Lala
aku tak pernah menyangka harus seperti ini menikah?
*
Menikah, sebuah peristiwa sakral, sekali seumur hidup, yang aku fikir, aku akan melakukannya, melewati masa itu dengan indah, menikah dengan orang yang aku cintainya. Nyatanya, tidak?
Maybe, mungki memang sudah takdir tuhan.
Karamela atau yang lebih akrab disapa Lala.
*
Itu di sebuah altar pernikahan yang indah, seperti impian Lala, yang suka sekali nonton film twilight, dari yang season satu sampai akhir, sampai adegan ranjang, yang merusak ranjang, sesekali nonton dengan mata terpejam atau sembunyi dibalik bantal. Hihii... Yang itu, Lala gak tau kalau adegannnya se-dewasa itu?
Lala. Karamela, anak dari ibu dan ayah yang sudah meninggal. Meninggal karena sebuah kecelakaan pesawat. Sekarang tinggal dengan keluarga Ayahnya, yang membantu mengelola semua urusan duniawai ayah dan ibu Lala yang ditinggalkan, seperti perusahaan ayahnya. Jangan bilang mereka cuma mau atau mengincar harta, seperti di televisi, yang kebanyakan keluarganya matre yaaa... Mereka berbeda, mereka sangat menyanyangi Lala. Bahkan menganggap Lala seperti anak mereka sendiri, semua harta milik orang tua Lala, hanya mereka bantu kelola.
*
Kembali ke altar pernikahan itu, altar yang sangat indah, Di hutan yang indah, penuh dengan pepohonan yang menjulang tinggi disisi kanan dan kirinya, tapi acara ini, sebuah pernikahan, pernikahan Lala dan seseorang, diadakan dilahan yang cukup kosong diantar pepohonan itu. Dengan dekorasi yang mirip sekali dimana Lala melihat adegan pernikahan Edward dan Bella Swan. Pernikahan impian Lala.
Yang dipenuhi kakak sepupu Lala, Tania, dia cantik dan manis, delapan tahun diatas Lala. Menikah dengan Dimas, seorang pengusaha muda, sukses dan pintar dan sekarang punya satu anak perempuan, Ara, si kecil yang manis, usianya baru menginjak satu tahun hingga kecelakaan itu menimpa Tania. Mama Ara.
*
Mobil Tania sedang dijalan menuju rumah, dia sangat antusias, setelah membeli kue di toko langganan mereka, lalu pulang untuk menunjukan kue ulang tahunnnya pada Ara. Ya, hari ini adalah hari ulang tahun Ara. Tapi bukannnya kebahagian yang Ara kecil dapatkan, Ara malah mendapatkan kesedihan.
"Aaaa...." itu teriakan Tania, yang terpaksa membanting setir hingga mobilnya melewati pembatas jembatan, melayang dan jatuh kedalam sungai.
*
Ara yang masih tertidur pulas tiba-tiba menangis. Ibu mertua Tania dan seorang pembantu paruh baya disana datang menghampiri ke kamar Ara. Mereka langsung menggendong Ara, tapi tangis Ara tak juga berhenti. Mereka bergantian, Ara digendong oleh sang nenek, tetap saja dia masih menangis. Hingga mereka mengajak Ara keluar, mencari udara segar. Melihat taman di rumah itu dan kupu-kupu yang masih bayak disana.
“Sayang, cup cup.. Coba lihat bunganya, mama loh yang tanem, cantikan kayak Ara yang cantik, jangan nangis ya sayanggg... Mama sedang mengambil kue ulang tahun Ara.”
Tangis Ara malah makin kencang. Hingga seorang berseragam Sma dengan tas pungung warna abu-abunya datang, dia sedikit berlari masuk ke halaman rumah itu. Matanya tertuju pada Ara, suara tangisan Ara yang sudah bisa dia dengar sejak dia ada didepan rumah itu.
“Araaa kenapaaa?” Dia berlari menghampiri Ara yang ada digendongan Mita, ibu mertua Tania.
“Sini tante biar Lala yang gendong.” Pinta lala, mengambil Ara dari gendongan Mita. Mita pun memberikan Ara pada Lala.
