NovelToon NovelToon

Unwanted Wife

Episode 1.

Sebuah mobil Pajero sport berwarna hitam berhenti sempurna, seorang pria berpenampilan menarik yang tak lain adalah Rendra Irawan, keluar dengan wajah lelah. Sama sekali tak terlihat pancaran kebahagiaan di raut tampannya.

Rendra melangkah masuk dengan malas, baginya pulang ke rumah adalah hal yang paling membosankan, setidaknya untuk beberapa bulan belakangan ini.

Mendengar suara pintu terbuka, Dara yang sedang menyiapkan makan malam bergegas menghampiri Rendra untuk menyambut kepulangan sang suami.

"Mas, sudah pulang?"

"Kau lihat?" sahut Rendra malas.

"Sini aku bawakan tasnya." Dara bermaksud mendekati Rendra, tapi lelaki itu melarangnya.

"Jangan dekat-dekat!"

Dara menghentikan langkahnya dengan wajah sedih.

"Aku tidak suka bau badanmu," ujar Rendra ketus.

Dara mengendus ketiak dan daster yang dia pakai, memang sedikit tercium aroma tidak enak. Maklum saja, dia sedang memasak makan malam tadi, jadi wajar berkeringat.

Meskipun mereka berkecukupan, tapi Dara tidak menggunakan jasa asisten rumah tangga, dia mengerjakan semuanya sendiri. Dari memasak, membereskan rumah, mencuci bahkan sampai berkebun sekalipun. Dia juga membantu ibu mertuanya yang membuka usaha toko kue, sampai-sampai dia tak punya waktu untuk ke salon atau sekedar bersantai bersama teman-temannya.

Dara mencoba tersenyum, meskipun Rendra bersikap kasar padanya.

"Kalau begitu Mas makan dulu, aku sudah siapkan makanan kesukaan Mas."

"Aku ada janji makan di luar."

"Tapi aku sudah masak, Mas. Siapa yang akan menghabiskan semua ini?"

"Kasih ke tetangga, atau buang saja ke tempat sampah," jawab Rendra tak acuh, kemudian melenggang pergi dari hadapan Dara.

Dara merasa kesal melihat sikap Rendra, beberapa bulan belakangan ini, suaminya itu berubah, dia tidak semanis saat awal-awal menikah. Sekarang Rendra cuek, dingin dan kasar padanya. Mereka jarang bisa duduk dan mengobrol seperti dulu, komunikasi mereka benar-benar buruk. Rendra juga kerap kali keluar hingga larut malam, bahkan beberapa kali dia tidak pulang ke rumah dan saat Dara bertanya, ujung-ujungnya mereka pasti bertengkar.

Mereka sudah menikah dua tahun, tapi belum juga dikaruniai anak. Kadang Dara berpikir, apakah karena hal itu suaminya berubah?

Tapi mereka sudah memeriksakan diri ke dokter, dan keduanya dalam kondisi yang baik, mungkin Tuhan hanya belum memberikannya.

Sahabat Dara juga pernah mengatakan, jangan-jangan Rendra memiliki selingkuhan, tapi Dara tak ingin berpikiran buruk terhadap suaminya itu, dia meyakinkan dirinya jika Rendra tidak akan mengkhianatinya. Dara memang begitu naif, dia menepis apapun anggapan buruk tentang Rendra, karena cintanya begitu besar kepada sang suami.

Akhirnya Dara bergegas menyusul Rendra ke kamar.

"Mas ada janji makan malam dengan siapa?" tanya Dara penasaran, sebagai seorang istri tentu dia harus tahu ke mana dan dengan siapa suaminya pergi.

"Teman," jawab Rendra singkat.

"Teman cewek atau cowok?" tanya Dara lagi, entah mengapa kali ini dia begitu ingin tahu.

Rendra berbalik menatapnya tidak suka, "Kau kenapa selalu saja cerewet? Aku mau pergi dengan siapa pun, itu bukan urusanmu!"

Dara berdiri dari duduknya, "Tapi aku ini istrimu, Mas. Aku berhak tahu!"

