NovelToon NovelToon

After Six Years

Terkejut

Seorang gadis berparas cantik berseragam putih-abu terlihat begitu senang, dia lulus dengan nilai terbaik.

Dia bahkan mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri, dia begitu bahagia dengan prestasi yang dia capai.

Setiap hari dia selalu rajin belajar, bahkan sepulang sekolah dia melakukan les. Ternyata semua itu tidak sia-sia, karena dia bisa lulus dengan nilai terbaik.

"Carol, selamat ya!" ucap Diana sahabat yang selalu menemani harinya.

Diana terlihat memeluk Carol, sang sahabat dengan sangat erat. Dia selalu merasa bangga dengan sahabatnya itu, walaupun dia anak orang kaya tapi dia tidak pernah membedakan kasta.

"Than's, Na. Gue seneng banget," kata Carol.

Carol tersenyum bangga karena perjuangannya tidak sia-sia, dia terlihat melerai pelukannya dan terlihat melompat-lompat seperti anak kecil.

Melihat tingkah dari sahabatnya tersebut, Diana langsung menggelengkan kepalanya seraya tertawa.

"Gue tuh kadang bingung sama elu, bonyok elu kaya raya. Ngapain sih elu sibuk banget jadi siswi berprestasi?" tanya Diana penuh protes.

Padahal menurut Diana jika Carol tidak lulus pun, uang kedua orang tuanya bisa berbicara. Tidak seperti dirinya yang hanya orang biasa, makanya dia harus benar-benar belajar dengan rajin.

"Hey! Gue ini mau buktiin sama orang tua gue, kalau gue bisa. Gue juga pengen bikin mereka bangga," jawab Carol.

Bukan hanya kedua orangtua Carol yang bangga, pikirnya. Diana juga selalu merasa bangga terhadap sahabatnya tersebut, bahkan di saat dia berada di titik terendah sekalipun Carol selalu ada membantu dirinya.

"Iya, gue tahu. Oh ya, gue harus buru-buru cabut. Entar malem gue harus jadi pelayan di Cafe. Ada yang mau pesta-pesta gitu, lumayanlah jadi pelayan semalam bisa langsung dapet duit satu juta," kata Diana seraya terkekeh.

Carol memandang bangga ke arah sahabatnya tersebut, walaupun dia bekerja sebagai pelayan tapi dia tidak pernah merasa malu dengan pekerjaannya.

Bahkan, dia bisa bersekolah di sekolah internasional dengan membiayai dirinya sendiri.

Maka dari itu dia selalu termotivasi untuk belajar dengan rajin, agar bisa memberikan nilai yang terbaik untuk kedua orang tuanya. Setidaknya itu yang bisa dia lakukan, pikirnya.

"Iya, good luck ya. Gue juga mau cabut, gue udah gak sabar pengen nunjukin nilai ini sama orang tua gue," kata Carol dengan mata berbinar.

Dia sudah tidak sabar untuk melihat reaksi dari kedua orang tuanya, mereka pasti akan bangga pikir Carol karena dia bisa mendapatkan nilai yang terbaik di sekolahnya.

"Yes, gue cabut," pamit Carol.

Setelah berpamitan kepada Carol, Diana terlihat berlari kearah pintu gerbang karena di sana sudah ada ojek online yang menunggu dirinya.

Dia harus segera pulang ke rumahnya, dia harus segera tidur agar nanti malam dia bisa mengerjakan pekerjaannya dengan baik.

Carol tersenyum melihat tingkah dari sahabatnya, kemudian dia menghampiri seorang sopir yang menunggu dirinya di tempat parkir.

Carolina Liandra Sebastian, ramaja berusia delapan belas tahun yang memiliki paras cantik dan juga manis.

Dia sangat pandai dan mandiri, tapi dia selalu ingin dimanja oleh kedua orang tuanya. Celindia Sebastian dan Barra Hendry Sebastian.

Tiba di kediaman Sebastian, Carol terlihat sangat keget karena di sana terlihat banyak orang yang sedang mengeluarkan perabotan dari dalam rumahnya.

Dia melihat Celindia yang sedang bersimpuh di lantai seraya menangis, Carol langsung berlari dan menghampiri sang Mommy.

"Mom, ada apa ini?" tanya Carol.

Bukannya menjawab pertanyaan dari putrinya, Celindia langsung memeluk Carol dengan sangat erat. Dia menangis sesenggukan di bahu sang putri.

