NovelToon NovelToon

Penunggang Naga Terakhir

Alaric dan bukit Jarome

"Keabadian akan selamanya menjadi milikmu, Calder! Tetapi, seorang anak berdarah campuran manusia dan elf akan membunuhmu!" suara berat dan serak bergema dari sebuah asap hitam yang berbentuk bayangan wajah iblis kegelapan.

"Tidak!" teriak seorang pria berambut hitam panjang berkulit putih, ia terjaga dari tidurnya. Di sebuah ruangan istana ditemani cahaya temaram lilin.

"Aku harus mencari dan membunuh anak itu!" teriakannya bergema di tengah malam mengerikan membuat burung-burung dan kelelawar berterbangan menjauh dari istana hitam Gorian.

***

Pada tahun 220 SM, sebuah empire Gorian yang kejam yang penuh dengan tirani dengan kekuatan sihir kegelapan menguasai semua daerah, di sepanjang daerah kekuasaan Gorian terdapat sebuah gunung yang dipenuhi hutan belantara dan selalu berkabut menyembunyikan banyak kisah mistis, yang disebut gunung Stamp

Di Gunung Stamp terdapat bukit kecil yang bernama Jarome dan sebuah desa yang bernama desa West, dimana para penduduk memiliki pekerjaan bertani, beternak, dan memiliki seorang pandai besi yang bernama Haiden West yang terkenal di seluruh Gorian.

"Alaric! Bantu Ayah untuk menyelesaikan semua pesanan senjata," ujar Haiden kala melihat putranya ingin ke luar rumah membawa busur dan anak panah di kantung kulit beruang yang disamak dengan luar biasa licin.

"Maaf, Ayah. Aku sudah berjanji dengan semua sahabatku untuk berburu!" jawab Alaric berlari ke luar rumah.

Alaric seorang anak lelaki jangkung berkulit seputih madu, berumur 17 tahun Juni lalu, memiliki bola mata hijau, bersifat manja, dan hanya bermain-main saja, berambut hitam, memiliki daun kuping sedikit lancip yang berbeda dari kebanyakan manusia pada umumnya. Namun, tak seorang pun yang berani mengejeknya karena Haiden akan murka.

"Dasar anak nakal! Kau hanya bermain-main saja!" umpat Haiden, tetapi ia tahu jika Alaric tak lagi mendengarkan semua ucapannya.

Haiden hanya melihat putranya berlari menjauh dan menuruni undakan petak tanaman buah bit dan sayuran lain.

"Alaric! Alaric!" teriakan anak-anak seusia Alaric berkejaran dengan berlari menuju ke lereng dan bukit di balik gunung Stamp untuk berburu

Satu yang disukai Alaric hanyalah memanah hewan buruan sehingga setiap kali ia pulang akan membawa buruannya untuk dimasak atau dijual. Alaric pulang bersama semua sahabatnya kala malam dan makan bersama dengan Haiden, mereka hanya hidup berdua sejak kematian Daisy ibunya yaitu istri Haiden.

"Alaric, aku harap kau jangan terlalu jauh bermain hingga meninggalkan bukit Jarome, apalagi kau sampai memasuki  hutan belantara dari gunung Stamp yang mengerikan!" pesan Haiden.

"Memang ada apa Ayah?" tanya Alaric memakan seiris roti keras dan rusa panggang.

"Desas-desus mengatakan, 'Jika Raja Calder sedang mencari anak-anak laki-laki dari seluruh Gorian. Aku tidak tahu mengapa demikian, berjanjilah Alaric untuk mematuhi aku kali ini," ujar Haiden.

"Baiklah Ayah!" balas Alaric, "apa hubungannya denganku?" batin Alaric.

Akan tetapi ia tak ingin membuat ayahnya gelisah, sehingga Alaric mengiyakan segala ucapan ayahnya tanpa ingin menyakiti hati Haiden. Alaric sama sekali tak berkeinginan untuk menjadi pandai besi walaupun berulang kali Haiden mengajarinya menyepuh dan memukul sebilah besi yang membara untuk dijadikan senjata.

