Cleopatra El Vanezz, gadis remaja usia 19 tahun, buta, seorang yatim piatu, tinggal bersama nenek tercinta dan seorang paman yang bernama Dardack El Vanezz.
Kehidupannya bagaikan seorang putri dalam sangkar, setiap hari selalu dipenuhi dengan tata krama dan peraturan yang ketat. Terlebih ia calon penerus kerajaan bisnis mendiang kedua orang tuanya.
Sang Nenek yang bernama Debora El Vanezz sangat menyayangi Ayah Cleo. Terlebih ia sangat tegas dan dapat berkerja sangat baik ketika menjadi pemimpin perusahaan.
Masa kecil Cleo memang dipenuhi dengan kasih sayang. Namun semua hancur karena keserakahan adik ayahnya yang tidak terima karena kursi kepemimpinan jatuh kepada Ayah Cleo.
Flash back
"Sayang, karena ini weekend sebaiknya kita pergi jalan-jalan yuk, apalagi Papa libur."
"Boleh Ma, Ayuk! Sekolah Cleo juga libur kalau akhir pekan," ucap Cleo dengan bahagia.
"Oke, kalau begitu, kamu bersiap-siaplah. Mama akan membantumu."
"Baik, Ma," ucap Cleo dengan riang.
Cleopatra memang sangat patuh dan sopan.
Terlebih setiap hari Cleo selalu mengikuti pendidikan kelas atas. Mulai dari belajar tata krama, les piano, les empat bahasa belum lagi kegiatan ekstrakurikuler yang wajib ia ikuti.
Beruntung Cleo tidak pernah rewel, sehingga ia sama sekali tidak pernah mengharapkan sanjungan dari keluarga besarnya. Cleopatra tumbuh cantik dan menawan. Kecerdasannya mampu menyamai orang dewasa.
Akan tetapi, Dardack tidak menyadarinya. Fokusnya saat ini hanyalah untuk membuat kakaknya lenyap.
Sejak kecil, Cleopatra memang dipersiapkan untuk menjadi CEO Wanita di usia remajanya kelak. Namun, keberhasilan sang Ayah Fernandez El Vanezz dalam mengelola kerajaan bisnis Amour El Vanezz tidak disukai adiknya.
"Posisi itu seharusnya menjadi milikku, kau terlalu serakah Fernandez!" ucap Dardack El Vanezz, adik kandung Fernandez.
Sejak lama Dardack mengincar posisi CEO, namun sang ibu lebih memilih putra kesayangannya yang menduduki posisi itu. Sehingga muncullah benih-benih kebencian. Hingga ia merencanakan sebuah hal yang sangat keji untuk kakak kandungnya tersebut.
"Tunggulah sebuah kejutan besar yang siap menantimu hari ini, dan setelah itu kau akan bahagia selamanya bersama keluarga kecilmu itu."
Saat ini Fernandez sudah memakai pakaian santainya. Perpaduan pakaian yang ia kenakan pagi itu membuatnya terlihat awet muda. Ia memakai atasan kaos oblong dan celana Chino berwarna cream yang senada.
Sangat cocok dengan kulitnya yang cerah. Penampilannya kali ini sangat berbeda dengan biasanya yang memakai stelan jas rapi dan berdasi. Meskipun begitu, apapun pakaian yang ia kenakan selalu enak dipandang.
"Wah, kamu tampan sekali, Sayang. Mau memikat wanita mana lagi?" tanya Amora istri Fernandez.
Fernandez menarik tubuh istrinya dan menghujaninya dengan kecupan kasih sayang.
"Kamu bicara apa, Sayang. Satu-satunya wanita yang mengisi hatiku hanyalah dirimu. Jadi untuk apa kamu khawatir?"
Fernandez hendak mendaratkan sebuah kecupan pada bibir mungil di wajah Amora, tetapi ia menahannya dengan jari telunjuknya.
"Sstt, ada putri kita Cleopatra di luar sedang menunggu, tidak baik jika ia sampai melihat kita seperti ini?"