Rendra tak menjawab, dia sibuk melepaskan kemejanya.

Dara semakin merasa emosi karena lagi-lagi Rendra bersikap tak acuh kepadanya.

"Kamu berubah, Mas. Kamu bukan Mas Rendra yang aku kenal dulu," ucap Dara lirih.

Rendra mengembuskan napas kasar, "Cukup Dara! Jangan membuat mood ku rusak lagi! Apa kau tidak bosan setiap hari bertengkar terus denganku?"

"Kalau saja Mas baik terhadapku, kita tidak mungkin bertengkar."

"Apa aku kurang baik? Aku cukupi semua kebutuhan mu, aku tidak pernah menuntut macam-macam. Bahkan kau tidak bisa memberikan anak untukku, aku juga tidak marah. Apa itu kurang baik, haa?"

Dara merasa terluka saat Rendra mengungkit persoalan anak, seolah-olah dalam hal ini dia yang paling bersalah. Air matanya pun seketika jatuh tak tertahankan.

"Bukan itu maksudku, Mas. Sikap Mas yang belakangan ini berubah jadi tidak baik terhadapku, Mas dingin dan kasar. Apa salahku, Mas?" protes Dara.

"Aku muak padamu," balas Rendra dengan begitu kejam.

Dara terdiam, hatinya semakin sakit mendengar kata-kata yang keluar dari mulut sang suami. Air matanya pun kembali jatuh berderai.

"Ah, sudahlah! Percuma bicara denganmu! Suami baru pulang kerja, sudah diajak ribut!" pungkas Rendra dan buru-buru masuk ke dalam kamar mandi, dia bahkan tak peduli saat istrinya itu menangis.

Dara duduk di tepi ranjang, dia menangis untuk melampiaskan rasa sedih dan sakit hatinya. Sejujurnya dia bingung, apa yang sebenarnya terjadi dengan rumah tangganya ini?

Tak lama kemudian, Rendra pun keluar dari kamar mandi dan berjalan mendekati lemari, dia mengambil sepotong kaos dan celana jeans, lalu mengenakannya tanpa memedulikan keberadaan Dara yang masih terisak-isak. Dia merapikan rambutnya, lalu menyemprotkan parfum ke seluruh tubuh, kemudian berlalu pergi begitu saja.

"Ya Tuhan, apa salahku? Kenapa suamiku jadi seperti ini?" Dara semakin tersedu-sedu. Rendra benar-benar mengabaikannya.

Setelah puas menumpahkan kesedihannya, Dara pun kembali ke ruang makan, bukan untuk makan, sebab dia tak lagi berselera, tapi dia menyimpan semua makanan yang dia masak ke dalam lemari pendingin.

Sebenarnya ini sudah sering terjadi, tapi Dara tak pernah jera untuk kembali merebut hati suaminya, dia masih terus ingin melayani sang suami meskipun selalu diabaikan tanpa dia tahu apa kesalahannya.

***

Episode 2.

Di sebuah restoran mewah, Rendra sedang menikmati makan malam dengan seorang wanita cantik dan seksi bernama Amel, yang tak lain adalah sekretarisnya sendiri.

Amel memperhatikan Rendra yang tidak berselera untuk makan, wajah tampannya juga terlihat masam.

"Ada apa, sayang? Kamu bertengkar lagi dengan istri mu?" tanya Amel dengan suara yang lembut.

Rendra mengangguk dua kali.

"Hampir setiap hari kalian bertengkar, kenapa kalian tidak bercerai saja, sih? Lagian kalian juga tidak memiliki anak, jadi tidak ada yang perlu dipertahankan." Amel mencoba memprovokasi Rendra.

"Tidak semudah itu, Sayang. Mamaku sangat menyayanginya, Mama pasti tidak setuju kami berpisah," bantah Rendra.

"Tapi ini kan hidup kamu, Mamamu seharusnya tidak boleh terlalu mencampuri nya. Apa dia mau seumur hidup melihat anaknya tidak bahagia?" imbuh Amel.