"Ayah, apalah artinya semua ini? Jika kita menciptakan banyak senjata itu artinya kita akan membuat semakin banyak nyawa melayang …," lirih Alaric, ia sama sekali tak mengerti dan tak ingin itu terjadi.

"Senjata digunakan untuk membela dan mempertahankan diri juga untuk membunuh bagi mereka yang salah menggunakannya, Nak!" ucap Haiden.

Alaric hanya diam, ia tak mengetahui banyak hal, ia hanya bisa menulis dan membaca seadanya yang diajarkan oleh Daisy dan Haiden.

Seminggu kemudian ….

"Jangan terlalu jauh, Alaric. Cepatlah pulang!" ujar Haiden, ia mulai was-was dan waspada karena terlalu banyak anak lelaki sudah ditangkap oleh Celdar Hall.

"Baik Ayah!" bakas Alaric, ia berlari ke arah bukit di balik gunung Stamp.

Alaric melanggar aturan ayahnya memasuki hutan belantara Gunung Stamp yang menakutkan dengan berbagai rumor mengerikan. Sepanjang hari hingga malam tiba, Alaric tak mendapatkan seekor buruan. 

"Aduh, padahal aku melihat banyak binatang buruan. Tapi, tak satu pun panahku membunuh mereka," keluh Alaric, ia memutuskan untuk pulang.

Alaric melihat dari kejauhan jika Desa West sudah dipenuhi dengan kobaran api, "Ada apa dengan desa? Ayah!" teriak Alaric langsung berlari sekencangnya menuju ke desanya yang damai dan tenang.

Alaric melihat di angkasa beberapa naga langsung menyuburkan api dari moncongnya ke arah setiap rumah di  Desa West, "Apakah itu naga? Apakah benar kata orang-orang, 'Jika Calder sedang memburu anak lelaki?" tanya batin Alaric mulai kacau.

Ia terus berlari menuruni bukit dan undakan tanah mencari ayahnya. Ia melihat jika di punggung naga ada orang yang mengendalikan naga dan menggunakan pedang yang menyerang ke arah desanya.

Alaric berlari dengan bersembunyi dari pohon dan rumah yang belum terbakar menuju ke rumahnya, di sepanjang ia berlari melihat semua mayat sudah terluka dan tewas dengan tubuh terbakar mengenaskan.

"Ayah!" teriak Alaric, ia melihat jika rumahnya sudah terbakar dan menemukan ayahnya yang terluka parah mencoba untuk menyelamatkan pedang dan sesuatu di dalam gendongannya.

"Alaric! Ayo, pergi Nak. Jangan kembali kemari. Bawa ini!" teriak Haiden memberikan pedang berkepala naga dan bermata delima juga sesuatu di dalam bungkusan kain.

Alaric langsung menggendong bungkusan tersebut dengan sebuah kain, menyelipkan pedang di punggung bersama sekotak anak panah juga busurnya memakai jubah ayahnya. 

"Ayo, Alaric! Cepatlah kabur!"teriak Haiden, ia menuntun Alaric ke kuda hitam milik mereka.

"Ayah, kau terluka!" teriak Alaric cemas, ia takut jika Haiden akan meninggalkannya juga seperti Daisy.

"Storm, bawalah Alaric!" ucap Haiden pada kuda yang bernama Storm yang meringkik mengerti.

"Ayah! Ayo, kita pergi!" ajak Alaric, ia mendengar teriakan kesakitan dari penduduk dan gelak tawa para penunggang naga yang melancarkan serangan dari atas punggung naganya.

"Pergilah!" teriak Haiden, "ingat pesanku Alaric!" teriak Haiden memukul bokong kuda sehingga melesat secepatnya meninggalkan desa West.

"Ayah!" teriak Alaric.

