Nessa berdiri di depan meja kerja bosnya. Ia menaruh amplop putih di atas meja bosnya.
“Apa ini?” tanya Pak Fredy melihat amplop putih di atas meja.
“Saya resign, Pak,” jawab Nessa.
Pak Fredy menghela nafas.
“Saya kan sudah bilang kamu tidak perlu resign. Lelaki itu tidak bekerja di sini,” kata Pak Fredy.
“Tidak ah, Pak. Saya malas menemui dia kalau dia datang ke sini,” jawab Nessa.
“Jangan kamu temui! Nanti saya yang bilang ke security kalau orang itu datang ke sini, diusir saja,” kata Pak Fredy.
“Saya tidak mau membuat keributan di sini,” kata Nessa.
Pak Fredy menghela nafas.
“Ya sudah kalau kamu tetap dengan pendirianmu. Saya tidak bisa melarang kamu,” kata Fredy mengalah.
“Kamu mau pindah kemana?” tanya Pak Fredy.
“Kemana saja, Pak. Asal jangan di kota ini,” jawab Nessa.
“Begini saja. Kamu jangan resign dulu sebelum kamu mendapatkan pekerjaan dan sebelum saya mendapat penggantimu,” kata Pak Fredy.
Nessa menghela nafas.
Terlalu lama, kata Nessa di dalam hati.
Tapi mau tidak mau ia harus mematuhi orang yang selama ini menjadi atasannya.
“Baiklah, Pak,” jawab Nessa.
“Nanti akan saya bantu mencari pekerjaan. Barang kali kenalan saya ada yang membutuhkan sekretaris,” kata Pak Fredy.
“Terima kasih, Pak,” ucap Nessa.
“Lalu mobil kamu bagaimana? Apa masih di tangan laki-laki itu?” tanya Pak Fredy.
“Masih, Pak,” jawab Nessa.
“Kenapa tidak kamu ambil?” tanya Pak Fredy.
“Saya malas ah, Pak. Saya jijik dengan mobil itu. Dia pakai pacaran dengan perempuan lain,” jawab Nessa.
“Jadi kamu kasihkan begitu saja ke orang itu?” tanya Pak Fredy.
“Mau bagaimana lagi, saya jijik dengan mobil itu,” kata Nessa.
Pak Fredy berpikir sejenak.
“Begini saja. Saya minta BPKB mobil kamu, besok kamu bawa, ya!” kata Pak Fredy.
“Untuk apa, Pak?” tanya Nessa.
“Kamu tidak usah tau. Pokoknya kamu tau beres. Nanti saya transfer uangnya ke rekening kamu,” jawab Pak Fredy.
“Terserah Bapak saja,” kata Nessa.
“Sekarang kamu boleh pulang. Tapi ingat besok kamu harus bawa BPKB mobil kamu! Kalau tidak gaji dan pesangon kamu saya tahan,” ancam Pak Fredy.
“Iya, Pak,” jawab Nessa.
“Saya permisi dulu, Pak,” kata Nessa.
“Hmm,” kata Pak fredy sambil mengangguk. Nessa keluar dari ruangan Pak Fredy.
Pak Fredy menghela nafas. Nessa sudah lama bekerja di perusahaannya. Pekerjaannya tidak diragukan lagi kinerjanya cukup bagus. Ia sangat terbantu semenjak Nessa menjadi sekretarisnya. Bahkan ia tidak ragu memberikan gaji besar dan bonus akhir tahun untuk Nessa. Namun sangat disayangkan kehidupan percintaan Nessa tidak seberuntung pekerjaannya. Nessa sering gagal dalam menjalin hubungan dengan laki-laki. Kebanyakan laki-laki yang mendekati Nessa hanya menginginkan uangnya saja. Dan menurut kabar yang ia dengar Nessa memergoki kekasihnya yang sedang bercinta dengan perempuan lain di dalam hotel.
“Sungguh malang nasib gadis itu,” kata Pak Fredy.