"Iya, tapi apa alasan ku menceraikannya? Mama pasti menyalahkan aku."

"Bilang saja dia selingkuh atau melakukan kesalahan yang fatal, Mamamu kan tidak tahu jika kau berbohong," cetus Amel.

"Dia pasti membantah dan Mama juga tidak akan percaya jika tidak ada buktinya," bantah Rendra.

"Kalau begitu buat dia benar-benar selingkuh."

Rendra mengerutkan keningnya, "Apa maksudmu?"

"Aku ada ide, gimana kalau kita menyewa seseorang untuk menggoda istrimu dan saat dia mulai selingkuh, kita tunjukkan ke mama kamu. Saat itu mama kamu pasti setuju kalau kamu menceraikannya. Gimana?"

Rendra berpikir sejenak, sepertinya ide Amel tidak terlalu buruk.

"Ide mu bagus juga, tapi masalahnya siapa laki-laki yang akan kita sewa untuk menggoda istriku?"

"Kamu tenang saja, aku punya teman seorang kurir toko roti. Dia pasti bersedia bekerja sama dengan kita asalkan dibayar dengan tinggi," usul Amel.

Rendra tersenyum lalu mengangguk, "Kalau begitu segera hubungi dia! Aku sudah tidak sabar ingin mengakhiri pernikahan bodoh ini."

"Tunggu sebentar." Amel pun menghubungi seseorang.

Amel merasa senang sekali karena Rendra mau menerima idenya, dia berharap Rendra berpisah dari Dara, agar bisa segera menikahi dirinya, karena selama beberapa bulan ini dia berhubungan dengan atasannya itu tanpa kepastian. Amel bahkan selalu dicibir teman-temannya karena mereka tahu jika dia hanya dijadikan simpanan, bahkan mereka terang-terangan mengatakan Amel cuma pelarian Rendra saja, karena rumah tangga lelaki itu sedang tidak harmonis.

Tak butuh waktu lama, seorang pria berperawakan tinggi dan memakai jaket berbahan jeans datang lalu menghampiri Rendra juga Amel. Dari penampilannya, pria itu terlihat biasa saja.

"Hai, Riko," sapa Amel pada pria itu.

"Hai, Mel." Pria rupawan yang bernama Riko itu membalas sapaan Amel.

"Ini orangnya? Bagaimana Dara bisa tertarik kalau penampilannya seperti ini?" bisik Rendra dengan nada meremehkan dan Riko bisa mendengarnya.

"Kamu tenang saja, Riko ini playboy kelas kakap, dia pasti bisa meluluhkan istrimu," balas Amel pelan.

"Ehem, ada apa tiba-tiba memanggilku ke sini?" tanya Riko demi menyudahi bisik-bisik dua insan di hadapannya.

"Oh, iya. Begini, aku ada pekerjaan untukmu. Tapi sebelumnya perkenalkan ini Rendra, pacar aku." Amel menunjuk Rendra.

"Rendra."

"Aku Riko."

"Aku langsung saja, ya. Rendra ini sudah muak dengan istrinya dan dia ingin berpisah, tapi dia tidak ada alasan untuk menceraikan nya. Jadi dia ingin kamu menggoda istrinya sampai istrinya itu tertarik padamu, jadi dia bisa menuduh istrinya itu selingkuh. Gimana, kamu bersedia, kan?"

Riko sontak menggeleng, "Tidak, itu ide yang gila! Aku tidak mau merusak rumah tangga orang lain dan terkena masalah."

"Tidak akan ada masalah, aku berani jamin!" potong Rendra meyakinkan.

"Aku tetap tidak mau!" tolak Riko.

"Ayolah, aku akan memberikan seratus juta kalau kau berhasil membuat istriku tertarik padamu dan kami bercerai dalam waktu satu bulan." Rendra bernegosiasi.

Riko berpikir sejenak, lalu menatap lekat lekat wajah Rendra, "Bagaimana kalau dua ratus juta?"

Rendra terdiam menelan ludah.