Kala melihat sebuah sinar api membakar dan menyerang Haiden, membuat tubuh ayahnya tewas terbakar luruh ke tanah. Alaric ingin berbalik arah menolong ayahnya.

"Storm! Kembali!" teriak Alaric, ia mencoba untuk menarik kekang kuda tetapi, Storm berlari sekencangnya dan tak ingin mematuhi perintah Alaric kali ini.

"Lihat! Ada yang kabur! Tangkap dia Rock!" teriak seseorang dari punggung naga biru.

Pria yang bernama Rock langsung melesat memerintahkan naganya untuk mengejar Alaric yang melesat meninggalkan bukit Jarome.

"Kau tidak akan bisa kabur! Menyerahlah!" teriakan Rock membahana dan ia melontarkan api dari pedang. 

Storm berlari sekencangnya menghindari serangan bola dan semburan api naga, meliuk ke sana kemari kala serangan api membakar sisi dan depan juga belakang tubuh mereka. Alaric memeluk erat leher Storm yang berlari terlalu kencang. 

"Ayo, Storm! Berlari lebih kencang!" teriak Alaric dengan jubahnya menutupi pedang dan bungkusan seperti bola di dadanya. 

Air mata merembes di pipi mengingat kematian Sang Ayah yang mengenaskan. Alaric tak lagi mempedulikan harga dirinya sebagai lelaki yang tak boleh menangis.

Ksatria Gorian

Alaric terus berlari dengan Storm meninggalkan Jarome memasuki lereng gunung Stamp bagian belakang dari desa West. Duar! Duar! Serangan api terus bergema dan membuat Storm harus lincah menghindarinya hingga sebuah serangan bola api tepat menghancurkan jalan di depan Storm.

Ngiiikkk! 

Ringkik Storm, ia terjerembab jatuh membuat Alaric terlempar dari punggung kuda, sebagian sepatu boot milik Alaric terbakar begitu juga dengan baju di tangannya. Namun jubah usang ayahnya melindungi sebagian tubuhnya hingga ia lolos dari api tersebut. 

Alaric beringsut ingin melindungi pedang dan bungkusan di dadanya yang ia sendiri tidak tahu apa itu. Ia hanya merasa bungkusan di dadanya keras seperti batu dan dengan berat tidak lebih dari 1 kg.

"Hahaha! Menyerahlah kau anak manusia!" ucap si penyerang mengenakan baju zirah gelap dengan pedang terhunus. 

"Pergi! Menjauh dariku!" teriak Alaric, ia berusaha untuk mengambil busur dan anak panah kayu miliknya, memanah dengan cepat tetapi panah itu tak mampu membunuh si penyerang, anak panah berjatuhan begitu saja.

Alaric berlari ingin membebaskan diri, namun serangan bola api meluncur dari tangan Rock melesat menghantam punggung Alaric, membuat Alaric tersungkur ke tanah.

Bruk!

"Aaa!" teriak Alaric, ia merasakan rasa sakit menghantam tubuhnya dan ia pun muntah darah, ia menatap bayangan ayahnya yang tewas.

"Ayah …," lirih Alaric, ia menyesali selama ini ia hanya bermain-main saja, kala ayahnya menyuruhnya berlatih pedang. 

Alaric masih memeluk bungkusan di dadanya, "Aku harus selamat! Aku akan membunuh bedebah itu!" batin Alaric, ia tak peduli jika ia telah terluka dalam. Alaric tidak menyadari jika jubah ayahnya telah melindunginya dari kobaran api.

"Hahaha, dasar bodoh! Kau kira kau bisa lolos dan membunuh ksatria penunggang naga Gorian!" teriak Rock si penyerang yaitu : salah satu ksatria penunggang Naga Gorian.

"A-apa itu? Ya, Tuhan!" lirih Alaric, ia menarik pedang pemberian ayahnya dan mencoba untuk menggunakannya.