"Mom, jelaskan ada apa?" tanya Carol.

"Perusahaan daddy bangkrut dan ternyata dia mempunyai hutang yang sangat banyak, rumah kita di disita. Semuanya sudah hilang, semuanya hancur," kata Celindia.

Perasaan Carol langsung hancur berkeping-keping, padahal dia ingin sekali menyampaikan kabar bahagianya.

Dia ingin sekali melihat rasa bangga di wajah kedua orang tuanya, tapi semuanya pupus sudah. Awalnya dia ingin memberikan kejutan kepada kedua orang tuanya, tapi kini dia yang malah terkejut.

Dia benar-benar tidak bisa berkata apa-apa lagi, bahkan tubuhnya kini terasa sangat lemas. Untuk bergerak saja seakan tidak sanggup.

Saat sedang meratapi kesedihannya, tiba-tiba saja seorang pria berperawakan tinggi tegap menghampiri mereka.

"Hutang suami anda sudah lunas, Nyonya. Ini saya kembalikan karena setelah dihitung semuanya sudah cukup," kata pria itu seraya melempar sebuah tas ke hadapan Celindia.

Celindia mengambil tas tersebut dan memeluknya dengan erat, hanya itulah sisa harta mereka yang masih ada.

Carol hanya bisa menatap ibunya dengan penuh rasa campur aduk di dalam hatinya, dia tidak bisa berbuat apa pun.

"Maaf, Nyonya. Rumah ini bukan milik anda lagi. Silakan benahi pakaian anda, karena tuan kami masih memberikan waktu," ucap seorang pria muda dan tampan.

"I--iya," jawab Celindia dengan bibirnya yang bergetar.

Melihat mommynya yang terlihat begitu lemah, Carol berusaha untuk kuat. Dia tidak boleh ikut lemah, di saat seperti ini dia harus berusaha untuk menyemangati mommynya.

"Ayo, Mom. Kita rapikan baju kita," ucap Carol.

"Ya, Sayang. Sekalian Mom juga akan membenahi baju-baju milik daddymu," kata Celindia.

"Nanti aku bantu," kata Carol.

"Tidak usah, Sayang," jawa Celindia dengan lemas.

Carol paham, dia tidak lagi banyak berbicara. Dia langsung membantu mommynya untuk masuk ke dalam rumah megah itu, rumah yang kini bukan lagi milik keluarga Sebastian.

Carol terlihat masuk kedalam kamarnya, lalu dia memasukkan beberapa bajunya dan juga barang-barang berharga miliknya ke dalam koper.

Dia tidak mungkin membawa semua baju dan barang-barangnya. Karena barang dan juga bajunya sangatlah banyak.

Begitupun dengan Celindia, dia juga membenahi baju-baju miliknya dan juga milik suaminya dalam suatu koper saja.

Sebelum ke luar dari rumah megah itu, Carol dan juga Celindia terlihat membawa beberapa foto kebersamaan mereka.

"Mom, kita akan ke mana?" tanya Carol.

"Kita harus ke Rumah Sakit, Sayang," jawab Celindia dengan wajah sendunya.

Ke Rumah Sakit? Memangnya ada apa dengan Rumah Sakit? Mereka baru saja diusir dari kediaman Sebastian, lalu kenapa harus pergi ke Rumah Sakit?

Carol jadi bertanya-tanya di dalam hatinya, apakah Rumah Sakit merupakan tempat penampungan, pikirnya.

"Mom, kenapa kita harus ke Rumah Sakit?" tanya Carol dengan wajah penasaran.

"Daddy, daddy kritis, Sayang. Dia sangat kaget karena perusahaannya bangkrut, dia tidak kuat. Daddy terkena serangan jantung," kata Celindia.

Celindia terlihat bersedih, bahkan air matanya kini kembali berurai. Dia sangat tidak percaya dengan apa yang kini dia alami, perusahaan suaminya tiba-tiba saja bangkrut. Bahkan, kini suaminya sedang berada di Rumah Sakit dalam keadaan kritis.

"Oh ya Tuhan!" kata Carol dengan kaget.

Dia tidak menyangka jika daddynya kini sedang berada di Rumah Sakit kena serangan jantung, padahal yang dia tau daddynya sangatlah sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit jantung.

***

Selamat siang, selamat beraktifitas. Semoga kalian sehat selalu dan murah rezeky, sayang kalian semua. Jangan lupa tinggalkan jejak berupa like dan komentnya.

