NovelToon NovelToon

Pengantin Pengganti CEO Arogan

Bab 1

Suasana rumah dengan dekorasi janur dan bunga krisan warna-warni menambahkan aksen megah kediaman Bu Ana. Tamu yang hadir nampak merapat ingin menjadi saksi bersejarah menyatunya dua insan dalam janji suci pernikahan.

Pengantin putri pun sudah dirias dengan anggun siang itu. Semua keluarga nampak antusias menyambut pernikahan Mbak Rara dan Kak Seno yang sebentar lagi akan berlangsung. Keduanya bahkan sudah berpacaran sejak lama. Walaupun mempelai pria terlihat dingin dan tidak dekat dengan keluarga calon mempelai wanita. Namun, nyatanya sejoli itu berhasil mematahkan pandangan orang dengan stigma yang ada. Mereka hari ini akan menikah dan kurang dari satu jam acara akan dimulai.

MC kenamaan yang membawa acara tersebut baru saja memulai seiring dengan pembuka doa, tetiba mempelai wanita tiba-tiba mengeluh pusing dan mual. Perempuan itu izin menepi ke belakang meminta waktunya untuk rehat sejenak sembari menunggu pak penghulu yang siang itu belum datang.

"Ning, tolong ambilkan obat pusing Kakak, kenapa kepalaku semakin berdenyut," titah perempuan itu dengan wajah yang mulai memucat.

"Mbak kenapa? Belum sarapan? Makanya pusing," tebak Wening sok tahu. Kakaknya mungkin lupa mengisi perutnya karena saking sibuknya menyambut acara pernikahan itu.

Wening menurut, gadis itu masuk ke kamarnya dan mencari-cari obat pereda sakit kepala.

"Apa ini?" gumam gadis itu pada diri sendiri. Mengamati dengan detail benda pipih kecil persegi panjang yang tidak sengaja ia temukan.

Wening menutup mulutnya begitu menyadari apa yang telah ditemukan. Tidak ingin menerka, tapi entah mengapa gadis itu kepikiran dan resah sendiri.

Tak berselang lama Rara dibantu Seno masuk ke kamar menyusul adiknya yang diperintah cukup lama. Perempuan itu dipapah calon suaminya sembari memegangi kepalanya yang semakin pening dan berkunang-kunang.

"Ning, diperintah kok lama amat, sih!" omel Rara begitu memasuki kamar.

Gadis itu kaget dan tanpa sengaja menjatuhkan benda pipih itu tepat di depan tubuhnya. Seketika mata Seno dan Rachel mengikuti benda yang tak sengaja dijatuhkan gadis itu.

"Ngapain kamu!" Rara terlihat marah di sisa tenaganya yang mulai limbung.

Gadis itu bingung, namun lebih tepatnya terpaku pada wajah kakaknya yang semakin memucat.

"Aku suruh ambil obat, kenapa malah bengong!" bentaknya kesal.

"Maaf, Mbak, ini lagi dicari," ujar Wening gelagapan sendiri. Sengaja menginjak alat pendeteksi kehamilan itu agar tak terlihat oleh Seno maupun Rara.

Sayang sekali tatapan Seno lebih jeli dan ia menangkap gelagat yang tak biasa pada dua wanita di depannya.

Pria itu mendekat, berjongkok, lalu menyingkirkan kaki wening yang terbalut heels, menggeser perlahan. Dengan cepat mengambilnya tanpa ragu.

"Punya siapa ini?" tanya Seno menatap kakak beradik itu secara bergantian.

Wening terdiam, sementara Kak Rara menggeleng. Namun, sesaat Seno menyadari saat ini tengah di kamar Rara yang ikut dirias menyambut malam pengantin keduanya setelah akad.

"Punya siapa?" tekan Seno serius menatap dua perempuan yang begitu mirip itu.

Tiba-tiba Rara merasa semakin pusing, dan sesaat menjadi gelap. Sementara Pak Tomo dan Bu Ana ikut panik memasuki ruangan tiga kali tiga itu karena putri dan calon menantunya tak kunjung keluar padahal penghulu sudah datang.

"Kak Rara!" pekik Wening sigap membantunya. Seno langsung menggendong calon istrinya dan membawa ke ranjang. Sementara Pak Tomo dan Bu Ana jelas panik.

"Rara kenapa? Kenapa bisa pingsan saat acara mau dimulai?" tanya Bu Ana cemas.

"Tadi Kak Rara ngeluh sakit kepala dan mual, Bu, aku disuruh ngambil obat, tapi ...." Wening terdiam saat Seno menyorotnya dingin.