***
Keesokan harinya Nessa datang ke kantor dengan membawa BPKB mobilnya lalu ia serahkan kepada Pak Fredy. Pak Fredy membaca BPKB itu.
“Wah, keenakan sekali si breng-sek itu kalau kamu kasih mobil semahal ini. Ini bukan termasuk mobil sejuta umat,” kata Pak Fredy.
Nessa hanya diam saja.
“Serahkan semuanya ke saya, kamu cuma tau beres,” kata Pak Fredy.
“Sana, kamu kerja lagi!” kata Pak Fredy.
“Baik, Pak,” jawab Nessa. Nessa meninggalkan ruangan Pak Fredy. Namun ketika ia hendak membuka pintu ruangan Pak Fredy, Pak Fredy memanggillnya.
“Nessa.”
Nessa membalikkan badannya.
“Besok ada sekretaris baru, kamu latih dia sebaik mungkin. Saya mau kinerja dia sebagus kamu,” kata Pak Fredy.
Alhamdullilah, ucap Nessa di dalam hati. Karena semakin cepat mendapatkan penggantinya, semakin cepat pula ia bisa meninggalkan kota ini. Ia benar-benar sudah tidak betah berada di Jakarta. Terlalu banyak kenangan yang indah dan juga kenangan yang buruk.
“Baik, Pak,” jawab Nessa. Nessa keluar dari ruangan Pak Fredy.
***
Hari ini calon sekretaris baru datang. Ia harus melatih sekretaris baru Pak Fredy. Pak Giri datang mengantarkan sekretaris baru. Namun ketika ia melihat wajah sekretaris baru sepertinya ia mengenali wajahnya. Gadis itu tidak berani menatap wajah Nessa. Nessa mencoba untuk mengingatnya. Tiba-tiba ia ingat wajahnya.
“Pak Giri, saya tidak mau menlatih orang ini! Saya resign hari ini juga,” kata Nessa dengan kesal.
“Loh kenapa, Mbak? Mbak kan sudah janji akan resign setelah melatih sekretaris baru,” tanya Pak Giri kebingungan.
“Tanya saja sama orang ini,” jawab Nessa.
Nessa membawa tasnya lalu pergi begitu saja meninggalkan meja kerjanya.
“Mbak, jangan begitu dong. Kita bicarakan baik-baik,” kata Pak Giri melihat Nessa pergi menggunakan tangga darurat.
“Gawat ini. Pak Fredy bisa marah,” kata Pak Giri.
Pak Giri menatap gadis itu.
“Kamu ada apa, sih sama Nessa?” tanya Pak Giri dengan kesal.
Gadis itu hanya menundukkan kepalanya.
“Sudah, kita kembali ke ruangan saya saja. Kalau tidak ada Nessa kamu tidak bisa kerja dengan Pak Fredy,” kata Pak Giri.
Ketika mereka hendak turun ke bawah tiba-tiba liff terbuka Pak Fredy keluar dari dalam liff.
“Oh, Pak Giri. Sudah datang pengganti Nessa?” tanya Pak Fredy ketika Pak Giri berdiri bersama seorang perempuan muda.
“Sudah, Pak. Tapi Mbak Nessa langsung pergi lewat tangga darurat. Dia bilang resign hari ini juga,” jawab Pak Giri.
“Kenapa sih, Nessa? Tiba-tiba jadi begitu?” tanya Pak Fredy dengan kesal.
“Saya juga tidak tau, Pak. Sepertinya Nessa marah ketika melihat Tika (nama sekretaris pengganti Nessa),” jawab Pak Giri.
Pak Fredy menatap tajam kepada Tika.
“Kamu ada masalah apa dengan Nessa?” tanya Pak Fredy.
Fika hanya diam sambil menunduk.
“Kamu kekasihnya Anggoro?” tanya Pak Fredy.
Tika mengangkat kepalanya.
“Bapak kenal dengan Mas Anggoro?” tanya Fika.
“Saya tidak kenal dengan dia. Tapi yang saya tau Anggoro itu kekasihnya Nessa. Bahkan mobil yang dipakai oleh Anggoro ada milik Nessa,” kata Pak Fredy.
