NovelToon NovelToon

Jodoh Yang Tertunda

Menempuh Hidup Baru

Di atas ranjang yang berada di dalam ruangan kecil bercat kuning, tengah terbaring seorang gadis yang masih mengenakan baju pengantin sederhana berwarna putih.

Sungguh malang nasibnya, pria yang akan mengucapkan Ijal Kobul untuknya ternyata tidak hadir pada hari itu.

Marsya kehilangan kesadarannya setelah ia mendengar kabar bahwa calon suaminya membatalkan acara pernikahan dengannya. Fahra dan Yasmin bahkan menyempatkan untuk hadir ke acara pernikahan Marsya, namun sayang sekali kedua sahabat Marsya malah menyaksikan kejadian yang memilukan.

"Nak, bangun Nak!" ucap Siti seraya menepuk pipi Marsya dengan lembut, Siti adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki saat ini.

Marsya memegangi pelipisnya, ia merasakan kepalanya berdenyut. Dengan perlahan Marsya mendudukkan tubuhnya, "Bibi.." ucap Marsya menatap sendu bibinya itu.

Siti membawa Marsya kedalam pelukannya, ia merasa sedih melihat kondisi keponakannya saat ini. Air mata Marsya hampir jatuh karena tidak sanggup menerima kenyataan, kedua sahabatnya berusaha membantu Siti untuk menenangkan Marsya.

"Sabar ya Sya, mungkin dia memang bukan laki-laki yang baik untuk kamu." ucap Yasmin sambil mengusap punggung Marsya, Fahra menganggukkan kepalanya karena setuju dengan ucapan Yasmin.

"Bu Siti, mempelai prianya sudah datang." seseorang berteriak sambil berlari menghampiri Siti.

"Apa, benarkah?" tanya Siti. Iya bersyukur ternyata pernikahannya bisa dilanjutkan. Begitu juga Marsya, senyumnya mengembang setelah mendapat kabar baik itu.

"Syukurlah mas Ferdi datang, aku yakin dia tidak akan mengecewakan ku." ucap Marsya dalam hati.

Siti membantu Marsya berdiri dan membawanya keluar dari kamar, Yasmin dan Fahra berjalan di sampingnya dan menuntun Marsya. Walaupun sebenarnya mereka lebih suka pernikahan Marsya batal, bukan karena mereka tidak suka pada Marsya, tapi mereka takut Marsya akan menderita menikah dengan laki-laki yang bahkan sempat membatalkan pernikahannya.

Namun Fahra dan Yasmin tidak kuasa untuk mengutarakannya kepada Marsya, mereka tidak ingin merusak kebahagiaannya.

Kedua sahabatnya mendudukkan Marsya di kursi yang telah disediakan untuk upacara ijab kabul, sedangkan mereka duduk dibelakang Marsya untuk menyaksikan upacara sakral itu.

Pak penghulu memulai acara ijab Kobul, karena sudah terlalu lama di tunda. Ia mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan mempelai pria, karena ayah Marsya sudah meninggal jadi wali nikahnya di gantikan oleh wali hakim.

"Sudah siap?" tanya pak penghulu sambil tersenyum.

Mempelai pria menganggukkan kepalanya karena gugup.

Di awali dengan mengucap dua kalimat syahadat, acara ijab Kobul pun di mulai.

"Saya terima nikahnya Marsya Aulia binti Mansyur dengan mas kawin sepuluh gram emas di bayar kontan." dengan lantang ia mengucap Ijal Kobul dalam satu tarikan nafas.

"Sah?" tanya penghulu.

"Sah." ucap semua orang yang menyaksikan.

Mempelai pria itu menoleh ke arah Marsya dan mengulurkan tangannya, Marsya pun mencium punggung tangannya setelah itu ia menatap wajah laki-laki yang kini sudah sah menjadi suaminya.

Mata Marsya membulat sempurna, ia terkejut melihat wajah suaminya. "Alex?" pekik Marsya.

Seperti halnya Marsya, Fahra dan Yasmin pun ikut terkejut. "Alex?" Yasmin dan Fahra menutup mulut mereka yang menganga, ternyata laki-laki yang kini menjadi suami Marsya adalah orang yang sudah lama mereka kenal.

Marsya berdiri dan memelototi Alex, "Kenapa kamu di sini?" cerca Marsya. Alex hanya menanggapi pertanyaan Marsya dengan santai, ia tak bisa menahan bibirnya untuk tersenyum.

"Seperti yang lu lihat, gua di sini menggantikan calon suami lu yang kabur." jawab Alex dengan entengnya.

"Nggak bisa, ini nggak mungkin." panik Marsya. Karena terlalu gugup, Marsya bahkan tidak sempat untuk melihat calon suaminya terlebih dulu.

Kini Marsya menjadi tontonan dan bahan olok-olok semua orang yang berada di sana, bahkan pak penghulu pun ikut heran melihat tingkah Marsya.

"Pak penghulu, pernikahan ini tidak sah. Saya tidak tahu jika pengantin laki-lakinya adalah dia." Marsya menyangkal semua yang telah terjadi padanya.

"Maaf nak, pernikahan ini sudah sah. Pernikahan bukanlah sesuatu yang dapat dibatalkan semudah itu, bahkan jika kamu tidak menginginkannya." terang pak penghulu.

Pak penghulu beranjak dari tempat duduknya, ia merasa kesal dengan pengantin yang baru saja ia nikahkan. Pak penghulu menghentikan langkahnya dan berbalik, "Pikirkanlah, dan ambil hikmah dari semua kejadian ini. Bapak harap kalian bisa bahagia." ucapnya dan berlalu pergi.

Marsya jatuh terduduk di kursi, ia tidak percaya hidupnya akan menjadi rumit seperti ini. Seluruh tubuhnya bergetar, karena menahan amarah. Akhirnya para kerabat memutuskan untuk membubarkan acara.

