Kisah tersembunyi dimasa lalu........
Seorang wanita dengan rambut awut awutan tidur di kamar hotel. Matanya sembab karena kebanyakan menangis. Sekarang hilang sudah harapan harapannya. Hilang...... Sebentar lagi nyawanya juga hilang. Tidak akan ada yang tersisa. Sejak ia masuk dalam lingkungan berbahaya ini, dia tahu tak akan keluar dengan mudah. Sekarang dia tahu tak akan keluar dengan selamat.
Bahkan tak sempat berpamitan dengan dua jagoan kecilnya. Dua bocah lucu yang sebenarnya tetap ia cintai, seburuk apapun ia menjadi seorang ibu. Apalagi anaknya yang bungsu masih merah. Harusnya ia saat ini mengganti popoknya dan menyusuinya dengan ASI. Menimangnya dengan sayang. Apa anak bungsunya akan mengingatnya??? Dia ragu. Bayinya masih terlalu kecil untuk mengenali ibunya sendiri.
Pintu kamar terbuka. Beberapa orang masuk. Wajah mereka tidak menunjukkan keramahan sama sekali. Dingin..... Seketika ruang kamar ini menjadi mencekam.
"Kau harusnya berfikir sebelum menghianatiku Is," kata Nur dingin. Walaupun suaranya tercekat, namun ia tetap memerintahkan anak buahnya membunuh Is. Wanita yang sebenarnya ia cintai.
"Nur....!!!!Nurrr......!!!!" teriakan Ibu dari anaknya masih terdengar, tapi ia melangkah keluar diiringi beberapa orang. Matanya terpejam saat teriakan terakhir Is terdengar, tapi Nur tetap melangkah pergi. Dia adalah iblis. Tidak boleh lemah dengan cinta. Siapapun yang berani main main dengannya akan berakhir mati. Itu perinsipnya.
***
Masa sekarang...
Suasana sudah sepi. Tinggal aku dan segrombol anak laki laki dibarisan paling belakang. Anak laki laki bandel, preman kelas ini. Mereka akan baik pas ada maunya saja. Aku duduk di meja depan, tepat di depan papan tulis. Bukan karena ingin dianggap pintar, tapi mataku yg minus banyak ini tak bisa melihat tulisan bahkan dari barisan duduk nomer tiga. Aku merapikan alat tulis dan terakhir tentu saja novel setebal 300 halaman yang baru kubaca setengahnya.
"Belum pulang?" sapa seseorang di sampingku. Kami terpisah jalan di antara meja meja.
"Nunggu sepi.... males antri ambil sepeda," jawabku masih sibuk meraba raba laci, mungkin ada yg tertinggal karena aku lumayan ceroboh. Grombolan anak laki laki keluar kelas. Tinggal kami berdua.
"Besok mau kuantar jemput? Gak usah capek bawa sepeda," katanya santai sambil duduk lurus menatapku. Satu lengannya mengapit sandaran kursi, satunya lagi dimeja dengan jari yang diketuk ketukan berirama. Ketukan jari saja terdengar begitu bagus. Dia memang berbakat dimusik.
"Gak mau, nanti orang rumah bilang apa? Masa anak SMP antar jemput. Sama cowok lagi. Emangnya kita pacaran?" jawabku berdiri mau meninggalkannya.
"Emang kamu gak mau pacaran sama aku?" jawabnya sigap sambil menggenggam tanganku.
Tangan kami berpegangan. Aku merasa ada aliran listrik mengalir lewat tangannya. Itu pertama kalinya tanganku dipegang cowok yang bukan saudara. Dia cowok berpenampilan bersih, berbibir menarik dengan senyum manis yang khas. Aku malu....begitu malu. Apa lagi saat mata kami bertemu, senyum di bibirnya semakin mengembang...... indah. Aku kibaskan tanganku yang dia genggam. Berjalan cepat keluar kelas agar mukaku terselamatkan dari pandangannya. Entah, seperti apa mukaku saat itu. Yang jelas aku tak ingin dia melihat.
"Heeeiiiii.... kamu cantik Put," katanya sebelum Aku menghilang berbelok ke koridor sekolah. Meninggalkan ruang kelas 3E yang tiga bulan ini kutempati dengan dia dan teman temanku yang lain.
