NovelToon NovelToon

MAFIA Vs CEO

ERINA

Erina berdiri menatap tiga peti keluarganya yang hendak dimakamkan dan didoakan pendeta. Ayah, ibu dan kakak laki-laki, menatap sedih foto mereka bertiga yang diletakkan di atas peti.

Perasaan marah, sedih dan takut bercampur menjadi satu ketika harus menghadapi kenyataan seluruh keluarganya sudah tidak ada.

Masa lalu yang menyakitkan, membuatnya tegar dan tidak menangis saat ini.

Pendeta sedang berceramah dan ada beberapa orang yang berdiri mengelilingi makam, hanya diam menatap peti mati. Mereka adalah orang-orang dekat kedua orang tua Erina.

Tiba-tiba dua tangan memegang pundak mungil Erina.

"Erina, jangan sedih. Ada kami."

Ini adalah suara Dian, sepupu Erina. Sepupu yang suka mencacinya.Tidak hanya Dian, ada juga kakak dan kedua orang tua mereka.

Mereka berempat datang untuk bela sungkawa, tapi Erina tahu pasti mereka melakukannya lebih dari itu.

Erina tidak menggubris mereka berempat, merekalah yang sudah menghancurkan keluarganya.

"Erina, kalau ayah kami bicara jangan didiamkan. Kamu harusnya bersyukur masih memiliki keluarga seperti kami."

Erina tertawa meremehkan lalu balik badan, tidak peduli dengan kehadiran pendeta dan kenalan yang menghadiri pemakaman keluarganya. "Bersyukur? Ayah dan ibuku lelah dan mati-matian bekerja lalu apa yang kalian lakukan? Menghamburkan uang keluarga?"

PLAK!

Bibi Erina menampar pipi Erina sekuat tenaga. "Jangan mencari pembenaran sendiri, Erina!"

Tangan Erina menyentuh pipinya yang ditampar.

Pendeta terkejut dan menegur mereka. "Ini di depan pemakaman, kenapa kalian bersikap seperti itu?"

Orang-orang yang hadir di pemakaman keluarga Erina tidak suka melihat pemandangan itu, tapi mereka tidak bisa ikut campur lebih jauh lagi.

Paman Erina membentak pendeta. "Ini juga pendeta apaan? Adikku itu agamanya-"

"Paman, warga negara Indonesia bebas memilih agamanya," kata Erina. "Ayah bebas memilih agama apapun, tanpa paksaan."

Paman Erina menunjuk Erina dengan marah. "Kamu-"

"Apakah sudah selesai?"

Semua orang di sekitar makam keluarga Erina menoleh ke pria tampan yang datang dengan sebatang rokok di tangan, Erina mengerutkan kening dengan tidak suka.

Pria itu menyeringai dan membuang rokok di tangan lalu menginjaknya.

"Apakah anda tidak bisa menghargai pemakaman?" tanya Erina.

Paman dan bibi Erina mengusir pendeta dengan membawa preman bayaran.

Pendeta dan Erina termasuk kenalan orang tua Erina, terkejut melihatnya.

"Kakak aku tidak boleh dimakamkan secara kristen. Aku tidak mau dia berdosa dan masuk neraka!" Usir paman Erina.

Erina berusaha melawan tapi sia-sia, kenalan orang tuanya yang hadir, terlalu takut untuk ikut campur.

Pria tampan yang baru datang dan melempar rokok, hanya menatap lurus prosesi yang dilakukan adik dari ayah Erina beserta keluarganya. "Di balik damainya Indonesia, masih ada orang sok suci yang membalutnya dengan agama."

"Bos, mereka menyakiti nona."

"Biarkan saja, kita tidak bisa ikut campur masalah ini."

___________________________

...TOKOH...

...Erina Estiana/Willhem...

Sejak kecil tidak pernah mendapatkan nama keluarga karena terlahir sebagai anak perempuan, hanya kakak kandungnya yang sudah meninggal, peduli pada dirinya. Diejek keluarga ayah kandungnya yang matre karena sang ayah memutuskan pindah agama. Hak waris hanya jatuh pada kakaknya, keluarga sang ayah mati-matian berusaha merebut harta milik ibunya. Erina melawan mereka dan tidak akan tinggal diam. Ibu kandungnya adalah keturunan bangsawan Inggris yang sudah hancur, kabur ke Indonesia dan membangun bisnis bersama pria asli Indonesia. Benci bahasa Inggris.

