sedangkan, yang lain tetap menahan Ye Yang Zen di luar.
5 menit kemudian, mereka kembali dengan tangan kosong. Qiu Feng tanpa bertanya sudah mengetahui hasilnya. ‘Sial, sial, sialan!’ Qiu Feng mengumpat dalam hatinya.
Ye Yang Zen tertawa sangat keras saat melihat ekspresi Qiu Feng dan yang lainnya.
Melihat Ye Yang Zen tertawa, Qiu Feng semakin marah lalu berkata “Aku berubah pikiran. Aku akan membunuhmu sekarang lalu mencincang mayatmu menjadi seratus bagian!”
“Tunggu!” Feng Lin mencoba menenangkan Qiu Feng.
Qiu Feng melotot ke arah Feng Lin. Tapi Feng Lin tidak menghiraukan tatapan Qiu Feng. “Lebih baik dua atau tiga orang dari kita mencari anaknya, sedangkan yang lain mengurus Ye Yang Zen.” Feng Lin memberi masukan seraya melihat kedelapan orang lainnya.
Qiu Feng dan yang lainnya mengangguk setuju dengan masukan Feng Lin. Ketika mereka akan membagi tugas. Ye Yang Zen berkata, “Apakah aku mengizinkan kalian pergi?”
Setelah itu Ye Yang Zen berdiri lalu mengangkat pedangnya dengan satu tangan. Entah bagaimana Ye Yang Zen bisa mengisi mana kembali dan mendapatkan energi untuk kembali bertarung. Apakah itu tekad? semangat? kasih sayang seorang ayah kepada anaknya?. Hanya Ye Yang Zen yang tau.
9 Penyihir Agung yang melihat tindakan Ye Yang Zen hanya berkata dalam hati 'Apa yang dilakukan orang ini?'
“Karena kalian sudah datang, jangan harap bisa pergi dengan mudah!” Ye Yang Zen menatap mereka yang sedang kebingungan dengan tajam.
Bersambung
“Karena kalian sudah datang, jangan harap bisa pergi dengan mudah!” Ye Yang Zen menatap mereka yang sedang kebingungan dengan tajam.
Di tengah kebingungan, Qiu Feng menyadari ada yang aneh dengan tindakan Ye Yang Zen. Merasakan keanehan itu, Qiu Feng berteriak kepada yang lainnya “Cepat, hentikan dia!”
Mendengar perintah Qiu Feng. Mereka bergegas menghentikan Ye Yang Zen, namun sudah terlambat.
Mana yang sangat besar telah berkumpul di sekitar pedang yang di pegang Ye Yang Zen. Semakin lama, mana yang terkumpul semakin banyak. Seakan pedang Ye Yang Zen menghisap semua mana di sekitarnya. Siapapun yang mendekat mananya akan terhisap lalu pingsan, bahkan bisa mati.
Terkejut dengan fenomena itu. 9 Penyihir Agung melompat mundur ke belakang beberapa meter. Di tengah keterkejutannya, Feng Lin memikirkan sebuah rencana. Dia berusaha keras memutar otak. Akhirnya dia menemukan beberapa rencana.
“Karena serangan jarak dekat tidak mungkin, lakukan serangan jarak jauh. Gunakan sihir jarak jauh paling kuat yang kalian miliki!” Feng Lin berteriak sangat keras.
“Sihir Api Tingkat Semesta Tinggi: Seribu Hujan Meteor.” Feng Lin mengeluarkan sihir terkuatnya. Dari atas kepalanya turun Seribu Meteor yang mengarah ke Ye Yang Zen.
“Sihir Angin Tingkat Semesta Tinggi: Badai Tebasan Pisau.” Zhen Yan mengeluarkan sihir terkuatnya juga. Dari belakang badanya muncul hembusan angin yang sangat cepat dan kuat mengarah ke Ye Yang Zen. Setelah mengenai target maka angin itu membentuk badai lalu menggores target hingga mati.
Li bersaudara tidak ingin kalah dengan mereka berdua. Li Yin mengeluarkan sihir air, lalu disusul Li Yun yang mengeluarkan sihir petir. “Sihir Air dan Petir Tingkat Semesta Tinggi: Ombak Petir.” Mereka mengatakan sihirnya secara bersamaan. Dari depan mereka muncul ombak yang besar disertai aliran petir.