Fernandez tergelak akan ucapan ratunya barusan. Akan tetapi itulah yang membuat ia semakin mencintai Amora. Meskipun Amora bukan berasal dari keluarga bangsawan, tetapi ia mempunyai sikap dan perilaku seperti kelas atas.
"Aku memang tidak salah memilihmu, Sayang."
Amora hanya mengerling ketika suaminya memuji barusan. Lalu ia bergegas keluar kamar dan menemui putri kecilnya, Cleopatra.
Tidak lama kemudian, Fernandez segera menyusul. Setelah semua siap, mereka bertiga pergi berlibur dengan mengendari sebuah mobil caravan. Sesuai dengan rencana Dardack ketiga orang itu keluar diiringi pengawalan yang ketat.
Cleopatra yang jarang liburan sangat menikmati suasana pagi itu. Langit yang cerah dipadukan dengan jajaran tanaman di pinggir jalan membuat lukisan indah di dalam kelopak mata Cleo. Belum lagi bunga-bunga kecil yang bermekaran di tepi jalan seolah berbahagia bersamanya.
"Sayang, kamu senang tidak bepergian pagi ini?" tanya Amora sambil mendekap tubuh mungil putrinya.
"Senang sekali, Ma. Ternyata pergi tamasya sangat mengasyikkan."
"Ha ha ha, ini baru perjalanannya, Sayang. Nanti kalau kita sudah sampai di tepi pantai, kamu pasti akan lebih bahagia."
"Benarkah, Pa. Jadi kita akan pergi ke pantai?" tanya Cleo dengan wajah berbinar.
Fernandez mengangguk bahagia, begitu pula dengan Amora yang tersenyum ke arah sang putri.
"Wah, Cleo sudah tidak sabar untuk sampai ke sana."
Keceriaan mereka tidak berlangsung lama, karena tiba-tiba saja dari arah berlawanan terdapat sebuah truk container yang menyetir secara ugal-ugalan.
"Awas!" teriak Cleo saat bibir container menyentuh badan mobil bagian depan.
Ckit ... Brum ... Brum .....
"Sayang, lindungi putri kita!" teriak Fernandez ketika mobil caravan yang mereka naiki berguling-guling di jalanan.
Pagar pembatas jalan ternyata tidak mampu menahan mobil yang dikendarai Cleopatra dan kedua orang tuanya. Hingga akhirnya mobil tersebut masuk jurang dan meledak kemudian.
BOOM
Ledakannya terlihat sangat dahsyat, hingga kobaran apinya sampai terlihat membubung tinggi. Sesaat kemudian berganti mobil container yang meledak. Sehingga suasana jalanan pagi itu terlihat sangat kacau.
Sang nenek Debora El Vanezz yang sedang menikmati indahnya suasana pagi itu di taman panik, ketika Dardack memberitahukan jika mobil yang dikendarai kakaknya kecelakaan dan meledak di tepi jurang.
"Apa! Jangan bercanda kamu, Dardack!" ucap Debora dengan mata berkaca-kaca.
"Pengawal, segera kerahkan semua pihak untuk menyelidiki kasus ini dan temukan mobil putraku!"
"Ba-baik, Nyonya!"
"I-ibu tenanglah dulu, aku akan mengurusinya!"
"Tenang katamu! Bagaimana seorang ibu bisa tenang ketika putranya dalam keadaan bahaya!"
Tiba-tiba Debora terduduk lemas, bibirnya bergetar. Ia tidak bisa membayangkan nasib Cleo, cucu kesayangannya itu.
"Cleo, bagaimana dengan Cleo?"
Tangisnya pecah seketika. Buliran kristal bening itu mengucur deras dari kedua kelopak mata tua Debora.
"Sayangku, bertahanlah Nenek akan menolongmu!"
Sementara itu, sebuah keajaiban terjadi. Sesaat sebelum mobil itu meledak, Amora sempat mendorong tubuh kecil Cleopatra keluar dari mobil.
"Jika Mama dan Papa meninggal, kamu harus selamat, Sayang," ucap Amora sambil berlinang air mata.