...Adair Danel/Kael...

Orang tuanya sangat setia dengan ibu Erina, ayah dan ibunya adalah mantan kepala pelayan dan pelayan pribadi ibu Erina, selalu melakukan pekerjaan kotor keluarga Willhem. Begitu keluarga itu hancur, mereka bersumpah setia tidak akan meninggalkan ibu Erina. Begitu tiba di Indonesia, satu-satunya yang bisa mereka kerjakan adalah melakukan pekerjaan kotor untuk menambah kekayaan melindungi keluarga ibu Erina. Dijodohkan sejak kecil untuk melindungi Erina. Kedua orang tuanya meninggal bersama keluarga Erina. Keturunan keluarga Baron Kael yang masih ada.

...Ajeng Bawita...

Kedua orang tuanya kabur dan meninggalkan Ajeng kecil bersama sebuah surat permintaan maaf tidak bisa membayar hutang, iri dengan Erina yang selalu dinomor satukan sementara dirinya hanya budak nafsu untuk latihan Adair supaya bisa memuaskan Erina. Dilatih menjadi mata-mata dan informan, tidak bisa lepas dari keluarga Kael seumur hidup karena ketergantungan obat yang hanya dipasok Adair.

Menur Dian

Lebih suka dipanggil Dian, sepupu Erina berusia sama. Iri dengan kekayaan keluarga Erina, suka pada Adair dan berusaha mengejarnya serta mengiming-imingi harta kekayaan keluarga Erina.

Edi Gilang

Awalnya tidak tertarik pada kekayaan keluarga Erina, teman sekaligus sepupu baik kakak Erina tapi tidak terlalu peduli dengan hidup Erina. Belakangan tertarik pada uang, setelah diiming-imingi modal untuk bisnisnya.

Haris & Endang

Haris adalah adik kandung ayah Erina, Endang adalah istrinya. Dua suami istri yang serakah dan suka menghina agama dan perilaku Erina. Mudah terpengaruh pihak luar, meminta bantuan mafia Danel untuk menghancurkan Erina, memiliki hutang pada Danel dan tempat lain. Haris juga anak haram ayahnya bersama pelayan ibu kandung ayah Erina.

Pendeta Armand

Tidak pernah menikah dan tidak bisa punya anak setelah kehancuran keluarga Willhem, dulunya adalah pembunuh bayaran. Menganggap Erina dan Adair sebagai anak kandungnya sendiri, adik kandung ayah Adair.

SATU

Dahi Haris bersentuhan dengan lantai marmer dingin, menggigil ketakutan. "Saya minta maaf, tidak bisa membayar utang dalam waktu yang anda tetapkan tapi saya mohon berikan saya waktu."

Adair tidak menjawab dan hanya menikmati makan malam bersama Ajeng dengan meja panjang yang memisahkan mereka berdua.

"Wah, bagaimana caranya kamu bisa membayar hutang? Bukannya kamu hanya anak haram dari keluarga Tjokro?" tanya Ajeng sambil tertawa geli sekaligus menatap Adair dengan tatapan menggoda.

Adair tidak terpikat sama sekali dan hanya menundukkan kepalanya.

Haris mengangkat kepala dan menatap penuh harap Adair. "Saya memang anak haram dan tidak boleh menggunakan nama Tjokro tapi kakak saya jauh lebih dibenci keluarga, selain itu kakak saya baru saja meninggal bersama istri dan anak pertamanya, tidak ada yang mendapat warisan bahkan putrinya pun tidak berhak mendapatkan warisan sesuai wasiat."

Gerakan tangan Adair berhenti.

Haris menjadi salah paham dan kembali meneruskan idenya. "Satu-satunya saudara kandung kakak saya adalah saya, jadi saya lebih berhak dengan harta kakak saya."

Ajeng menertawakan keserakahan pria ini. "Kamu benar-benar pria serakah, merebut harta keponakan kamu sendiri yang sudah yatim piatu?"

"Karena itu, berikan saya waktu untuk membayar semua hutang-hutang ini."