Sebatang Kara

Carol kini sedang duduk di atas tanah, matanya tertuju pada gundukan tanah basah bertaburkan kembang tujuh rupa. Tubuhnya bergetar hebat, air matanya turun tiada hentinya.

Saat Carol tiba di Rumah Sakit, ternyata daddynya sudah tiada. Mendengar akan hal itu dia langsung syok, bahkan dia sampai tidak sadarkan diri.

Dia merasa semuanya terlalu cepat, dia bahkan belum mengobrol dengan sang daddy di sisa akhir hayatnya.

Dia bahkan belum menunjukkan nilainya yang sangat bagus kepada lelaki yang sudah menjadi cinta pertamanya itu, lelaki kebanggaannya.

Saat dia terbangun, dia benar-benar merasa tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi. Hidupnya benar-benar seakan hancur, karena ibunya juga terkena serangan jantung mendadak saat mendengar kepergian daddynya.

Carol benar-benar merasa bersedih, karena Ibunya ikut menyusul kepergian sang daddy. Kini dia hanya seorang anak yatim piatu, bahkan untuk tempat tinggal pun dia tidak punya.

"Dad, Mom. Kenapa kalian tega meninggalkan aku? Aku mau ikut kalian, aku mau mati saja," kata Carol dengan air matanya yang terus saja mengucur dengan deras.

Diana sang sahabat yang melihat akan hal itu langsung menghampiri Carol, dia terlihat berjongkok dan mengeleus lembut kedua pundak dari sahabatnya itu.

Dia pernah berada di posisi itu, dia sangat tahu bagaimana rasanya kehilangan kedua orangtua.

Rasanya sangat sakit dan juga menyedihkan, dia harus banting tulang seorang diri untuk membiayai kehidupannya.

"Kita pulang, elu ngga mungkin diem di sini aja. Elu udah setengah hari di sini," kata Diana.

Dia benar-benar merasa sangat prihatin melihat kondisi dari sahabatnya itu, Carol yang biasanya selalu ceria dan terlihat begitu bahagia, kini dia terlihat sangat menyedihkan.

"Ta--tapi, gue masih mau bareng sama mommy, sama daddy juga," kata Carol di sela isak tangisnya.

Diana terlihat menghela napas berat, dia tahu jika sahabatnya itu sangat terluka. Namun, tidak mungkin bukan jika Carol harus menginap di kuburan.

"Ayolah, Carol. Kita pulang, kedua orang tua elu pasti bakalan sedih liat elu kaya gini." Diana langsung memeluk sahabatnya dengan erat.

Diana mencoba menenangkan hati sahabatnya yang sedang terluka, Diana juga sedang mencoba menyalurkan kekuatan agar Carol bisa lebih kuat lagi dalam menghadapi kenyataan hidup.

"Ayo kita pulang, mereka pasti ngga mau lihat elu kaya gini," kata Diana lagi.

Carol langsung membalas pelukan dari Diana, dia menangis sejadi-jadinya di dalam pelukan sahabatnya tersebut. Dia menumpahkan semua rasa sedihnya yang seakan tidak tertampung di dalam dirinya.

Kini dia merasa jika hidupnya benar benar hancur, rasanya dia ingin mati saja untuk menyusul kedua orang tuanya.

Kehidupan yang dia jalani dengan penuh cinta, kehidupan yang selalu dia jalani dengan penuh kemewahan, kini sirna begitu saja.

Tanpa dia duga dunia seakan terbalik dengan cepat, dia merasa jika kehidupan ini bukan seperti roda yang berputar. Namun, dia merasa dihempaskan dari atas gedung tinggi ke atas tanah.

Akan tetapu, dengan adanya Diana yang memberikan dia semangat membuat Carol sadar jika dia harus bertahan untuk membuat kedua orang tuanya bangga.

"Tapi, Na. Gue ngga punya rumah lagi, gue harus pulang ke mana?" kata Carol dengan sedih.

Diana merasakan sedikit kesal di dalam hatinya dengan apa yang dikatakan oleh Carol, padahal sejak tadi dia menemani sahabatnya itu dengan setia.

Itu artinya dia begitu peduli terhadap sahabatnya tersebut, tapi kenapa di harus memikirkan hal yang seolah mengatakan jika dirinya sendirian tanpa ada yang menemani dan ingin membantu.

"Elu nginep di rumah gue dulu, biarpun rumah gue kecil yang penting elu bisa tidur dengan nyenyak," kata Diana seraya terkekeh.