“Cup cup. Sayanggg ... Ara kenapa nangis?” Tanya Lala dengan nada imutnya pada Ara. Dia mengusap lembut pungung Ara, menimangnya dalam dekapan Ara.
Sejak kecil Ara sudah terbiasa dengan Lala, Tania akan menitipkan Ara pada Lala, jadi Ara sudah cukup dekat, bisa dibilang sangat dekat dan hanya bisa tenang, jika Lala atau Tania yang menggendongnya.
Benar saja, Ara langsung terdiam dalam gendongan Ara. Mita yang melihatnya sangat kagum, baru kali ini dia melihat gadis sma, belia, bisa menenangkan anak kecil seperti Ara, yang biasanya hanya bisa tenang dengan dekapan mamanya.
“Wahhh.. Kamu jago ya La bikin ara berhenti nangis. “ Puji Mita pada Lala. Lala hanya tersnyum sambil menepuk-nepuk punggung Ara yang mulai tidur dalam dekapan Lala, kepala Ara bersandar dipundak Lala, dekat jantung Lala. Jantungnya seperti musik yang membuat Ara tertidur pulas.
“Aranya tidur lagi tan? “ Kata Lala, mencoba melihat muka kecil Ara. Benar saja, matanya sudah terpejam.
“Iya. Bawa ke kamar lagi deh. Tidurin disana.” Perintah Mita. Lala pun mengikuti, lagi pula kasihan kalau Ara harus tidur dalam posisi seperti itu. Lala tak tega, lebih nyaman tidur ditempat tidur Ara yang empuk kan?!
Lala segera membawa Ara ke kamarnya, sebuah kamar bernuansa pink, warna kesukaaan Lala juga, dengan semua dekorasi yang hampir sama, dan sebuah tempat tidur berwarna pink, dengan ornamen hello kitty. Lala perlahan menidurkan Ara disana, tapi baru saja ditinggal, Ara sudah menangis lagi. Mita yang sejak tadi mengikuti dari belakang, memperhatikan betapa tlatennya Lala mengurus Ara, seperti Tania yang megurusnya. Mita khawatir melihat Ara menangis lagi. Tapi dengan sigap Lala mengambil Ara dan mengendonnya lagi, menidurkan Ara dalam dekapannya.
‘Cup cuppp’
Lala terus menepuk punggung Ara, mengelusnya lembut, mencoba menenangkan dan menidurkan Ara. Ara seperti punya perasaan yang tidak enak, yang secara alami ia rasakan ketika mamanya mengalami hal yang buruk.
*
Polisi datang ke tempat kejadian. Beberapa orang menjadi saksi. Hingga Dimas yang tadinya sedang bekerja dan meeting mendapat telpon. Sebuah mobil diangkat keluar dari sungai itu, begitu juga dengan jasad tania, yang sudah tak bernyawa didalam mobilnya. Seakan tak percaya melihat wanita yang paling dia cinta meninggal, tubuh Tania terkulai lemas, tak bernyawa, dikeluarkan dari mobil, digeletakan dijalan, dengan alas plastik, pembungkus mayat?
Air mata Dimas sudah menetes dari tadi. Pria yang notabennya jarang menangis, dan Dimas, menangis sejadinya melihat jasad Tania. Jasad Tania dimasukan kedalam ambulance, lalu dibawa ke rumah sakit. Dimas ikut masuk dalam mobil ambulance itu.
*
Ara masih tertidur pulas dalam dekapan Lala, sekarang mereka ada diruang tamu. Lala terduduk disana, disebuah sofa panjangnya, dengan Ara yang tidur dalam dekapannya. Mita dan Bibik, pembantu disana, hanya melihat itu. Lala benar-benar seperti Tania kedua. Hingga telpon rumah itu berderng.
Kringgg... Kring...
Telpon rumah itu berdering. Bibik sedikit berlari menuju meja tempat telpon rumah dan lansung mengangkatnya. Baru beberapa patah kata yang dia dengar, bibik terlihat syok hingga menjatuhkan telponnya. Lala dan mita yang melihat itu jadi khawatir. Ada apa? Telpon dari siapa? Mita segera menghampiri Bibik dan mengambil alih telponnya.