“Sihir Cahaya Tingkat Semesta Tinggi: Cahaya penghakiman.” Yun Zhao menyusul setelah Li bersaudara. Sihirnya akan menyerang dari atas target lalu membakar si target menjadi abu.
Karena Qin Mu sihir terkuatnya adalah sihir pendukung. Dia tidak mengeluarkan sihir serangan, melainkan sihir pendukung untuk mendukung serangan Lu Chen.
“Sihir Cahaya Tingkat Semesta Tinggi: Berkat Dewi Cahaya.”
Setelah Qin Mu menggunakan sihirnya. Kekuatan Lu Chen menjadi seratus kali lebih kuat. “Sihir Tumbuhan Tingkat Semesta Tinggi: Akar Kejahatan.” Lu Chen segera mengeluarkan sihirnya. Dari bawah tanah muncul ratusan akar yang bergerak dengan tujuan melilit si target lalu menghisap aura kehidupannya.
Jika yang lain tidak menggunakan senjata. Berbeda dengan Sima Ji yang mengeluarkan senjata andalannya, yaitu busur panah. Setelah mengeluarkan senjatanya, Sima Ji mengambil posisi memanah yang di arahkan ke Ye Yang Zen. Dia menarik tali busur tanpa anak panah.
“Sihir Angin Tingkat Semesta Tinggi: Sejuta Panah Angin.” Sima Ji lalu melepaskan tali busurnya. Muncul angin yang berbentuk anak panah dengan kecepatan tinggi.
Belum selesai dengan satu serangan, Sima Ji dengan cepat mengambil posisi lalu menarik tali busurnya seraya berkata, “Sihir Cahaya Tingkat Semesta Menengah: Seribu Panah Petir.” Dia mengeluarkan serangan kedua.
Tidak lama setelah itu, Sima Ji meluncurkan serangan ketiga, keempat, dan kelima. Setelah itu dia tersenyum jahat, dia orang kedua setelah Qiu Feng yang sangat menginginkan nyawa Ye Yang Zen.
Yang terakhir adalah Qiu Feng, pemimpin 9 Penyihir Agung. Dia memejamkan matanya, mengambil napas panjang, lalu berteriak dengan sangat keras, “Sihir Kegelapan Tingkat Surga Rendah: Pedang Hitam Membelah Langit.” Dia membuka matanya setelah selesai mengucapkan sihirnya. Ada rasa bangga saat Qiu Feng meneriakan sihirnya. Seketika langit menjadi gelap lalu muncul pedang besar berwarna hitam yang membelah langit. Pedang itu mengarah ke Ye Yang Zen.
8 Penyihir Agung terkejut mengetahui bahwa Qiu Feng bisa menggunakan sihir tingkat surga walaupun hanya di tingkat rendah. Dulu ketika masih ada 10 Penyihir Agung tidak ada di antara mereka yang bisa menggunakan sihir tingkat surga termasuk Ye Yang Zen. Namun, sekarang Qiu Feng sebagai pemimpin 9 Penyihir Agung bisa menggunakan sihir tingkat surga. Mereka merasa senang karena berpihak kepada Qiu Feng. Andaikan mereka berpihak kepada Ye Yang Zen, entah bagaimana nasib mereka.
Ye Yang Zen tetap tenang saat 9 Penyihir Agung menyerang dia. Tidak ada gerakan menghindar atau tindakan yang berusaha menyelamatkan diri. Dia tetap diam di tempat.
Melihat Ye Yang Zen diam di tempat. 9 Penyihir Agung berpikir bahwa dia pasrah menghadapi kematian. Tapi, mereka tidak tahu bahwa Ye Yang Zen tidak akan mati menghadapi serangan mereka.
Ketika serangan mereka mengenai Ye Yang Zen. Bukannya meledak tapi serangan mereka hilang terserap oleh sesuatu yang mereka tidak tahu. Bahkan serangan tingkat surga milik Qiu Feng juga lenyap. Melihat pemandangan itu mereka tersungkur ke tanah karena tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi.
Melihat ekspresi mereka, Ye Yang Zen tersenyum meremehkan mereka lalu berkata, “Heh, apakah ini serangan terkuat kalian? sangat lemah hahahaha.” Dia tertawa sangat puas.