Sementara itu suaminya, Fernandez telah berlumuran da-rah. Ia yakin jika suaminya telah meninggal. Harapan satu-satunya adalah melihat putrinya selamat.
"Semoga kamu bisa membalaskan dendam kami, Nak. Selamat tinggal."
Saat didorong keluar dari mobil, Cleo dalam keadaan pingsan. Keningnya berda-rah karena terantuk bebatuan curam. Beruntungnya saat ledakan terjadi lokasi Cleo sangat jauh dari mobil caravan yang meledak itu.
Sementara itu, suasana di kediaman El Vanezz terlihat suram. Berita kecelakaan yang dialami oleh Fernandez menyebar begitu cepat hingga semua kalangan bisnis mengetahui kabar terbarunya.
"Selamat tinggal kakak, semoga kamu bahagia di alam sana, ha ha ha ...." ucap Dardack sambil memandang jauh hamparan langit kota Scotland pagi itu.
Bersambung
Akhirnya Cleo dinyatakan selamat. Setelah pencarian panjang semata dua hari dua malam, pihak kepolisian berhasil menemukan Cleo. Gadis mungil itu tubuhnya tersangkut pada sebuah akar pohon.
Beruntung hujan salju tidak membuatnya terkena hipotermia. Justru sepertinya salju itu yang menutupi tubuhnya, ketika ledakan mobil tersebut terjadi dan asapnya menjulang tinggi ke angkasa.
Mengetahui jika cucunya selamat, Debora bersuka cita.
"Syukurlah jika cucuku selamat, cepat berikan perawatan terbaik untuknya!" titah Debora El Vanezz pada kepala Rumah Sakit.
Semua pihak bersuka cita ketika Cleopatra dinyatakan selamat. Hanya satu orang yang tampak sekali tidak bahagia akan hal ini, yaitu sang paman, Dardack.
"Kenapa anak ingusan itu selamat! Harusnya ia ikut mati saja bersama kedua orang tuanya!" ucapnya geram.
Dardack tampak menghisap cerutunya dalam-dalam, hingga setelahnya menendang kursi kebesaran Fernandez El Vanezz.
"Buang dan ganti dengan kursi yang baru! Mulai besok aku yang akan memimpin perusahaan!"
Salah satu ajudannya maju dan membungkuk hormat, "Ba-baik, Bos!"
Di sebuah ruang UGD, seorang gadis mungil harus dirawat secara intensif di sana. Berapa alat bantu pernafasan dan infus menempel pada tubuh kecilnya. Wajah Cleo terlihat pucat pasi, sementara itu kedua matanya masih tertutup sempurna.
Debora masih tampak sibuk menjaga cucu satu-satunya tersebut. Sementara itu Dardack yang memegang kendali di perusahaan. Tidak ada rasa curiga sama sekali yang ditujukan oleh Debora kepada putra bungsunya tersebut, karena sebelumnya ia memang seringkali meminta tolong Dardack untuk memegang perusahaan jika Fernandez pergi ke luar negeri.
"Ma, sebaiknya Mama fokus pada kesembuhan Cleo, biarkan aku yang menjaga stabilitas perusahaan."
"Baiklah kalau begitu, aku percaya padamu."
"Terima kasih, Ma."
Akting Dardack memang sempurna. Di hadapan ibunya ia mampu mempunyai dua wajah yang berbeda. Tidak banyak pula yang mengerti kenapa Debora bisa memberikan kedudukan itu untuknya.
Beruntung di awal kepemimpinannya perusahaan mengalami kenaikan. Sehingga terlihat jika kinerja Dardack hampir menyamai kakak sulungnya.
"Hm, rasanya sungguh menyenangkan jika tonggak kepemimpinan berada di tanganku, karena aku bisa membuktikan jika kemampuanku hampir menyamai dirinya."
Sembilan belas tahun kemudian.
Pemilik iris mata coklat itu telah membuka mata. Namun keindahan dunia telah raib dari kedua matanya sejak dua belas tahun yang lalu. Di mana sebuah kejadian telah merenggut semua kebahagiaan di dalam dirinya.