Seorang wanita paruh baya berpakaian syar'i lengkap dengan jilbab berwarna senada mendekatinya. "Nak, maafkan anak ibu! Dia tidak bermaksud jahat. Alex hanya ingin membantu." ucapnya lembut, ia mengusap punggung Marsya untuk berusaha menenangkannya.

"Maaf Bu, jadi pemuda ini anak Ibu Mayang?" tanya Siti.

"Iya, Alex ini anak saya. Saya harap Bu Siti dan Nak Marsya bisa menerima niat baik anak saya." pinta ibu Alek yang ternyata bernama Mayang.

Yasmin, Fahra dan Marsya tidak percaya mendengar penuturan Mayang, namun tidak ada yang berani menjawab perkataannya karena Mayang terlihat sangat baik.

"Saya hanya bisa mengucapkan terima kasih kepada ibu, karena anak ibu sudah mau membantu Marsya." ucap Siti penuh haru.

Marsya menatap bibinya kesal, ia tidak mengerti kenapa bibinya bisa berbicara seperti itu.

"Alex, aku masih nggak percaya kenapa kamu..?" ucapan Yasmin menggantung di udara, ia tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan Alex kali ini.

"Sudahlah, anggap saja ini semua sudah takdir!" kata Alex tanpa beban.

Siti mempersilahkan Alex, Mayang dan sahabat Marsya untuk masuk ke dalam rumah.

"Tapi Bi.." Marsya ingin protes, namun ia merasa tidak enak dengan ibunya Alex.

Siti menjamu semua orang dengan layak, walaupun makanannya terlihat sederhana. Semua orang memakan hidangan yang tersaji, kecuali Marsya dan Alex. Mereka sibuk dengan ponselnya masing-masing.

Sebenarnya Siti lah yang mengundang Mayang untuk menghadiri pernikahan Marsya, Mayang adalah salah satu langganannya. Mayang sering memesan katering darinya, dan mereka menjadi lebih akrab.

Beberapa saat yang lalu

Alex menemani ibunya untuk menghadiri undangan salah satu kenalannya, sebelumnya Alex sempat menolak ajakan Ibunya. Namun Mayang memaksa karena tidak ada yang mengantarnya, dan akhirnya Alex tidak bisa menolak permintaannya.

Setelah tiba di tempat undangan, Alex dan Mayang duduk di kursi yang sudah tersedia. Bukan di dalam gedung melainkan di depan rumah kecil saling berdempetan.

"Bu, siapa sih yang mau menikah?" tanya Alex, sebenarnya ia tidak tahan berada di tempat yang kumuh (menurutnya).

"Keponakan temen ibu, ibu hanya menghormatinya saja. Tidak sopan jika ibu tidak menghadiri undangannya." jelas Mayang.

Alex mengerti dan menganggukkan kepalanya, ia bermain ponsel untuk menghilangkan rasa bosan.

Tiba-tiba orang-orang mulai berbisik. "Kasihan Marsya yah, calon suaminya membatalkan pernikahannya." ucap salah satu tetangga.

Merasa terganggu, Alex pun mulai mencari tahu apa yang sedang terjadi.

"Bu, ada apa sih heboh banget." tanya Alex.

Mayang memutuskan untuk mencari tahu, karena ia pun mulai penasaran.

"Bu, ada apa ya? Kok heboh banget." Mayang bertanya kepada seorang wanita yang ada di sampingnya.

Wanita itu menghela nafasnya, "Kasihan si Marsya, katanya Bu Siti menerima telepon dari calon suaminya. Tapi tiba-tiba mereka membatalkan pernikahannya secara sepihak." terangnya.

Alex terkejut mendengar nama Marsya di sebut, "Maaf Bu, siapa nama pengantin wanitanya?" tanya Alex penasaran.

"Namanya Marsya, kasihan sekali dia."

"Marsya? Jangan-jangan Marsya yang aku kenal." Alex membatin.

Tidak sengaja ia melihat photo prewedding yang di pajang tidak jauh dari tempat duduknya, kemudian Alex mendekati photo itu untuk memastikannya.

Alek mengambil dan mengamati photo yang berbingkai itu, "Ya ampun, benar-benar dia." gumam Alex.

Ia kembali menaruh photo itu ke tempat semula dan kembali duduk bersama ibunya.

"Bu.." panggil Alex.

"Iya Nak, ada apa?" tanya Mayang.

"Bu, Alex mau menikahi gadis itu." perkataannya sontak membuat Mayang kaget.

"Jangan bercanda kamu, masa kamu mau nikah sama perempuan yang tidak kamu kenal." Mayang mengira jika Alex sedang bercanda padanya.

Memang benar yang diucapkan Mayang, karena ibunya itu tidak tahu kalau Marsya adalah teman sekolahnya dan mereka sudah lama saling mengenal.

Alex kembali menatap wajah ibunya sembari memegangi tangannya. "Bu, dia perempuan baik-baik. Bukan kah ibu mau Alex segera menikah?" bujuk Alex.

"Tapi Lex, tidak bisa begitu. Bagaimana dengan ayahmu?"

"Ayah pasti setuju dengan semua keputusan ibu. Lagi pula kasihan Marsya." ucap Alex memelas.

"Tapi..." Mayang berpikir sejenak.

"Baiklah.." Mayang setuju dengan rencana Alex.

"Yess..." Alex menampakkan senyum kemenangannya, entah apa yang ada dipikiran Alex saat ini.