“Halo.” Kata Mita untuk orang disebrang sana.
*
Setelah mendengar kabar itu mereka langsung datang ke rumah sakit. Betapa kaget dan terkejutnya semua orang, Mita, mama Dimas, hingga orang tua kandung Tania. Walau berat, takdir sudah terjadi. Mereka mencoba mengikhlaskannya. Hingga acara pemakaman Tania selesai. Dimas kembali ke rumah untuk istirahat, dari tadi Ara yang bersama bibik tak henti menangis, mungkin hatinya juga merasa sakit, seperti hati Dimas, sakit ditingal wanita yang dia cintai.
“Sini bik.” Dimas mengabil Ara dari gendongan bibik. Dimas mencoba menenangkan Ara yang tak henti menangis. Bahkan Dimas sendiri ikut memangis ketika menenangkan Ara. Mita dan Dina, hanya dapat melihat itu dengan sedih.
Tapi dalam gendongan Dimas pun ara tak berhenti menangis. Mita mencoba menggendongnya, tapi Ara tetap menangis. Dina mencoba menggendongnya, tapi tetap saja. Mita ingat, Lala mungkin bisa. Dina menelpon ara untuk datang ke rumah Dimas dan Tania. Tak lama Lala datang dan langsung menggendong Ara. Ara langsung berhenti menangis.
“Ara langsung berhenti menangis ketika Lala menggendongnya?” Dina, Bu lek Ara, tak percaya melihat ini, lagi. bukan sekali, tapi sepertinya memang Ara nyaman dengan Lala.
“Setidaknya ada Lala yang akan menenangkan Ara.” Mita tersenyum melihat cucunya itu berhenti menangis bahkan tertidur setelah digendong Lala..
“Kasihan Ara, dia masih kecil tapi harus kehilangan ibunya.” Imbuh Dina. “Siapa yang akan mengurus anak kecil cantik kita ini.”
Dimas hanya terduduk tak berdaya, masih syok dan sangat sedih. Menjadikan tangannya tumpuan kepala yang terasa sakit, seperti hatinya.
“Lala, kamu bisa kan menjadi pengganti Tania.” Mita dengan tiba-tiba. Lala terbelalak,
“Maksudnya tan?”
“Iya la, jadilah ibu untuk Ara kasihan. Bu lek liat Ara sudah sangat dekat dengan kamu, seperti Ara dekat dengan Tania.” Dina juga ikut membujuk Lala.
Dimas yang sayup-sayup mendengar ucapan kedua wanita yang dia hormati itu terlonjak kaget dan berdiri, menghmapiri mama dan mama mertunya, Dimas menatap marah keduanya?
“Ma, apa maksudnya?”
“Dim, menikahlah lagi. Dengan Lala?”
“Supaya Lala bisa selalu disini dan menjaga Ara.”
“Ini untuk kebaikan Ara, Dim.”
“Lihat Ara, dia sangat tenang dalam pelukan Lala.”
Mereka tak henti membujuk Dimas dan Lala, mereka tak pernah berpikir bagaimana persaan Lala, yang masih kelas tiga sma, yang bahkan belum lulus, harus menikah dengan duda? Beranak satu?
“Lala, kamu mau kan? Demi Ara?”
“Bu lek mohon La?”
Hah..
Lala bimbang, bingung menjawab pertanya kedua wanita paruh baya didepannya yang tak henti membujuk dengan nada manis mereka. Menikah dengan Dimas? Demi Ara? Tapi dia masih ingin sekolah, kuliah. Bagaimana masa depannya nanti?
*
Demi Ara, La.
Bu lek mohon.
Demi Ara. Hanya karena kalimat itu, Lala tak bisa menolaknya. Tania juga sangat baik padanya, ketika dia kehilangan ibu dan ayahnya, Tania yang selalu ada untuk menghibur Lala. Lala ingin membalas budi naik Tania.