“Bukan, Pak. Itu milik Mas Anggoro yang baru dia beli dan belum balik nama,” kata Fika membela Anggoro.
“Pak Giri, bilang sama resepsionis dan security tahan Nessa jangan sampai pergi!” kata Fredy.
“Baik, Pak,” jawab Pak Giri. Pak Giri menggunakan intercom yang ada di meja Nessa.
Pak Fredy mengeluarkan BPKB dari dalam tas.
“Ini BPKB mobil itu. Nessa meminjamkannya kepada Anggoro, tapi ternyata disalah gunakan oleh Anggoro. Dia pakai untuk pacaran dengan perempuan lain. Sedangkan Nessa harus berangkat dan pulang kantor dengan menggunakan kendaraan umum,” kata Pak fredy.
Dengan ragu Tika membuka BPKB mobil itu. Benar saja nomot plat mobil sama dengan yang sering Anggoro pakai. Nama pemilik mobil adalah Nessa Damayanthi. Wajah Tika langsung pucat.
“Saya sedang meminta pihak yang berwajib untuk menarik mobil itu. Saya tidak rela jika mobil itu dikuasai oleh Anggoro. Nessa harus bekerja keras untuk bisa membeli mobil itu. Sedangkan Anggoro dengan seeenaknya saja menguasai mobil itu,” kata Pak Fredy.
“Nessa bekerja di perusahaan saya dari lulus kuliah. Kinerjanya bagus. Pekerjaannya kepakai dan sangat membantu sekali,” kata Pak Fredy.
“Kamu belum tentu menyamai kinerja Nessa,” kata Pak Fredy.
“Sekarang kamu pergi dari sini! Saya tidak membutuhkan kamu untuk menjadi sekretaris saya,” kata Pak Fredy. Tika terpaksa meninggalkan tempat itu dengan perasaan kecewa.
Sementara itu di depan kantor terjadi keributan. Semua orang mencegah Nessa agar tidak pergi dari kantor itu.
“Mbak, jangan pergi. Nanti Bapak marah sama saya,” kata Dadang security.
“Saya sudah tidak bekerja lagi di kantor ini. Saya sudah resign,” kata Nessa dengan kesal.
“Tapi barusan Pak Giri menghubungi saya agar menahan Mbak Nessa,” kata Dadang.
“Bilang sama Pak Giri, saya tidak mau melatih perempuan murahan itu,” kata Nessa dengan ketus.
“Apa yang kamu maksud perempaun murahan itu saya?”
Nessa menoleh ke samping. Tika sedang berdiri di sebelah Nessa sambil meatap tajam ke arah Nessa.
“Iya, kamu perempuan murahan. Yang mau saja di ajak tidur oleh Anggoro,” kata Nessa dengan ketus.
“Daripada kamu perawan tua yang tidak laku-laku, yang mendekati Mas Anggoro,” timpal Tika.
“Siapa yang mendekati Anggoro? Dia yang duluan mendekati saya. Anggoro itu laki-laki ke-re yang tidak bermodal. Dia mendekati saya buat numpang hidup dan biar bisa naik mobil. Jangan-jangan barang-barang yang kamu pakai, uangnya dari saya,” seru Nessa sambil memelototi Tika dari atas sampai ke bawah.
“Dasar tidak tau malu. Memakai barang hasil dari kerja keras perawan tua,” kata Nessa.
Akhirnya terjadi keributan di halaman kantor. Kedua perempuan itu saling adu mulut. Para karyawan keluar dari kantor untuk melihat kejadian itu. Dadang berusaha menghalangi mereka berdua agar tidak saling cakar-cakaran dan jambak-jambakan.
“Berhenti!” seru Pak Fredy.Pak Fredy berdiri di depan pintu kantor. Nessa dan Tika berhenti perang adu mulut dan menoleh ke Pak Fredy.
“Dadang, suruh pergi perempuan itu!” seru Pak Fredy.
“Baik, Pak,” jawab Dadang.
