Karena hal terkecilpun dapat mengecoh duniamu.
...
Itu aku! Yang sedang berdiri di depan seorang pemuda tinggi berkulit putih dengan kelopak mata yang indah. Tepatnya di depan gedung kampus, dengan sebuah pohon besar sebagai tempat berteduh.
"Apa kamu akan menerimaku sekarang, jika aku menyukaimu?"
Aku hanya terdiam menatapnya, lalu kulirik pemuda lainnya yang berada 3 meter dari kami sedang menunggu jawaban. Pemuda itu juga menatapku dengan senyum merekah di wajahnya.
...
Eyiitss! Tunggu dulu! Siapa mereka, bagaimana mereka sampai di sini?
Sebenarnya aku ragu harus memulai dari mana, ketika semuanya saling berkaitan dan di mulai hari itu.. Hidupku berubah begitu saja tanpa ijinku.
.
.
.
April 2016
"..Mending kita putus!" kata yang mengejutkan keluar dari mulut seorang gadis cantik dengan bibir kecil, mata bulat menyipit, hidung mancung dan berkulit putih dengan pipi merona. Kiya.
"Kamu belain Hara lagi kan? Cewe aneh itu! Oke kita putus!" Ucap pacarnya dan pergi dengan wajah kesal. Langit mendung di sore hari tepatnya di gerbang belakang sekolah.
.
.
.
Januari 2017
Pemuda tinggi itu meraih tangan Kiya yang telah berbalik dan hendak pergi. "Gua minta maaf, kita mulai lagi dari awal ya? Gua janji, gua akan hargai sahabat loe si..." kata pemuda itu terpotong.
"Hara lebih berarti bagi gua, loe tega celakain sahabat pacar sendiri. Kita putus!" Ucap Kiya tegas lalu melepas tangannya dari genggaman pemuda itu dan meninggalkan ruang kelas itu.
.
.
.
Agustus 2017
Di sebuah coffee shop, sepertinya Kiya dan pacar barunya menyiapkan surprise untukku, Angga. Aku menerima pesan singkat lalu menuju coffee shop tersebut.
Setibanya di sana, aku berdiri di balik dinding bening terbuat dari kaca itu menonton live drama yang akan dimulai. Tiba saja Angga membentak kekasihnya itu.
"Hara! Hara! Hara! Cukup deh Kiya! Hari ini harusnya jadwal kita nonton tapi malah harus buat beginian buat cewe itu!"
"Cewe itu? Dia sahabat aku! Kalo gini terus lebih baik kita put.." kata Kiya terpotong ketika aku langsung masuk dan mencoba mengubah suasana.
"Waaahh.. keren banget! Ini kalian berdua yang tata ruang ini? Punya bakat desain interior kalian kayaknya. Bentar lagi kan daftar kuliah, bisa tuh ambil jurusan ini. Karna udah punya bakat gini pasti lancar kan?" Ucapku panjang lebar lalu membatin, "ngomong apa aku ni? T_T."
"Yaudah, kalo kamu mau kita udahan, fine! Kita emang gak cocok! Dan Loe! (pemuda itu menatapku tajam) Gua benci sama loe!" Ucap Angga lalu bergerak keluar.
Padahal aku masuk agar mereka tidak jadi bubar. Tapi malah sebaliknya dan pria bernama Angga itu membenciku. Kiya terlihat sedih walau tampak baik-baik saja, lagi-lagi hubungan percintaannya rusak karena ia membelaku.
"Kacau surprise gua! Huuuhuuu." Kiya menutupi wajah kecil itu dengan kedua tangannya.
"Maafin gua ya? Kejutan loe buat Angga jadi gagal!"
"Ini buat loe tau! Hara my bestie Happy birthday, selamat yaa! Udah 18 tahun aja nih! Semoga..."
...
Begitulah hari itu berakhir, Kiya bahkan tidak terlihat sedih sama sekali setiap dia putus, padahal aku sangat merasa bersalah ia terus saja membelaku dan itu pula yang membuat semua hubungan asmaranya pupus.
"HARA" Selalu menjadi alasan dibalik pupusnya hubungan Kiya, hingga gosip menyebar dan seluruh isi sekolah menganggapku sebagai PHO (Perusak Hubungan Orang). Kiya sangat menyayangi dan menghargaiku. Gadis itu bahkan lebih mementingkanku dari pada pacarnya. Itu masalah dasarnya.
Aku sangat beruntung karena dikaruniai seorang sahabat yang sangat baik, cantik, pintar dan sangat peduli padaku. Dia gadis sempurna yang dicintai semua orang namanya Azkiya Farah.
Sebaliknya, aku dibenci karena dianggap sebagai PHO (perusak hubungan orang) padahal tidak melakukan apapun. Kiya-lah yang memutuskan untuk pacaran dan putus dengan para mantannya. Selain itu, menurutku para pacar Lia belum bisa menerima gadis itu apa adanya. Mereka hanya mengalihkan kesalahan padaku.
Dan aku? Tentu saja aku akan menjadi PHO seperti yang mereka bicarakan untuk membalas perbuatan mereka. Lagian semua sudah menyebar begitu cepat tanpa sepengetahuanku, padahal yang kulakukan hanya tidur, makan dan bahkan aku tidak suka belajar.