Dengan bermodal peci yang ia pinjam dari tetangga Marsya, dan juga gelang yang sedang dipakai oleh ibunya ia jadikan sebagai mas kawin. Alex bertekad untuk menikahi Marsya, bahkan pakaiannya pun sudah mendukung rencananya saat ini. (Orang kaya kalau kondangan pakai setelan jas)

Alex mencegah penghulu yang akan pergi karena terlalu lama menunggu, "Pak penghulu, tunggu dulu! Pernikahannya tidak jadi dibatalkan, saya mempelai prianya." ucap Alex meyakinkan. Setelah berbicara panjang lebar, akhirnya pak penghulu setuju untuk menikahkan Alex dan Marsya.

°°°

Marsya masih sibuk dengan ponselnya, ia berusaha menghubungi laki-laki yang sudah menipunya. Namun hasilnya nihil, nomor yang Marsya hubungi sudah tidak aktif.

Yasmin dan Fahra menghampiri Marsya untuk berpamitan, mereka khawatir melihat raut wajah Marsya sahabatnya.

"Sya.. Siapa pun yang jadi suami kamu, aku dan Fahra akan selalu mendukung kamu. Kami harap pernikahan kalian akan bahagia." ucap Yasmin mendo'akan.

Tiba-tiba Alex merangkul Marsya dari belakang, "Tentu saja kami akan bahagia." ucap Alex menampilkan smirknya.

Yasmin dan Fahra tidak menghiraukan ucapan Alex, mereka berharap ucapan Alex benar-benar menjadi kenyataan.

Yasmin menarik tangan Marsya, ia mengajak Marsya untuk mengambil photo. Walaupun Marsya menolak, tapi kedua sahabatnya itu tetap memaksa.

"Jangan sedih ya, masa pengantin sedih. Kita pamit dulu, selamat menempuh hidup baru." pamit Yasmin, dan ucapannya berhasil membuat Marsya menjadi kesal.

"Welcome to my complicated life" ucap Marsya pada dirinya sendiri.

°

°

°

Cerita ini hanya fiksi🤗

Penderitaan

Setelah sahabatnya pulang, Marsya meninggalkan Alex dan ibunya di ruang tamu. Marsya masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti pakaian, setelah itu ia kembali menemani Mayang. Ia merasa tidak sopan jika terlalu lama meninggalkan wanita yang kini sudah menjadi mertuanya.

Kini ia tidak tahu harus bagaimana menghadapi Mayang, ia sangat bersyukur mempunyai mertua seperti Mayang namun di sisi lain ia juga kecewa karena telah menikah dengan Alex.

"Bu, ayo kita pulang!" ajak Alex, ia berdiri dan mengulurkan tangannya pada Mayang.

Mayang memelototi Alex, "Loh, kamu gimana sih. Kamu nggak boleh pulang! Malam ini kamu nginep sini dulu, besok bawa Marsya pulang ke rumah!" bagaimana bisa Alex meninggalkan perempuan yang baru saja ia nikahi sendirian di rumah.

"Iya Bu, Alex tahu. Sekarang Alex anterin ibu pulang dulu." ucap Alex.

"Marsya nggak papa ko Bu, ibu dan Alex pulang aja!" sela Marsya. Marsya memang tidak ingin berada dalam satu rumah dengan Alex, ia mencoba menolak secara halus ajakan Mayang.

Alex melongo tak percaya, kenapa Marsya selalu menolaknya. Apa yang kurang dari dirinya pikir Alex.

Mayang berdiri mendekati Marsya dan memeluknya, "Kalian sudah sah menjadi suami isteri, jadi sudah seharusnya kamu mengikuti Alex." ucap Mayang, Marsya terharu bisa merasakan pelukan hangat seorang ibu selain bibinya.

Hatinya luluh mendengar ucapan Mayang, ia tidak berani membantah perkataannya.

Mayang melepaskan pelukannya, ia tersenyum pada Marsya. "Ibu pamit pulang dulu, besok kamu ikut Alex pulang ke rumah ya!" pinta Mayang. Marsya mencium punggung tangan Mayang sebelum ia pergi meninggalkan rumahnya.

Alex tidak mau kalah, ia mengulurkan tangannya pada Marsya sambil tersenyum. Marsya mengabaikannya, ia tidak mau mencium tangan Alex. Alex pun mengadukan sikap Marsya pada ibunya, "Lihat Bu, menantu ibu ini isteri yang tidak patuh." ucap Alex mengadu.

Marsya menatap Mayang, ia takut jika ibu mertuanya itu menganggapnya sebagai perempuan tidak baik.

Dengan cepat Marsya meraih tangan Alex dan menciumnya dengan kasar, kemudian Alex mendekati Marsya untuk memberikan pelukan padanya, namun Marsya memundurkan langkahnya dan mendorong tubuh Alex.

"Ibu hati-hati di jalan." ucap Marsya. Sebelum Alex mengadukannya lagi, Marsya lebih dulu mendekati Mayang dan merangkul lengannya.

"Iya sayang, sampaikan salam ibu pada Bu Siti." Marsya menganggukkan kepalanya patuh.

Sepeninggal Alex dan ibunya, Marsya hanya diam di dalam kamarnya. Ia tidak tahu harus merasa senang atau sedih, bahkan ia tidak bisa meneteskan air matanya.

Akhirnya Marsya tertidur, karena terlalu lelah memikirkan bagaimana ia akan melanjutkan hidupnya.

°°°

Alex memarkirkan mobil di depan rumahnya, dan ternyata ayahnya sudah lebih dulu tiba di rumah. "Bu, ayah sudah pulang. Nanti ibu bantu Alex bicara pada ayah." pinta Alex.

Mayang menganggukkan kepalanya pertanda setuju. "Alex ganti baju dulu." pamit Alex. Alex masuk ke dalam rumah, ia mengganti pakaian di kamarnya yang berada di lantai dua. Setelah itu ia turun dan mencari ibunya, ternyata ayah dan ibunya sudah berada di ruang tengah.