"Kenapa banyak sekali?" protes Amel.

"Kalau tidak mau juga tidak apa-apa, aku tidak paksa." Riko sengaja menaikkan bayarannya agar Rendra mengurungkan niatnya itu karena terlalu mahal, sebab dia sendiri merasa tidak enak untuk menerima pekerjaan tersebut.

Namun tanpa diduga, Rendra menyetujuinya.

"Baiklah, aku akan berikan dua ratus juta jika kau berhasil," sahut Rendra.

Riko juga Amel tercengang dan saling pandang.

"Sayang, kamu yakin akan mengeluarkan uang sebanyak itu?" Amel kembali protes.

"Tidak apa-apa, sayang. Yang terpenting aku bisa secepatnya berpisah dari dia, dan kita bisa segera menikah."

"Hem, sayang. Kamu segitunya demi bisa nikah sama aku, jadi makin cinta, deh." Amel memeluk Rendra lalu mengecup bibir kekasihnya itu dengan mesra, Riko langsung memalingkan wajahnya.

"Baiklah, sekarang kita susun rencana. Tapi sebelumnya kau harus tahu dulu yang mana istriku," ujar Rendra, dia lalu menunjukkan foto Dara di ponselnya.

"Namanya Dara, dia bekerja di toko kue milik Ibuku."

Mata Riko membulat sempurna saat melihat wanita difoto itu, dia begitu cantik dan mempesona. Riko tak habis pikir, kenapa Rendra menyia-nyiakan wanita secantik ini hanya demi Amel yang menurut Riko biasa saja.

"Ini foto istriku setahun yang lalu, sekarang dia terlihat berantakan, tidak terawat dan bau. Sungguh memuakkan! Aku harap kau betah di dekatnya sampai rencana kita berhasil," kata Rendra.

Riko bergeming, dia masih berpikir separah itu kah istri Rendra sekarang sampai dia melakukan hal ini?

"Bagaimana?" tegur Rendra, membuyarkan lamunan Riko.

"Iya," jawab Riko.

Rendra lalu memberitahu apa saja yang disukai dan tidak disukai oleh Dara, dia juga mengatakan kegiatan Dara sehari-hari dan kebiasaan wanita itu. Kini Riko mengantongi banyak informasi tentang Dara.

***

Episode 3.

Keesokan harinya, setelah selesai membereskan rumah, Dara bersiap untuk pergi ke toko kue mertuanya yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahnya. Mata Dara terlihat sembab karena semalaman menangis, sebenarnya Dara tak ingin sedih berlarut-larut, tapi entah mengapa kali ini dia begitu terluka dengan ucapan Rendra yang menyinggung perihal anak, suaminya bahkan mengatakan jika muak terhadapnya. Seburuk itu kah dirinya?

Sedangkan Rendra semalam tidak pulang ke rumah. Begitulah dia jika sedang bertengkar dengan Dara, dia enggan pulang dan memilih untuk bermalam di apartemennya Amel.

"Selamat pagi, Ma," sapa Dara lembut saat melihat ibu mertuanya sedang menyusun kue ke etalase toko.

"Selamat pagi, Nak," balas Mirna yang tak lain adalah ibu mertua Dara.

Wanita paruh baya itu mendekati Dara dan mengusap pipinya, "Kamu habis menangis? Mata kamu kok sembab?"

Dara memaksakan senyuman, "Iya, Ma. Semalam sebelum tidur aku nonton drama Korea, ceritanya sedih banget, aku sampai nangis. Jadi gini, deh."

Dara sengaja berbohong sebab dia tak ingin membuat mertuanya sedih dan cemas.

"Ya ampun, Nak! Mama kirain kamu nangis karena anak Mama."

Dara masih tersenyum sambil menggelengkan kepala.

"Ya sudah, aku ke dalam dulu, Ma."

Mirna mengangguk.

Dara berlalu dari hadapan Mirna, tanpa sepengetahuan mertuanya itu, air mata Dara jatuh menetes tapi dengan cepat dia usap. Dara memang tak pernah menceritakan apa yang terjadi dengan rumah tangganya, dia selalu bersikap seolah-olah semuanya baik-baik saja.