Seorang gadis biasa yang punya masalah kesulitan dalam mengingat nama-nama orang, itu aku Hara Amira, si gadis imut dengan wajah kecil, kulit yang lumayan putih dan kaki yang panjang. Walau tidak secantik Kiya, aku lumayan mengganggu untuk dicemburui para gadis ketika aku berbincang dengan pacar mereka.
Seketika, dari cewe biasa yang hanya tau lari di lapangan, malah jadi populer dan ditakuti para gadis (mereka takut aku mencuri hati pasangan mereka wkwk).
***
.
.
.
"Hara! Nih kado buat loe!" Kiya meletakkan sebuah kotak yang dibungkus rapih di depanku yang sedang berpura-pura belajar di meja kamarku.
"Dari loe?"
"Bukan, itu gua nemu di depan pintu rumah loe pas mau masuk tadi!" gadis itu melempar tasnya ke kasur lalu menuju cermin.
"Aneh banget!" Ku sobek kulitnya lalu kubuka kotak itu. Ini sangat mengejutkan untuk kotak yang besar tapi isinya hanyalah sebuah jam tangan berwarna hitam.
"Oh ada suratnya.. "
'Happy birthday Hara Amira,, sudah lama aku ingin mengirim-nya untukmu. Jam ini, untuk mengatur jadwalmu, kapan saatnya untuk berhenti berlari, dan saatnya makan, karena kamu sering melupakan dua hal itu. Aku harap kamu selalu sehat,, dan biarkan waktu yang mengatur agar suatu saat kamu akan melihatku. ,,ttd im,,'
"Kiya ini dari siapa ya?"
"Dari salah satu cowo yang loe ganggu kali!" Cetos Kiya asal.
"Gak mungkin, mereka semua gak tau tanggal lahir gua!" ucapku yang masih menatap selembar kertas di meja.
"Bisa jadi dari pengagum rahasia? Atau haters loe kan banyak! Atau bisa jugak.." gadis itu sedang menepuk pelan wajahnya setelah mengoleskan krim ke wajahnya.
"Gua bukan artis sembarangan aja loe! haters?" Hara masih menatap kertas itu.
"Bisa aja kan? Seseorang melihat sisi tak terduga dari loe, lalu diam-diam suka sama loe!...Eh tapi gak mungkin juga sih, mengingat tampilan training loe yang gini!" Kiya tiba saja melirik ke arah Hara yang mengenakan set training kesukaannya.
"Jadi gua harus pakek rok mini gitu? Biar disukai orang gitu?"
"Oya! Gua juga penasaran banget! Loe kenapa sih? Masih aja deket sama cowo-cowo yang udah punya pacar?" Tanya Kiya yang kini menggosok kuku kakinya duduk di depan cermin kamarku sambil duduk di atas kursi di depannya.
"Gua iseng aja! Awalnya sih gua kesel dianggap pho, apaan gua yang cuma latihan lari tiap hari jadi korban beginian!" sahutku sembari menuju kasur lalu merebahkan tubuhku sambil menatap layar ponselku.
"Trus? Loe mau cewe-cewe mereka marah dan akhirnya mereka putus karena salah paham? Buat apa coba? Hal itu juga nggak bakal membuat semuanya jadi lebih baik! Loe juga nggak bahagia kan?" Kiya masih menggosok kukunya.
Hara terdiam sebentar lalu menulis sesuatu di buku miliknya. Tak lama gadis itu menjawab,
"Loe kan sering putus karena cowo loe salah paham, gua pengen cowo juga ngerasain gimana kalo cewe mereka yang salah paham sama mereka. Loe tau? Secara tidak langsung gua mengajari mereka untuk saling percaya. Untuk apa hubungan tanpa kepercayaan!"
"Tapi nyesek tau! Apalagi jadi cewe yang ditinggalin, makanya aku selalu putusin mereka duluan," Sahut Kiya dengan wajah agak sendu.
"Lagian siapa suruh gosipin Hara begituan, loe tenang aja, yang gua ganggu cuma mereka yang paling berperan penting merusak nama baik gua!" Hara tampak mengangguk dengan tekad.
"Loe yakin mau begini terus?" Tanya Kiya lagi.
"Yakin dong! Gua akan berhenti saat nama gua udah dibersihkan. Akan kubuat mereka menyesal dan berhenti memfitnah seseorang seperti itu!" tatap Alora berbinar penuh keyakinan dan tekad.
******
.
.
.
Awal Februari 2018
Di pagi yang cerah aku bersiap berangkat sekolah di dalam kamarku. Suara burung ber-gemerincing merdu seakan mengikuti lantunan irama yang kunyanyikan.
"Kiya udah pagi! Mandi sana! Bangun bangun nanti telat!" Ucapku sembari menggoyangkan tubuhnya yang masih tertidur.
"Ini masih jam 6, gua ngantuk banget gak tidur semalam ngerjain pr loe yang gak siap itu! Lagian masuknya jam 7.30 kan??" Ucap Kiya sembari meregangkan ototnya di atas tempat tidurku yang sudah sangat berantakan itu.
"Loe kerjain pr gua? Uuwaaaa maaacii yaa my bestie, lopiyuuu!!" Ucapku sambil memeluk sahabatku yang duduk di tempat tidur itu dengan kelopak mata yang belum sepenuhnya terbuka.