Rumah Diana memang sangatlah kecil, hanya memiliki dua kamar, satu ruang tamu dan juga dapur beserta kamar mandi di dekat dapur.

Namun, walaupun seperti itu dia merasa sangat bersyukur karena orang tuanya sebelum meninggal masih meninggalkan rumah yang sangat sederhana itu.

Karena dengan seperti itu, dia tidak perlu memikirkan biaya untuk mengontrak rumah. Dia hanya perlu memikirkan biaya sekolah dan makan sehari-hari.

Mendengar apa yang dikatakan oleh Diana, Carol terlihat melerai pelukannya. Kemudian, dia menatap wajah sahabatnya itu dengan lekat.

"Memangnya gue boleh tinggal di rumah elu? Kalau boleh gue janji deh cuma sementara waktu, gue nanti mau nyari kerja aja. Ngga usah kuliah, ngga ada ongkosnya juga buat ke luar negeri," kata Carol dengan sangat sedih.

"Hei! Kenapa elu ngomong gitu? Ada juga gue yang nanya, elu bakalan betah ngga di rumah gue yang super kecil itu? Elu kan, biasanya tinggal di rumah yang super mewah," kata Diana.

"Ngga gitu, mana ada gue kaya gitu. Gue selalu nyaman tinggal di rumah elu, kalau gue main di rumah elu juga gue betah-betah aja," kata Carol.

"Ya sudah, kalau gitu sekarang kita balik. Kita balik ke rumah gue, kita nginep gak usah mikirin nyari kostan. Yang penting elu ikut gue pulang terus tinggal aja sama gue," kata Diana.

Carol merasa sangat bersyukur karena memiliki sahabat seperti Diana, dengan tulus dan ikhlas dia menawarkan diri untuk mengajak dirinya menginap bersama dengan Diana.

Padahal ia sempat berpikir jika dirinya akan kebingungan dalam mencari kostan, karena dia tidak mempunyai uang sama sekali.

Hanya ada kalung, giwang dan juga cincin yang dia pakai saat ini. Barang berharga yang diberikan oleh sang mommy ketika dia hidup.

Jika saja tidak ada Diana, dia berpikir akan menjual perhiasannya untuk biaya hidupnya dan untuk ngekost.

"Thank's," kata Carol.

"Sama-sama, ayo kita pulang," ajak Diana.

"Iya, oh iya, Na. Baju gue sama baju daddy, mommy masih di pos satpam. Gue titip tadi," kata Carol seraya menunjuk pos jaga yang ada di pemakaman tersebut.

Diana melihat ada tiga buah koper dan juga satu buah tas hitam lumayan besar, dia jadi berpikir jika mereka tidak bisa memesan ojek online.

"Ya sudah, kalau begitu kita pesan taksi untuk pulang ke rumah gue. Gue masih ada ongkos kok," jawab Duana.

"Ya Tuhan, gue jadi ngga enak banget sama elu. Itu pasti gaji elu yang kemarin, kan? Gaji yang tadi malam untuk melayani orang pesta-pesta itu, kan?" kata Carol.

"Ya, jangan sungkan sama gue. Udah ah kita pulang, kita pulang ke rumah gue. Gue laper banget, pengen makan," kata Diana seraya mengelus perutnya.

"Iya, sorry, sorry. Kita pulang aja," kata Carol.

Carol terlihat berpamitan kepada kedua orang tuanya, setelah itu Diana dan juga Carol langsung memesan taksi dan segera pulang menuju rumah sederhana milik Diana.

Walaupun cobaan datang begitu berat menghampiri, tapi Carol merasa sangat senang karena ada sahabatnya yang selalu setia menemani.

Tiba di rumah Diana, Carol langsung membawa tiga koper dan juga satu tas hitam besar itu ke dalam rumah sederhana milik Diana.

"Ck! Bawaan elu banyak banget, tapi kayanya bermanfaat deh," kata Diana.

Diana membayangkan baju-baju yang biasa dipakai oleh mommy dan daddynya Carol, setiap hari mereka selalu memakai baju-baju bermerek dan sudah bisa dipastikan jika harganya pasti mahal.

"Maksudnya?" tanya Carol seraya duduk di salah satu sofa yang ada di ruang tamu.

"Maksud gue baju-baju punya bokap sama nyokap elu pasti harganya mahal-mahal, bisa ampe puluhan juta. Bagaimana kalau kita lelang aja di online? Kan, lumayan tuh duitnya bisa buat biayai hidup elu sehari-hari," kata Diana memberi saran.