Mereka melihat Ye Yang Zen seraya berkata dalam hati, ‘Bukan kami yang lemah, tapi kau yang seperti monster!’
9 Penyihir Agung masih belum bergerak selama beberapa menit karena kejadian tadi. Ye Yang Zen juga tetap diam. Kedua pihak sama-sama diam. Tapi keheningan pecah saat Feng Lin berteriak.
“Kenapa kalian melamun? cepat serang Ye Yang Zen lagi!” tiba-tiba Feng Lin berteriak memerintah mereka.
“Apa kau buta? serangan terkuat kita bahkan tidak bisa membunuhnya.” Sima Ji menanggapi perintah Feng Lin dengan nada sedikit marah.
“Apa kalian begitu bodoh? serangan terkuat kita tidak bisa membunuhnya karena terserap oleh sesuatu.” Feng Lin mencoba menjelaskan pada mereka.
“Ya, lalu?” Qiu Feng menanggapi dengan nada bodoh.
‘Kau sebagai pemimpin kenapa begitu bodoh?’ Feng Lin berkata dalam hati, tidak berani jika berkata langsung. Jika Qiu Feng masih belum bisa menggunakan sihir tingkat surga. Feng Lin tentu saja masih berani. Tapi, sekarang Qiu Feng sudah bisa menggunakan sihir tingkat surga. Kalau dia nekat berkata langsung di depannya, dia bisa di bunuh. Feng Lin masih sayang nyawa.
“Apakah kalian melupakan Black Hole? kekuatan unik pedang itu adalah setiap tebasan bisa menimbulkan lubang hitam lalu menarik benda di sekitarnya dan mengirim benda tersebut entah kemana.” Feng Lin mencoba menjelaskan.
“Kekuatan kita mungkin juga telah di tarik oleh lubang hitam lalu di kirimkan entah kemana, hanya bedanya kekuatan kita terserap bukan karena di tebas oleh pedangnya tapi mengenai tubuhnya.” Feng Lin melanjutkan penjelasannya.
Akhirnya mereka mengerti sesuatu yang menghisap serangan mereka.
“Lalu kenapa kau menyuruh kita terus menyerang walaupun sudah tahu kalau tidak berhasil?” tanya Lu Chen.
“Agar staminanya habis.” Feng Lin menjawab singkat.
Tanpa banyak pertanyaan. Mereka mulai menyerang Ye Yang Zen dengan membabi buta.
Ye Yang Zen hanya tersenyum.
30 menit telah berlalu.
Ye Yang Zen masih diam di tempat dengan posisi yang sama seperti dari awal. Serangan yang 9 Penyihir Agung luncurkan masih terserap oleh Ye Yang Zen. Mereka mulai panik karena Ye Yang Zen tidak kehabisan stamina. Selang beberapa menit, Ye Yang Zen batuk berdarah. Melihat Ye Yang Zen terluka, mereka kembali termotivasi.
“Uhuk uhuk uhuk.” Ye Yang Zen terbatuk. Darah keluar dari mulutnya saat terbatuk.
Melihat darah yang keluar saat dia batuk. Ye Yang Zen bergumam lirih “Sepertinya sudah waktunya.”
“Apakah kalian siap?” Ye Yang Zen berkata sambil menatap 9 Penyihir Agung.
9 Penyihir Agung yang di buat bingung lagi oleh perkataan Ye Yang Zen memilih untuk diam.
Ye Yang Zen hanya tersenyum lalu dia mengucapkan sebuah mantra yang hanya bisa di dengar oleh dirinya sendiri.
Beberapa menit kemudian, Ye Yang Zen selesai mengucapkan mantranya. Dia menghadap ke langit dan berteriak “GERBANG PERSEMBAHAN!”
Tidak lama setelah Ye Yang Zen mengucapkan 2 kata itu. Langit menjadi gelap, lebih gelap dari fenomena yang di timbulkan saat Qiu Feng meluncurkan sihir tingkat surga. Hujan menjadi semakin deras. Suasana menjadi mencekam.
Tiba-tiba dari langit turun sebuah gerbang. Gerbang itu berkata “Siapa yang memanggilku?”
9 Penyihir Agung merasa dalam bahaya ketika melihat gerbang yang baru saja turun itu. Mereka mencoba kabur, tapi badan mereka tidak bisa bergerak. Sekedar berbicarapun tak bisa.