"Loe ngapain sih sepagi ini sekolah? Nanti jam 7 aja berangkatnya juga bisa!" ucap Kiya lalu menguap.
"Loe tau Reno? Pacarnya si ratu gosip? Dia biasanya datang pagi, jadi gua bisa deketin dia sebelum si ratu gosip datang dan buat cewe rese itu cemburu!" Alasan sempurna Hara membuatnya tersenyum.
"Lagi? Dan loe seniat itu? Gua gak habis pikir gimana kalo nanti loe yang digituin juga dan hubungan loe end juga," sahut Kiya tak terkejut lagi.
"Gua udah memutuskan gua gak akan suka sama siapapun dulu. Kalaupun akhirnya gua suka itu pasti cuma mimpi!" sahut Hara dengan yakin.
"Emang hati bisa diatur begituan? Suka itu gak perlu diizinin baru datang, tapi dia bisa datang kapanpun dan loe gak bisa bantah ataupun menolak rasa itu karna itu berasal dari alam bawah sadar!" Jelas Kiya.
"Ya ya ya, gua udah siap nih, mau sarapan dulu! Gua berangkat duluan ya! Loe nanti nyusul kita jumpa di sekolah! okey? Bye!" ucapku sembari melambai dan meninggalkan kamarku.
"Apa Hara begini karena kejadian waktu itu? Apa dia beneran kehilangan sahabatnya atau dia terlalu sakit karena perasaannya sendiri?" Kiya bergumam sembari menuju kamar mandi.
Sejujurnya, aku hanya terhanyut dalam emosi kecil yang kubentuk, hingga mempengaruhi hidupku sampai saat ini. Emosi itu adalah rasa yang kupendam bahkan aku sendiri tidak mengerti makna di baliknya.
...
To Be Continued
Keajaiban akan datang pada waktunya, saat kamu benar-benar membutuhkannya.
...
.
.
.
Kiya memasuki kelas, matanya langsung menilik cowo yang duduk di depan bangku kami. Setelah meletakkan tas di mejanya, ia menuju sisi cowo pendiam yang sedang baca buku lalu duduk di sebelahnya.
"Iqbal! Gimana caranya buat Hara sadar ya? Dia gak boleh begini terus kan?" ucap Kiya pada pemuda di sampingnya itu.
Pemuda tampan itu hanya mengangguk dan hanya terus menatap bukunya.
...
Di sisi lain,
"Makasih ya Ren, udah ajarin gua hari ini! Loe semangat ya! Daaah!" Ucapku sembari melambai di depan pintu kelas.
Cowo itu hanya membalas dengan senyum dan lambaian tangan. Aku tersenyum kecil dan membatin, "semangat untuk hadapin Mia marah dan semoga kalian gak putus haha!"
Kuangkat langkah memasuki kelas yang riuh ini. Tiba saja bola mata ini menemukan sepasang lainnya. Pemuda dengan tatap mata tajam, kulitnya sawo matang dan hidung mancung, pemuda ini membuatku terdiam, sampai ia mengalihkan lagi pandangan ke bukunya lagi.
Aku menghampiri meja yang Kiya tempati, dengan cowo itu berada di tengah kami.
"Hai! Nama loe siapa?" Aku menyapa namun tidak dijawab.
"Ah loe jangan salah paham, gua bukannya gak ingat temen sekelas, tapi gua memang susah mengingat nama orang, yaa gua itu.."
"Iqbal Mahendra!" Sahutan dingin sembari mengambil tangan kananku untuk menjabatnya. Ia melirik jam berwarna hitam di tangan kiriku, lalu ia sedikit menaikkan sebelah ujung bibirnya sekitar dua detik dan seketika senyum yang hampir tak terlihat itu lenyap.
"Hara Amira! Panggil aja Hara, atau loe boleh juga panggil Mira terserah sih hehe." Kataku memperkenalkan diriku, tak lama aku kemvali mengatakan hal lain lagi.
"Kiya Kiya Kiya! Gua seneng banget keknya gua berhasil..." kataku terhenti karena Kiya yang terus meletakkan telunjuk di bibirnya dan meng-isyaratkan dengan bola matanya ada Iqbal di tengah kami.
"Emmm.. Bro! Kita udah kenalan tadi jadi loe gak ada masalah kan sama gua? Atau loe punya pacar? Gua gak mau rusak hubungan loe, karna kita teman. Loe tau sendirikan gosip murahan mudah menyebar," ucapku setelah menepuk bahu Iqbal.
"Terserah!" Sahut Iqbal yang sempat melirik tanganku menepuk bahunya.
"Tuh kan.. gak apaa.. gua kan..." aku melanjutkan ceritaku. Btw aku cerewet banget dan lumayan lucu kalau enggak garing.
***
Ibuku segera memasuki kamarku pagi itu setelah mendengar tangisanku. Ia mengusap air mata di wajahku lalu membelai rambutku dan menggoyangkan tubuhku yang masih terbaring di tempat tidur dengan mata tertutup.
"Bangun Ra! Bangun Nak!" Ucapnya lembut.
Lalu aku tersentak bangun dengan nafas terengah dan keringat membasahi tubuhku.
"Mimpi buruk lagi?" Tanya ibuku.