Dadang menyuruh Tika untuk pergi dari kantor itu.
“Yang lain kembali bekerja!” seru Pak Fredy.
Para karyawanpun kembali ke ruangan masing-masing.
“Dan kamu Nessa, masuk!” seru Pak Fredy.
“Tapi, Pak,” sahut Nessa.
“Masuk! Atau saya tidak akan berikan kamu pesangon,” seru Pak Fredy. Akhirnya Nessa pun masuk ke dalam kantor.
Nessa berdiri sambil menundukkan wajahnya di depan meja kerja Pak Fredy. Pak Fredy menatap wajah Nessa dengan tatapan tajam.
“Bikin malu saja. Ribut-ribut soal laki-laki di depan kantor. Jadi perempuan harus ada harga diri, bukannya merebutkan laki-lakibajingan seperti itu,” kata Pak Fredy.
‘Maafkan saya, Pak,” ucap Nessa.
“Saya tau kamu kesal, tapi bukan berarti kamu bisa pergi seenaknya saja. Kamu tunggu sampai saya datang. Kita bicarakan baik-baik,” kata Pak Fredy.
“Saya minta maaf, Pak,” ucap Nessa sekali lagi.
“Sana kembali kerja lagi! Saya sudah suruh Pak Giri untuk mencari sekretaris lagi. Namun kali ini Pak Giri harus memperlihatkan dulu calon pelamarnya ke kamu, agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali,” kata Pak Fredy.
“Baik, Pak. Saya permisi dulu,” kata Nessa.
“Hmm,” jawab Pak Fredy. Nessa meninggalkan ruangan Pak Fredy.
Pak Fredy menghela nafas dan melonggarkan dasinya. Kalau saja karyawan lain yang membuat keributan sudah ia pecat begitu saja. Tapi ini Nessa, sekretaris yang jujur dan bisa diandalkan. Pekerjaan Nessa betul-betul membantunya. Selama delapan tahun bekerja dengannya, baru kali ini Nessa membuat masalah. Bagaimanapun juga ia harus memaafkan apa yang telah diperbuat oleh Nessa.
***
Hari terus berlalu calon sekretaris pengganti Nessa sudah datang. Kali ini Nessa sendiri yang memilih calon penggantinya. Dan yang terpilih menjadi pengganti Nessa bernama Ratih. Ratih adalah fresh graduate dari sekolah bisnis. Mengapa Nessa memilih lulusan sekolah bisnis bukan lulusan dari akademi sekretaris? Karena selama Nessa bekerja menjadi sekretaris Pak Fredy, ia harus mengerti soal bisnis. Pak Fredy tidak hanya menganggap sekretarisnya hanya karyawan biasa, namun Pak Fredy juga mengganggap sekretarisnya sebagai rekan bisnis. Terkadang ia meminta pendapat pada Nessa dalam mengambil keputusan.
Nessa melatih Ratih dengan baik. Ia memberitahu Ratih apa saja yang harus dilakukan dan apa saja yang tidak boleh dilakukan.
Seminggu kemudian Ratih sudah bisa dilepas dalam bekerja, sehingga Nessa sudah bisa mencari lowongan kerja di luar Jakarta. Dengan berbekal surat pengalaman kerja dari perusahaan Pak Fredy, Nessa dengan mudah mendapat panggilan interview. Ia harus mengikuti interview di luar kota yaitu di Bandung. Ia pun ijin ke Pak Fredy untuk ikut interview.
“Pergilah. Sekalian saya mau melihat cara kerja Ratih selama kamu tidak ada,” kata Pak Fredy.
“Terima kasih, Pak,” ucap Nessa.
Sebelum Nessa pergi ke Bandung, ia mengingatkan apa saja yang harus dikerjakan oleh Ratih.
“Saya mau lihat kerja kamu benar atau tidak selama saya pergi,” kata Nessa.
“Baik, Mbak,” jawab Ratih.
Malam harinya setelah pulang bekerja Nessa langsung pergi ke Bandung dengan menggunakan travel. Ia menginap di hotel yang dekat dengan perusahaan tempat ia interview. Agar memudahkannya datang tepat waktu.