'Cantik matamu!!!! Sudah berapa cewek kamu rayu kaya gitu... udah jelas jelas punya pacar dan Aku tahu pacarnya masih berlaga sok caper dasar bajul.' Aku mengumpat sambil menuju parkiran sepeda. Menunggu lama karena masih banyak antrian untuk keluar dari gerbang. Kulihat dia sudah di gerbang dengan motor biru yang saat itu sedang bagus bagusnya. Kami bertemu mata sebentar. Senyum manis terukir di wajahnya. Dia itu tampan walau masih pakai celana pendek biru. Aku merasa berdosa memujinya. Kami masih ABG. Mens saja baru beberapa kali. Sudah memuji cowok tampan. Memalukan.
***
Sejak saat itu aku sering memperhatikannya. Cara tertawa, cara berjalan, atau cara dia menggenggam tangan cewek yang kata orang orang pacarnya. Cewek mungil dengan rok ketat dan penampilan super modis. Haaahhh aku yang tampil apa adanya dan cupu ini hanya butiran debu. Aku cuma berani memperhatikan dan mengamati dalam diam. Anehnya dia selalu tersenyum manis saat mata kami bertemu. Bodoh juga aku yang selalu ketahuan mencuri pandang.
Dia berpindah duduk di barisan nomer dua. Bukan tepat di belakangku, tapi agak nyamping. Sekali toleh aku langsung bisa melihat mukanya. Dia bukan cowok pandai dalam pelajaran, tapi cukup tenar di sekolah ini. Kemana mana bawa gitar. Dia sering memainkan lagu dengan gitarnya itu.
"Putriiiii gadis belia yang baru meleeekkk......." Lagu gabut wajibnya yang membuat telingaku risih. Sebel karena nama tokohnya Putri. Sama dengan namaku. Jadi merasa dijelek jelekkan di depan muka.
"Nyanyi lagu lain!" kataku ketus sambil melihat kearahnya.
"Kamu mau aku nyanyi apa?" tanyanya balik.
"Terserah, yang penting gak itu," kataku. Biasanya dia langsung bernyanyi lagu pop romantis. Iya biasanya, karena dia sering melakukannya saat gabut atau ada jam kosong.
Hari kelulusan tiba. Aku lulus dengan nilai memuaskan. Dia tersenyum, mendekatiku diantara uforia ratusan siswa yang dinyatakan lulus.
"Selamat ya Put, nilaimu bagus. Semoga dapat sekolah yang bagus setelah ini." Uhhhh kata katanyaaaa kenapa terdengar sangat manis. Aku hanya mengangguk. Dia kembali tersenyum dan melambai pergi. Aroma parfumnya tertinggal di hidungku. Aku bahkan tidak mengucapkan selamat lulus balik, karena terpesona oleh senyumannya. Bodoh.
Tiga bulan di SMK. Aku keluar gerbang dengan semangat. Dia menunggu di sebrang jalan dengan motor yang menarik perhatian siswi siswi di SMK. Dia melambai lambai kearahku. Aku yang masih bengong tak percaya menunjuk hidungku sendiri. Dia mengangguk angguk di balik helemnya. Aku menyebrang jalan mendekatinya.
"Hei, apa kabar? Aku antar pulang yaa. Sebagai gantinya bantuin aku PR bahasa inggris," katanya sambil melepas helem. Nampaklah wajahnya yang semakin tampan. Dengan seragam baru berlabel sekolah swasta mahal di kotaku.
"Memang gak bisa kerjain sendiri?" tanyaku.
"Kamu kan tahu aku gak suka Bahasa Inggris. Plisss tolong yaaa," katanya lagi lagi dengan senyum manis.
"Asal gak terlalu susah," jawabku luluh juga dengan senyum manisnya.
"Yesss!!! Ayo naik nanti aku jelaskan di jalan!" jatanya sambil menepuk jok belakang motornya yang terpisah dengan jok depan. Jok itu terlalu sempit menurutku.
Bersambung......
Bertahun berlalu, aku semakin dewasa. Walaupun itu mungkin hanya cinta monyet, tapi percayalah aku masih mengingat wajahnya, senyumnya, bahkan aroma parfumnya. Bagiku dia orang pertama yang bilang aku cantik, dengan penampilan cupuku. Walaupun itu hanya gombal semata hahahaha. Heiii kamu.....apa kabar?
***
Selamat menikmati kisah bagi para pembaca. Semoga menyukai karya saya. Saya Utiyem, nama yang diberikan teman teman saya waktu SMK. Masa masa sekolah dengan berbagai lika liku dan kebahagiaan.
Untuk Riyan dan Revan dalam dunia nyata sumber inspirasi saya..... Terimakasih sudah hadir memberikan warna yang begitu indah. Kisah ini bukan 100% kisah nyata, tapi beberapa bagiannya nyata terjadi.