"Iya mah, Hara takut banget," ucapku kembali menangis kecil lalu memeluk erat ibuku.
"Gak apapa, itu semua cuma mimpi, semua baik-baik aja, gak apa-apa nak!" ucapnya lembut sembari membelai rambutku dalam peluknya.
Aku menenangkan diriku dengan berlari pagi mengelilingi komplek rumahku yang sepi. Pagi yang dingin dengan matahari yang terus melanjutkan tugasnya menerangi bumi.
Tidak terasa, bertahun aku hidup dengan mimpi yang terus menyerang malamku.
Aku berangkat sekolah terlalu pagi hari ini berkat mimpi itu. Namun, sekolah ini sudah sangat ramai mengingatkanku bahwa hari ini adalah hari kasih sayang. Para gadis bersemangat membawa coklat di tangan mereka, tentu saja untuk diberikan untuk orang yang mereka suka. Namun aku hanya menduduki kursi milikku di tepi jendela sembari memandangi riuhnya suasana di luar sana.
"Gua jadi pengen makan coklat! Roti selai coklat enak kali ya? Gua laper bange!" Ucapku setelah mendengar orang yang kuanggap Kiya menarik kursi di sisiku.
Aku menoleh namun tidak ada siapa-siapa, hanya Iqbal yang baru sampai menduduki bangku miliknya. Anehnya satu bungkus roti kemasan ada di mejaku.
"Bro! Ini roti punya loe ya?" Tanyaku namun tidak ada jawaban.
"Kalo bukan punya loe, lalu punya siapa? Yaudah gua makan ajalah nanti kuganti laper banget!"
Seperti biasanya wajah bahagiaku tidak bisa kusembunyikan, apalagi saat dapat makanan gratis saat lagi lapar-laparnya. Namun, aneh rasanya ketika bahagia itu diikuti kesedihan yang terkubur dalam ingatan masa lalu yang telah hilang. Aku tersenyum di luar namun terluka di dalam.
.
.
.
Akhir Februari 2018
Baru saja ku beli minuman dan meminumnya sembari menyusuri pinggir lapangan yang tak kusangka suasananya panas dan heboh di sini. Ternyata seseorang sedang senam di tengah lapangan dengan tulisan 'SAYA TELAT' di punggungnya.
"Oh? Dia si bro kan? Siapa namanya? Iqbal?" Lalu aku membatin, "samperin gak ya? Kan temenan! Gak usah aja deh."
Baru hendak melangkah, tiba saja seorang dengan seragam ketat julukannya si ratu gosip, Mia datang dan menawarkan minuman untuk Iqbal. "Ini jadi menarik," pikirku yang memutuskan menghampiri Pemuda yang sedang kewalahan itu.
"Nih minuman buat Loe! Gua beli khusus buat loe!" Ucap Mia dengan senyum memikatnya. Sayangnya Iqbal hanya menatapnya tanpa respon apapun sesuai dugaanku.
"Hey bro! Loe dihukum ya? Makanya loe harus baik sama gua biar nggak kena hukuman gini," ucapku asal.
"Apa hubungannya baik sama loe dengan gak dihukum?" Sahut Iqbal dengan tampang cool khasnya.
"Gak ada hubungan ya? Hehe (tawa canggung). Loe mau minum? (Mengangkat botol minuman) tapi udah gua minum sedikit sih.." belum usai kalimatku, ia langsung mengambilnya dari tanganku dan meminumnya.
Menonton kedekatan aku dan Iqbal dari jarak dekat, tentu membuat Mia semakin panas.
"Eeeeh Mia? Udah lama ya? Oh? (berpura-pura terkejut) Minuman itu buat Iqbal? Duh harusnya gua peka ya? Sorry sorry! Eh tapi cowo loe gak marah nanti? Atau jangan-jangan loe udah putus lagi sama cowo loe ya?" Ledekku dengan ekspresi sok lugu.
Aku mendekatkan wajahku ke telinga Iqbal dan tepat di depan wajahnya kami saling menatap.
"Loe gak naksir Mia kan? Ekspresi loe gini berarti enggak," ucapku berbisik sebentar lalu menjauhkan wajahku lagi. Iqbal terlihat mengaitkan keningnya
"What? Putus sama cowo gua? Enggaklah! cewe kayak loe itu gak ada apa-apanya dan jangan pikir loe bisa rebut cowo gua!" Ucap Mia menyindir.
"Gua rebut cowo loe? Liat deh seragam training yang gua pakek tiap hari! Apa baju gua ini terlihat seperti buat godain cowo orang? Loe mau sebarin gosip aneh lagi? Gua PHO gitu? Dan semua orang percaya hoax begituan lagi? Sadar dong!" Sahutku dengan tenang.
"Selama ini gua diam aja dan ikutin permainan semua orang, karena malas meladeni hal yang nggak penting itu! Tapi makin hari makin parah aja gua lihat! Denger baik-baik semuanya! GUA BUKAN PHO! Apa ada cowo kalian yang gua pacarin? Enggak kan? Gua punya banyak teman cowo, yaa karna loe semua para cewe jauhin gua juga kan!" Ucapku lantang saat semua orang sudah berkerumun menyaksikan kesukaan mereka, tentu saja drama yang bisa dijadikan gosip.