Pagi-pagi sekali Nessa sudah siap untuk berangkat. Setelah selesai sarapan ia langsung pergi menuju ke perusahaan itu. Jarak antara hotel dan perusahaan tempat ia interview hanya berjarak seratus meter, sehingga Nessa memutuskaan untuk berjalan kaki sambil menikmati suasana kota Bandung di pagi hari. Nessa menyusuri trotoar sambil memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya. Hingga sampailah di tempat yang dituju.
Di depan perusahaan itu sudah ramai dengan pelamar kerja yang akan mengikuti interview. Nessa duduk bersama pelamar yang lainnya untuk diinterview. Setengah jam kemudian interview dimulai.
Tahap pertama ia diinterview oleh staff HRD. Namun setelah selesai diinterview, Nessa diminta untuk tidak pulang ke Jakarta, karena besok masih ada interview dengan manager HRD. Nessa pun menyanggupinya. Nessa terpaksa menginap lagi semalam di hotel itu.
Keesokan harinya setelah selesai sarapan Nessa kembali ke perusahaan itu. Kali ini perusahaan nampak sepi, tidak seperti kemarin yang penuh dengan pelamar.
Nessa menanyakan ke resepsionis mengenai pemanggilan dirinya untuk diinterview oleh manager HRD.
“Tunggu sebentar, Mbak. Saya hubungi dulu bagian HRD,” kata Rini bagian resepsionis.
Rini menghubungi HRD dengan menggunakan intercom.
“Mbak disuruh langsung ke ruangan HRD,” kata Rini.
Rini memberi petunjuk menuju ke ruangan HRD. Setelah mengerti petunjuk yang di berikan oleh Rini, Nessa langsung berjalan liff untuk menuju ke ruangan HRD. Ketika ia sedang menunggu liff tiba-tiba Nessa melihat seorang laki-laki dan seorang perempuan yang berjalan saling merangkul dengan mesra. Mereka menaiki liff yang ketiga. Tanpa harus menunggu lama liff yang mereka gunakan terbuka begitu saja. Setelah pintu liff tertutup Nessa menoleh ke liff yang ketiga itu. Di atasnya tertulis Liff Khusus Direksi.
Oh, pimpinan perusahaan. Makanya berani pacaran pagi-pagi di kantor, kata Nessa di dalam hati.
Tak lama kemudian pintu liff terbuka, Nessa masuk ke dalam liff dan memencet tombol lantai tiga.
Manager HRD membaca curriculum vitae milik Nessa.
“Kamu bekerja di perusahaan di Jakarta sampai delapan tahun, tapi kamu mau pindah ke Bandung. Apa tidak sayang dengan pekerjaan lamamu?” tanya Pak Warino Manager HRD.
“Tidak, Pak. Tekad saya sudah bulat untuk pindah ke Bandung,” jawab Nessa.
“UMR di Bandung lebih kecil daripada di Jakarta,” kata Pak Warino.
“Tidak apa-apa, tidak jadi masalah,” jawab Nessa.
“Gaji kamu di sana berapa?” tanya Pak Warino.
“Enam juta rupiah,” jawab Nessa.
“Besar sekali, itu sih mendekati gaji saya,” kata Pak Warino.
“Kami tidak bisa memberikan kamu gaji sebesar itu. Paling tinggi untuk gaji sekretaris lima juta rupiah,” kata Pak Warino.
“Tapi untuk kamu, tak apa-apalah kami gaji enam juta rupiah,” kata Pak Warino.
“Serius, Pak?” tanya Nessa tidak percaya.
“Iya, gaji kamu segitu. Kami sama kan dengan gaji kamu di sana. Tapi kamu mau kamu kerja professional seperti sewaktu kamu kerja di perusahaan sebelumnya,” kata Pak Warino.
“Baik, Pak. akan saya usahakan,” kata Nessa.
“Oke. Mulai besok kamu sudah bisa bekerja di sini,” kata Pak Warino.