"Pedang ini berat sekali!" batin Alaric, ia sama sekali tak pernah ingin berkelahi apalagi membunuh orang lain sehingga ia tak pernah mau berlatih untuk menggunakan senjata.

Trang! Buk! Buk!

Pedang ksatria Gorian menyerang ke arah Alaric membuatnya terlempar ke tanah terhuyung kala pedang Rock berlaga dengan pedang Alaric langsung memancarkan bunga api dari kedua pedang.

"Apakah ini anak yang dicari Tuan Calder?" batin Rock, ia langsung mengirim suara telepati lewat benaknya menggunakan sihir.

Alaric sudah berdiri dengan menggenggam pedang di kedua tangannya, "Aku harus hidup! Aku akan menuntut balas kematian ayah dan orang desa!" batin Alaric bertekad, ia tak peduli jika dirinya tak pernah berkelahi.

"Menyerahlah Kau! Berikan pedangmu!" perintah Rock, ia melihat bungkusan di dada Alaric dengan menggunakan mata batin.

"Serahkan telur naga itu!" teriak Rock.

"A-apa?! Telur naga?" pekik terkejut Alaric, ia tak menyangka jika bungkusan di dadanya adakah sebuah telur naga.

"Bagaimana mungkin ayah memiliki telur naga? Siapa ayah yang sebenarnya? Ayah tak pernah berkelahi apalagi bertempur? Dia hanya seorang pandai besi!" batin Alaric kacau.

Rock semakin mendekat ke arah Alaric dengan pedang terhunus ke arahnya, "Ayo, berikan!" ucap Rock.

"Tidak akan pernah!" tantang Alaric, ia melesat berlari menyerang Rock yang langsung menangkis pedang milik Alaric dan ingin menarik bungkusan di dada Alaric tetapi tangannya terbakar.

"Bajingan! Kekuatan sihir apa yang melindungi telur naga itu? Milik siapa naga itu?" batin Rock, ia melesat dan ingin membunuh Alaric.

Trang! Trang! 

Serangan Rock membuat Alaric, semakin kewalahan dan luka di tubuhnya semakin banyak darah sudah mulai merembes di sana sini. Namun, Alaric tak juga melepaskan pedang dan telurnya.

"Jika aku mati, aku ingin mati dengan terhormat sebagai sumpahku pada ayah!" batin Alaric, ia terus melawan dan menjadi bulan-bulanan Rock. 

Dari kejauhan penunggang naga di angkasa sudah mulai mendekat ingin membunuh Alaric, "Menyerahlah, semua ksatria Gorian sudah menuju ke arahmu!" teriak Gorian.

"Tidak akan pernah!" umpat Alaric ia semakin mempercepat serangannya, ia melihat Storm sudah mulai berdiri walaupun kakinya sudah pincang karena patah.

Trang! Trang! Buk!

Alaric jatuh terjungkal, Rock tidak menyia-nyiakan kesempatan, "Aku akan membunuhnya, agar aku mendapatkan kenaikan pangkat dan pujian dari Tuan Calder! Aku akan mengambil pedang dan telur itu! Tuan Calder akan senang," ucap Rock, ia melesat menghunuskan pedang untuk memenggal kepala Alaric.

Trang!

Sebuah pedang tipis perak langsung menghalangi pedang Rock dan ledakan bergema hingga Rock melesat mundur.

"Siapa kau?!" teriak Rock, "jangan ikut campur, jika kau ingin selamat!" teriak Rock, ia melihat seorang wanita cantik berambut seputih salju ikal bagian ujungnya, berkulit pucat di balik baju zirah peraknya.

"Klan elf …," lirih Rock, ia tak menyangka jika klan yang didesas-desuskan sudah punah, kini masih berdiri di depannya.

"Larilah, Alaric!" teriak wanita tersebut.

"A-apakah kau mengenaliku?" tanya Alaric bingung, ia tak menyangka jika ada wanita berbaju zirah di depan mengenalnya.