Buta, Cleopatra dinyatakan mengalami kebutaan sejak kecelakaan maut tersebut. Cahaya di dalam hidupnya direngut paksa bersamaan dengan kematian kedua orang tuanya.
Namun, air mata Cleo telah mengering. Semua duka dan nestapa yang ia rasakan saat itu sudah perlahan-lahan terkubur. Kini ia sudah terbiasa dengan dunianya.
"Cleo, hari ini nenek ada perjamuan, apa kamu mau ikut?" tanya Debora lembut.
Setelah Cleo selesai belajar empat bahasa, ia pasti akan menghibur dirinya dengan bermain piano. Saat ini Debora ingin mengajaknya menghadiri sebuah perjamuan. Ia pun pergi mendekati cucunya.
Cleo menoleh ke arah sumber suara sambil tersenyum. "Nanti Cleo pikirkan, Nek. Saat ini Cleo ingin sendiri."
"Baiklah, aku tunggu kabar baikmu."
Tepat dua belas tahun yang lalu, hari itu Cleo bersama kedua orang tuanya akan pergi tamasya. Namun, kecelakaan maut telah merusak segalanya. Cahaya hidupnya harus menggelap bersama kepergian Fernandez dan Amora.
Cleo berjanji tidak akan pernah melupakan hari itu seumur hidupnya. Beruntung kecerdasan dan semua ketrampilannya tidak ikut terkubur di sana. Sehingga ia bisa mengasahnya lebih dalam lagi.
Sejak kedua matanya tidak dapat difungsikan, Cleo hanya mengandalkan indera pendengaran dan juga instingnya. Meskipun ia tidak bisa melihat, Cleo bisa menyadari kehadiran seseorang di sisinya.
"Miss Vallery, kenapa masih berdiri di situ?" sapa Cleo pada gurunya.
Miss Vallery tersentak ketika ia menyadari jika Cleo bisa menyadari kehadirannya. Ia tersenyum ketika Cleo terlihat masih menikmati setiap alunan nada yang tercipta dari tuts piano yang ia tekan.
"Aku selalu terhanyut akan permainan tuts piano yang kau mainkan. Entah kenapa ada sebuah kedamaian hati yang tercipta di sana."
"Miss bisa saja, bukankah setiap aku memainkannya rasanya akan sama saja."
Cleo tampak menunduk, ia berhasil memendam rasa sakitnya selama ini, namun tidak bisa menyembunyikan dari gurunya tersebut.
Miss Vallery adalah saksi hidup bagaimana kerasnya Cleo berjuang selama dua belas tahun ini. Ia berusaha dengan keras untuk menaklukkan berbagai bidang meskipun ia buta.
Miss Vallery mendekat dan memeluk Cleo, membiarkan dirinya melepas semua penat yang menghimpit jiwa raganya. Salah satu tangan Miss Vallery mengusap perlahan rambut coklat milik Cleo.
"Kamu tahu, seorang permata tidak pantas untuk menangis. Karena hal itu bisa menghapus semua keindahan di setiap pancaran kemilaunya."
Cleo mendongak, "Tetapi aku bukan permata, Miss."
Jari telunjuk Miss Vallery mendarat di ujung bibir Cleo, "Tidak sepantasnya kita merutuki nasib. Tuhan memang sudah mempersiapkan sebuah rencana yang indah untukmu. Hanya saja ia ingin melihat di mana batas kesabaranmu. Percayalah suatu saat nanti, kebahagiaan akan menyertai langkahmu."
"Apakah aku masih sempat untuk bisa menemukan cahaya itu kembali. Rasanya sudah sangat lama, ia meredup dan bahkan meninggalkan aku."
Tampak sekali jika ada sebuah kerapuhan di dalam hati Cleo, namun Miss Vallery akan selalu menyemangatinya.
......................
Di sebuah perusahaan teknologi terbesar di negara A, seorang pemuda tampan sedang memimpin jalannya rapat. Kehidupan monoton sudah ia jalani selama lima tahun terakhir.
Kerja dan kerja itulah makanan pokoknya setiap hari. Namun hal itu sebanding dengan prestasinya di dalam kerajaan bisnisnya.