“Aku yang telah memanggilmu!” sahut Ye Yang Zen.
“Apa yang akan kau berikan padaku?” Gerbang itu langsung bertanya.
“Aku telah memberikanmu beberapa Mana, aku juga akan menyerahkan nyawaku jika kau bisa mengabulkan permintaanku.”
“Apa permintaanmu?” Tanya gerbang itu.
“Dengan seluruh persembahanku. Apa yang bisa kau lakukan pada mereka?” Ye Yang Zen menunjuk 9 Penyihir Agung.
“Aku bisa mengambil 50% kekuatan dari setiap orang!” jawab gerbang itu.
9 Penyihir Agung yang mendengar kalimat gerbang itu seketika panik, marah, ingin rasanya pergi dan meninggalkan tujuan untuk membunuh Ye Yang Zen. Tapi, mereka tidak bisa bicara atau bergerak. Pasrah adalah hal yang bisa mereka lakukan saat ini.
“Baiklah, itu sudah cukup!” Ye Yang Zen menyetujui kontrak itu. Dia sepenuh hatinya yakin kepada anak-anaknya. Jika 9 Penyihir Agung mencoba mencari anaknya, mungkin diperlukan 15 tahun lebih untuk menemukan mereka. Jika sang anak ingin balas dendam, kemungkinan mereka berhasil meningkat. Semua tergantung keputusan sang anak. Apakah dirinya mau balas dendam atau tidak, Ye Yang Zen akan menghargai keputusan sang anak.
“Baiklah, kontrak tercapai!”
Setelah itu Gerbang Persembahan membuka gerbangnya. Dari dalam gerbang itu muncul 9 ular yang menghampiri 9 Penyihir Agung. Mereka menggigit leher 9 Penyihir Agung. 9 Penyihir Agung merasa sangat kesakitan, tapi mereka masih tidak bisa bergerak. Semenit telah berlalu ular yang menggigit 9 Penyihir Agung mulai melepaskan gigitan mereka dan kembali masuk ke dalam gerbang.
“Kontrak selesai!”
Setelah mengucapkan kata tersebut. Gerbang Persembahan mulai menghilang dari hadapan 9 Penyihir Agung. Bersamaan dengan Gerbang Persembahan yang menghilang, Ye Yang Zen juga menghilang bagai di telan bumi. 9 Penyihir Agung mulai bisa bergerak. Mereka sangat marah ketika menyadari bahwa kekuatan mereka telah menurun 50%.
“SIALANNN!” Qiu Feng berteriak sangat marah.
Sebenernya semua 9 Penyihir Agung sangat marah tapi tidak ada yang berteriak seperti Qiu Feng. Mereka masih takut dengan sosok gerbang itu.
“DENDAM INI AKAN SELALU KU INGAT YE! YANG! ZEN!” kali ini Qiu Feng berteriak sangat keras.
“WALAU KAU SUDAH MATI, AKAN KU BALAS DENDAM INI KE ANAKMU!” sepertinya Qiu Feng telah membulatkan keputusan.
Setelah tenang, Qiu Feng mulai memberikan perintah kepada angota 9 Penyihir.
“Mulai detik ini, kalian wajib mencari anak Ye Yang Zen sampai ketemu!” Qiu Feng memberikan perintah dengan nada agak marah.
“Baik...” mereka menjawab Qiu Feng dengan lirih.
Qiu Feng tidak memedulikan sikap mereka. Dia langsung pergi meninggalkan kediaman Ye Yang Zen yang telah hancur. Satu per satu 9 Penyihir Agung juga meninggalkan tempat itu.
Bersambung
3 jam sebelum kediaman Ye Yang Zen dikepung.
“Pergilah dari kota ini. Pergi sejauh-jauhnya!” pinta Ye Yang Zen pada anak pertama yang kini berusia 7 tahun dengan tatapan serius.
“Bawalah adikmu juga!” ucap Ye Yang Zen sembari menyelipkan kain di pundak anak pertamanya. Lalu menaruh anak keduanya yang masih berumur kurang lebih 1 bulan di kain yang telah di selipkan pada anak pertamanya. Saat ini anak pertama sudah menggendong adiknya di pundak.