Setelah meletakkan tasnya di dalam, Dara kembali ke depan dan membantu ibu mertuanya menyusun kue.

Riko tiba-tiba masuk ke dalam toko, Dara yang melihatnya segera menghampiri pria itu.

"Selamat pagi, mau pesan apa, Mas?" tanya Dara ramah.

Riko memandangi Dara dari bawah sampai atas lalu tersenyum, "Aku pesan kue brownies nya."

"Oh, kalau begitu tunggu sebentar ya, Mas."

Riko mengangguk, dan Dara bergegas menyiapkan pesanannya.

"Itu Dara, tapi tidak seburuk yang suaminya katakan. Dia masih terlihat cantik meski tidak terawat," batin Riko sembari terus menatap Dara.

Lima menit kemudian, Dara kembali menghampiri Riko dan menyerahkan kantung plastik putih yang berisi pesanannya tadi, "Ini brownies nya, Mas."

Riko menerima kantung plastik yang Dara sodorkan.

"Berapa?"

"Lima puluh ribu, Mas," sahut Dara.

Riko menyerahkan pecahan seratus ribu rupiah, "Ini uangnya."

"Sebentar saya ambil kembaliannya dulu." Dara buru-buru berlari ke meja kasir untuk mengambil uang kembaliannya, namun Riko justru melenggang pergi begitu saja.

Melihat pelanggannya pergi, Dara pun sontak mengejarnya keluar toko.

"Mas ini kembaliannya!" teriak Dara, tapi Riko sudah keburu pergi dengan menaiki motornya.

"Ada apa, Nak?" Mirna menyusul Dara keluar toko.

"Mas yang tadi beli brownies belum mengambil kembaliannya, tapi dia sudah pergi," adu Dara sembari menunjukkan uang lima puluh ribu.

"Mungkin dia lupa," tebak Mirna.

"Masa lupa, sih?"

"Ya sudah, simpan saja uangnya. Mana tahu dia balik lagi," pinta Mirna.

"Iya, Ma."

Dara juga Mirna pun masuk lagi ke toko, dan melanjutkan aktifitas mereka. Sementara itu di perjalanan, Riko tersenyum penuh arti sambil memacu sepeda motornya.

***

Riko tiba di depan sebuah bangunan sederhana tapi cukup luas, halamannya dipenuhi pepohonan yang rimbun dan rumput yang hijau. Dia memarkirkan sepeda motornya, lalu turun sambil menenteng kantong plastik berisikan kue brownies yang dia beli tadi dan melangkah masuk ke dalam bangunan itu.

"Selamat pagi, Bu Ani," sapa Riko.

Wanita paruh baya bernama Ani itu sontak berbalik dan terkejut melihat kedatangan Riko.

"Eh, Nak Riko apa kabar? Sudah lama tidak main ke sini?"

"Iya, belakangan ini aku sibuk, Bu," sahut Riko lalu celingukan kesana-kemari, "anak-anak mana, Bu?"

"Anak-anak pada pergi tamasya, Kang Deden yang ajak," jawab Bu Ani.

"Tamasya ke mana?" tanya Riko.

"Ke taman tak jauh dari sini, Nak."

"Oh. Ya sudah, ini aku titip buat anak-anak, Bu." Riko menyodorkan kantung plastik yang dia bawa kepada Bu Ani.

"Apa ini, Nak?"

"Kue brownies," jawab Riko.

"Wah, terima kasih, ya. Seharusnya Nak Riko tidak usah repot-repot membawakan ini segala."

"Tidak apa-apa, Bu. Kalau begitu aku permisi dulu, titip salam buat anak-anak," ujar Riko.

"Oh, iya. Nanti Ibu sampaikan ke anak-anak."

"Selamat pagi, Bu."

"Selamat pagi," balas Bu Ani.

Riko pun bergegas meninggalkan rumah sederhana yang menjadi persinggahan anak-anak yatim piatu itu.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!