Tango de Laurent, lelaki berusia 27 tahun itu merupakan seorang CEO muda dari sebuah perusahan teknologi yang sedang mencapai puncak karirnya. Di tangan dinginnya ia bisa menciptakan berbagai teknologi informasi tercanggih. Sehingga apapun terobosan yang ia lakukan bersama Juno selalu memikat para investor.
Kesuksesan Tango berbanding terbalik dengan kisah cintanya. Tango adalah lelaki yang dingin, dan susah didekati kaum hawa. Beruntung sejak kecil ia sudah dijodohkan dengan anak sahabat ayahnya. Sehingga ia tidak takut jika akan menjadi perjaka sampai tua.
Satu pekan lagi mereka akan bertemu untuk membahas sebuah acara pertunangan. Juno yang mengetahui hal itu sangat bahagia karena beruang kutubnya akan memiliki pasangan.
"Akhirnya penantian panjangku berakhir bahagia. Sahabatku akan segera menikah."
"Diam kau! Jika wanita itu berani memasuki hidupku, berarti ia telah siap masuk ke dalam duniaku. Akan aku buat dia merasakan bahagaimana hidup penuh perjuangan."
"Enak saja, masuk dalam hidupku langsung menjadi ratu. Memangnya uang bisa muncul tanpa kerja keras?"
"Ja-jadi apa kau akan memperlakukan dirinya seperti pelayan?"
"Tentu saja, wanita yang berada di sisiku harus wanita tangguh dan smart. Tidak ada ca-cat sedikitpun di dalam dirinya."
Juno mengangguk setuju, akan tetapi ia tidak bisa membayangkan wanita model apa yang akan bersanding dengan sahabatnya itu.
Tango menyentak lamunan Juno, "Tidak usah bersusah payah melamunkan hal yang belum terjadi. Kerjakan saja tumpukan berkas di hadapanmu itu, baru lanjut bermimpi!"
"Jadi kamu masih membebaniku dengan tumpukan berkas breng-se-k ini?"
"Tentu, tidak ada dalam kamus ku jika weekend tiba maka asisten ku bisa bersenang-senang!" ucapnya sambil tersenyum simpul.
"Dasar beruang kutub luck**t. Awas saja kau aku kutuk perjaka sampai tua!" ucap Juno sambil bersungut-sungut.
BERSAMBUNG
.
.
Hai-hai, ketemu lagi sama othor Fany. Semoga tidak bosan dengan karya barunya. Jangan lupa tekan Favorit dan ikuti keseruan kisah kasih Cleo dan Tango ya.
Jangan lupa Vote dan dukungannya, terima kasih banyak.
"Apakah kau sudah mengatur pertemuanku dengan wanita itu?" tanya Tango dengan nada tegas.
"Tentu!" ucap Juno tanpa ragu.
Juno segera membuka buku catatan dan menjawab setiap pertanyaan dari sahabat serta atasannya itu. Namun, sebelumnya ia berdehem terlebih dahulu.
"Ehem, begini Tuan Tango de Laurent yang terhormat. Jadwal Anda hari ini adalah bertemu dengan Nona Cleopatra El Vanezz dan pihak keluarganya untuk memenuhi jamuan makan malam dari Keluarga El Vanezz."
"Hm, oke. Kalau begitu persiapkan busana terbaik untukku!"
"Dengan senang hati, Tuan."
Sesaat setelah Juno berlalu, Tango meletakkan pena di atas meja lalu menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya.
"Astaga drama apalagi ya, Tuhan," gumam Tango sambil memijit pelipisnya.
Hal yang paling ia benci di dalam hidupnya adalah sebuah acara perjodohan. Jika bukan karena janji dari kedua orang tuanya, perjodohan ini tidak akan terjadi. Beberapa saat kemudian, ia tersenyum menyeringai.
"Karena mereka memaksa, maka aku akan membuat wanita itu ilfeel terhadapku nanti," ucapnya senang.