"Gue pikirin dulu," jawab Carol.

"Iya, gue tunggu. By the way, gue mau masak mie instan. Elu mau?" tanya Diana tidak enak hati.

Dia sangat tahu makanan apa yang selalu dimakan oleh Carol, makanan-makanan mewah yang harganya wah.

Namun, dia tidak punya uang banyak. Di rumahnya dia hanya menyediakan mie instan, telur ada beberapa sayuran juga bakso serta sosis.

"Iya, gue mau. Gue juga laper, kata Carol.

"Ya sudah, kalo gitu elu mau ikut gue apa mau di sini saja?" tanya Diana.

"Gue mau bantu elu, gue ikut ke dapur. Cuma masak mie instan doang mah gue pasti bisa," kata Carol ragu.

Mendengar akan hal itu Diana namak tertawa, dia sangat tahu jika Carol tidak pernah menyentuh alat-alat dapur, hidupnya selalu saja serba dilayani.

"Elu kaya ama siapa aja, gue susah juga elu yang nolongin," kata Diana.

"Jangan suka ngomong begitu, jangan suka bangkit yang udah-udah," kata Carol tidak enak hati.

"Iya iya," kata Diana.

Akhirnya Carol dan juga Diana langsung masuk ke dapur, lalu mereka pun memasak mie dan memakannya dengan sangat lahap.

Kedua sahabat itu terlihat begitu kelaparan, mungkin karena seharian mereka belum makan.

Setelah makan Mie instan, Carol memutuskan untuk merapikan baju miliknya di dalam kamar yang satunya.

Diana dengan setia ikut membantu sahabatnya itu, setelah selesai merapikan baju milik Carol, Diana nampak memegang tas besar berwarna hitam yang sejak tadi Carol bawa.

"Ini isinya apaan sih? Gue penasaran, soalnya tadi pas gue angkat ini berat banget," kata Diana.

Diana terlihat menatap tas hitam yang ada di hadapannya itu dengan raut wajah penasaran, dia begitu ingin segera membukanya dan mengetahui apa isinya.

"Ngga tau gue, itu kemarin dilemparin sama orang yang nyita rumah. Katanya utang bokap udah lunas, itu sisanya," jawab Carol.

Carol terdiam, dia seperti sedang mengingat-ingat kala pria bertubuh tegap itu datang dan melemparkan tas itu ke arah dirinya dan juga

mommynya.

"Jangan-jangan duit lagi," kata Diana.

Diana yang merasa penasaran langsung membuka tas tersebut dengan tergesa, matanya nampak membuat dengan sempurna ketika dia melihat gepokan uang yang begitu banyak di dalam tas tersebut.

"Gila! Ini duit, Car!" teriak Diana.

Carol yang merasa kaget dengan apa diucapkan oleh Diana langsung membekap mulut sahabatnya tersebut, bagaimana kalau banyak orang yang datang dan memperebutkan uang tersebut, pikirnya.

**

Selamat malam kesayangan, selamat beristirahat. Semoga kalian sehat selalu dan murah rezeky, sayang kalian semua.

Menjadi Seorang Pelayan

Diana merasa sangat kesal karena Carol malah membekap mulutnya, dia hanya kaget karena melihat uang yang sangat banyak.

Seumur hidupnya dia selalu saja susah, sekalinya punya uang dia harus bekerja keras banting tulang.

Dia harus rela tidak tidur demi mencari rupiah agar tidak kelaparan, sungguh miris bukan hidup Diana. Namun, walaupun seperti itu dia tetap merasa senang karena mempunyai teman seperti Carol.

Carol selalu mendukung dirinya, Carol selalu menemaninya dan selalu menolong dirinya kala dia susah.

Bahkan, Carol juga beberapa kali membantu dirinya dalam membayar uang sekolahnya saat kekurangan.

"Gue kaget bege, ngapa elu bekap mulut gue!" sentak Diana setelah berhasil menurunkan tangan Carol.

"Gue juga kaget sama kaya elu, tapi ngga usah teriak juga! Bagaimana kalau nanti banyak orang yang datang dan mempertanyakan uang ini? Mending kalau cuma nanya, kalau pada ngambil gimana entar? Gua ga bakal punya duit lagi," kata Carol.

