"Kenapa kau tidur satu ranjang denganku?" tanya seorang laki-laki tampan yang baru saja terbangun dari tidurnya. Dia terkejut mendapati dirinya satu ranjang dengan wanita cantik yang merupakan istrinya. Laki-laki itu bernama Evander Kalendra. Suami dari Almira Benazir. Janda cantik yang dinikahi Evander.
"Eee ... semalam?" Wanita cantik itu bingung.
"Semalam kenapa?" Evander mendapati tubuhnya tidak lagi mengenakan pakaian. Meski Evander masih mengenakan celana bahan berwarna hitam yang biasa digunakan untuk ke kantor.
"Semalam kau demam dan mengigau. Aku hanya membantumu," jawab Almira.
"Aku sudah bilang jangan pernah berani mendekatiku! Aku alergi dengan wanita. Kau tahu itukan?" ujar Evander.
Almira menunduk. Dia tidak pernah berniat tidur satu ranjang dengan suaminya. Kalau bukan karena Evander sakit.
"Aku minta maaf. Lain kali aku tidak akan mengulanginya lagi," jawab Almira.
Evander mengambil bajunya yang ada di atas nakas. Dia mengenakan bajunya kembali.
"Mulai hari ini kita bercerai!" ucap Evander.
"Cerai? Kenapa? Aku akan berusaha lebih baik lagi Evan. Aku akan menunggu sampai kau bisa menerimaku," sahut Almira.
"Almira, aku akan memberimu kompensasi yang setimpal. Pernikahan ini sudah berakhir. Jangan pernah muncul lagi dihadapanku!" tegas Evander.
Almira bangun dari ranjang. Matanya berkaca-kaca. Dia mendekati Evander dan memeluknya dari belakang. Namun Evander berusaha melepas pelukannya.
"Sebentar saja! Biarkan aku memelukmu!" pinta Almira.
Evander membiarkan Almira memeluk tubuhnya.
"Kenapa kau tidak ingin menyentuhku? Aku istrimukan Evan? Apa semua harus berakhir karena kau tidak menyukai wanita?" ucap Almira. Air matanya menetes di punggung Evander. Pernikahannya dengan Evander seperti sayur tanpa garam. Tak pernah ada rasa. Almira hanya pajangan untuk menenangkan ayahnya Evander yang menginginkan seorang menantu. Padahal Almira selalu berusaha sebaik mungkin untuk Evander. Tak pernah lelah berusaha untuk membuat suaminya jatuh cinta.
Evander hanya diam.
"Berikan aku kesempatan meski itu hanya satu hari. Aku ingin menjadi istrimu yang sesungguhnya," ucap Almira.
Evander mengepal. Permintaan Almira begitu berat untuknya.
"Ku mohon!" pinta Almira. Memeluk erat Evander. Berharap suaminya akan memenuhi permintaannya yang terakhir.
Evander melepaskan tangan Almira. Dia berbalik.
"Almira, aku tidak bisa," ucap Evander.
"Aku tidak ingin bercerai jika kau tidak memenuhi permintaanku ini!" sahut Almira.
***
"Tidaaak," teriak seorang wanita cantik yang terbangun setelah bermimpi buruk. Matanya langsung terbuka lebar menatap ke depan penuh ketakutan. Keringat membasahi wajahnya. Jantungnya berdebar kencang dan nafasnya tersengal-sengal. Ternyata semua itu hanya mimpi. Namanya Almira Benadzir. Janda tiga kali tersakiti. Pernikahan seakan hantu yang menakutkan untuknya.
"Kak, kakak pasti mimpi buruk lagi."
Sakira Titania namanya adik dari Almira. Dia datang menghampiri kakaknya. Sakira duduk di samping ranjang. Tangannya memegang lengan Almira, berusaha menenangkannya.
"Hah ... hah ... hah ...." Nafas Almira masih terdengar ngos-ngosan. Mimpi buruk itu kembali datang dan membuat Almira seakan tercekam masa lalu yang membuatnya ketakutan.
"Apa kakak mimpiin mantan suami kakak lagi?" Bukan hanya sekali, Almira sudah sering mimpi buruk tentang perceraiannya yang menyakitkan itu. Sakira sudah sering melihat Almira tersiksa setiap kali mimpi buruk itu datang.
"Iya, setiap kakak kelelahan pasti mimpi itu." Meski berusaha untuk tidak memikirkannya. Kenyataan pahit itu selalu datang dalam mimpinya.