"Bagaimana ini, acara akan segera dimulai. Seno, kamu bisa tetap ijab qabul, Nak, biarkan Rara di sini, kondisinya tidak memungkinkan."

"Tapi, Bu, apa tidak sebaiknya kita panggil dokter untuk memeriksa Rara? Kenapa bisa pingsan, atau kita tunda dulu beberapa jam, sampai Rara sadar. Saya nggak bisa ninggalin Rara dalam kondisi begini."

Kedua orang tua dan calon besan nampak berdiskusi. Sepakat memanggil dokter untuk memeriksa calon pengantin perempuan. Semua menanti dengan cemas. Namun, ada gadis yang begitu resah, ia tengah menimang penemuannya dengan pikirannya sendiri.

"Apa ini punya kamu?" tanya Seno dingin. Pria itu sedikit menepi menyusul Wening yang sengaja meninggalkan kamar.

Ia bingung sendiri dengan apa yang terjadi. Tak menjadi apa kalaupun memang Rara hamil, toh mereka akan segera menikah, terka Wening kembali santai.

Wening menggeleng beberapa kali untuk memastikan. Seno semakin resah dengan jawaban calon adik iparnya. Kalau bukan punya Wening, kemungkinannya punya perempuan yang lainnya.

"Katakan dengan jujur, aku tidak akan memberi tahu kedua orang tuamu, dan aku anggap itu bukan urusanku sama sekali," tekan pria itu dengan acuh. Seno akan merasa lega dengan gadis itu mengakuinya. Namun, lagi-lagi Wening menggeleng dengan jujur.

Sementara di sudut ruangan Rara masih diperiksa dokter.

"Bagaimana, Dok?" tanya Bu Ana merasa khawatir.

Bab 2

"Bagaimana, Dok?" tanya Bu Ana merasa khawatir.

Dari ruangan yang berbeda muncul Bu Yasmin dan Pak Adi. Mereka menginterupsi agar ijab kabul segera dimulai. Penghulu sudah menunggu terlalu lama dan beliau masih mau mengisi acara di pernikahan lainnya.

"Sebaiknya kamu ijab dulu saja, Sen, tetap sah walaupun Rara di dalam, yang penting semua syaratnya sudah lengkap. Ada saksi, ada mahar, dan ada calon yang bersangkutan."

"Sebentar, Ma, nunggu pemeriksaan selesai. Seno tidak bisa menikah dengan perasaan begini," ujar pria itu mulai berpikiran negatif tentang calon istrinya.

Ini bukan kali pertama calon istrinya mual-mual seperti itu. Seminggu yang lalu saat tengah makan bersama juga Rara sempat mengeluh mual dan pusing. Saat hendak dibawa ke dokter, Rara menolaknya.

Seno masuk ke kamar mendekati ranjang. Terlihat Rara masih terbaring lemas dengan wajah pucat dan riasan yang sudah tidak beraturan.

"Bagaimana keadaan Rara, Dok?"

"Kondisinya ngedrop ya, mungkin karena kecapean. Untuk keluhan pusing dan mual bisa saja asam lambungnya naik, atau ada kemungkinan lainnya juga yang harus diperiksa lebih lanjut."

"Apa kemungkinan itu bisa saja hamil?" tanya Seno to the point.

Seketika Rara terkesiap mendapati pernyataan calon suaminya. Seno tidak peduli lagi jika pernikahannya batal, dari pada berlanjut dengan penuh kepalsuan dan pengkhianatan.

"Kamu ini ngomong apa, Sen? Kalian ‘kan baru mau menikah," ujar Bu Yasmin memperingatkan.

"Tapi Seno nemu ini di kamar ini, Bu. Kalau bukan punya Rara tentu saja punya perempuan lainnya!" ujar pria itu menatap dua perempuan dengan hubungan darah itu.

Kali ini Rara benar-benar syok berat mendengar pernyataan itu. Seno tidak bisa dibohongi, sungguh nasib baik saat ini berpihak padanya.

"Aku ingin dokter memeriksa Rara lebih lanjut," ujar Seno dingin. Hatinya diliputi kegalauan yang mulai bergemuruh hebat.

"Kamu itu ngomong apa, sih! Kita mau menikah nggak mungkin aku hamil," sanggah Rara cepat. Mencoba menguasai tubuhnya yang belum sehat benar.

"Buktikan saja, Ra, kalau memang pada kenyataannya itu benar, kamu tidak bisa menutupi itu dari kami, dan pernikahan ini tidak akan pernah terjadi."