“Apa Ayah akan bertarung dengan mereka?” tanya anak pertama dengan suara lirih.
“Ya, Zan Zen tidak usah khawatir pada Ayah. Ketika Ayah sudah memenangkan pertarungan ini. Ayah akan mencari kalian!” Ye Yang Zen menjawab pertanyaan anaknya Ye Zan Zen dengan penuh percaya diri.
“Apakah Ayah pikir aku bodoh? walau umurku terbilang kecil, tetapi otakku sudah dewasa!” Ye Zan Zen menanggapi dengan beteriak sedih. Walaupun umur Ye Zan Zen masih kecil, tapi pemikirannya sudah dewasa.
Ye Yang Zen sebenarnya sudah mengira tidak bisa membohongi anak pertama. Namun, Ye Yang Zen tetap mencobanya karena dia tidak ingin melihat anaknya bersedih. Dia berjongkok lalu melihat anaknya seraya mengelus kepala dan berkata, “Ye Zan Zen adalah anak yang cerdas. Karena anak ayah sudah mengetahuinya maka kamu harus menuruti apa yang ayah katakan ya!”
Ye Zan Zen lalu menatap ayahnya. Tidak lama kemudian, dia menangis. Adiknya yang dia gendong juga ikut menangis seakan mengetahui apa yang sedang terjadi.
Melihat ke dua anaknya yang menangis. Ye Yang Zen memeluk mereka. Dalam hatinya dia tidak tega meninggalkan anak-anaknya. Apalagi Ibu mereka sudah meninggal saat melahirkan anak kedua. Sekarang, ayah mereka juga akan meninggalkan mereka. Memikirkan itu, dia merasa bersalah kepada anaknya karena menjadi ayah yang tidak bisa diandalkan.
“Maafkan Ayah, maafkan Ayah. Ayah tidak bisa menjaga Ibumu. Dan sekarang ayah akan meninggalkan kalian. Maafkan Ayah karena menjadi orang tua tidak berguna.” Ye Yang Zen menangis merasa bersalah.
Mendengar ucapan itu, Ye Zan Zen melepas pelukan ayahnya dengan lembut lalu berkata.“Tidak! ini bukan salah ayah! mereka yang salah! 9 Penyihir Agung yang salah!” seraya menggelengkan kepala.
Ye Yang Zen tetap merasa bersalah walaupun mendengar perkataan Ye Zan Zen. Bagaimanapun 9 Penyihir Agung mengincar keluarganya karena dia. Andaikan dia tidak keluar dari kelompok 10 Penyihir Agung karena menentang merahasiakan sebuah kebenaran pada dunia. Andaikan kekuatannya tidak mengalami penurunan maka 9 Penyihir Agung tidak akan berani berurusan dengan dia. Andaikan dia lebih berhati-hati maka istrinya tidak akan diracuni lalu meninggal saat melahirkan. Mengingat semua itu rasa bersalah Ye Yang Zen semakin besar. Namun, sekarang dia harus fokus untuk menyelamatkan ke dua anaknya.
“Zan Zen, dengarkanlah ayah!” Ye Yang Zen menyentuh kedua pundak anak pertamanya. Tatapan matanya terlihat sangat serius.
“Ketika kamu pergi dari sini. Jangan pergi ke tempat orang yang mengetahui identitasmu karena bisa jadi mereka akan mengkhianatimu. Lebih baik kamu pergi ke tempat yang identitasmu tidak diketahui. Sampai di tempat tujuanmu, hapus nama keluarga kita "Ye". Gunakan "Zen" sebagai nama keluarga atau membuat nama samaran, itu terserah padamu. Jangan ceritakan aku dan ibumu ke adikmu. Jangan ceritakan keluarga kita sebelum adikmu bisa menjaga dirinya. Apakah kamu paham?” Ye Yang Zen memastikan anaknya paham akan perkataannya.
“Baik Ayah, aku akan menuruti semua perkataanmu!” sikap Ye Zan Zen menjawab tegas. Tidak ada kesedihan lagi di nada suaranya.
“Bagus, anak ayah memang cerdas!” Ye Yang Zen memuji anaknya. Melihat sikap Ye Zan Zen menjadi tegas, Ye Yang Zen merasa bersyukur mempunyai anak sepertinya. Walaupun ini perpisahan, dia menjadi tegas dan sangat bisa diandalkan setelah kesedihan sudah dilluapkan seluruhnya.