Motor melaju sedang. Memecah keramaian anak anak seusia kami pulang. Dia sedikit berteriak agar suaranya terdengar olehku. Suaranya terbawa angin hingga samar terdengar ditelingaku.
"Majukan dudukmu! Kalau gini kita mirip orang cerewet dan orang tuli lagi ngobrol!" teriaknya diantara riuh jalan raya siang itu. Aku tertawa kemudian memajukan dudukku. Tiba tiba Dia menarik tanganku. Melingkarkan tanganku dipinggangnya.
"Pegangan! Nanti jatuh!" perintahnya lagi. Tanganku erat memeluk pinggangnya. Detak jantungku berubah irama seolah mendobrak dadaku. Aroma parfumnya masih sama. Menguar memenuhi hidungku. Aroma segar dan maskulin. Astaga.... kenapa rasanya malu, senang, deg degan jadi satu. Aku ini kenapa yaa.. cuma dibonceng, tapi uforia di dadaku mirip mau lomba dikirim sekolah.... hahaha.... bodoh.
Siksaan terhadap jantungku belum berhenti. Di lampu merah ia meletakkan tangannya agak kebelakang. Otomatis mengenai pahaku yang setengah terbuka karena memakai rok. Geli... saat tangannya separuh mengenai kulit pahaku. Aku ingin menepisnya, tapi juga tertantang untuk menikmatinya. Semakin kencang jantungku berdetak.
"Kamu lapar?" tanyanya sambil menoleh kebelakang. Jarak wajah kami begitu dekat. Nafasnya bau wangi khas permen mint. Sepertinya Dia baru saja mengunyah permen. Aku gugup. Mau berkata tapi kelu. Bibirku bergetar, namun tak ada yang diucapkan. Dia tampan sekali kalau dari dekat begini. Wajahnya bersih, bibirnya indah, matanya yang jernih mengerjab seolah gerakan lambat dimataku. Juga lengkap dengan hidung runcing yang mancungnya kelewatan.
Dia tersenyum. Aku yakin kegugupanku terbaca olehnya. Aku mematung diam.
"Kita makan dulu yaa," katanya dengan tatapan intens. Jantungku.... jantungku masih amankah dia? Semoga belum melompat keluar dari tempatnya. Tin tin...... tin tiiiiinnn klakson dibelakang mengejutkan kami. Dia segera melajukan motornya. Motor yang kami tumpangi berhenti di sebuah tongkrongan gaul anak muda. Aku belum pernah datang ketempat ini. Selain karena cupu, juga ini tongkrongan untuk anak berkantong tebal. Uang saku yg cukup untuk beli soto dan es teh di kantin tak akan sanggup. Tongkrongan itu cukup ramai dengan siswa siswi modis yang bergerombol. Hp, tas, sepatu yang mereka kenakan bukan barang embyeh embyeh umumnya kebanyakan siswa SMA. Aku jadi minder minder gimana. Aku mengikuti Riyan yang berjalan santai dan duduk di sebuah kursi. Menuliskan menu yang sebelumnya ditanyakan padaku. Aku ngikut saja menu dia.
Dia memutar mutar kunci motornya sambil memandangku. Aku jadi salah tingkah sendiri.
"Apa?" tanyaku saat tidak nyaman dengan tatapannya.
"Kamu cantik. Masih cantik seperti yang dulu," katanya gombal akut.
"Cih, bicaramu membuatku mual," jawabku mengejek. Dia tertawa. Dua orang cewek menyapanya dengan ramah. Dua orang cewek dengan rok mini dan rambut lurus terawat yang tergerai. Dari seragam yang mereka kenakan Aku tahu mereka dari SMA swasta favorit dikota ini.
"Lagi sama siapa Yan?" tanya seorang cewek sambil menatapku dari atas kebawah.
"Gebetan baru," jawab Riyan santai.
"Seleramu berubah," katanya dengan tatapan sinis kearahku. Riyan tertawa.
"Pergilah, jangan ganggu kami atau kulaporkan sama mami," kata Riyan mengusir mereka. Merekapun pergi.
"Kamu anak mami yaa?" tanyaku saat dua cewek tadi pergi.
"Mamiku bukan sembarang mami. Dia galak dan suka menggigit," kata Riyan bercanda.
"Ihhh gak boleh gitu sama orang tua. Dosa," kataku mengingatkan. Dia tertawa.