Adair menyipitkan matanya ke Haris. "Kamu akan membunuhnya?"

Haris tertawa licik. "Tentu saja tidak, polisi pasti curiga jika dia tiba-tiba meninggal, aku harus hati-hati dan menikahkan keponakanku dengan pria lain."

Ajeng bisa melihat genggaman erat tangan Adair ke garpu sekilas lalu mengalihkan tatapannya ke Haris. "Rencana bagus tapi beresiko, mungkin saja calon suami keponakan lebih serakah dari kamu."

Haris menggeleng. "Istri saya sudah mencarikan pria yang cocok untuknya, anak seorang pemuka agama. Tidak tertarik dengan harta duniawi."

"Pemuka agama? Bukannya agama kamu dan sang kakak berbeda?"

Haris mendecak kesal. Dia tahu para mafia ini pasti mencari informasi latar belakangnya tapi seharunya tidak perlu mengorek aib seperti ini. "Kakak dibutakan cinta, tidak usah dibahas. Saya akan memastikan hutang dibayar bersama bunga jika anda semua menolong saya."

"Wah-" Ajeng tidak heran melihat pria serakah seperti ini.

Amarah Adair sudah mereda. "Baik, aku akan membantu kamu tapi dengan satu syarat."

"Apa itu?" tanya Haris penuh harap dan berdoa di dalam hati supaya Adair tidak meminta lebih.

"Keponakan kamu menjadi salah satu mainan aku, aku bosan sekarang."

Tubuh Ajeng menegang ketika mendengar kalimat menusuk Adair. Antara sedih, kecewa dan marah tapi tidak bisa meluapkannya supaya tidak diusir olehnya.

Adair pergi dari ruang makan tanpa mengatakan apa pun, Ajeng mengikutinya dengan susah payah karena memakai dress hitam panjang dan ketat.

Haris menyeringai puas. Rencananya berhasil, sekarang tinggal mengusir anak tidak tahu diri itu!

 

Dan begitulah Haris, merasa idenya paling cerdas. Memakamkan kakak dan anak pertama kakaknya dengan pemakaman secara islam sementara kakak ipar dimakamkan oleh pendeta.

Erina merasa tidak adil, ayah kandung dan kakaknya kristen. Kenapa mereka berdua harus dilakukan pemakaman terpisah? Lagipula jika kalian ingin memakamkan secara islam, kenapa maminya tidak dimakamkan dengan cara yang sama?

Haris dan istrinya mengurung Erina ke dalam kamar lalu membereskan semua isi rumah sekaligus merampoknya.

Erina kabur dari rumah ketika mendengar anjing kesayangannya akan dijual ke lapo dan kucingnya akan dibuang ke pasar.

Erina menangis di pinggir jalan, jauh dari kompleks perumahan mewah memeluk anjing dan kucingnya. Pendeta yang naik ojek online segera berhenti dan hatinya terenyuh, melihat anak perempuan yang baru saja ditinggalkan keluarganya, diperlukan secara kasar.

Pendeta membayar tagihannya dan duduk menemani Erina.

"Pendeta Armand, kenapa keluarga ayah sejahat itu? Padahal tahu, ibu yatim piatu. Memang ibu yang menyebabkan ayah keluar dari agamanya, tapi tidak perlu sampai dimusuhi seperti itu. Bukankah semua agama mengajarkan cinta kasih?"

Pendeta menghela napas panjang. "Yang kita bahas sekarang adalah masalah sensitif, tapi aku yakin sekali. Mau agama apapun, selalu mengajarkan kebaikan untuk umat manusia, jika dia melakukan kejahatan mengatas namakan agama, itu berarti ada masalah di dalam diri orang itu."

Erina memeluk erat Pino dan Nuna. "Mereka berdua keluargaku sekarang, tapi paman dan bibi ingin mengusirnya. Itu rumahku tapi ayah dan ibu tidak menulis surat wasiat di sana."

"Secara hukum, kamu adalah anak kandungnya jadi berhak. Atau jika kamu ingin melepas semua harta itu-"

Erina menggeleng panik. "Tidak, rumah sakit itu dibangun ayah dan ibu penuh perjuangan. Aku tidak mau menghilang begitu saja."