Sementara itu di sebuah mansion, Cleopatra sedang bersama Miss Vallery. Ia sedang mempersiapkan Cleo dengan penampilan terbaiknya malam ini.
"Sayang, apa kamu bahagia?"
Cleo tersenyum masam. Sebaik apapun orang memberikan pujian kepadanya nyatanya di dalam penglihatannya hanyalah kegelapan.
Miss Vallery mengusap bahu Cleo.
"Maaf, Sayang. Bukan maksud dari Miss untuk menyakiti hatimu," ucapnya dengan nada lembut.
Sebenarnya ia hanya ingin membuat Cleo sedikit rileks, tetapi nyatanya Cleo sedang mencoba berdamai dengan dirinya sendiri. Sehingga rasa percaya dirinya akan muncul secara perlahan.
Setelah selesai merias wajah Cleo, kini Miss Vallery undur diri. "Kamu sudah cantik, Sayang. Miis pamit dulu, ya."
Cleo mengangguk. Tidak lama kemudian kini giliran sang nenek memasuki kamar Cleo. Dilihatnya cucu satu-satunya itu di depan kaca riasnya.
"Selamat malam, Sayang. Sudahkah kamu bersiap malam ini?"
Cleo menoleh, "Sudah, Nek. Mari kita pergi!"
Cleo memanjangkan The White Cane miliknya untuk membantunya berjalan. Sejak ia dinyatakan buta, Cleo membiasakan dirinya dengan lingkungan tempat tinggalnya dan sesekali menggunakan tongkatnya.
Namun, karena saat ini akan menghadiri perjamuan penting, ia membawa tongkatnya. Debora El Vanezz mendampinginya di sisi tubuhnya. Mereka berdua berjalan beriringan sampai di mobil.
Saat sampai di bibir mobil, Dardack membuka pintu mobil untuk Cleo dan Debora.
"Terima kasih, Uncle."
"Sama-sama, Sayang."
Meskipun awalnya ia tidak suka saat mengetahui Cleo selamat, saat ini ia sudah terbiasa dengan kehadiran anak kakaknya itu. Lagi pula Cleo bisa dijadikan pion dalam bidak caturnya nanti. Setidaknya kehadirannya masih sedikit berguna.
Apalagi saat Cleo menikah nanti, itu artinya bagian dalam perusahaannya akan berkurang dan bisa menjadi milik Dardack seutuhnya. Maka dari itu Dardack memainkan perannya dengan sangat hati-hati.
"Baiklah, mari kita berangkat!"
Malam ini, Dardack sendiri yang menyetir mobil untuk kedua orang penting dalam hidupnya itu. Perjalanan mereka sangatlah lancar. Apalagi suasana Kota Scotland sedang bersahabat.
Setelah menempuh satu jam perjalanan akhirnya mereka sampai di tempat perjamuan makan malam. Di sana pihak Keluarga De Laurent sudah menunggu kedatangan Cleo dan keluarganya.
Namun satu hal yang tidak disukai oleh Cleo yaitu pada saat neneknya meninggalkan tongkatnya di dalam mobil.
"Kenapa, Nek?"
"Kamu tidak membutuhkan hal itu, karena sebentar lagi kamu akan menjadi Nyonya Tango El Vanezz. Meski dalam keadaan menutup mata pun ia bisa melihat dunia dengan sangat cemerlang."
Cleo tampak kesal, ia mengepalkan tangannya karena neneknya terlalu percaya diri jika keluarga terpandang tersebut akan menerima kehadirannya yang buta.
"Percayalah padaku, Nenek tidak akan mengecewakan dirimu. Pemuda itu adalah pilihan kedua orang tuamu semasa kalian masih kecil. Nenek juga percaya pada kemampuannya."
"Tapi, Nek ...."
"Shttt ...."
Dari ujung pintu berdiri seorang pemuda tampan dengan iris mata berwarna biru, rambutnya yang pirang membuatnya semakin terlihat gagah sedang berdiri di sana. Dialah Tango de Laurent, CEO muda bertangan dingin yang sukses di usia muda.
Sejak Cleopatra turun dari mobil, pandangan mata Tango sama sekali tidak berkedip. Entah sihir apa yang membuat Tango tidak lepas memandangi Cleo.