*
Pernikahan itu pun terjadi. Lala, yang sangat cantik dengan gaun pengantinnya, dengan diapit bu lek dan pak leknya, mereka menuntun Lala ke altar pernikahan. Dimas sudah ada disana, dengan memakai tuxedo hitam, sangat tampan dan mempesona. Beberapa orang datang, hanya beberapa keluarga inti dan teman dekat. Seorang penghulu juga sudah ada disana.
“Saya menerima Lala, sebagai istri saya. Selamanya? Sampai maut memisahkan?”
“Saya menerima Dimas sebagai suami saya. Dalam susah dan senang, hingga maut memisahkan kita.”
Keduanya mengucapkan ikrar pernikahan yang membuat Dimas dan Lala resmi menjadi suami istri. Lala yang ada disamping Dimas, meminta tangan Dimas, Dimas mengulurkan tangannya. Lala mencium punggung tangan Dimas.
“Saya melakukannya hanya untuk Ara.” Bisik Dimas pada Lala. “Saya tak akan pernah, bisa, mencintai wanita lain selain Tania!” Katanya lagi.
Dettt...
Bisakah Lala, bertahan dengan suami yang tak akan pernah mencintainya. Lala mencoba tersenyum diluar tapi hatinya, begitu sakit mendengar ucapan Dimas.
cek profil buat novel series terpaksa menikahi duda yang lain kk.
Aku gak akan pernah mencintai orang lain selain Tania.
Dimas
*
Damm..
Setelah selesai mengucap ikrar janji pernikahan itu, Lala mencium tangan Dimas, dimas malah berbisik seperti itu pada Lala. Rasanya jantung Lala seakan dihujam pisau, langsung menancap ke tengan jantungnya. Sakit? Lala juga ingin dicintai Dim.
Ara yang sejak tadi bersama dengan Mita, mama Dimas, seakan merasakan apa yang Lala rasakan. Dia tiba-tiba menangis kencang. Hingga semua yang hadir jadi memandang Ara, kenapa? Ada apa? tangisannya sangat kencang. Mewakili sakit hati Lala.
“Sini jeng.” Bu lek yang disamping Mama Dimas mencoba menggedongAara. Tapi Ara masih saja menangis.
Lala pun terketuk hatinya untuk menghampiri Ara, sekilas air mata jatuh dari mata Lala, tapi Lala langsung menghapusnya, agar tak ada orang yang tau. Dengan susah payah, dengan gaun pengantin putihnya yang panjang, berekor, Lala mencoba berjalan menghampiri Ara.
“Sini Bu Lek biar Lala.” Bu lek pun memberikan Ara kepada Lala. Lala menggendongnya dengan penuh kasih sayang, menepuk pundaknya dengan lembut, mengusap kepalanya. Tak butuh waktu lama, Ara langsung tenang dan diam.
“Kita gak salah pilih Lala jeng!” Kata Mama Dimas yang lega melihat cucunya berhenti menangis. Ara tertidur dalam gendongan Lala, kepalanya bersandar didada Lala.
Setelah selesai acara pernikahannya semua orang kembali ke hotel, hotel tak jauh dari hutan itu, para orang tua sudah mengurusnya dengan baik, tanpa merepotkan Lala dan Dimas, mereka hanya tinggal menikmati. Dimas membantu mengangkat ekor gaun Lala yang panjang.
“Hati-hati La jalannya. Pelan-pelan aja.”
Deg...
Hati Lala langsung tersentuh mendengar Dimas mengatakan itu. Itu, dia... Dimas yang sama yang mengatakan kata-kata yang menyakiti hatinya tadi dan ini?
“Iya mas.” Saut Lala denga lembut. Bu lek, Pak lek, Mama dan Papa Dimas hanya tersenyum berjalan dibelakang mereka, memperhatikan mereka. Romantisnya Lala sudah memanggil Dimas dengan sebutan ‘mas’.
“La, kita duluan ya.” Kata Bu Lek, pamit.
Bu Lek dan Pak Lek sudah sampai di kamar mereka, kamarnya tiga kamar setelah kamar Lala dan Dimas. Ditengahnya kamar orang tua Dimas, lalu sebelahnya kamar Dimas dan Lala.