Alex mendudukkan tubuhnya di sofa, ia menghela nafas untuk menghilangkan kegugupannya. Alex menatap ibunya sekilas, Mayang mengisyaratkan pada Alex agar ia segera memberitahu ayahnya.

"Yah, Alex mau bicara." ia memberanikan diri untuk membuka suara.

"Katakan saja!" jawab ayahnya, ia sama sekali tidak mengalihkan pandangannya. Angga tetap fokus membaca dokumen yang berada di tangannya.

Alex merasakan tangannya berkeringat, "Alex sudah menikah yah."

Dokumen yang sedang dipegangnya jatuh ke lantai begitu saja, sontak Angga berdiri dari duduknya karena sangat terkejut mendengar pertanyaan Alex.

Angga mengangkat wajahnya menatap Alex dengan tajam, kemudian ia menolehkan wajahnya pada Mayang untuk mencari penjelasan. Mayang hanya mengangkat kedua bahunya acuh, dan ia tidak kuat menahan tawa. Walau bagaimanapun kejadian hari ini memang terkesan mendadak dan sangat konyol.

Alex menundukkan kepalanya, ia siap menerima makian dari Angga ayahnya. "Ayah sudah tidak tahu lagi bagaimana cara menghadapi kamu." keluh Angga. Angga menggelengkan kepalanya frustasi sambil menyilang tangan di dada.

"Kamu selalu berbuat sesuka hati kamu, apa perempuan itu sudah hamil?" tuduh Angga. Memangnya ada alasan apa lagi selain perempuan itu sudah hamil, tidak mungkin Alex tiba-tiba menikah jika ia tidak melakukan kesalahan.

Mayang mendekati Angga untuk meredakan amarahnya, "Bukan begitu maksud Alex yah."

Angga kembali menatap Mayang, "Ibu sudah tahu?" tanya suaminya. Mayang menganggukkan kepalanya perlahan, sebenarnya ia juga takut Angga akan marah padanya.

"Kapan kalian menikah?"

"Tadi siang." jawab Alex tanpa ragu.

"Apa?" teriak Angga.

"Kamu pikir pernikahan itu lelucon? Bagaimana bisa...," Angga sudah kehabisan kata-kata. Ia menyambar bantal sofa yang tergeletak di atas sofa, Angga berniat memukul Alex dengan bantal itu, bahkan Alex sudah bersiap mengangkat tangannya di atas kepala, namun Mayang berusaha menghalanginya.

"Ayah.. Sudah! Semuanya sudah terjadi, kita tidak bisa berbuat apa-apa." Mayang menarik tangan Angga dan membawanya masuk ke dalam kamar. Ia berniat menceritakan semuanya pada Angga, Mayang yakin Angga tidak akan pernah membantah ucapannya.

Alex pergi meninggalkan rumahnya, ia menganggap kemarahan ayahnya adalah hal yang biasa.

Sebelum ia pergi ke rumah Marsya, Alex pergi ke tempat karaoke yang sering ia datangi bersama teman-temannya. Apalagi hari ini adalah akhir pekan, biasanya ia selalu menghabiskan waktunya di tempat itu. Namun hari ini ia datang terlambat, karena ia harus mengantar ibunya.

Alex memasuki ruangan yang biasa ia gunakan bersama teman-temannya, benar saja semua teman-temannya sudah lebih dulu berada di sana.

"Hai kawan! Kemana aja lu, jam segini baru nongol. Karena lu telat, malam ini lu yang bayar minumannya!" ucap Evan.

"Ok! Malam ini gua yang traktir, karena hari ini adalah hari pernikahan gua." Evan sampai tersedak mendengar ucapan Alex, Evan menyemburkan minuman dari mulutnya hingga pakaian wanita pemandu lagu yang ada di pangkuannya menjadi basah.

Alex bersikap biasa saja, ia tahu teman-temannya akan terkejut mendengar kabar pernikahannya. "Lu beneran udah nikah Lex?" tanya Daniel tak percaya.

"Terserah lu kalau nggak percaya."

Daniel, Evan dan Jefri menatap satu sama lain, "Lu dijodohin Lex?" Evan penasaran. Pasalnya sejak kemarin Alex tidak mengatakan apapun tentang pernikahannya, tapi kenapa tiba-tiba hari ini Alex mengatakan kalau dia sudah menikah.

"Nggak! Gua nikah sama si Marsya, teman sekolah kita dulu." jelas Alex.

"What...?" ucap ketiga teman Alex serempak.

"Ko bisa?" sela Daniel, Alex pun mulai menceritakan semuanya pada teman-temannya.

"Bukannya dulu Lu benci banget sama dia?" ucap Daniel. Alex mengangkat kedua bahunya acuh.

"Nggak tahu juga, mungkin gua cuma penasaran aja." Alex berucap tanpa beban.

"Udah lah mending kita minum sampai puas, gua yang traktir." Alex meminum minuman keras yang ada dihadapannya.

Teman-temannya pun setuju, dan mereka bergabung bersama Alex. Evan memesan beberapa botol minuman lagi, ia juga meminta satu orang wanita pemandu lagu untuk menemani Alex.

Tak membutuhkan waktu lama seorang wanita seksi berambut panjang datang dari balik pintu dan tanpa rasa malu ia langsung duduk di atas pangkuan Alex.

°°°

Tubuh Marsya menggeliat di atas ranjang, ia mengucek matanya agar penglihatannya terlihat jelas.

Dengan mata yang masih menyipit, ia berjalan mendekati jendela. Marsya menyingkap tirainya, barulah ia menyadari jika langit sudah terlihat gelap.

"Ya ampun, jam berapa ini?" gumam Marsya, ia meraih ponselnya yang tergeletak di atas ranjang.

"Sudah jam delapan malam." Marsya merasa senang saat ia menyadari jika Alex tidak ada, ia yakin Alex tidak akan datang ke rumahnya.