Trang! Trang! 

Pedang bergema dengan kecepatan luar biasa menebas ke tubuh masing-masing dengan pendar cahaya kebiruan yang mengerikan.

Duar! Duar!

Ledakan bergema dengan kobaran api dan lubang menganga di sekitar mereka. Kras! Duar! 

Pedang dari ksatria wanita berambut perak langsung menghujam jantung Rock hingga ledakan membunuhnya.

Akan tetapi bertepatan dengan munculnya para ksatria penunggang naga Gorian yang mulai melancarkan serangan demi serangan.

Duar! Duar!

Serangan api menghujani si ksatria wanita tetapi, ia menaikkan sebelah tangan kirinya hingga sebuah kekuatan tak kasat mata menghalangi serangan api hingga api mengambang di udara tak menyentuh Alaric dan wanita tersebut.

Suit!

Seekor kuda putih melesat mendekati si wanita, hingga ia melesat naik ke punggung kuda dan mengulurkan tangan ke arah Alaric yang langsung menyambut uluran tangan tersebut.

"Ayo, Sorrow!" teriak ksatria wanita memacu kudanya melesat meninggalkan Medan pertempuran.

Alaric melihat serangan api berubah menjadi bunga api indah di angkasa. Namun, lagi-lagi ksatria Gorian di angkasa mengejar mereka dengan nyalang ribut uikan para naga yang melesat secepatnya.

"Apakah itu naga sungguhan?!" lirih Alaric, ia tak menyangka hanya di dalam semalam ia harus kehilangan semuanya.

Derap langkah kuda membawa mereka memasuki hutan belantara Pegunungan Stamp semakin dalam, para naga kehilangan jejak mereka. Akan tetapi Alaric merasakan sekujur tubuhnya panas dingin menggigil.

"Panas!" teriak Alaric, ia semakin kuat memeluk pinggang ksatria wanita dan terjerembab pingsan.

Gadis elf tersebut langsung mengangkat tangannya membuat tubuh Alaric mengambang dan membawanya ke sebuah gua, ia langsung membisikkan lantunan nyanyian dari bahasa kuno, hingga sulur-sulur tumbuhan berjalan merambat membelit tubuh Alaric dan sebuah sulur tanaman  memberikan air dari batangnya ke mulut Alaric hingga tubuh Alaric sedikit terguncang.

Si gadis elf terus melantunkan mantranya hingga sulur kembali ke tempatnya, "Syukurlah, dia selamat dari sihir hitam ksatria Gorian yang mengerikan …," batinnya.

Sejam kemudian ….

"Ooh … di mana aku … pedang dan telur naga?" teriak Alaric sadar, ia langsung bangun dan melihat jika si gadis yang telah menyelamatkannya sedang menimang telur miliknya.

"Si-siapa kau? Apakah kau ingin mengambil pedang dan telur itu?" teriak Alaric bingung dan takut.

"Tidak, aku hanya ingin menelitinya. Nah, aku kembalikan." Wanita elf itu memberikan telur naga dan membaca mantra pada pedang Alaric hingga pendar keperakan menyelubungi pedang tumpul itu terlihat berkilau dan tajam dengan ukiran naga berwarna merah hidup di tengah pedang.

"Terima kasih, si-siapa kau?" tanya Alaric bingung, ia menatap ke arah gadis cantik tersebut.

"Tara … namaku Tara Dale!" balasnya.

Zerrin si naga perempuan bermata keemasan

"Tara Dale … apakah kau manusia?" tanya Alaric bingung, ia tak pernah melihat wanita secantik itu di desanya dengan tubuh langsing berisi di balik baju zirah berwarna perak dan wajah yang luar biasa cantik.

"Aku dari klan elf. Apakah kau pernah mendengarnya?" tanya Tara, ia menatap ke arah Alaric yang bingung.