"Ya, iya. Elu bener, sorry! Gue khilaf, abisan gue ngga pernah punya uang banyak. Mata gue langsung ijo ngelihat duit sebanyak itu," kata Diana.

Ingin sekali Carol menertawakan apa yang dikatakan oleh sahabatnya tersebut, tapi dia tidak tega. Pasti sahabatnya itu akan bersedih.

"Iya, gue paham. Kalau gitu gue simpen tas ini dalam lemari, buat simpenan kita," kata Carol.

Carol langsung mengambil tas tersebut, lalu dia memasukkannya ke dalam lemari. Tidak lupa sebelum dia mengunci lemari tersebut, dia mengambil satu gepok uang untuk dia pakai sehari-hari.

Diana terlihat menghampiri Carol, lalu dia menepuk-nepuk pundak sahabatnya tersebut. Dia kemudian bertanya.

"Elu kata tadi buat simpenan kita, berarti gue termasuk dong di dalamnya?" tanya Diana.

Mendengar apa yang ditanyakan oleh sahabatnya tersebut, Carol nampak tertawa. Kemudian, dia menatap wajah sahabatnya dengan lekat.

"Tentu saja, Na. Karena cuma elu yang gue punya saat ini, cuma elu sahabat baik gue yang mau menampung gue di saat susah seperti ini," kata Carol dengan perasaan lega, karena akhirnya dia tidak perlu khawatir untuk memikirkan biaya sehari-harinya lagi.

"Ya elah, elu itu susah aja duitnya masih banyak aja. Ngga kaya gue," kata Carol dengan bibir mengkrucut.

"Udah jangan berisik, mending kita istirahat. Gue lelah," kata Carol.

Mendapatkan ajakan dari Carol, Diana terlihat melirik jam yang bertengger cantik di atas dinding kamar tersebut.

Waktu sudah menunjukkan pukul 18.09 sore, itu artinya Diana tidak bisa beristirahat karena pukul 20.00 dia harus sudah berada di sebuah Club untuk menjadi pelayan seperti biasanya.

"Gue ngga bisa istirahat, gue harus bersiap untuk pergi ke Club. Biasa, ada tugas. Mayan nemenin orang pada pesta dapet satu juta," kata Carol seraya terkekeh.

Mata Carol langsung berubah menjadi sendu, dia merasa kasihan terhadap sahabatnya tersebut. Diana selalu saja berusaha untuk bekerja agar bisa menghidupi dirinya sendiri, bahkan dia selalu saja menjadi pelayan tanpa rasa malu.

Walaupun di Club sekalipun, dia pasti akan lakukan. Yang penting dia bisa menjaga dirinya dan uang bisa dia kantongi demi menutupi kebutuhan ekonominya.

"Kenapa ngga berhenti saja? Kita bisa mulai usaha dengan duit yang gue punya," kata Carol.

"Iya, nanti gue berhenti. Tapi, tidak untuk malam ini, gue udah makan dp'nya." Diana tertawa miris.

Diana memang tertawa, tapi Carol sangat paham jika Diana sedang menahan rasa sedihnya. Dia langsung memeluk sahabatnya tersebut, lalu dia mengelus punggung Diana dengan lembut.

Dia berusaha untuk menenangkan hati sahabatnya tersebut, karena dia sangat tahu jika sahabatnya itu sedang bersedih. Hanya saja Diana selalu bisa menutupi kesedihannya tersebut.

"Gue paham," kata Carol.

"Hem," jawab Diana.

Saat mereka sedang berpelukan, tiba-tiba saja ponsel milik Diana berdering dengan sangat kencang.

Dia langsung melerai pelukannya bersama dengan Carol, lalu mengambil ponsel milknya yang berada di saku celananya.

"Siapa?" tanya Carol.

"Ibu bos gue," jawab Diana.

Setelah mengatakan hal itu Diana nampak mengangkat panggilan dari bosnya tersebut, Carol terlihat memperhatikan sahabatnya itu.

Sesekali Diana terlihat melayangkan protesnya, tapi Carol yang tidak tahu apa-apa hanya diam saja seraya memperhatikan dan menunggu Diana untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

Tidak lama kemudian, Diana terlihat mematikan sambungan teleponnya. Terlihat dengan jelas raut kekesalan di wajah sahabatnya tersebut.

"Heh!"

Terdengar helaan napas berat dari bibir Diana, dia merasa kesal karena ternyata salah satu teman pelayannya tidak bisa hadir dan bosnya mengatakan jika dirinya harus mencari pelayan pengganti.