Marsya pergi ke kamar mandi yang berada di dekat dapur sambil membawa sebuah handuk, ia ingin membersihkan diri karena tubuhnya sudah terasa lengket.

Setelah menghabiskan waktu beberapa menit ia pun keluar dari kamar mandi mengenakan handuk yang melilit di tubuhnya, dengan rambut panjangnya yang basah dan masih meneteskan air.

Saat ia berjalan menuju kamarnya, ia terkejut mendapati seseorang yang sedang duduk di dalam ruang tamunya. Marsya memang tidak sempat mengunci pintu karena ketiduran.

"Akkkhhhh..." teriak Marsya, Marsya menghentikan langkahnya, ia sangat terkejut dengan kehadiran Alex.

Alex melihat Marsya hanya mengenakan handuk yang minim, jika Alek menatap ke bagian atas tubuh Marsya ia dapat melihat belahan dad*nya, dan jika ia menatap kebawah ia akan melihat pangkal pa*a mulus milik Marsya. Menyadari bahwa Alex sedang melihatnya dengan tatapan mesum, Marsya segera menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya.

Alex menelan salivanya, membuat jakunnya terlihat naik turun.

"Ngapain kamu disini?" pekik Marsya.

"Lu nggak inget kita udah kawin?" Alex tidak tahan melihat tubuh Marsya yang sangat menggoda.

Marsya diam dan tidak bisa menjawab, Alex bahkan tidak mengalihkan pandangannya dari Marsya. "Ngapain lihat-lihat, aku sumpahin mata kamu buta." umpat Marsya.

"Suka-suka gua lah." Alex menjawab dengan santainya.

Alex tidak dapat menahan diri setelah melihat tubuh Marsya, apalagi saat ini ia sedang berada dalam pengaruh alkohol. Walaupun kesadaran Alex tidak hilang sepenuhnya, ia tetaplah seorang laki-laki normal.

Pikiran kotor mulai muncul dalam otaknya, ia berjalan mendekati Marsya. Marsya menyadarinya dan mulai memundurkan langkahnya, ia takut Alex akan berbuat macam-macam padanya. Walaupun Alex sudah menjadi suaminya, namun Marsya masih belum siap atau mungkin ia sama sekali tidak ingin melanjutkan hubungannya dengan Alex.

"Ngapain kamu?" selidik Marsya.

"Menurut Lu?" goda Alex dengan smirknya.

"Pergi kamu, jangan deket-deket!" usir Marsya.

Bukannya menjauh Alex malah semakin mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Marsya, langkah Marsya terhenti ia sudah tidak bisa kabur lagi, tubuhnya sudah mentok dengan tembok.

Alex mengunci tubuh Marsya di dinding dengan kedua tangannya, Marsya sudah ketakutan namun ia tidak bisa berteriak. Ia berusaha mendorong tubuh kekar Alex, namun tubuh Alex terlalu kuat.

"Kamu jangan macam-macam ya, aku minta kamu pergi dari sini!" ucap Marsya melemah. Marsya menatap ke arah lain karena wajah mereka hampir bertemu membuatnya tidak nyaman untuk berbicara dengan Alex, bahkan Marsya dapat mencium bau alkohol menyeruak di hidungnya.

Marsya dapat merasakan nafas Alex yang memburu, "Gua suami Lu, jadi lu nggak bisa nolak." ucap Alex penuh penekanan.

Sudah tidak ada jalan lain, ia kembali mencoba mendorong tubuh Alex dengan kedua tangannya. Namun usahanya kembali gagal, rasanya Marsya ingin menangis saja.

Alex tidak menghiraukan ucapannya, matanya fokus melihat bibir mungil berwarna merah muda milik Marsya. Alex mendekatkan bibirnya dengan bibir Marsya, dan ia mulai mencium Marsya dengan paksa.

Karena Alex tidak juga melepaskan ciumannya, akhirnya Marsya nekad menggigit bibirnya sendiri hingga mengeluarkan darah. Alex merasakan darah Marsya yang terasa asin mengenai lidahnya, ia akhirnya melepaskan bibir Marsya dan melihatnya meneteskan air mata.

Saat tubuh Alex melemas, Marsya mendorongnya dan segera berlari ke kamar sambil memegangi handuknya yang hampir melorot. Alex menatap Marsya yang menghilang di balik pintu, pada akhirnya ia merasa bersalah kepada Marsya.

Marsya menutup pintu dengan keras, ia menyandarkan tubuhnya di daun pintu. Tangisnya pecah, ia merasa dirinya seperti seorang wanita yang murahan.

"Penderitaan mu baru saja di mulai Marsya." ucap Marsya pada dirinya sendiri.

❤️

❤️

❤️

Panik

Alex mengacak rambutnya frustasi, dia tidak mengerti dengan perasaannya saat ini. "Apa aku sudah keterlaluan?" tanyanya pada diri sendiri.

Alex mondar-mandir di depan pintu kamar Marsya, ia merasa bersalah atas apa yang telah ia lakukan pada Marsya. Alex sudah mengepalkan tangannya untuk mengetuk pintu kamar Marsya, namun ia menarik tangannya kembali dan mengurungkan niatnya untuk meminta maaf kepada Marsya. Ia pun memilih mendudukkan tubuhnya di kursi, gengsinya terlalu tinggi untuk meminta maaf lebih dulu.

Setelah puas menangis, Marsya bangkit lalu mengambil baju tidur yang berada di dalam lemari dan memakainya. Marsya tidak ingin keluar dari kamar, bahkan ia mengunci pintu kamarnya karena terlalu takut untuk menghadapi Alex. Marsya pun tertidur tanpa mengisi perutnya terlebih dahulu.

Sekitar jam sebelas malam, Marsya terbangun karena terganggu dengan perutnya yang terasa lapar. Marsya turun dari atas tempat tidur, ia ingin pergi ke dapur untuk mencari makanan.