“Besok? Jangan besok. Saya harus pindah ke Bandung dan mencari kos. Saya juga belum pamit ke bos saya. Nanti gaji dan uang pisah saya ditahan,” kata Nessa.
“Oke, kami kasih waktu. Senin depan, kamu harus sudah masuk kerja,” kata Pak Warino.
“Baik, Pak. Terima kasih,” ucap Nessa. Nessa bersalaman dengan Pak Warino.
Nessa keluar dari kantor itu dengan wajah berseri. Akhirnya ia bisa meninggalkan Jakarta. Nessa melihat jam di pergelangan tangannya, waktu baru menunjukkan pukul setengah sebelas. Belum waktunya untuk check out dari hotel. Masih ada waktu untuk mencari kos. Nessa menanyakan kos yang dekat kepada security.
“Tempatnya agak jauh dari sini, Mbak. Harus naik ojek,” jawab security.
“Naik ojek juga tidak apa-apa,” jawab Nessa.
Nessa memesan ojek online dan security memberikan alamat kos-kosan. Nessa naik ojek online ke kos-kosan.
Tempat kos-kosan cukup nyaman. Ada kamar mandi di dalam kamar, jadi ia tidak perlu berebut kamar mandi dengan penghuni kos yang lain. Namun harga sewanya cukup mahal, satu juta rupiah sebulan. Nessa menyetujuinya dan ia membayar untuk satu bulan, karena ia tidak membawa uang cash yang banyak. Setelah itu Nessa langsung kembali ke hotel untuk check out dari hotel.
Keesokan harinya Nessa kembali ke kantor lamanya untuk berpamitan dengan Pak Fredy.
“Syukurlah kalau kamu sudah mendapatkan pekerjaan. Saya ikut senang,” kata Pak Fredy.
Pak Fredy memberikan dua buah amplop kepada Nessa.
“Ini uang pisah dari perusahaan untuk kamu,” kata Pak Fredy. Karena Nessa mengundurkan diri, jadi ia tidak mendapatkan pesangon, hanya dapat uang pisah.
“Terima kasih, Pak,” ucap Nessa.
“Ini gaji kamu selama sebulan,” kata Pak Fredy.
“Tidak dipotong, Pak?” tanya Nessa. Karena ini masih pertengahan bulan.
“Tidak apa-apa. Hitung-hitung untuk nambah bayar kos-kosan kamu,” jawab Pak Fredy.
“Dan mobil kamu sudah laku terjual. Uangnya saya kirim ke rekening kamu,” kata Pak Fredy.
Nessa mengambil ponsel dari saku bajunya. Ia melihat ada M Banking di ponselnya. Ada uang masuk sejumlah harga mobilnya.
“Alhamdullilah,” ucap Nessa.
“Terima kasih bnyak, Pak,” ucap Nessa.
“Sama-sama,” jawab Pak Fredy.
Pak Fredy mengulurkan tangannya mengajak Nessa bersalaman.
“Semoga sukses di tempat kerja baru. Dan semoga mendapatkan jodoh,” ucap Pak Fredy.
“Aamiin. Terima kasih, Pak,” jawab Nessa.
Mulai senin depan Nessa akan bekerja di tempat kerja yang baru dengan suasana yang baru. Nesa berharap ini awal kehidupan yang baru.
***
Nessa berjalan masuk ke dalam kantor baru. Ia datang pagi-pagi sekali, kantor masih sepi. Hanya ada petugas cleaning service yang sedang bertugas membersihkan kantor.
“Mbak pegawai baru, ya?” tanya seorang cleaning service yang bernama Yatino.
“Iya,” jawab Nessa.
“Sudah tau ruangannya?” tanya Yatino.
“Sudah. Kata Pak Warino saya ditempatkan di lantai sembilan,” jawab Nessa.
“Oh sekretaris baru Pak Fikri?” tanya Yatino.
“Saya juga belum tau jadi sekretaris siapa. Hanya Pak Warino memberi tahu saya kalau ruangan saya ada di lantai sembilan,” jawab Nessa.