"Bangsa Elf? Apa itu? Aku tidak pernah mendengarnya?" balas Alaric, ia hanya melihat jika dirinya dan wanita itu memiliki kesamaan yaitu daunnya telinga yang sedikit lancip.

"Sebangsa peri … hanya saja bangsa elf seperti manusia. Jika peri hanya seukuran jari telunjuk," balas Tara, ia hanya diam. 

"Sebaiknya kau berlatih pedang, aku akan mengajari dasarnya saja. Tapi, aku rasa sebaiknya kau makanlah dulu!" ujar Tara, ia telah menyuguhkan kelinci panggang untuk Alaric.

"Peri?! Naga dan penyihir? Apakah ini normal?" tanya Alaric bingung.

"Hei! Selama ini kau kemana saja? Apakah kau kira di dunia ini hanya ada manusia, binatang, dan tumbuhan?" cibir Tara kesal.

Tara merasa jika orang yang dilindunginya sangat bodoh, jika dia tak berjanji dengan Almarhum ratu Zumaris, Tara tak ingin dekat dengan manusia yang selalu egois, tamak, dan serakah.

"Apakah gadis bernama Tara ini tidak berniat meracuni dan membunuhku? Tapi, jika dia berniat untuk membunuhku tak mungkin dia menolongku," lirih batin Alaric, ia memakan secepat mungkin daging kelinci tersebut.

Alaric sedikit curiga, kini ia menyadari jika semua orang mulai menginginkan pedang dan telur naga milik ayahnya. Selain itu, Alaric ingin berlatih pedang dengan secepatnya agar bisa membunuh ksatria penunggang naga Gorian. 

"Aku akan membalas dendam atas kematian ayah dan semua penduduk desaku," batin Alaric bergema dan bertekad dengan kuat.

Setelah makan Tara Dale benar-benar mengajaknya untuk berlatih, Tara dan Alaric menggunakan sebatang kayu untuk bertanding. Tetapi selalu saja serangan Alaric bisa dipatahkan oleh Tara, ia berulang kali terjerembab jatuh dan kembali berdiri lagi untuk membalas dan menangkis serangan dari Tara Dale.

Seminggu telah berlalu Alaric terus menggunakan kayu sebagai pedangnya dan ia sedikit mulai mahir. 

"Gunakan pedangmu, Alaric!" perintah Tara.

"Apa?!" pekik Alaric, ia sama sekali tak menduga akan hal itu, ia bergidik melihat pedang yang berkilau tajam tersebut.

Namun, Alaric masih tetap mematuhi perintah dari Tara, ia mengambil pedangnya. Tara melihat ke arah Alaric, ia hanya diam.

"Ikuti aku!" ucap Tara, ia langsung mengambil pedang miliknya dari sarung dan menghunuskan pedang.

"Modhail (tajamlah)!" ujar Tara Hall, ia menyebut bahasa kuno dari Bahasa Gaelik, suatu keajaiban pedang itu berkilau tajam.

Alaric terperangah, ia pun mengulang mantra tersebut dan keajaiban terjadi, pedangnya semakin tajam.

"Moil (tumpullah)!" ujar Tara dan pedang kembali tumpul, "hafalkan mantra itu. Aku akan mengajari banyak hal di kehidupan sehari-hari," ujar Tara.

Alaric mengikutinya dan mereka kembali berlatih. Siang malam Alaric berlatih tanpa lelah, ia hanya istirahat untuk makan, malam hari setelah berlatih ia tertidur dengan memeluk telur naga tersebut.

Krak! Krak!

Alaric terperanjat kala ia mendengar jika ada suara retakan dari telur di dalam dekapannya bergetar. Ia melihat jika telur tersebut mulai retak dan memperlihatkan satu demi satu retakan itu berjatuhan dan muncullah sesosok mahluk kecil dari dalam pecahan telur tersebut yaitu seekor naga bersisik merah dan hitam.