Saat tangannya sudah memegangi handle pintu, ia kembali merasa ragu untuk keluar dari kamar. Ia takut Alex masih berada di dalam rumahnya, Marsya mondar-mandir di depan pintu sambil berpikir. Namun ia sudah tidak bisa menahannya, perutnya terasa perih dan sudah tidak bisa diajak kompromi. Marsya bisa mendengar perutnya keroncongan, ia mengelus perutnya yang terasa rata.

"Aku lapar sekali." ucap Marsya lirih.

Marsya menempelkan telinganya di pintu, untuk memastikan apakah ada suara yang terdengar dari luar. "Mungkin dia sudah pergi, untuk apa dia masih di sini. Alex tidak mungkin betah tinggal di rumah kecil seperti ini, itu bukan gayanya." Marsya bermonolog.

Dengan perlahan Marsya memutar handle pintu yang ia pegang, ia celingukan meneliti setiap ruangan. Marsya begitu terkejut melihat Alex yang tertidur di kursi, namun ia sudah tidak dapat menahan rasa laparnya dan terpaksa pergi ke dapur.

"Ngapain sih dia masih di sini?" keluh Marsya.

Marsya berjalan ke dapur dengan mengendap-endap, ia tidak ingin suara langkah kakinya membangunkan Alex. Marsya mengambil makanan yang ada di lemari, tadi siang Bi Siti memang sengaja menyimpan beberapa makanan untuknya.

Marsya melahap makanannya sambil duduk di kursi yang ada di dapur, sesekali ia melihat ke ruang tamu untuk memastikan Alex masih tertidur. Ia sudah menghabiskan separuh makanannya, hampir saja Marsya tersedak karena makan dengan terburu-buru.

Marsya mengisi air ke dalam gelas dan meminumnya, "Mar, gua juga lapar." tiba-tiba suara Alex membuatnya terkejut dan benar-benar tersedak lalu menyemburkan air yang baru saja ia minum.

"Uhuk..uhuk.." Marsya tersedak.

Ia menyimpan gelas dia atas meja dengan kasar, matanya menatap Alex dengan tatapan tajam. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Marsya berjalan melewati Alex begitu saja.

"Mar, gua juga lapar. Lu denger ga sih." ucap Alex dengan nada suara meninggi.

Marsya tak menjawab dan kembali ke dalam kamarnya, sebelum ia menutup pintu kamarnya, ia mengucapkan sesuatu pada Alex. "Lakukan apapun yang kamu mau, aku nggak peduli." brakk Marsya membanting pintu dengan keras.

Alex mendengus, ia merasa kesal atas perlakuan Marsya padanya. Alex terpaksa memakan makanan yang ada di atas meja karena sudah sangat lapar, walaupun sebenarnya ia tidak menyukai makanan itu.

Pagi-pagi sekali Marsya sudah bersiap, Marsya memakai celana jeans panjang dan kaos pendek berwarna putih. Ia mengikat rambutnya ke belakang agar tidak merepotkan, dan membawa sebuah tas selempang yang sudah terlihat lusuh.

kreeakk..

Alex terbangun mendengar suara pintu kamar Marsya yang terbuka, Marsya sengaja membuka pintu dengan kasar. Alex mengerjapkan matanya dan menatap sekeliling. Alex dapat melihat cahaya dari luar yang dapat menembus gorden, ia bangun lalu mendudukkan tubuhnya di kursi.

"Lu mau kemana pagi-pagi begini?" tanya Alex.

Alex yakin Marsya akan pergi setelah melihat penampilannya yang sudah rapi, namun Marsya tidak berniat untuk menjawabnya. Marsya bahkan tidak menganggap kehadiran Alex.

"Gua ngomong sama Lu, jawab dong!" ucap Alex sambil menatap Marsya.

Marsya masih dengan pendiriannya, ia bahkan tidak ingin berbicara pada Alex. Ia berlalu meninggalkan Alex yang masih menunggu jawabannya, Alex mengejar Marsya dan mencekal tangannya.

"Mar, lu nggak bisa jawab pertanyaan gua dulu?" bentak Alex.

Marsya mencoba melepaskan tangan Alex, ia pun menatap Alex tidak suka. "Bukan urusan kamu!" ucap Marsya, sedikit tapi sangat menohok.

Dibukanya pintu dengan kasar oleh Marsya, ia meninggalkan Alex yang masih mematung memperhatikannya. Alex mengusap wajahnya, "Kenapa semuanya jadi begini?" gumam Alex.

Setelah menutup pintu rumah Marsya, Alex pun berlari mengejarnya karena langkah Marsya terlalu cepat. "Marsya tunggu!" teriak Alex, namun Marsya tetap saja mengabaikannya.

Mereka harus berjalan melewati gang untuk dapat sampai ke jalan raya, membuat orang yang ada di sekitarnya melihat Alex dengan kagum. Meskipun Alex belum mencuci wajahnya, ia masih terlihat tampan dengan muka bantal dan rambut berantakan.

Marsya berhenti di pinggir jalan untuk menunggu angkutan umum lewat, "Mar, sebenarnya Lu mau kemana sih? Ayo gua anterin!" tawar Alex, seperti biasa Marsya tidak merespon ucapan Alex.

Sampai akhirnya sebuah angkutan umum melintas dan Marsya menghentikannya, Marsya meninggalkan Alex sendirian lagi.

Alex merasa sangat kesal, ia menendang udara dengan kakinya. "Si*lan.." umpat Alex.

Entah kenapa Alex tidak ingin membiarkan Marsya pergi begitu saja, Alex mengejar angkutan umum yang Marsya tumpangi dengan mobilnya.

Karena pergerakan angkutan umum tidak terlalu cepat, maka Alex dapat dengan mudah mengikutinya dari belakang.