"Apa itu salah? Dan btw nih Mia, jangan-jangan loe mau godain Iqbal ya? Karna loe tau dia pacar gua? Kalo gitu... Jadi, PHO yang sebenarnya itu loe dong! Bukan gua!" kupasang tatap sinis karena kesal.
Muka Mia telah memerah, dia dipenuhi emosi dengan raut wajah bingung pula serta mulutnya agak terbuka karena terkejut begitu mendengar fakta baru itu. Karena semakin banyak siswa yang bermunculan menonton kami, dengan mudah gosip menyebar dalam sekejap. Begitupun semua tuduhan berubah begitu saja dan namaku dibersihkan begitu saja, akhirnya balas dendamku usai.
Dulu mereka menuduh untuk hal yang sebenarnya tidak pernah kulakukan, tapi hari ini dengan menjalani tuduhan yang mereka buat, aku bisa membersihkan namaku. Sekarang tidak perlu lagi drama dengan merekayasa jatuh cinta buatan untuk memberi mereka pelajaran, aku terlalu muak untuk itu.
Tangan Mia bergerak terangkat lalu mengayunkannya kasar menuju pipiku, membuat pipiku memerah hingga aku jatuh pingsan. Tapi itu sepadan dengan malu yang ia terima, aku tidak marah karena aku memang pantas mendapatkannya.
.
.
...
Aku berlari di jalan tanpa ujung dengan kedua sisi jalan lahan kosong. Terus berlari tanpa seorangpun datang, aku tak mengerti aku ingin berhenti tapi tidak bisa. Hingga aku jatuh terkapar di jalan itu tanpa rasa sakit. Dengan wajah lusuh dan kaki terluka.
Tiba saja seorang pria datang, ia membopongku di punggungnya dan membawaku ke suatu tempat yang tidak pernah ku datangi sebelumnya. Tempat itu penuh dengan pepohonan kering daun berguguran.
"Aku ingin kamu.." ucap pria itu dan aku masih digendongnya.
Tibalah di sebuah resepsi pernikahan. Tiba saja aku menyaksikan pernikahan pria yang membawaku tadi dari sudut ruangan.
...
.
.
UKS
Mata ku terbelalak terbuka dan sadar dari pingsan, dengan nafas terengah-engah seperti habis berlari. Tirai terbuka terlihat Kiya masuk ke bilik ranjang tempatku tidur karena tadi pinsan. Gadis itu mondar-mandir sembari terus mengoceh menceramahiku agar hati-hati dan jangan nekad, ia melakukannya karena khawatir.
"Kiya kiya! Aneh banget deh, gua mimpi digendong dan dibawa lari seorang cowo," ucapku serius sembari bangkit dari tidur bertukar posisi untuk duduk.
"Itu sih kenyataan, Iqbal gendong bawa lari loe ke sini tadi!" Ucap gadis cantik itu.
"Tapi anehnya... Apa? Si bro begitu? bagaimana?" Tanyaku yang baru tersadar.
"Loe pingsan di depan dia sih, jadi gak heran lagi kalo dia begitu," jawab Kiya santai.
Aku yang masih kebingungan masih larut dalam pikiranku.
"Oya, loe serius bilang Iqbal pacar loe? Satu sekolah heboh tuh!" Raut wajah penasaran Kiya muncul.
"Enggaklah! Gua cuma mau kasih pelajaran buat si ratu gosip itu aja, dia harus sadar kalo hal yang dia gosipkan buat orang lain jatuh ke dia rasanya gimana! Untung gua kuat, gosip begituan bisa aja buat seseorang hancur tau!" Jelasku.
"Jadi, Iqbal pacar loe itu bohong? Tapi kenapa loe bilang gitu, atau jangan-jangan loe suka sama dia ya?" Ucap Kiya memasang wajah ledeknya.
"No, no, no.. dari pada gua mulai suka sama orang lebih baik gua latihan biar gua bisa jadi atlit tangguh! Gua gak akan pernah suka sama Si bro, kita hanya akan jadi teman. Titik!"
Dan kisah ini dimulai saat aku lengah bersama datang mimpi pertama tentangnya, yang masih menjadi teka-teki bagiku.
...
Tbc
Ada bagian kecil dari alam semesta yang tak pernah bisa dimengerti.
...
.
.
Di Kantor Guru,
Tentu saja setiap siswa yang membuat keributan akan berakhir di sini. Selembar kertas, pulpen di antara himpitan jemari, yaa.. benar surat permintaan maaf.
"Pak! Iqbal dihukum lagi? Dia gak salah pak! Semua salah saya!" Ucapku setelah bangkit dari kursi pada seorang guru yang baru saja masuk.
Iqbal menarik tanganku, hingga aku kembali duduk "tapi ini gak bener! Harusnya cewe itu aja yang dihukum, dia yang buat masalah."
"Loe diam! Kalo loe masih mau sekolah di sini!" Sahut Mia yang duduk di sisi lain Iqbal.
"Stop! Kalian berdua sama aja!" Iqbal akhirnya angkat bicara dengan tatap dingin.
Keesokan harinya, setelah menghabiskan waktu sekitar 10 menit berkeliling mencari pemuda tinggi tampan berwatakan dingin, akhirnya aku menemukan si kutu buku di bawah pohon pinggir lapangan tentu saja sedang membaca buku.