“Iya bu lek, pak lek.”
Lala berhenti melihat mereka masuk, begitu juga Dimas, yang sejak tadi membantu mengangkat ekor gaun Lala, dan ikut berhenti ketika Lala berhenti.
Setelah bu lek dan pak lek masuk, Lala, Dimas dan orang tua Dimas kembali melanjutkan perjalanan ke kamar masing-masing.
“La, Ara sama kita aja? biar gak ganggu kamu sama Dimas?”
Mama Dimas berhenti didepan pintu kamarnya, sementara Papa Dimas ada diambang pintu, menahan pintu kamar agar tak tertutup. Sama-sama menunggu jawaban Lala.
Mengganggu Lala dan Dimas? Lala sedikit melirik Dimas, yang tak sengaja pandangan mata mereka bertemu. Bagaimana bisa mengganggu, tak akan ada apa-apa diantara mereka?
“Sini.”
Mama Dimas mencoba mengambil Ara dari gendongan Lala, awalnya tidak apa-apa, tidur Ara tak terganggu. Tapi setelah pindah tangan, ara jadi bangun dan menangis. Lala jadi tak tega dan kembali menggendong ara ikut dengannya.
“Gak papa tan,” Lala, salah ngomong, masih canggung panggilnya tante.
“Mama la, mama sama papa. Kan udah jadi orang tua kamu sekarang kita. Ya!”
“Iya, ma.” Lala canggung.
“Ya udah, mama ganti baju dulu deh. Nanti mama ambil Ara kalau udah lelap tidurnya, biar gak kebangun dan gak nangis. Biar gak ganggu kalian juga.”
Mama pamit dan masuk ke kamarnya dengan papa. Lala dan Dimas kembali melanjutkan perjalanan ke kamarnya, tepat di samping kamar mamanya. Lala berhenti didepan pintu karena pintunya masih terkunci. Dimas beranjak kesamping lala. Dia mengambil kartu namanya, kunci untuk membuka pintu hotel dan membukakan pintu untuk Lala.
“Hati-hati La.” Dimas membantu menahan kepala Ara yang hampir jatuh karena sudah terlelap, sepertinya.
“Iya mas.” Lala pun perlahan masuk. Didepan pintu, didalam kamar, Lala berhenti untuk menunggu Dimas yang menutupkan pintunya. Lalu mereka beriringan berjalan mendekati tempat tidur.
Lala kaget melihat tempat tidurnya,
Penuh dengan mawar merah yang dibentuk hati, handuk yang dibuat seperti angsa yang sedang berciuman juga membentuk hanti. Ahh, pasti ini kamar hotel yang dipesan spesial untuk pengantin baru kan? kalau pengantin barunya menikah dengan cinta? kalau gak? bukannya romantis malah tragis. Lala melihatnya senang, ada senyum sedikit dibibirnya, tapi mengingat ucapan Dimas. Senyumnya hilang. Dimas pun melihatnya dengan jijik, apa-apaan itu. Mengganggu orang mau istirahat.
“Mas dimas, tolong bersihin buat Ara tidur?” Tadinya Lala hanya melirik Dimas, tapi yang dilirik tak juga merespon, jadilah Lala bersuara.
“Iya sebentar.” Dimas mulai mebersihkannya
“Apa-apaan sih ini, ganggu aja.” dia menyibakan kelopak bunga yang sudah disusun rapi itu dengan kasar, membuangnya kesembarangan arah bahkan mengambil handuk itu dan menaruhnya begitu saja di meja dekat tempat tidur.
Hal yang membuat hati Lala hancur, sakit. Segitu kasar bagaimana dimas membuang kelopak bunga itu, sama kah tak sukanya dia kepada Lala. Tak akan pernah suka padanya? Lala tak bisa bayangkan jika harus hidup seperti ini selamanya, lala hanya bisa diam, melihat dan berdoa dalam hati.
“Sudah la. Tidurin aranya.” Kata dimas yang sudah membersihkan tempat tidurnya.