Padahal waktunya tinggal sebentar lagi, dia harus mencari pengganti ke mana, pikirnya. Dia benar-benar pusing.

"Ada apa sih?" tanya Carol.

"Temen gue ada yang ngga hadir, gue disuruh nyari pengganti. Vangke emang tuh bu bos, nyari pengganti ke mana coba," keluh Diana.

"Gue aja," jawab Carol cepat.

"Jangan, masa cantik gini jadi pelayan. Gue ngga rela," kata Diana.

"Dari pada elu kena omel, hanya satu malam." Carol nyengir kuda.

"Oke deh, tapi... gue tahu banget elu belum pernah nginjekin kaki di Club. Apa elu yakin, elu cakep gini. Gue takut banyak lelaki hidung belang yang godain elu," kata Diana khawatir.

Diana merasa jika dia akan merasa lebih tenang jika Carol diam di rumah, dari pada ikut bersama dirinya ke Club malam untuk menjadi pelayan.

Diana sangat tahu jika mencium asap rokok saja temannya itu akan terbatuk-batuk, apalagi kalau harus mencium aroma alkohol yang menyengat, pikirnya.

"Yakin gue, lagian gue ngga khawatir. Kan, ada elu," kata Carol yakin.

"Ya udah kalau elu yakin, sekarang kita mandi. Biar bisa cepet sampe ke Club," jawab Diana lesu.

Rasanya dia masih tidak enak saja jika harus mengajak sahabatnya itu untuk menjadi seorang pelayan, dia benar-benar tidak enak hati.

"Oke, gue dulu apa elu yang mandi?" tanya Carol yang sangat tahu jika di rumah itu hanya ada satu kamar mandi.

"Gue dulu deh, gue udah gerah banget," kata Diana.

"Iya, gue rebahan bentar kalau kaya gitu. Kalau udahan langsung panggil gue," kata Carol.

"Iyes, Nya." Diana berkata seraya berlari. Carol hanya tersenyum menanggapi apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu.

Selepas kepergian Diana, Carol langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang tidak terlalu besar itu. Namun, walaupun seperti itu dia merasa sangat nyaman.

"Apa yang harus aku lakukan mulai saat ini, Tuhan? Haruskah aku pergi ke luar negeri untuk melanjutkan kuliah atau harus membuat usaha saja?"

Carol terlihat dilema, dia ingin sekali melanjutkan kuliahnya agar dia bisa memiliki masa depan yang cerah nantinya.

Namun, jika mengingat akan Diana, rasanya dia ingin membuat usaha saja agar dia dan juga Diana tidak terlalu susah untuk ke depannya.

Lagi pula dia bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah jika dia membuat usaha, jika sudah terkumpul dengan banyak dia bisa melanjutkan kuliahnya.

Lagi pula berhenti kuliah satu atau dua tahun tidak akan masalah menurutnya, yang terpenting waktunya dia gunakan untuk hal yang bermanfaat.

"Ngelamun mulu, mandi gih! Gue udahan," kata Diana seraya melempar handuk bersih.

"Iya, gue mandi," jawab Carol seraya mengambil handuk dan segera keluar dari kamar untuk mandi.

***

Pukul 19:32.

Carol dan juga Diana sudah berada di dalam taksi, mereka akan berangkat menuju Club di mana mereka akan menjadi pelayan di dalam Club tersebut.

Club tersebut sudah disewa oleh seorang pengusaha muda yang kaya raya, dia sedang merayakan hari kebahagiaannya.

Tentu saja dia sangat bahagia, karena hari ini dia berhasil membeli sebuah perusahaan besar dengan harga yang sangat murah.

Dia sengaja mengundang teman-teman bisnisnya dan juga kerabatnya, untuk merayakan hari bahagianya tersebut di sebuah Club ternama di ibu kota.

"Kalo udah sampe nanti gue mintain baju pelayan sama bu bos, supaya elu bisa. make baju samaan kaya gue," kata Diana seraya terkekeh.

Selama ini Diana dan juga Carol selalu memakai baju yang berbeda, mulai dari harga dan juga kualitasnya di luar sekolah.

Namun, malam ini Diana merasa sangat lucu karena dirinya dan juga Carol akan memakai baju yang sama. Bahkan mereka pun sama-sama menjadi seorang pelayan.

"Tapi, Na. Bajunya seksi banget," keluh Carol.