"Eheem.. loe udah lama di sini?" Tanyaku. Namun dia hanya diam. Kuputuskan untuk duduk di sisinya.
"Soal yang kemarin, saat gua bilang loe pacar gua, maaf yaa! Gua gak maksud gitu.. loe pasti marah dan malu banget gara-gara gua."
"Cowo pintar dan keren kaya loe pacaran sama gua, itu gosip terburuk! Sumpah gua gak maksud jebak loe dalam hal yang beginian." sampai saat ini dia masih fokus pada bukunya.
"Loe keberatan gak kalo kita pacaran?" Kata itu sukses membuat Iqbal reflek mengarahkan bola mata itu menatapku.
"Huh?? Loe..." katanya terpotong.
"Loe pasti mau gua beresin semua ini kan? Tenang aja gua gak se-egois itu, gua tau gua gak pantas jadi cewe loe!"
"Dasar cewe aneh!" Gumam Iqbal.
"Gua ngerti kok, tenang aja nama loe akan dibersihkan dari gosip secepatnya, loe jangan merasa bersalah biar gua urus semuanya, gua pergi dulu bye!" Aku langsung meninggalkan lapangan itu.
"Mengerti? Huh?" Gumam pemuda itu menatap punggung gadis yang berlari menjauh darinya sembari menggeleng kecil kepalanya.
***
.
.
Pagi ini, aku terlambat ke sekolah lalu dapat hukuman menangis di tengah lapangan. Aneh bukan? Sekolah pada umumnya akan memberi hukuman untuk membersihkan. Tapi ini berbeda, di sini hukumannya cenderung untuk mempermalukan siswanya agar mereka kapok dan malu untuk datang terlambat.
Memegang bedge bertuliskan 'SAYA TELAT' meletakkannya atas kepala sambil menangis, bagaimana bayangan kalian? Apa masih mau datang terlambat?
Setelah menangis 30 menit, akhirnya di izinkan masuk kelas. Melewati lorong sekolah saja malunya luar biasa.
Melangkahkan kaki kanan dengan pikiran "Duh malu banget, mungkin kalo mulai dari yang kanan akan baik hasilnya, semoga gak ada yang ketawa."
Kenyataannya semua bibir manusia di kelas itu tampak terbungkam menahan tawa. Begitu sampai di kursiku tawa mereka pecah, kecuali satu orang, Iqbal.
Dua orang cewe dari kelas lain memasuki kelas kami lalu menuju meja Iqbal.
"Ini Coklat hangat buat kamu! Minum yaa!" Ucap salah satu dari gadis itu tampak malu-malu, lalu berlari keluar.
Iqbal duduk tepat di depan mejaku, ia menoleh ke arahku dan meletakkan minuman coklat hangat di mejaku.
"Loh ini buat loe! Loe harus hargain pemberian gadis tadi dong!" Ucapku yang merasa tidak adil.
"Kalian bukannya pasangan? Kok Hara malah dukung cewek lain deketin Iqbal?" Sahut gadis yang kata Kiya namanya Inah, ia tampak bingung.
"Tapi aku yakin cewe tadi nyiapin minuman ini buat loe, setidaknya loe har..." kataku terpotong.
"Loe pacar gua!" Ucap Iqbal yang berwajah dingin itu dengan ekspresi datarnya namun menatap tajam. Mulutku terbuka tak percaya dengan yang kudengar barusan.
"Ciee yang pasangan baruuu," ucap salah satu gadis yang aku lupa namanya sambil terkekeh sendiri. Reflek aku meliriknya dengan ujung mata ini sadis hingga dia terdiam.
Jam istirahat, penghuni terakhir kelas ini saat ini adalah aku dan Kiya.
"Coba liat mata loe bengkak gak habis nangis? Hahaha," ledek gadis itu tertawa dengan mulut terbuka lebar.
"Cukup! Stop deh aah! Gua kabur nih," ucapku dengan wajah memelas.
"Oke oke jangan kabur dulu, lucu banget tapi, hahaha. BTW loe bilang kemaren Iqbal pacar loe cuma bohongan, loe apain Iqbal sampe dia ngomong gitu?"
"Gua juga heran! Tu orang kenapa, gua harus nanya langsung deh, tapi nanya nya besok aja hari ini gua mager..."
.
.
.
Keesokan Harinya, tampak Pemuda tinggi dan murung dengan wajah kecil yang mirip karakter webtoon sibuk dengan android di tangannya, Iqbal duduk di meja ujung kantin. Aku mendekat diam-diam sembari melirik segala pelosok lalu mengenakan topi hitam untuk menyamar.
Kutarik kursi di depannya lalu duduk. "Bro! Aku mau tanya deh, kok kemaren loe bilang aku pacar loe? Bukannya loe gak suka ya di gosipin gitu?"
Seperti biasa aku hanya berasa berbicara pada tembok, namun dengan modifikasi enak di pandang.
"Hmm.. bentar gua coba mikir dulu kayaknya gua tau alasannya, loe mau kita kerja sama kan? Supaya loe gak digangguin banyak cewe lagi, kalo loe udah punya pacar pasti..." lagi-lagi kataku terpotong dengan tindakan pemuda ini.