Pendeta tersenyum penuh kasih. "Kalau begitu, kamu tidak akan menyerahkan? Ini adalah warisan keluarga kamu jadi jangan kalah dengan orang serakah, kamu bisa tinggal di biara untuk sementara waktu bersama anjing dan kucing ini untuk menenangkan diri."

Erina menghapus air mata. "Aku baru masuk kuliah dan tidak memiliki apa pun, apakah bisa tiba-tiba menggantikan ibu?"

"Selama kamu bekerja keras dan mau belajar, aku rasa tidak ada masalah. Erina, jangan membenci agama yang mereka anut. Bencilah pada manusia yang sudah membuat kamu seperti ini."

Erina terpana lalu tertawa kecil. "Pendeta, bagaimana bisa anda menyuruh aku membenci mereka? Bukannya menasehati untuk tidak membenci mereka?"

"Manusia itu serapuh kertas, jika diberikan air di tengah maka akan ada lubang, jika dibakar maka akan menghanguskan sekitarnya. Erina, dalam kondisi apa pun jangan pernah membenci Tuhan, meskipun paman kamu beragama lain, membenci agama yang dia anut, berarti kamu juga membenci Tuhan."

Erina mengangguk mengerti.

"Sekarang, pulang dan istirahatlah. Lebih baik aku bawa anjing dan kucing kamu ini, aku takut mereka menjadi korban selanjutnya."

Erina menghapus air mata. "Terima kasih pendeta, aku berjanji akan segera menjemputnya. Ngomong-ngomong, aku akan memesankan taxi online untuk anda."

"Tidak perlu, pulanglah. Nanti akan ada yang menjemput."

"Tapi-"

Pendeta mendorong Erina dengan lembut supaya pulang ke rumah, Pino dan Nuna menatap sedih Erina tapi tidak berani mendekat karena takut membuat Erina menjadi sedih lagi.

Erina menatap anjing dan kucingnya. "Aku pasti akan menjemput kalian, tunggu aku."

Pino menggonggong sekali sementara Nuna mengeong tidak peduli. Nuna sangat yakin, Erina pasti akan menjemput mereka berdua, Erina tidak pernah berbohong.

Setelah sosok Erina menghilang, tidak butuh waktu lama, mobil berwarna hitam pekat berhenti di samping sang pendeta.

Pintu mobil terbuka dan terlihat sosok yang dikenalnya. Pino dan Nuna menatap muak pria sok keren itu, tidak pernah berubah sejak dulu.

"Darimana kamu mengikuti aku?" tanya pendeta setelah memastikan Pino dan Nuna masuk terlebih dahulu.

Adair mengerutkan kening dengan jijik. "Kalian berdua masih hidup?"

Pino dan Nuna kesal lalu tidur memunggungi Adair tepat di bawah kakinya.

Adair kesal tapi tidak bisa melakukan apapun. Mereka berdua adalah anjing dan kucing lokal yang diselamatkan tunangannya.

Pendeta menarik telinga Adair. "Apakah kamu mendengar ucapan pamanmu ini?"

Adair pasrah diperlakukan seperti ini,  pamannya adalah mantan pembunuh bayaran yang sudah bertobat, tidak menutup kemungkinan akan melakukan hal sama jika dirinya bertindak macam-macam.

"Kapan kamu membuntutiku? Untung saja orang tua kamu dikuburkan terlebih dahulu tepat di samping nona Elaine."

Ya, orang tua Adair meninggal bersama orang tua Erina.

DUA

Erina juga hadir dalam pemakaman malam itu, menangis. Tidak seperti pemakaman orang tuanya yang hanya berdiri tegar dan menatap kosong tiga peti mati.

Pendeta Armand menghela napas panjang dan membuat tanda salib. "Semoga Tuhan mengampuni mereka semua."

Adair tersenyum geli melihat pamannya yang tidak cocok sama sekali menjadi pendeta.

Armand memukul belakang kepala Adair.

Senyum Adair menghilang lalu mengarahkan tatapannya ke depan.

"Haris sudah ke tempatmu?"

"Ya."

"Seperti yang kita pikirkan waktu itu?"

"Ya."

"Kamu memutuskan turun tangan?"

"Ya."