“Iya itu ruangan Pak Fikri. Untuk jelasnya Mbak tunggu Pak Warino, sebentar lagi beliau datang,” kata Yatino.
“Saya tunggu di sini saja,” Nesaa duduk di kursi tamu yang berada di ruang resepsionis.
Setengah jam kemudian Pak Warino datang.
“Maafkan saya telat datang. Ayo kita langsung ke ruanganmu,” kata Pak Warino.
Nessa dan Pak Warino masuk ke dalam liff. Liff berhenti di lantai sembilan. Merekapun keluar dari liff. Lantai sembilan terlihat cukup luas karena hanya ada beberapa ruangan. Pak Warino menghampiri sebuah meja yang berada di dekat pintu.
“Ini meja kerjamu,” kata Pak Warino.
“Itu ruangan Pak Fikri. Dia direktur di perusahaan ini,” kata Pak Warino menunjuk ke ruangan yang ada di depan mejanya.
“Di lantai sepuluh ruangan direktur utama. Namun beliau jarang datang ke kantor ini,” kata Pak Warino.
Jangan-jangan yang kemarin aku lihat direktur perusahaan ini, kata Nessa dalam hati.
Moga-moga saja bukan itu direkturnya. Susah kerja sama dengan orang yang pacaran terus, kata Nessa dalam hati.
“Di lantai paling atas ada tempat untuk karyawan beristirahat,” lanjut Pak Warino.
“Mushola dimana, Pak?” tanya Nessa.
“Mushola di lantai tujuh. Di lantai jutuh khusus untuk mushola,” jawab Pak Warino.
Wah, jarang-jarang ada perusahaan yang menyediakan satu lantai untuk mushola, kata Nessa di dalam hati.
“Tugas kamu mendampingi Pak Fikri, kemana pun beliau pergi. Dan kamu harus mengingatkan jadwal Pak Fikri. Kalau misalkan dia bilang tidak mau diganggu, kamu tidak boleh menyerah untuk mengingatkan beliau,” kata Pak Warino.
“Maaf, Pak. Apakah Pak Fikri sering membawa teman wanitanya?” tanya Nessa.
“Kok kamu tau?” Pak Warino balik bertanya.
“Saya juga tidak tau itu Pak Fikri atau bukan. Tapi sewaktu saya mau interview ke ruang Bapak, saya melihat seorang laki-laki membawa seorang wanita. Dia naik liff khusus untuk direksi,” jawab Nessa.
“Ya betul, itu Pak Fikri. Tidak ada lagi yang naik liff itu kecuali Pak Taufik dan Pak Fikri,” kata Pak Warino.
Yah, ini namanya ketiban pulung. Harus ngasuh bocah, kata Nessa di dalam hati.
“Sudah tau kan, tugas kamu. Ada yang mau kamu tanyakan?” tanya Pak Warino.
“Kalau saya tidak bisa membujuk Pak Fikri, saya kena sansi apa?” tanya Nessa.
“Kau akan dipecat. Sama seperti sekretaris yang lainnya,” jawab Pak Warino.
Gara-gara bocahedan, orang-orang dipecat. Biarin deh dipecat, males punya bos seperti itu, kata Nessa di dalam hati.
“Bagaimana, Nessa?” tanya Pak Warino.
“Baiklah, Pak. Akan saya coba,” jawab Nessa.
“Oke deh, selamat berjuang,” kata Pak Warino.
Pak Warino meninggalkan Nesa sendirian. Nessa membereskan meja kerjanya. Di atas meja ada buku tertulis Jadwal Pak Fikri. Nessa membuka buku itu. Jadwal hari ini ada pertemuan jam sepuluh di hotel Sentiana. Nessa melirik jam tangannya. Baru pukul delapan. Masih ada waktu. Nessa menyiapkan untuk pertemuan. Ia juga belum tau pertemuan tentang apa, tapi tugas dia hanya menyiapkan dan mendampingi. Lambat laun ia akan mengerti bisnis apa yang dijalankan Pak Fikri.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!