"Namanya juga pelayan Club, wajar kalau bajunya seksi. Yang terpenting, elu harus bisa jaga diri. Jangan mau kalau ada cowok yang deketin," nasihat Diana.

"Iya, gue paham," kata Carol.

Sepanjang perjalanan menuju Club, Carol terus saja memperhatikan baju yang dipakai oleh Diana.

Kemeja pendek ketat berwarna hitam yang menampilkan pusarnya dipadupadankan dengan rok span yang hanya menutupi asetnya.

"Udah ngga usah liatin gue kaya gitu, yang penting malam ini kita dapet duit. Lumayan sejuta," kata Diana.

Diana selalu saja merasa senang jika ada tugas dadakan seperti ini, karena itu artinya dia akan dibayar secara langsung dan menurut Diana uang satu juta itu sangatlah besar.

Berbeda dengan Carol yang hanya diam saja, karena baginya uang satu juta itu tidak ada artinya sama sekali.

Dalam seharinya Carol selalu mendapatkan uang jajan yang banyak, bahkan uang jajannya tersebut selalu dia tabungkan.

Namun, sialnya saat rumahnya disita dia sempat mencari buku rekening miliknya tapi tidak ada.

"Sudah sampai," kata sopir taksi.

"Iya, Pak. Terima kasih," ucap Diana.

Diana dan juga Carol terlihat turun dari taksi tersebut setelah membayar uang tagihannya, setelah itu mereka langsung masuk ke dalam Club tersebut.

Sebelum bekerja, tentu saja Diana memperkenalkan Carol terlebih dahulu kepada bosnya dan memintakan seragam untuk Carol.

"Elu ganti baju gih, di lantai tiga di sebelah kanan tangga. Soalnya di lantai dua lagi dipake buat party, berani sendiri ngga?" tanya Diana.

"Berani dong, elu mulai kerja aja. Nanti gue turun kalau sudah selesai ganti baju," kata Carol.

"Bagus, anak pandai. Gue mulai keja kalau gitu," ucap Diana. "Kalau nyari, gue di lantai dua," kata Diana.

"He'em, gue paham," jawab Carol.

Carol dan juga Diana berjalan beriringan, Diana langsung bekerja saat tiba di lantai dua sedangkan Carol langsung naik ke lantai tiga untuk mengganti baju.

Ternyata di samping kanan tangga ada ruang ganti, dia langsung masuk ke sana dan mengganti bajunya.

Dia sempat memperhatikan penampilannya di depan cermin, dia seakan malu saat melihat dirinya sendiri yang terlihat sangat seksi.

Dia merasa jika dirinya kini persis seperti wanita malam, tapi dia teringat kembali akan ucapan dari Diana. Yang terpenting bekerja dan mendapatkan uang, tidak usah memikirkan hal yang aneh-aneh.

Carol terlihat menghela napas panjang, kemudian dia mengeluarkannya dengan perlahan.

Dia mencoba untuk menenangkan dirinya yang tiba-tiba saja merasakan jika hatinya terasa bergemuruh.

"Semangat Carol, jangan mengecewakan Diana. Dia pasti akan senang kalau elu bisa bekerja dengan baik," kata Carol.

Dia berusaha untuk tersenyum saat menatap dirinya di depan cermin, setelah itu dia merapikan pakaiannya dan memasukkannya ke dalam loker yang ada di sana.

Dengan senyum yang dipaksakan dia keluar dari dalam kamar ganti, baru saja dia menutup pintu ruang ganti tersebut, tiba-tiba saja dia merasa ada yang menarik tangannya dengan sangat kencang.

"Tolong lepaskan saya!" teriak Carol.

Dia memberanikan diri untuk menatap wajah lelaki bertubuh tinggi tegap di hadapannya, sayangnya wajahnya tidak terlihat dengan jelas karena minimnya penerangan.

"Jalangg saja bertingkah!" ucapnya dengan lantang.

Mendengar apa yang dikatakan oleh pria tersebut, Carol seakan sangat marah. Dia bahkan berusaha untuk memberontak dan menginjak kaki dari pria tersebut.

Lelaki itu sempat melepaskan cengkraman tangannya, Carol berusaha untuk berlari. Namun, sayangnya lelaki itu malah mengangkat tubuh Carol dan membawa dirinya seperti sekarung beras di atas pundaknya.

****

Selamat Siang kesayangan, selamat membaca di saat santai kalian. Jangan lupa tinggalkan komentar dan juga likenya, sayang kalian semua.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!