"Dua cewek tadi temanmu?" tanyaku. Dia mengangguk.
"Bisa dibilang teman," jawab Riyan ambigu.
"Kamu cukup terkenal rupanya. Aku kira hanya terkenal di SMP kita aja," kataku.
"Kamu itu terlalu sibuk belajar sampai kurang gaul. Tapi gak papa. Harus ada anak pintar disekolah. Apa lagi anak pintar yang seperti kamu. Agar yang lain tidak capek capek belajar," katanya. Kali ini Aku yang tertawa.
Pesanan kami datang. Spagheti dengan keju bertumpuk tinggi diatasnya. Masih hangat mengepulkan asap. Juga dua gelas es yang berembun. Sepertinya enak. Kami makan dalam diam.
Dia menjelaskan PR Bahasa Inggrisnya. Rupanya hanya cerita tentang pengalaman lucu. Tidak sulit sebenarnya hanya membuat karangan kemudian di translate dalam Bahasa Inggris. Mudah sebenarnya, dikerjakan sendiri juga bisa. Mungkin Dia terlalu malas mengerjakannya.
"Tugasnya di kumpulkan minggu depan, jadi besok Senin tak ambil yaa. Nanti tak jemput lagi kaya sekarang, oke?" jelasnya dengan senyum manis.
"Gak usah jemput, aku bantuin ambil hari Senin. Nanti aku pulang sendiri," elakku. Bisa gak aman jantungku kalau berdekatan dengan dia lagi.
"Gak papa aku jemput kamukan buat tanda terimakasih," paksanya.
"Tanda terimakasihnya cukup ini aja dan nganterin aku pulang nanti," kataku sambil mengangkat segelas es bertabur cho cho chips yang sudah habis setengahnya.
"Kalau gitu aku maksa! Kalau kamu gak mau dijemput besok Senin, aku mau jemput kamu besok, sampai Senin depan," katanya setengah merajuk mirip anak kecil. Sayangnya kadar ganteng diwajahnya justru bertambah.
"Kamu mau aku dimarahin pacarmu? Dikira aku ngerebut Kamu dari dia nanti. Masak kamu gak jemput pacarmu malah jemputin aku," kataku.
"Pacar yang mana?" tanyanya santai sambil mengendikan bahu.
"Kepalamu habis kejedot? Sampai lupa pacar sendiri?" tanyaku sambil meringis.
"Siapa?" tanyanya balik seolah benar benar tak mengerti.
"Ya si Voni!!" kataku gamblan menyebut pacar yang dia gandeng kesana kesini waktu SMP. Cewek yang beberapa kali membuatku iri karena terus menempel padanya mirip premen karet.
"Udah putus. Aku putusin waktu kita lulus," katanya santai seolah sedang membicarakan harga krupuk di kantin.
"Kenapa....." tanyaku terputus.
"Aku sekarang jomblo. Nungguin kamu mau jadi pacarku," potongnya santai.
"Males!!!!" jawabku cepat sambil melengos. Padahal jantungku sudah berdesir. Dia tersenyum. Senyum tebar pesona yg paling memikat. Jujur Aku terpikat.
"Yakin??? Aku gak mau kamu jawab sekarang kok. Nanti nanti juga boleh. Yang penting Aku deket sama kamu aja dulu," katanya masih dengan senyum manis.
"Halah, uwis ayo mulih. (halah, sudah ayo pulang)," kataku beranjak. Lagi lagi agar mukaku tak terbaca ekspresinya. Aku malu dan senang luar biasa. Entah ini beneran atau bohongan, tapi ini pertama kalinya aku ditembak cowok.
Dia menarik tanganku agar kembali memeluk pinggangnya. Perjalanan berikutnya di isi dengan candaan khas anak sekolah. Tentang masa MOS nya yang tidak terlalu menyeramkan. Tentang sekolah barunya yang disiplin. Dia terus mengajakku bicara. Dia memang supel. Pembicaraan apa saja akan nyambung dan menyenangkan.
Aku memintanya berhenti di depan gang rumahku.
"Aku takut ketahuan orang rumah diantar cowok," kataku padanya. Dia oke oke saja. Menanggapi dengan santai. Kami berpisah dengan aroma parfumya menempel di kemeja sragamku dan.....pegel di pinggangku karena harus setengah jongkok setengah nemplok selama perjalanan pulang. Perasaanku berbunga bunga hanya dengan menciumi bekas parfumnya yang menempel. Aku jadi enggan mencuci baju seragamku.