Suasana menjadi semakin kacau. Tidak mungkin dibatalkan sementara tamu undangan sudah banyak yang hadir. Bahkan jika kedua mempelai itu keluar, sudah pasti akan segera berlangsung acara tersebut.

"Jawab Ra. Silakan periksa Dok!" titah Seno tak sabar. Kalau memang benda itu bukan punya Rara, seharusnya perempuan itu tidak harus mengulur waktu dan cepat melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

"Aku ingin membatalkan pernikahan ini, tak peduli dengan yang tengah berlangsung di luar," ucap pria itu sungguh-sungguh.

"Baiklah. Iya, aku akui itu milik aku. Tapi aku mohon, Sen, jangan batalkan pernikahan ini atau keluarga kita akan malu. Tolong jangan batalkan, setelah ini kamu boleh menceraikan aku," mohon Rara mulai menangis.

Sayangnya Seno tak mempan dengan senjata air mata calon istrinya. Dadanya semakin bergemuruh sesak, kecewa, dan benar-benar merasa sakit hati atas pengkhianatan ini.

Pernikahan dengan Rara jelas tidak mungkin. Seno tidak mungkin melanjutkan pernikahan itu saat calon istrinya bahkan tengah mengandung benih orang lain.

"Kenapa tidak Wening saja yang menggantikan kalau Rara hamil," usul Bu Yasmin penuh solusi.

"Hah!" Mata Wening membulat.

Bahkan seisi ruangan nampak syok dengan ide yang terlontar dari wanita paruh baya itu.

Gadis itu jelas menolak mentah-mentah. Bahkan umurnya saat ini belum genap delapan belas tahun, bagaimana bisa ia menikah saat dirinya masih duduk di bangku sekolah.

"Saya setuju," sambung Pak Adi tak mau malu.

Sementara kedua orang tua Wening jelas galau. Kenapa harus putri kecilnya ikut terlibat. Ia bahkan masih terlalu kecil untuk berumah tangga.

"Pikirkan saja cepat, kalau dibatalkan keluarga kita akan malu, ditambah anakmu yang hamil di luar nikah harus jelas siapa yang menjadi ayah pada kehamilannya."

Sakit hati, kecewa, dan sedih menjadi satu pada ibu dua anak itu. Antara kasihan dengan Rara yang gagal menikah, dengan bingung harus mengiyakan usulan calon besannya itu.

"Maaf, Tante. Wening tidak bisa, umur kami terpaut jauh, dan Wening masih ingin sekolah, lagian tidak mungkin juga saya nikah dengan Kak Seno, lha wong dia cintanya sama Kak Rara."

"Kamu tidak punya hak untuk menolak, seharusnya membantu memikirkan solusinya. Ya dengan mau menjadi pengantin pengganti untuk kakakmu, atau pernikahan ini batal!"

Pak Tomo mendadak merasakan nyeri pada dadanya. Ia hampir tidak bisa berpikir jernih dengan keadaan yang ada.

Sementara Rara hanya pasrah dengan keputusan keluarga. Hatinya sakit, jelas ini juga salahnya. Demi menyelamatkan kehormatan keluarga, ia harus rela calon suaminya menikah dengan adiknya sendiri yang bahkan masih belasan.

Bab 3

Tepat lima belas menit yang lalu, Seno baru saja melafalkan ijab kabul dengan gadis belia yang seharusnya menjadi calon adik iparnya. Gadis itu masih tidak percaya kalau detik itu ia bahkan sudah menjadi seorang istri dari pria dewasa yang terlihat dingin dan tak banyak bicara semenjak tadi.

Bahkan untuk sesi foto setelah pernikahan pun dilakukan dengan terpaksa mengingat Seno dan Wening tidak ada ketertarikan sama sekali. Atau mungkin belum.

Suasana masih begitu aneh saat para tamu undangan menyalami pengantin untuk memberi selamat. Selamat yang bagaimana? Bahkan mereka tengah berada dalam kekalutan hati masing-masing.

Menjelang sore tamu-tamu mulai membubarkan diri. Wening yang saat itu sudah menjadi istrinya Seno pun menolak saat ingin diboyong keluarga Bu Yasmin. Sementara Seno tidak begitu peduli, ia langsung masuk ke mobil begitu acara selesai. Pria itu masih dirundung kecewa dan sakit hati atas penghianatan Rara padanya.

Walaupun mereka mempunyai garis wajah yang sama. Bahkan begitu mirip sekalipun, tetap saja Seno tidak bisa mencintai perempuan yang bahkan saat ini masih berstatus siswa di sekolahnya.