"A-apakah ini seekor naga?" tanya Alaric bingung, ia melihat jika naga kecil itu berlarian dengan bersempoyongan menabrak sesuatu hingga ia berulang kali jatuh untuk menyeimbangkan langkahnya hingga ia melihat ke arah Alaric dan mengerjapkan mata dan langsung melompat ke pangkuan Alaric.

"Hei, apa yang kau lakukan?" tanya Alaric bingung, ia melihat jika naga kecil itu langsung mengusap-usapkan kepala ke dada Alaric.

"Nagamu sudah menetas?" ujar Tara dingin tanpa senyuman.

"Apa? Nagaku? Lalu mengapa dia seperti ini?" tanya Alaric bingung, ia masih tak mengerti si naga kecil masih saja berlompatan dan meluncur ke sana kemari di bahu, punggung, dan kembali jatuh di pangkuannya.

"Um, aku rasa dia mengira jika kau adalah induknya," ucap Tara, ia masih memperhatikan si naga merah itu menguik lirih.

"Apakah aku juga akan mencarikan milk untuknya?" tanya Alaric bingung, ia hanya tahu jika seorang bayi membutuhkan ASI dan itu tak mungkin diberikan olehnya.

"Tak perlu! Um, kamu beri saja dia nama!" balas Tara.

"Nama?" ujar Alaric terkejut, ia tak menyangka jika naga pun harus memiliki nama.

"Iya, Nama! Kamu kira dia tak membutuhkan nama? Bagaimana kau akan menungganginya kelak, jika kau tak memiliki nama untuk memanggil nagamu?" tanya Tara, "kau memiliki kuda yang patuh dan kau memberinya nama!" ucap Tara.

"Oh, aku tidak tahu, apakah dia betina atau jantan?" ujar Alaric bingung, ia masih menatap takjub naga tersebut mirip seekor kadal.

"Kau angkat saja ekornya, susah banget sih? Kamu goblok atau tolol?" ujar Tara ketus, ia tak menyangka ada seseorang yang tak bisa membedakan jenis kelamin dari suatu binatang.

"Aku tidak tahu! Jika aku tahu, tak mungkin aku bertanya," ucap Alaric, ia langsung mengikuti saran Tara.

"Apakah ini artinya dia betina?" tanya Alaric memperlihatkan sesuatu di bawah ekor naga tersebut ke wajah Tara yang masih duduk di atas batu dengan anggunnya.

"Hm, dia betina!" balas Tara ketus.

Tara merasa sedikit malu, ia tak menduga jika Alaric dengan begitu polosnya menunjukkan alat kelamin naga tersebut kepadanya dan itu adalah sangat tabu di klannya.

"Oh, jadi begitu. Baiklah … aku  akan memberimu nama. Kamu maunya nama yang bagaimana?" tanya Alaric pada naga, yang membalas dengan menguik pelan.

"Um, bagaimana jika nama … Zerrin! Artinya perempuan keemasan," ujar Alaric, ia tidak begitu memiliki banyak kosa kata karena ia tak pernah membaca buku atau keluar dari bukit Jarome.

Sehingga Alaric berpikir jika warna tembaga sulit diketahui bagaimana ucapannya yang indah, sehingga dia lebih memilih warna mata si naga kecil, ia melihat jika naganya melompat-lompat kala Alaric memanggilnya dengan nama Zerrin.

"Hah! Nggak salah? Keemasan dari mananya?" tanya Tara, ia tak mengerti cara Alaric memandang naganya.

Tara melihat jika sisik naga kecil itu berwarna merah dan hitam namun yang mendominasi adalah merah. Ia sama sekali tidak melihat sisik berwarna emas melainkan tembaga. Kebanyakan penunggang menamai naganya dari warna sisik, cakar, moncong, duri, ekor, ataupun kekuatan yang diinginkan. 

Namun, berbeda dengan Alaric menamai naganya terkesan asal-asalan dan tak tahu asal usul dari kecerdasan naga tersebut.