Hari senin tiba. Aku sudah menulis rapi karangan itu. Kuselipkan diantara buku berukuran folio, agar tidak lecek. Dari pagi jantungku sudah tak biasa. Terbayang bau parfum dan senyum manisnya. Semakin siang detak jantungku semakin menjadi. Senin itu, aku sama sekali tak konsen. Pelajaran yang biasanya masuk diotak ini dengan mudah, hari itu sama sekali tak masuk. Konsentrasiku full terganggu hanya dengan membayangkan wangi parfumnya dan senyum manis.
Bodoh!!! Aku merutuki diriku sendiri. Hanya karena cowok yang entah memikirkanku atau tidak aku menyia nyiakan satu hari pelajaran. Entah dia suka atau hanya memanfaatkaku saja. Bodohhh. Tugasku belajar, menjadi yang terbaik, bukan berbinar binar memikirkannya. Lagi pula mulutnya mengatakan suka saat dia menggandeng cewek lain. Sudah tau buaya tebar pesona. Masih saja terpikat pesonanya.
Bel berakhirnya pelajaran sudah berbunyi. Hatiku makin mengkhianati pikiran. Dia semakin berdisko ria. Aku melambatkan aktifitasku merapikan meja.
"Tumben gak langsung pulang Put?" tanya temanku Tika.
"Ini mau pulang. Lagi beres beres," jawabku.
"Biasanya buru buru waktu pulang. Ayu ah kita keluar barengan," ajak Tika. Aku pun keluar kelas beriringan dengan Tika.
"Nanti dijemput apa naik angkot Put?" tanyanya.
"Di jemput kok," jawabku singkat.
"Dijemput bapak yaa? Wah lumayan hemat ongkos angkot," katanya lagi.
"Iya," aku mengiyakan hemat ongkos angkotnya. Siapa yang jemput tidak aku iyakan. Yang jemput nanti terlalu ganteng disebut Bapak.
Di luar gerbang, Dia sudah menunggu. Nangkring di motor besarnya diiringi tatapan siswi siswi lain. Dia memang sulit diabaikan. Entah tampangnya, entah motor besarnya yang mencolok.
"Oh megot, oh megot, itu Riyan kan!! Ngapain disini? Ceweknya orang sini?" Tika kaget dengan kehadiran Riyan. Dia dulu satu SMP denganku, jadi wajar kalau mengenali Riyan.
"Ihh, samperin lahhh... siapa tau bisa jadi gebetanku," Tika semangat menuju kearah Riyan. Aku mengikutinya dari belakang.
Riyan menyadari kehadiran kami. Senyuman itu tersungging di bibirnya. Seakan duniaku menyejuk seketika. Padahal ini panas tengah hari. Halah aku merasa lebay sendiri.
"Hai Riyan, apa kabar? Ngapain di SMK kusus cewek? Cewek kamu orang sini sekarang?" tanya Tika antusias.
"Hai Tika, iya cewekku orang sini. Itu orangnya di sampingmu," tunjuk Riyan padaku. Tika sudah membuka mulutnya kaget.
"Ngaco!!! Kalau bercanda jangan bikin fitnah dong," elakku cepat. Dia cemberut.
"Tuh, kamu denger sendirikan Tik. Aku ditolak sama dia," kata Riyan setengah merajuk.
"Emang kapan bilang sukanya... udah cabut yuk. Panas ini," kataku mengalihkan perhatian. Dia pun mulai menghidupkan motornya. Dengan gerakan memanjat aku menaiki boncengannya.
"Duluan ya Tik," pamitku pada Tika yang masih melongo.
Dijalan Dia kembali menarik tanganku. Memeluk pinggangnya dengan nyaman. Menghirup aroma parfumnya yang ternyata ia semprotkan juga dijaket. Heiii sebulan habis berapa botol parfum sih dia.
"Aku agak ngebut yaa, kita pergi agak jauh," katanya disela sela angin yang berhembus kencang.
Dia benar melajukan motornya lebih cepat. Masuk katagori ugal ugalan dengan berkali kali rambu lalu lintas di gasak. Aku semakin mengeratkan pelukanku.
"Takut?" tanyanya saat motor sudah melaju agak pelan.
"Takutlah, nyawaku cuma satu. Kalau punya 7 kaya kucing oke oke saja," jawabku agak ketus.
"Hatiku juga cuma ada satu Put. Itu pun kamu sia siakan," jawabnya. Aku mencubit perut datarnya. Dia mengaduh.