"Kemasi barangmu, Nak, ikutlah keluarga barumu," ujar Bu Ana tidak ada pilihan sama sekali. Belum lagi pandangan nanti tentang Rara yang gagal menikah plus hamil di luar nikah. Perempuan paruh baya itu merasa gagal menjadi orang tua untuk putri-putrinya.

"Bagaimana dengan sekolah saya, saya masih ingin melanjutkan, saya tidak mau ikut," tolak Wening tak mau tahu.

Gadis itu bersedia menggantikan bukan berarti harus menjadi istri sesungguhnya. Dirinya jelas belum siap menjadi seorang istri apalagi ibu rumah tangga.

"Baiklah, kalau begitu biar kami pulang dulu. Seno, kamu tunggu di sini beberapa hari sekalian mengurus kepindahan sekolah Wening," ujar Bu Yasmin sesimple itu.

"Maaf, Tante, saya tidak mau pindah, bolehkah saya tetap di sini? Tak mengapa kalau Kak Seno pulang saja."

"Kamu pikir saya mau menunggumu, apa? Jangan ge-er ya, aku juga tidak mau dengan pernikahan sialan ini," ujar pria itu dingin. Hatinya tiba-tiba mendendam mengingat kenyataan yang ada di depan mata.

Pernikahan yang indah dengan pesta yang meriah, disusul bulan madu romantis pun ambyar gagal total karena suasana yang bahkan sangat menjengkelkan bagi Seno. Pria itu jelas geram dengan sifat tidak keterbukaannya Rara yang sengaja menutupi kehamilannya dan berusaha menipu semua orang.

Walaupun pernikahan itu berlangsung dengan orang yang begitu mirip dengan Rara sebelumnya. Seno terlanjur kecewa dan sakit hati dengan permainan yang ada.

Kesal, dan jengkel itulah yang dirasakan Seno. Namun, pria itu menuruti kedua orang tuanya untuk tetap tinggal malam ini dan esoknya mengurus kepindahan Wening.

Pria itu memutuskan untuk tetap meninggalkan rumah mertuanya dengan menginap di hotel terdekat. Tidak sudi rasanya tetap berada di sana apalagi sampai sekamar dengan bocah belasan tahun. Sungguh bukan solusi.

"Besok saat aku sampai di sini, kamu harus sudah siap!" ujar Seno dingin.

"Tidak usah ke sini, pulang saja sekalian. Jangan menjemputku, aku juga tidak akan ikut denganmu."

"Kamu tidak punya pilihan untuk menolak, dan kekacauan ini terjadi akibat ulah dari saudarimu, jadi jangan banyak kata dengan membuat aku kesal."

"Maaf ya Kak, Om, Pak! Kenapa tidak tetap nikah saja sama Kak Rara, atau jangan-jangan kamu lari dari tanggung jawab ya?" tuduh Wening tidak masuk akal.

Kalau itu perbuatan Seno, sudah pasti tidak akan mempermasalahkan semuanya. Jelas-jelas pria itu merasa sakit hati lantaran belum pernah menyentuhnya malah udah isi duluan. Semakin kesal saat Rara mencoba membohongi semua anggota keluarga. Beruntung bisa diketahui. Bagaimana kalau mereka benar-benar menikah? Bisa jadi Seno menyiram bibit orang lain yang sudah tumbuh di ladangnya. Mengingat semua tentang kenangan manis yang ada, membuatnya semakin membenci dengan keadaan yang ada.

"Kamu pikir menikah dengan Rara menyelesaikan masalah? Yang ada nambah masalah!" bentaknya ketus.

"Nggak usah kenceng-kenceng dong, nggak budeg juga kali. Udah sana buruan pergi, tuh udah ditungguin Tante Yasmin," ujar Wening mencoba tetap berani. Ia tidak mau tertindas oleh kaum lelaki yang bergelar suami. Baginya kalau tidak suka dengan apa yang telah terjadi dan perbuat silahkan cerai saja. Solusi yang paling tepat saat ini.

"Biar kamu ngerti, di sini kamu tidak diharapkan sama sekali. Jadi, jangan coba-coba membuat masalah!"

"Bodo amat! Aku juga tidak minat mengikuti dirimu. Kita hanya terikat di atas kertas anggap saja begitu. Tidak usah repot mengurusi hati aku ataupun hati kamu. Tapi aku sarankan kalau mau cepat move on, seharusnya jalan dengan orang yang baru."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!