“Baiklah!” Ye Yang Zen mengusap sisa air mata lalu berdiri. Melihat Ye Yang Zen yang mengusap matanya, Ye Zan Zen juga mengikuti kelakukan ayahnya.
“Sekarang mari berpisah.” Ye Yang Zen mengucapkan dengan nada lirih.
“Baik, Ayah.” Ye Zan Zen menjawab dengan singkat.
Setelah mereka menyiapkan perbekalan. Ye Yang Zen mencium kening anak-anaknya untuk terakhir kali. Dia mengantarkan anaknya ke lorong rahasia yang ada di kediaman. Setelah sampai di depan lorong rahasia, Ye Yang Zen menjelaskan ke anaknya jalur lorong tersebut. Ye Zan Zen mengangguk paham tentang penjelasan ayahnya.
Setelah paham, Ye Zan Zen perlahan-lahan masuk ke lorong. Baru beberapa langkah memasuki lorong, Ye Zan Zen menghentikan langkahnya lalu melihat ke belakang. Dia melihat ayahnya tersenyum untuk terakhir kali. Setelah dia puas memandang senyum ayahnya. Ye Zan Zen kembali menghadap ke depan dan melanjutkan langkahnya. Namun, kali ini semakin lama langkahnya semakin cepat dan akhirnya menjadi berlari.
Punggung Ye Zan Zen yang menggendong adiknya mulai tidak terlihat oleh mata Ye Yang Zen. Saat Ye Zan Zen sudah menghilang dari pandangan matanya. Dia menutup lorong tersebut lalu menyegelnya dengan sihir. Setelah selesai, dia berbalik lalu berjalan ke tengah kediaman. Duduk di kursi yang paling besar dan tersenyum.
“Sekarang, mari buat perhitungan pada para bedebah itu!”
...----------------...
17 tahun kemudian.
“Kak Fex, sebenarnya siapa orang tuaku? kau sudah berjanji akan memberitahuku saat aku berumur 17 tahun. Sekarang aku sudah berumur 17 tahun, jadi beritahu aku!” Aku bertanya kepada Kak Fex.
“Orang tuamu adalah orang hebat Kai.”
Lagi-lagi dia hanya mengatakan ‘Orang Hebat’. Dari aku masih kecil dia selalu menjawab seperti itu. 'Sial, kalau tidak ingin memberitahu tinggal bilang aja!' Aku bergumam dalam hati.
“Huh baiklah, aku hanya menagih janjimu. Aku tidak berharap kau memberitahuku.” Aku menghela napas dan memasang wajah lesu.
“Kekekeke...” Dia terkekeh melihat ekspresiku.
“Daripada kau begitu penasaran. Lebih baik sekarang pergi keluar saja sana!” Kak Fex seakan mengusirku.
“Hmmm, aku baru mau pergi melihat pengumuman siswa yang diterima di Akademi Sihir Satu.” Aku mengubah posisiku dari duduk menjadi berdiri. Berlari menuju pintu keluar.
“Aku pergi, jangan lupa membersihkan semua dengan bersih kak pembantu yang tampan!” Aku menggodanya lalu dengan cepat berlari keluar.
Ngomong-ngomong Kak Fex adalah pembantuku. Aku tidak tahu siapa orang tuaku. Dia yang selama ini merawatku dari kecil. Dia kuanggap sebagai kakakku. Apakah aku penasaran dengan siapa orang tuaku? tentu saja penasaran. Namun, setiap aku bertanya kepada Kak Fex jawabannya selalu ‘Orang Hebat’ sampai aku bosan untuk bertanya. Sebenarnya aku menduga orang tuaku bukan orang biasa, ada rahasia yang besar tentang asal usul diriku dan orang tuaku. Aku memutuskan untuk memecahkan rahasia asal usul orang tuaku. Tetapi, sekarang aku akan fokus untuk menjalani kehidupan anak sekolah.
Sementara itu.
“Hei. Diluar mendung, bawalah payung!” Aku berteriak pada Kai Zen. Sepertinya teriakanku sia-sia, dia sudah pergi dengan cepat setelah menggodaku.
‘Yasudahlah, dasar anak nakal!’ Aku menghela napas.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!