Iqbal menarik topiku lalu meletakkan hp yang tadi ditangannya, menyendok mie goreng di depannya dan menyuapiku. Mulutku terbuka bukan karena ingin makan mie tapi tidak menyangka dengan peristiwa yang barusan terjadi. Karena mie sudah berada dalam mulutku, terpaksa kukunyah sembari melirik ke arah sorot mata Iqbal sedari tadi. Ternyata dua orang cewe yang memberi minuman coklat kemarin yang menatap kami.
Bola mataku membulat dan merebut topiku dari tangan pemuda ini, tapi tidak semudah yang kalian bayangkan, Iqbal tidak mau kalah ia tetap mempertahankan topi itu sebelum berhasil kurebut dengan sekuat tenaga dan memakainya kembali.
"Loe! Sebenarnya kenapa? Pedes banget lagi mienya, gua mau beli air dulu," ucapku sembari bangkit dari kursiku.
Tiba saja Iqbal menarik tanganku hingga aku terseret duduk di sisinya lalu ia merangkul bahuku.
"Tapi gua haus kepedesan, bisa tolong lepasin gua?" Tanyaku berbisik.
"Ini akibat loe manfaatin gua hari itu! Sekarang giliran gua yang manfaatin loe!" Ucap Iqbal yang membuatku kehilangan kata-kata.
Mataku berair karena kepedasan, tanganku mengusap mulut yang agak blepotan terkena mie, namun tiba saja pemuda itu memperkuat rangkulannya hingga tangan yang harusnya di mulut malah ke hidung. Sekarang hidungku pun ikut terasa perih hangat.
"Aaak! Itu mie isinya cabe semua? Perih banget hidung gua!" Tanganku mencoba meraih tisu di atas meja, namun sulit untuk bergerak karena Iqbal merangkulku erat.
Iqbal meraih tisu lalu mengelap mulut dan hidungku, ia mengambil sekotak tisu dan memberinya padaku.
"Loe kenapa sih aneh banget? kalo mau kerja sama bilang kek! Jadi kita bisa coba untuk terlihat kayak pacaran beneran loh!" Ucapku sembari mengelap air bening yang keluar dari mataku.
.
.
.
Di lorong sekolah,
"Bisa-bisa besok gua pilek nih! Haaasssyyiiiim!" Aku yang menutup hidung dengan tisu setelah bersin.
"Makanya kalo mau lakuin sesuatu itu tanya-tanya dulu sama orangnya, nah sekarang dibalas gini gak enak kan?" Saran Kiya yang sama sekali tidak membantu.
Tiba saja seorang cowo yang memakai jaket di atas seragam sekolah, menghentikan aku dan Kiya yang baru keluar kelas.
"Kiyaa.. gua mau minta maaf, gua salah. Gua gak bisa berhenti mikirin loe," ucapnya memohon di depan Kiya.
"Pergi dari sini!" Ucap Kiya tegas.
"Tapi...Kiya Kiyaaa" Kata Angga terhenti ketika Kiya menarik tanganku bergegas pergi.
Di pinggir lapangan,
"Loe kenapa gak dengar dia dulu sih? Dia cuma lupa beli balon, mungkin dia punya alasan, atau dia punya masalah lain," ucapku sembari berjalan menggandeng tangan Kiya.
"Dia udah aneh sejak dari dua minggu yang lalu! Dia berusaha menghindar, dan selalu sibuk. Mungkin dia punya cewe lain!" kata Kiya beralasan hinggaku terdiam.
"Loe sendiri yang bilang cinta itu tentang kepercayaan kan? Coba deh loe dengerin dia sekali lagi, aku gak mau nanti kamu nyesal," Aku hanya merangkulnya dengan tangan kanan dan menepuk-nepuk bahunya.
"Cinta itu juga tentang saling menghargai, untuk apa kepercayaan tapi gak bisa menghargai satu sama lain?" Sahut Kiya.
Kiya selalu ingin menikmati momen dalam hidupnya meski belum menemukan yang cocok untuknya. Dia sering putus, tapi juga punya alasan. Namun 'Hara' hanya dijadikan alasan untuk putus. Gadis cantik ini menjadikanku tameng untuk mengetahui mana yang benar-benar bisa dipercaya dan diandalkan.
Saat kau membutuhkan alasan, kadang hal terdekat bisa jadi alasan kuat yang tak terelakkan.
Sebenarnya aku tidak pernah mengganggu pasangan siapapun, aku hanya dekat dengan banyak cowo karena aku anggota dalam tim Atlit sekolah dimana kebanyakan anggotanya adalah cowo. Tiap pagi harus berangkat awal untuk breefing latihan. Tapi semua orang tidak akan percaya apalagi ketika aku bersama Reno pacarnya Mia, kabar angin beterbangan bebas di seluruh sekolah, padahal Reno hanyalah teman sejak SD makanya kami lebih dekat dari yang lain. Tanpa sadar aku menikmati momen itu dan membuat semua orang memanas.
Tapi ketika memutuskan mengakhiri, ini sebenarnya belum tuntas. Mia, gadis itu masih tidak bisa menerima kekalahan. Ia mendatangiku sekali lagi. Tentu saja dia marah-marah dengan emosi meronta. Di tengah lapangan saat aku sedang latihan lari, ia menghentikan dengan berdiri di depanku. Aku yang sedang berlari kencang tidak bisa langsung berhenti, aku menghindar hingga kakiku menyilang lalu terjatuh.