Armand menjadi kesal, jawaban Adair sangat singkat. "Dengar, jika kamu tidak bisa menggunakan lidah. Akan kupastikan hari selanjutnya kamu tidak akan bisa menggunakannya!"

"Ya, seperti yang kita pikirkan. Aku akan membantu Erina diam-diam."

"Bagaimana dengan Ajeng? Dia sudah memberikan kabar?"

"Belum."

"Dia harusnya sudah memberikan kabar malam ini, ngomong-ngomong lebih baik mereka berdua tinggal bersamamu daripada di tempatku. Di sana ada pendeta yang suka potong daging anjing, aku jadi kesal melihatnya. Lama-lama ingin potong tangan dia."

"Paman, ucapan paman tidak mencerminkan pendeta yang sabar."

"Pendeta juga manusia, pasti memiliki kesalahan di masa lalu. Dengar, kamu harus bertemu dengan nyonya Willhem dan memberitahu kematian cucunya."

"Beliau sudah tahu."

"Apa?"

"Mungkin beliau sudah ada di sana."

"Kenapa kamu tidak menemani dia?! Kembali sekarang juga!"

"Paman, beliau sudah mendapat pengawalan cukup, berikan tempat sendiri untuk beliau."

Armand terdiam.

Di dunia ini kita tidak bisa memilih keluarga ataupun orang tua mana yang mau melahirkan kita, kita hanya bisa menerima pilihan Tuhan.

Abby yang berdiri sambil memegang tongkat kesayangannya menatap batu nisan sang cucu yang baru saja dimakamkan.

Dia tidak bisa menangis, air matanya sudah habis setelah melihat perilaku putranya sendiri.

Lalu Abby melihat dua nisan di dekat nisan cucunya. Dua nama yang sangat dia kenal.

"Elaine, kasihan sekali dirimu. Seumur hidup diabaikan orang tua dan sekarang pun kamu meninggal dalam kesendirian, andai saja nenekmu ini punya keberanian untuk muncul- mungkin tidak akan terjadi hal seperti ini."

Sementara itu di rumah, Erina melihat para tamu yang melayat banyak orang tidak dikenalnya. Dia mengerutkan kening tidak suka.

"Siapa kalian semua?"

Semua orang menoleh, Haris yang sedari tadi tertawa bersama rekan bisnisnya terkejut melihat Erina keluar dari kamar.

"Kamu- kenapa ada di sini?!" teriak Dian dengan histeris.

Erina mengerutkan kening tidak suka.  "Ini rumahku, kenapa kamu mengoceh tidak perlu seperti itu?"

"Kamu-"

"Erina! Masuk ke dalam kamar kamu, sekarang juga!" bentak Endang.

Erina tertawa muram. "Ini rumah aku, orang tua aku. Bagaimana bisa ada cerita kalian menjadi tuan rumah lalu mengusirku?!"

"ERINA!" teriak Haris lalu menampar Erina di depan umum. "Hari ini adalah penguburan kedua orang tua kamu, bagaimana bisa kamu bertindak tidak masuk akal seperti ini?!"

Erina bisa mendengar gumaman orang-orang serta tatapan merendahkan.

"Lihat, sepertinya benar yang dibilang Endang. Anak itu menjadi gila sekarang."

"Orang tuanya meninggal, tentu saja dia gila. Apalagi di dalam surat wasiat tidak ada nama dirinya."

"Dia harusnya dinikahkan saja!"

Erina mengeraskan suaranya. "Aku adalah anak kandung orang tuaku, bagaimana ceritanya ada seorang paman yang merupakan anak haram dan anak dari pelayan ingin mengambil harta keluargaku?!"

"YA!" Dian menarik rambut Erina ke belakang dan memakinya. "Berani kamu menghina ayahku? Kamu sendiri lantas apa? Bangga dengan darah bule kamu itu? Bule itu hidupnya kotor, suka kumpul kebo dan mempengaruhi hidup ayah kamu. Lihat saja sampai ayah kamu murtad, menjijikan!"

Erina yang tidak terima, membalasnya dengan menarik rambut Dian juga. "Kalau kamu merasa keluargaku menjijikan, harusnya keluar dari rumah ini dan tidak mengharapkan uang sepeserpun milik keluargaku!"