"Um, matanya keemasan," balas Alaric.

"Oo," balas Tara, ia sedikit mengerti dan merasa geli untuk pertama kalinya ada seorang penunggang mananai naga dari matanya.

"Apakah kau menyukai nama Zerrin? Jika tidak aku akan mencari nama lain," ucap Alaric ia memegang tubuh naga kecilnya dan mulai bicara seakan si naga mengerti.

"Tentu saja aku suka!" balas si naga.

"Hah! Kau bisa bicara?" tanya Alaric bingung.

"Naga adalah makhluk legenda dan yang paling pintar!" balas Tara.

"Oh, begitu … baiklah Zerrin. Sekarang mari kita tidur!" ajak Alaric pada naganya.

Zerrin menguik pelan dan langsung menyusup di dalam dekapan Alaric tertidur dengan hangat. Hari berlalu dengan cepat si naga mulai lincah dan begitu cepat tumbuh membesar sedangkan Alaric semakin bersemangat untuk berlatih pedangnya. 

Alaric mengajari Zerrin apa yang dia ketahui, seperti yang diajarkan Daisy dan Haiden kepadanya. Memanah, berburu hewan, menulis, dan berbicara banyak hal.

Hingga Tara dan Alaric keluar dari gua persembunyian mereka untuk melanjutkan perjalanan. Naga adalah binatang yang paling cerdas ia bisa membaca dengan cepat kala Alaric menulis sesuatu mereka bicara melalui telepati.

"Zerrin, kamu jangan keluar dulu dari dalam bajuku. Aku tidak ingin mereka akan membunuh dan menangkapmu!" ucap Alaric.

Zerrin hanya menguik kesal dan pasrah kala Alaric memasukkannya ke dalam baju di bagian dadanya. Zerrin sedikit bergerak-gerak di sana mencakar Alaric.

"Aw! Zerrin, sabarlah sedikit! Jangan mencakarku atau menyemburkan apimu!" umpat Alaric kesal, ia bingung dengan Zerrin yang selalu marah dan ngambek jika keinginannya tak dituruti.

Alaric tak mengerti naga kecil yang hanya seukuran biawak kecil sehastanya tapi sudah berulang kali menyemburkan api dan usianya baru beberapa hari saja.

"Hahaha, ia mengira rambut halus di dadamu adalah hutan!" ejek Tara, ia tak sengaja keceplosan.

"A-apa? Kapan kau melihatnya?" tanya Alaric bingung. 

"Saat kau terluka!" balas Tara cuek, ia melihat semu merah di wajah Alaric.

"Ya, Tuhan … Alaric masih terlalu anak-anak," bisik batinnya.

Alaric mengendarai Storm dan Tara menaiki kudanya Sorrow. Mereka memacu kuda dengan cepat, Zerrin sekali-kali melongok dari lipatan baju di bagian dada Alaric yang mirip seperti kimono.

Trang! Trang!

Suara pedang bergemuruh, mereka melihat seorang pria sedang berkelahi dengan prajurit Gorian.

"Tara, aku akan menolong pria itu!" teriak Alaric, ia melesat dari punggung Storm dan membantu pria yang sedang berperang tersebut.

"Siapa kau? Jangan turut campur! Kami ingin menangkap pencuri ini?" teriak seorang prajurit Gorian.

"Aku tidak peduli, kalian harus mampus!" teriak Alaric ia masih dendam dan marah atas kematian Haiden.

Trang! Tring! 

Alaric sedikit lebih unggul dan dengan mudah mengalahkan dan menewaskan prajurit.

"Terima kasih, aku Altaf!" ujar pria pencuri tersebut, seorang pria tampan dengan rambut coklat panjang yang lurus dan topi aneh dengan sehelai bulu burung elang di sisi kiri topi.

Altaf langsung mengambil koin perak dan emas juga pedang prajurit, "Mengapa kau mengambilnya?" tanya Alaric bingung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!