"Kamu dulu sama Voni aja bilang begitu. Kayaknya hatimu ada tujuh deh," sanggahku. Dia tertawa, perutnya bergetar.
Motor berhenti dikawasan kebun teh. Gila!! Berapa lama kami motoran. Nanti pulangnya ngomong apa sama orang rumah. Panikku dalam hati.
"Kamu hubungi dulu orang tuamu. Bilang kalau ada tugas kelompok pulang agak sore," katanya seperti tahu apa yang kupikirkan.
"Tahu dari mana kamu aku mikirin itu??!!" jawabku kaget
"Menebak raut wajahmu itu gampang Sayang. Yang sulit meluluhkan hatimu," katanya santai.
Sayang.....
Sayang....
Sayang....
Kata kata itu terngiang dikepalaku. Membuat aku bengong sesaat.
"Cepatan dihubungi! Keburu di telpon duluan nanti," katanya. Aku tersadar dengan perintahnya. Segera kulakukan apa yang dia sarankan.
Kami mengobrol sambil makan siang. Membahas karangan Bahasa Inggris itu. Dia ingin tahu detail isinya. Agar tak terlalu terlihat bahwa bukan dia yang membuat. Akupun menceritakan dalam Bahasa Indonesianya.
Restoran itu sepertinya cukup mahal untuk kelas pelajar. Aku penasaran berapa uang sakunya hahaha. Restoran itu berada di tengah perkebunan teh. Terdapat gazebo gazebo kecil yang mengelilingi kolam ikan di tengah. Dia memilih gazebo terpojok yang hampir tidak terlihat pengunjung lain. Pemandangan dari gazebo ini minim sekali. Bahkan kolam ikannya yg ditengah hanya terlihat ujungnya. Pintu masuk gazebo terdekat ada di sisi lain. Jadi pemandangannya hanya dinding gazebo lain, secuil kolam ikan dan jalan setapak buatan menuju gazebo kami. Seleranya memilih tempat duduk buruk sekali.
Kami menyelsaikan makan selanjutnya dalam diam. Lumayan makanannya enak juga.
"Kamu kalau makan belepotan gini?" tanyanya sambil menarik tisue. Mengusap bibirku dengan lembut. Aku diam. Sepertinya aku tidak sebelepotan itu kalau makan. Dia mendekat, masih mengusap ngusap ujung bibirku dengan lembut. Pandangan kami terkunci. Wajahnya semakin mendekat. Matanya mengarah pada bibirku. Sepersekian detik aku terlena. Sepersekian detik berikutnya aku sadar apa maksudnya. Aku sadar kenapa dia memilih tempat yang buruk untuk duduk. What the fu ck!!!!. Aku menarik wajahku dan berdiri.
"Aku mau pulang sekarang!!" teriakku marah. Dia diam beberapa menit.
"Oke kita pulang. Selsaikan dulu makannya," ktanya.
"Bodo amat. Pokoknya pulang!!!" kataku semakin keras.
"Oke, setidaknya minum dulu. Aku selsaikan pembayaran," katanya menyambar minum kemudian berlalu.
Diperjalanan pulang aku hanya diam. Dia mencoba membuka pembicaraan. Aku diam seribu bahasa. Berkali kali Dia menarik tanganku untuk memeluknya. Aku terus menolak. Walaupun duduk tegak diboncengan motor besar seperti ini cukup tidak nyaman.
"Oke terserah kalau mau duduk begitu. Aku mau ngebut biar cepet sampai rumah. Usahakan gak jatuh di jalan," katanya. Dia benar benar memacu dengan cepat. Aku takut juga kalau begini. Terpaksa kembali kupeluk pinggangnya dan bersandar dengan nyaman. Sebelum ku lakukan itu ku tepuk helemnya sekeras kerasnya. Dari gerakan perutnya aku tahu dia tertawa. Entah dengan kecepatan berapa dia melajukan motornya.
Play boy cap apa yang aku kenal ini. Dia.... tidak wajar. Tidak wajar dengan usia kami yang baru kelas satu SMA. Kenapa dia sepicik itu? Memikirkan tempat dan strategi? Dia seperti sudah profesional. Lalu berapa uang sakunya sampai bisa mengajaku makan di tempat orang orang dewasa? Siapa dia? Pikiran itu terus menghantuiku. Kami berpisah didepan gang rumahku lagi. Dia menarik tanganku sebelum aku masuk.
"Aku minta maaf," katanya. Aku diam hanya menarik tanganku kemudian berlalu.
Bersambung.........
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!