"Ayahku, adik kandung pakde. Jelas punya hak atas harta kakaknya, berbeda dengan kamu, semua orang tahu kalau pakde tidak mencantumkan nama kamu dalam surat wasiat!" bentak Dian.

Erina bisa melihat, orang-orang hanya menjadikan mereka sebagai tontonan lalu segera menarik Dian keluar rumah dan mendorongnya.

Dian tidak terima dan ikut menarik Erina.

Erina berhasil menyingkir lalu mengusir semua orang. "Ini rumahku, bukan rumah kalian! Hak waris keluargaku jatuh di tanganku! Bukan kalian!"

Endang berteriak kesal dan menunjuk Erina. "Dasar anak tidak tahu diri, sama dengan ibunya yang hanya pelacur dan menggerogoti harta kakak ipar."

"IBUKU BERJUANG UNTUK BERTAHAN HIDUP! MAMI JUGA BEKERJA DISAMPING KALIAN YANG HANYA MENGHAMBURKAN UANG!" teriak Erina. "Justru kalian yang tidak tahu malu, berusaha merampok harta keluargaku!"

Rekan bisnis Haris mengerutkan kening dengan heran. Dari cerita Haris, mereka diberitahu bahwa Erina hanya anak haram ibunya yang bule dan suka kumpul kebo sementara kakaknya hanya mewarisi harta untuk anak pertama yang sudah meninggal, otomatis harta itu jatuh ke tangan dia.

"Aku bisa membuktikan tes dna bahwa aku anak kandung dari ayah, akta lahirku pun atas nama ayah. Jadi pergi dari sini sebelum aku memanggil polisi sekarang juga!"

Para pelayat bergegas pergi, Dian kebingungan melihat para tamu pergi dan bergegas masuk ke dalam rumah.

Haris, Endang dan Edi berdiri berhadapan dengan Erina.

Dian mendekati kakaknya sambil memegang pinggang. "Apakah anak tidak tahu diri ini yang mengusir tamu kita?"

Erina mengangkat dagu dengan angkuh. "Ya, memang. Kenapa? Ini rumahku bukan rumah kalian, mau kalian ubah apa pun. Hukum ada."

Haris mendecak kesal lalu pergi meninggalkan rumah bersama Endang dan Adi, Dian melewati Erina dengan sengaja menabrak bahunya.

Erina tidak membalas dan hanya diam, ketika mobil mereka sudah menjauh. Dia merosot di lantai dan menangis. Apa kesalahanku selama ini? Kenapa kalian tidak membawa aku juga? Kenapa adik ayah sejahat itu sama aku?

Di rumah hanya tinggal satu pelayan yang setia pada Erina, dia bergegas membereskan semua kekacauan yang ditinggalkan adik majikannya yang sudah meninggal dan memberikan tempat untuk Erina.

Tiba-tiba dia teringat sesuatu lalu mendekati Erina. "Nona, kenapa orang itu tahu kalau ayah nona tidak mencantumkan nama sebagai salah satu ahli waris?"

Erina tersenyum sedih. "Pengacara keluarga ternyata teman paman, jadi mereka langsung tahu."

"Apakah itu tidak melanggar kode etik pengacara?"

Erina mengangguk sedih. "Ya, itu juga pelanggaran tapi mereka yakin sekali aku tidak akan mendapat harta warisan sama sekali dan tidak akan berbuat apa pun."

"Nona-"

Erina menghapus air mata. "Semua pelayan mengundurkan diri dan hanya kamu yang bertahan, apakah mereka takut dengan paman?"

"Iya, nona. Mereka tidak mau dibudak keluarga paman nona, jadi mereka memutuskan mengundurkan diri. Nona, di rumah besar ini hanya ada kita berdua. Aku tidak masalah tapi-"

"Aku akan mencari pelayan pengganti atau kamu bisa menghubungi mereka."

"Kapan?"

Erina teringat dengan uang dan bisnis kedua orang tuanya. "Aku ingin memastikan sesuatu, aku minta tolong bereskan ini semua. Nanti aku bantu ketika sudah selesai."

Pelayan itu menepuk dada dengan percaya diri. "Serahkan kepada saya, nona. Urus dulu yang penting."

Erina mengucapkan terima kasih lalu bergegas pergi ke kantor orang tuanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!