Tempat tidurnya sudah bersih. Perlahan lala menaruh Ara ditengah tempat tidurnya, menaruh beberapa bantal disamping Ara. Takut Ara jatuh nanti. Sementara Dimas hanya mengamati, betapa perhatiannya Lala ke Ara. Dimas sedikit tersentuh setiap kali melihat bagaimana Lala memperlakukan Ara.
“Saya mau mandi dulu.” kata Dimas formal, haruskah seformal itu dengan istri. Terdengar sangat asing untuk Lala dan menyakitkan. Saya.
Dimas berjalan ke kamar mandi, dia langsung masuk dan membersihkan diri. Lala lebih memilih ke kaca dekat tempat rias, ada disamping sisi tempat tidur dekat kamar mandi,Lala juga bisa mengawasi Ara dari cermin. Lala duduk disana dan mulai mengaca. Impian masa kecilnya, memakai gaun yang indah seperti barbie dan menikah dengan seorang pangeran tampan. Dimas termasuk yang tampan bagi Lala, badan yang tinggi kekar, paras yang bersih dan tampan. Tapi sayang tak ada cinta seperti cerita barbie yang ada.
Lala perlahan membersihkan make upnya, lalu melepas beberapa cepit rambut yang membuat rambunya dicepol indah, rapi, seperti donat dan juga melepas kerundungnya, antingnya, kalungnya, sarung tangan dan semuanya. Ara sedikit melihat pergerakan Ara, yang masih tertidur. Dia khawatir dan menoleh ke kanan, sampingnya.
Ketika itu tepat Dimas keluar dari kamar mandi, dengan hanya memakai handuk yang menutupi tubuh bagian bawahnya. Lala terkejut dan langsung membuang muka ke kiri.
“Maaf tadi karena gak keburu, saya masuk tanpa bawa baju ganti.” Dimas meminta maaf dan berjalan mengambil kopernya. Dia tak sengaja melihat lala yang langsung membuang muka, tadinya Dimas juga tak mau keluar, tapi mau bagaimana lagi.
“Ahh, itu... tolong liatin Ara, tadi Ara kayak mau bangun.” Kata Lala mengubah topik pembicaraan.
Dimas mendekati Ara, Dimas hanya membenarkan bantal yang sedikit bergeser, mungkin Ara yang menendangnya. Setelah mengambil pakaiannya di koper, Dimas kembali ke kamar mandi untuk ganti baju. Tak lama dia keluar dengan pakaian lengkap. Kaos oblong warna putih dan celana pendek abu-abu. Dengan handuk yang ia pegang dan ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya yang sedikit basah.
“Mas, saya nitip ara sebentar ya, saya mau ganti baju?” Pinta Lala perlahan.
“Iya, ganti baju aja dulu.”
Lala mengambil pakaiannya dari dalam koper lalu dia masuk ke kamar mandi. Dimas menemani Ara, duduk disamping Ara, dipinggir ranjang sambil mengecek ponselnya. Mengecek beberapa email yang masuk.
*
Lala sudah ada di kamar mandi cukup lama, tapi dia tak juga keluar. Dia sedikit mengalami masalah karena gaun pengantinnya. Resleting gaun pengantinnya macet. Didalam lala sudah meruntuk menyumpahi dirinya sendiri, kenapa ini harus terjadi. Gaun pengantin yang pasti barukan, kenapa resletingnya harus macet. Dia harus meminta tolong kesiapa kalau begini?
Lala masih sibuk di kamar mandi. Dari tadi dia mencoba menurunkan resleting gaun pengantinnya. Tapi benar-benar tak bisa.
"ahkk... kenapa gak bisa sih!" Lala meruntut kesal di kamar mandi.
"coba lagi La, pasti bisa." Lala pantang nyerah. Dia teru mencoba.
*
Dimas masih menemani Ara, duduk disamping Ara sambil mengamati Ara, tangannya sibuk memainkan ponsel, menggesernya ke atas, bawah, samping kanan, kiri dan membaca dengan seksama. Sampai fokusnya hilang. Ara menangis. Dimas menaruh ponselnya didekat meja tidur. Dia langsung menggendong Ara yang terbangun. Dimas melirik kamar mandi, Lala belum juga keluar.