Dengan diapit oleh Dardack dan Debora, Cleo berjalan menuju tempat berdirinya Tango.
"Selamat malam Nona Cleo dan Nyonya Debora "
"Selamat malam, Tuan Dimitri and Nyonya Rose."
Setelah cukup berbasa-basi akhirnya mereka masuk ke dalam. Kini Tango sedang mengulurkan tangan ke arah Cleo. Ia yang akan menuntun Cleo memasuki ruangan perjamuan.
Beruntung rasa pekanya membuat Cleo menyadari di mana Tango berada, hingga ia pun menyambut uluran tangan dari lelaki itu.
Melihat interaksi keduanya, Rose dan suaminya yakin jika Tango setuju akan perjodohan malam ini.
"Rasanya kita tidak salah memilih calon menantu, Pa."
"Betul sekali, Sayang."
Setelah semuanya duduk, beberapa saat kemudian hidangan utama malam itu segera dikeluarkan. Sebuah menu yang sangat spesial telah disajikan di atas meja bundar tersebut, yaitu haggis.
"Nah, makanannya sudah siap, bagaimana kalau kita mulai saja makan malamnya," ajak Nyonya Rose pada tamu undangannya.
Ketika mencium bau masakan, Cleo yang vegetarian mencium aroma daging.
"Mohon maaf sebelumnya, Tante. Apakah ada menu sayur atau salad?"
Nyonya Rose baru saja teringat akan kebiasaan Amora dulu, ia adalah vegetarian, sudah pasti putrinya seperti itu.
"Ada Sayang, sebentar."
Sebenarnya Cleo adalah vegetarian sehingga ia tidak akan makan daging. Ia pun menolak dengan bahasa yang halus agar tidak menyingung pihak keluarga De Laurent.
"Maaf, Sayang. Kami tidak tahu jika kamu tidak makan daging, kalau begitu Tante pesankan salad untukmu."
"Terima kasih, Tante. Maaf sebelumnya karena justru merepotkan Tante."
"Tidak apa-apa, Sayang. Tante mengenal baik mendiang Mama kamu yang vegetarian, sudah pasti kamu juga begitu."
Cleo tersenyum akan hal itu. Mamanya memang mengajarkan hal itu sejak Cleo kecil.
"Ada kalanya kita harus bersahabat dengan alam, jadi kita harus mencintai diri kita sendiri dengan lebih banyak makan buah dan sayur."
"Kalau makan daging, apa tidak boleh, Ma?"
"Boleh, Sayang. Hanya saja porsinya lebih baik dikurangi. Bukankah Cleo pecinta binatang?"
Cleo kecil mengangguk senang. Ia memang pecinta binatang sehingga akan sangat sulit memakannya suatu saat nanti.
Debora yang menyadari jika cucunya melamun segera menepuk pelan bahu Cleo.
"Kenapa kamu melamun, apa teringat mendiang ibu kamu?"
Cleo mengangguk kecil. Namun saat ini bukanlah saat yang tepat.
Dari seberang meja terlihat jika Tango mulai menyadari ada hal yang salah dengan Cleo.
"Apa gadis ini buta? Kenapa pupil matanya selalu tidak fokus?" gumam Tango penuh selidik.
Dimitri dan Rose tidak memberitahu tentang informasi penting itu pada putranya. Mereka sangat tahu jika Tango adalah seseorang yang perfeksionis. Takut rencananya akan gagal, mereka terpaksa menyembunyikan hal itu.
Namun, insting Tango begitu akurat. Prediksinya mengatakan jika kedua orang tuanya menyembunyikan sesuatu.
"Aku harus menyelidiki hal ini, aku merasa ada yang tidak beres dengan Cleo dan mereka."
Pandangan Tango tidak bisa lepas dari Cleo. Sebenarnya meskipun ia sedikit aneh, tetapi tidak mengurangi kecantikan alami yang ia miliki.
Apakah cinta itu bu-ta? Atau cinta bisa datang kapan saja? Entahlah ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!