Angkutan umum itu berhenti, dan Marsya terlihat turun dari angkutan umum itu. Alex pun menepikan mobilnya dan memperhatikan Marsya sejenak, Marsya berjalan ke sebuah gang dan Alex segera turun dari dalam mobil agar ia tidak kehilangan jejak Marsya.

"Dia mau kemana sih?" Alex semakin dibuat penasaran.

Alex berlari kecil mengejar Marsya, ia dapat melihat Marsya sedang kebingungan. Alex menjaga jarak dari Marsya dan memperhatikannya dari kejauhan, ia tidak ingin Marsya menghindarinya lagi.

Seseorang menghampiri Marsya, Alex dapat melihat Marsya memperlihatkan ponselnya pada orang itu dan menanyakan sesuatu padanya. Ia tidak tahu apa yang sedang Marsya lakukan, namun orang itu terlihat menggelengkan kepalanya dan membuat Marsya terlihat kecewa.

Marsya meninggalkan tempat itu, ia tidak peduli jika Alex mengikutinya. Marsya tak ingin ambil pusing dengan kehadiran Alex dan terus mengabaikannya.

"Marsya.." panggil Alex.

Alex tidak menyerah, ia terus mengikuti Marsya kemanapun ia pergi. Kali ini Marsya memilih untuk menaiki ojeg, agar perjalanannya menjadi lebih efisien.

Ojeg yang Marsya tumpangi melaju dengan kecepatan sedang, Alex juga tidak tahu kemana tujuan Marsya kali ini. Setelah hampir satu jam berlalu, akhirnya Marsya tiba di sebuah gedung perkantoran.

Marsya turun dari sepeda motor yang ia tumpangi, ia menengadahkan kepalanya melihat bagian atas gedung perkantoran itu. Sebelum memasuki gedung itu, Marsya menghela nafasnya terlebih dahulu seolah sedang mengumpulkan semua kekuatannya.

Alex mengikuti Marsya masuk ke dalam gedung, Marsya mendekati meja resepsionis dan menanyakan sesuatu padanya.

Sama seperti sebelumnya, sepertinya Marsya kembali mendapat kekecewaan. Seorang office boy melewatinya dan tidak sengaja melihat photo yang ada di ponsel Marsya.

"Mbak, kalau boleh saya tahu mbak sedang mencari siapa?" office boy itu bertanya pada Marsya, ia merasa iba melihat Marsya yang sedang kebingungan.

"Saya sedang mencari seseorang." ucapnya lirih.

"Boleh saya lihat photo nya?" ucapnya meminta izin.

Marsya memperlihatkan photo yang ada di ponselnya kepada office boy itu, mata Marsya sudah memerah menahan tangis.

Office boy itu mengerutkan dahinya setelah melihat photo yang ada di ponsel Marsya, "Saya kenal orang ini, dia tetangga saya." keterangannya membuat Marsya kembali antusias.

"Benarkah?"

"Ya.. Saya yakin."

"Boleh saya tahu dimana alamatnya?"

Office boy itu memberitahu alamatnya kepada Marsya, dan Marsya sangat berterimakasih padanya.

Setelah berpamitan, Marsya pergi meninggalkan gedung itu dengan tergesa-gesa.

Alex sejak tadi memperhatikannya tidak jauh dari pintu masuk gedung, ia ingin tahu apa yang dibicarakan Marsya dengan office boy itu. Alex pun berteriak memanggilnya, "Pak, tunggu!" panggil Alex.

Office boy itu membalikkan tubuhnya dan menghampiri Alex.

"Ya, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya ramah.

Alex mengusap tengkuknya, "Apa yang perempuan tadi bicarakan dengan anda?" tanyanya ragu.

"Oh.. Dia mencari seseorang, katanya dia bekerja di sini. Tapi orang itu sebenarnya tidak bekerja disini, kebetulan saya mengenalnya, dia adalah tetangga saya." jelasnya pada Alex.

Alex mengangguk paham mendengar penjelasannya, "Kalau boleh tahu, alamat bapak dimana?" tanyanya pada office boy yang lebih tua darinya itu.

Office boy itu menatapnya curiga, "Saya temannya." ujar Alex, ia tidak ingin office boy itu memikirkan hal buruk tentangnya.

Akhirnya Alex berhasil mendapatkan informasi darinya, dan ia segera menyusul Marsya menggunakan mobilnya.

Marsya sudah tidak terlihat di sekitar gedung, Alex pun memutuskan untuk pergi ke alamat yang diberitahu oleh office boy tadi.

Bagai di sambar petir, hatinya hancur berkeping-keping. Marsya melihat laki-laki yang ia anggap sebagai calon suaminya sedang bercanda dengan seorang wanita dan seorang bayi yang ada di pangkuannya. Marsya mengepalkan kedua tangannya sebelum ia menghampiri laki-laki itu.

Alex hanya memperhatikan dari jauh, untuk saat ini ia tidak ingin ikut campur dulu. Ia takut Marsya akan semakin membencinya.

"Permisi!" sapa Marsya ketus.

Suara Marsya sontak membuat laki-laki yang mengaku bernama Ferdi itu terkejut, "Ka...mu..?" ucapnya tergagap. Wanita yang berdiri disampingnya terlihat bingung menatap Marsya dan suaminya bergantian.

"Kamu siapa?" tanya wanita itu.

"Saya datang kesini untuk meminta uang saya kembali." tuntut Marsya tanpa berbasa-basi.

"Uang apa yang kamu maksud?" wanita yang bersama Ferdi itu tidak mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan oleh Marsya.

Marsya tidak ingin menjelaskan masalahnya secara rinci kepada wanita itu, ia takut wanita itu tidak tahu apa-apa dan malah membuatnya terluka.