*
Didalam kamar mandi pun Lala mendengar tangisan Ara. Tau sendiri kalau Ara sudah menangis, gak ada yang bisa nenangin kecuali Lala. Lala bergegas mencoba lagi, sedikit dipaksa untuk menurunkan resleting gaun pengantinnya, tapi benar-benar tak bisa.
"Ara sayang, tolong jangan menangis." Lala khawatir mendengar tangisan Ara tak juga berhenti.
tok tokk
Waduh! Hingga ketukan pintu membuat Lala kaget dan panik. Bagaimana? Lala tau benar pasti itu Dimas yang mengetuk pintunya karena Lala tak juga berhenti menangis. Tapi untuk membukakan pintunya, bagaimana? dengan keadaan gaun bagian belakangnya yang sedikit terbuka.
tok tok
Lala bingung. Dia diam tak merespon. Akhirnya Dimas mengetuk pintunya lagi. Dalan gendongannya Lala tak berhenti menangis.
"sayang bentar ya, Mama Lalanya lagi ganti pakaian." ujar Dimas, tepat dibalik pintu.
sebenarnya Lala sudah ada didepan pintu, tepat, tadinya mau membukakan pintu. masa bodolah dengan gaun terbuka, Dimas bisa lihat punggungnya atau apa? Lala menyerah dan mau minta tolong Lala juga gak tega denger Ara terus nangis. Tapi pas mau buka pintu... Mama Lala. ya ampun, apa artinya coba. Dimas bilang gak akan mencintai wanita lain selain Tania, tapi kenapa setiap sikap Dimas ke Lala bikin Lala berharap. Sikapnya itu manis banget bagi Lala.
"La, belum selesai ya mandinya?" Dimas berteriak dari luar.
"ahh iya. Maaf mas." Sudah. Lala gak tau harus gimana, kasihan ara. Lala pasrahlah. Lala buka pintu pelan, sedikit membuka pintu dan mengintip.
Dimas yang diluar kaget, liat Lala masih pakai gaun pengantinnya. Cewek mandinya lama banget. Giliran udah lama, belum mandi. Buset.
"La, belum buka baju?" Tanya Dimas spontan yang bikin Lala melongo.
"buka baju?" Dimas baru sadar ucapannya terlalu vulgar.
"maksudnya, belum ganti baju?" tanya Timas lagi.
"iyaa." pasrah Lala, malu.
"Ara-nya nangis. Gak mau berhenti sama aku." Dimas.
Aku. Panggilan yang terdengar akrab, lebih akrab dari pada saya. Memangnya sedang di kantor ketemu klien, formal banget. Saya! kalau sedang sama Ara, panggilan itu muncul begitu saja dari mulut Dimas.
Ara terus menangis dalam gendongan Dimas. Dia melihat Lala, terus menatap Lala, tangan Ara seakan minta digendong.
"sini mas Aranya, biar aku gendong bentar."
Tuh kan. Lala juga ikutan kalo Dimasnya gak terlalu formal dengan Lala. Lala ya refleks aja. Lala membuka pintu kamar mandinya lebih lebar, dia berdiri diambang pintu dan meminta Ara dari gendongan Dimas. Dimas langsung memberikannya.
"Ara kenapa nangis? mau sama.."
Lala menghentikan ucapannya. Dia ragu mau panggilan dirinya sendiri, menyebut dirinya sebagai mamanya Ara. Dimas marah gak nanti?
"mau digendong sama mama ya." keluar juga ucapan itu dari mulut Lala, dia sedikit melirik kearah Dimas, cuma untuk lihat ekspresinya. Kalau dirasa gak bagus, ya mungkin gak boleh dan gak akan Lala ulangi. Dimas malah tersenyum menatap Ara sejak tadi. Ara berhenti menangis.
"Ara, mama mau mandi dulu. Ara sama papa ya. Jangan nangissss..." Lala mencoba bernegosiasi dengan si kecil Ara. Menciun pipi tembamnya sangat lama. Lala sangat suka melakukannya. Membuat Ara nyaman dan terseyum geli. Dimas ikut tersenyum melihat anaknya tersenyum.