"Au au tangan gua!" Aku mendesis .
"Loe pikir loe siapa? Huh? Berani banget loe buat gua malu di depan semua orang. Gua akan bongkar semua rahasia loe, gua ada fotonya dasar PHO!" Bentaknya, dengan mata yang hampir lepas dari cangkangnya.
Aku bangkit berdiri, mengorek telinga dengan kelingking memasang wajah malas.
"Udah? Segitu aja? Keluarin terus semua biar gua jawab sekalian!" sahutku dengan wajah datar lalu melipat kedua tanganku di depan.
"Loe gak sadar-sadar ya? Gak tau malu! Udah ganggu pacar orang, sekarang malah pacaran, gua gak ngerti entah Iqbal seleranya aneh atau loe yang.." kata Mia terpotong saat aku angkat bicara.
"Loe dendam banget sama gua? Gua heran, loe hancurin image gua dengan fitnah bodoh itu! Dari awal loe juga tau gua gak pernah ganggu siapa-siapa, tolonglah gua capek. Lagian Reno cuma temen SD gua kami gak ada apa-apa kok! Berhenti nyebarin gosip murahan gitu sebelum kalian menghancurkan hidup orang lain lagi!" Ucapku tenang.
"Dulu gua gak punya hak bicara, karna semakin difitnah omongan kita semakin tak berarti. Gua cuma mau bersihin nama gua doang, itu salah? Loe cukup deh ganggu hidup gua! Gua udah muak banget!" Nadaku makin meninggi.
Plaaak...
Hidungku berdarah dan pipi kiriku memerah. Aku tak ingin membalas kasar, lagi pula aku kelelahan setelah latihan lari hampir sejam.
"Loe cuma bisa main kasar? Sadar Mia! Suatu saat semua yang loe lakuin ke gua bisa aja balik lagi ke loe sendiri!" Sahutku kesal.
Mia lagi-lagi mengkat tangannya dan mengayunkan ke arahku. Kurasa akan pingsan lagi kalau kena yang kedua kali, karena itu dikirimlah malaikat pelindungku. Iqbal datang dan menepis tangan gadis kasar itu.
"Au au," ia mendesis.
"Pergi loe!" Ucap Iqbal yang tiba saja berada di depanku.
"Oh sekarang pacarnya datang jadi pahlawan?" Sahut Mia lagi.
"Kenapa? Pacar loe gak datang belain loe? Loe iri?" Sindirku setelah berpindah posisi ke sisi kiri Iqbal.
Plaaakss...
Tamparan gadis ini membuat lututku lemas, aku terjatuh ke sisi kiri, sebelum mengenai tanah, Iqbal bergerak menekuk kaki jenjangnya dan menangkapku. Sesaat empat mata bertemu, aku tersenyum lalu pingsan.
.
.
.
...
Di sebuah pulau yang tak ku kenal, pria itu menggenggam tanganku sambil tersenyum. Dia pria yang kukenal, pria yang sama dan konsisten dengan pakaian serba hitam putih itu.
Dia membopongku dan membawaku lari, ini dejavu jalan yang sama. Kami ke tempat resepsi pernikahan yang sama, dan aku melihatnya lagi di tempat pengantin pria. Namun kali ini, aku tidak tau apa yang dia lakukan tiba saja dia menghilang.
Posisiku berganti, sekarang aku sebuah stasiun kereta. Dengan tas besar yang kupikul di belakangku. Kereta tiba dan pintunya terbuka. Aku melihat pria itu lagi yang keluar dari pintu tepat di depanku, tapi ia hanya berjalan lurus tidak mengenaliku. Aku menoleh menatapnya yang kian menjauh.
Dan aku berkata "ini takdir."
...
.
.
.
Mataku yang tadinya tertutup sekarang terbuka lebar dan mendesis.
"Aaaaaaaaaaahhh.. gua lemah banget, gitu aja pingsan. Tapi kayaknya gua tadi mimpi deh," ucapku sembari bangun pada Kiya yang duduk di sisi ranjangku, namun sibuk dengan hp-nya.
"Mimpi apa coba? Orang pingsan bisa mimpi?" Sahutnya tanpa mengalihkan mata dari ponsel miliknya itu.
"Cowo itu genggam tangan lalu rangkul gua, dia bopong gua di punggungnya bawa lari gua!"
"Tepat sekali yang Iqbal lakuin tadi, cuman kurang saat dia tangkap loe ala drama korea gitu!"
"Si bro yang nolong gua lagi? Gua jadi gak enak! Dia pasti kelelahan punya teman kayak gua."
"Tapi gua serius tentang mimpi gua Key! Setelah itu di stasiun tiba-tiba cowo itu abaikan gua dan gua merasa kehilangan gitu," mengaitkan keningku.
"Aneh sih, tapi bisa aja terjadi.. itu kan cuma mimpi.."
"Iya sih, ini cuma mimpi," ucapku sembari mengangguk pelan.
Ini cuma mimpi, tapi kenapa aku merasa ini seperti takdir? Siapa pria di mimpiku itu?
...
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!