"Saya kesini hanya ingin mengambil uang saya, saya ingin uang saya kembali hari ini juga!" wajah Marsya memerah menahan amarah.

"Tapi.. Uang itu sudah tidak ada." ucap Ferdi tergagap.

"Maksud kamu?" Marsya mulai emosional.

"Saya memakai uang itu untuk membayar biaya persalinan isteri saya." jelasnya.

duaaarrr

Kaki Marsya terasa lemas, ia kembali menatap sepasang suami isteri itu dengan tatapan tajam. "Uang seratus juta itu sudah habis, hanya untuk biaya persalinan?" selidik Marsya.

Laki-laki itu tidak menjawab, ia menundukkan kepalanya karena merasa malu.

Air matanya tidak dapat dibendung lagi, Marsya pun pergi meninggalkan mereka tanpa berpamitan.

Alex baru saja mengerti setelah ia melihat sendiri apa yang Marsya lakukan, ia tidak tahan ingin menghajar laki-laki itu. Namun saat ini Alex lebih mengkhawatirkan Marsya, ia mencoba menghentikan Marsya dan mencoba mengajaknya pulang.

"Mar, ayo pulang bareng gua." ajak Alex.

Namun Marsya tidak ingin ikut dengan Alex, ia memang membenci laki-laki yang telah menipunya namun ia lebih membenci Alex yang telah menikahinya secara diam-diam.

Marsya menghentikan langkahnya lalu berdiri menghadap Alex, "Berhenti, jangan ikutin aku terus! Aku benci sama kamu." ucap Marsya sedikit berteriak.

Perkataan Marsya membuat Alex diam tidak berkutik, Marsya terus berjalan tak tentu arah ia hanya mengikuti kemana kakinya melangkah. Tidak terasa Marsya berjalan sejauh tiga kilometer, malam pun mulai menjelang dan langit sudah nampak menghitam.

Sejak tadi Alex mengikuti Marsya dari belakang, ingin sekali ia menculik Marsya dan memasukannya ke dalam mobil. Sesekali Alex berteriak memanggil Marsya dan memintanya untuk masuk ke dalam mobil karena khawatir, namun Marsya sangat keras kepala.

Suara petir yang mulai menggelegar diiringi cahaya kilat yang menyambar, bahkan tidak dapat membuat Marsya gentar.

Marsya terus berjalan hingga ia tiba di gang dekat rumahnya, ia pulang dalam keadaan basah kuyup karena terkena air hujan.

Alex memarkirkan mobilnya di tepi jalan, ia pun menerobos hujan untuk mendekati Marsya. Kini sekujur tubuhnya pun menjadi basah.

Marsya terkejut melihat ada keributan di depan rumahnya, ia segera berlari untuk mengetahui apa yang sedang terjadi.

Ternyata Bi Siti sedang berdebat dengan seorang rentenir, "Ini dia orangnya, cepat lunasi hutang kamu. Seminggu yang lalu kamu berjanji akan membayarnya hari ini?" ucap seorang wanita dengan garangnya.

"Maaf Bu, beri saya waktu lagi. Saya berjanji akan membayarnya." tubuhnya sudah bergetar karena terlalu lama kehujanan.

Siti terkejut mendengar penuturan Marsya, "Apa kamu meminjam uang darinya Nak, berapa uang yang kamu pinjam?" tanya Siti.

Marsya menganggukkan kepalanya, "Seratus juta, untuk biaya operasi ayah. Tapi ayah keburu meninggal." terang Marsya.

"Saya tidak mau tahu, sekarang juga kamu harus bayar! Kalau tidak, kamu angkat kaki dari rumah ini sekarang juga." ancam wanita itu, karena sebelumnya Marsya memberikan sertifikat rumahnya kepada wanita itu untuk dijadikan jaminan.

Marsya memegangi tangan wanita itu, "Tidak Bu, jangan ambil rumah ini! Ini satu-satunya peninggalan ayah, saya akan melakukan apa pun untuk melunasi hutang saya." Marsya memohon kepada wanita itu sambil menangis.

Wanita itu menepis tangan Marsya hingga ia terjatuh di tanah, "Jika kamu tidak sanggup mengembalikan uang yang kamu pinjam, sebaiknya kamu jangan coba-coba meminjam uang kepada saya!" ucapnya merendahkan.

Siti membantu Marsya untuk berdiri, hati Alex terasa sakit melihat keadaan Marsya saat ini. Ia merasa sangat geram kepada wanita paruh baya yang sedang mengusir Marsya itu, "Memangnya berapa jumlah uang yang telah Marsya pinjam?" tanya Alex tak kalah garang, ia menghampiri rentenir itu dengan jantan.

"Memangnya siapa kamu? Kamu yang akan membayar semua hutangnya?" ucapnya meremehkan Alex dan berlagak sombong, ia menyilangkan tangannya di dada.

"Gua yang akan melunasi semua hutangnya, katakan berapa jumlahnya?" desak Alex.

"Seratus juta, ditambah bunganya seratus persen jadi dua ratus juta." rentenir itu menjawab dengan angkuhnya.

"Berapa nomor rekening Lu?" Alex tidak suka bertele-tele, ia bahkan berani berbicara dengan kasar kepada orang yang lebih tua darinya.

Wanita itu memberitahu nomor rekening banknya kepada Alex. Dengan cepat Alex merogoh ponsel didalam saku celananya, dan segera mengetikkan sesuatu di ponselnya.

tring

Rentenir itu memeriksa notifikasi di layar ponselnya, kemudian ia menatap Alex sekilas.

"Cepet pergi dari sini! Gua udah beri Lu duit tiga ratus juta, segera kembalikan sertifikat rumah itu pada Marsya. Cepat pergi! Dasar lintah darat." kali ini Alex yang mengusirnya.

brukk

Marsya jatuh pingsan membuat Alex dan Bi Siti menjadi panik.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!