"sama papa ya?" Lala memberikan Ara pada Dimas. Ara seakan menurut. Dimas membuka tangannya untuk menggendong Ara. Ara sudah tak menangis lagi digendongan Dimas.
"makasih ya La. Kamu bisa terusin bersih-bersih badannya." Dimas akan pergi dengan menggendong Ara.
Antara mau minta tolong untuk bantu bukain resleting gaunnya, tapi malu. Tapi gak ada pilihan lain.
"Mas Dimas. "Llala, gak punya pilihan lain.
"kenapa La?" Dimas berhenti dan menoleh.
"saya mau minta tolong." kata Lala dengan hati-hati.
"minta tolong apa?"
"tolong panggilin mama, atau bu lek buat kesini." ditengah jalan lala dapat ide cemerlang. Dari pada minta tolong Dimas untuk menurunkan resleting gaunnya. Mending minta tolong panggilin mama mertua atau bu lek, kan sama-sama cewek jadi gak malu.
"buat apa emang?" Dimas gak enak sih mau nyamperin mereka, takut ganggu istirahat, kan mereka sudah repot ngurusin semuanya.
"buat... bukain resleting gaunnya yang macet." Lala bilang juga, dengan sedikit menahan malu. Mau gimana, orang ditanya ya jawab seadanya.
Dimas sedikit kikuk, malu juga denger jawaban Lala. Mau bantu, nanti lihat bagian tubuh Lala bagian belakang dong. Resleting gaun pengantin Lala itu hampir kedaerah panggul dan itu stage cuma beberapa centi setelah lala buka. Beberapa centi dari atas.
"mau aku bantuin gak? takut ganggu mama yang pada istirahat." Dimas langsung memberikan alasan pada Lala, yang gak mau keliatan memang mau lihat tubuh Lala. Tania tetep nomer satu dihatinya. Gak akan berpaling.
"Mas Dimas, gak papa?"
"kamunya gimana?"
"iya sih kasihan mama sama bu lek."
Lala berbalik, memunggungi Dimas. Menatap lekuk tubuh Lala yang terbilang ideal saja membuat Dimas salah fokus. Apalagi dengan gaun pengantin yang membentuk lekuk ramping Lala, yang masih remaja. Tubuh yang cukup menggoda.
Dimas perlahan mendekati Lala. Mau coba turunin resletingnya dengan gendong Ara. Dimas pikir gampang, bisa, tapi ternyata enggak!
"bisa gak mas?" tanya Lala sedikit melirik kebelakang punggungnya.
"aku pegangin Ara bentar apa?"
"iya. gendong Ara bentar."
Lala berbalik untuk menggambil Ara dari gendongan Dimas. Lalu berbalik lagi agar Dimas bisa membantu menurunkan reselingnya.
Lala dan Dimas sama-sama gugup, menelan salivanya dengan susah payah, ketika dengan sppntan tadi Dimas mencoba menurunkan resletingnya tapi tak bisa, dan dengan kekuatan yang Dimas kerahkan, akhirnya bisa. Walau jatuhnya sedikit kasar dan membuat keduanya kaget. Lala langsung memegangi gaunnya, takut melorot depan Dimas, kan berabe.
Lala langsung berbalik dan menyerahkan Ara pada Dimas. Lala tak berani menatap mata Dimas secara langsung. Dimas pun sama. Dimas segera pergi menjauh dari kamar mandi, dengan menggendong Ara. Lala langsung masuk ke kanar mandi. Menyalan kran air dan menyibukan diri dan otaknya mendengarkan tetesan air dari shower.
"jangan mikir kemana-mana La?" lala menyingkirkan pikiran kotor dari kepalanya.
*
Lala, anak sma yang termasuk suka dengan pria yang lebih dewasa darinya dan Dimas, lelaki pertama yang bisa dekat dengan Lala. Bagaimana Lala tak berharap lebih. Si gadis pencinta novel romantis. Dari romance remaja sampai percintaan dewasa.
dan Dimas, memenuhi semua kriteria cowok impian Lala. ahkk.
bagaimana?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!