"Gak usah dipikirin ya kak, biar semuanya berlalu dan kakak bisa menyambut masa depan yang lebih baik." Sakira berusaha menyemangati kakaknya. Tiga kali bercerai sudah membuat hidup Almira menderita. Tak pernah sekalipun dia bahagia dalam pernikahannya bersama ketiga mantan suaminya. Sakira berharap Almira akan bahagia nantinya.
"Makasih dek," ucap Almira.
Sakira langsung memeluk Almira, dia tahu rasa sakit yang dirasakan kakaknya. Siapapun akan merasa sakit saat diceraikan tiga kali padahal kita sudah berusaha berbuat sebaik mungkin. Tak mudah menyandang status janda tiga kali. Cibiran dan jadi bahan pembicaraan tetangga sudah sering diterima Almira. Seolah dia wanita yang tak mampu mempertahankan rumah tangganya dan lebih suka kawin cerai.
"Jam berapa dek?" tanya Almira.
"Jam 5 kak," jawab Sakira.
"Kakak mau sholat subuh dulu," sahut Almira. Dunia memang menyakitkan tapi jangan jadinya hal itu membuatmu melupakan ada pengadilan yang sesungguhnya.
"Iya kak," jawab Sakira.
Almira meninggalkan ranjang tidurnya berjalan menuju ke toilet di rumahnya. Dia mandi kemudian sholat, tak lupa dia berdoa pada Allah SWT. Karena dia tahu tiada tempat terbaik untuk mengadu selain Allah SWT. Manusia mungkin meninggalkan kita tapi Allah sang pencipta tak mungkin pergi meninggalkan kita. Tempat terbaik untuk kita kembali dan bersujud.
"Ya Allah, mungkin aku tak berjodoh dengan ketiga mantan suamiku, tapi berilah aku jodoh yang terbaik darimu Ya Allah," ucap Almira dalam doanya. Bahkan di setiap sepertiga malamnya selalu tersisip doa-doa itu.
***
Almira sedang sibuk membereskan file-file dan berkasnya. Dia akan pergi interview di sebuah perusahaan pekan depan. Almira seorang janda cantik berusia 31 tahun. Dia seorang wanita yang baik, ramah, dan periang. Selama hidupnya dia sudah menikah tiga kali. Tapi semua pernikahannya kandas di tengah jalan.
Karena kegagalan dalam pernikahannya Almira memutuskan lebih memikirkan keluarganya dari pada urusan pribadinya. Dia takut memulai kembali hubungan dengan orang lain. Walaupun telinganya sering panas karena celotehan orang yang menganggapnya wanita bernasib sial tapi dia tidak peduli.
Ibu Almira bernama Indah Nawang Wulan. Ayah Almira sudah meninggal saat Almira lulus kuliah. Ibu Indah menderita penyakit diabetes sudah sejak lama. Setiap bulan harus check up ke rumah sakit. Almira hanya memiliki satu saudara yaitu Sakira, dia gadis yang sangat cantik, periang, baik, ramah, dan manja. Sakira berusia 23 tahun, dia masih kuliah.
Saat Almira sibuk berkutat dengan berkas-berkas di meja, Sakira masuk ke kamarnya. Sakira mengajak Almira berbincang masalah percintaannya. Dia ingin tahu perkembangan asmara kakaknya. Sudah lama Sakira tak melihat atau mendengar kakaknya dekat dengan seseorang. Padahal Almira sangat cantik dan berkepribadian baik. Sakira duduk di ranjang sambil memperhatikan kakaknya yang membereskan berkas-berkas yang di pegangnya.
"Kak sibuk terus, tiap hari ngurus berkas lamaran kerja," ucap Sakira. Meski dalam hatinya dia ingin menangis. Melihat Almira selalu jadi pahlawan untuk keluarganya.
"Pekan depan kakak mau interview di sebuah perusahaan," jawab Almira.
"Kasihan kakak kerja terus untuk kita, sedangkan aku hanya bisa meminta," sahut Sakira. Matanya berkaca-kaca menahan air mata.
"Ini sudah tanggungjawab kakak setelah ayah meninggal, bagi kakak yang penting kau dan ibu bahagia," jawab Almira. Ibu dan Sakira magnet untuknya tetap semangat untuk menjalani hidup.
"Lalu kapan kakak mencari pendamping?" Sakira blak-blakan. Dia tidak ingin kakaknya hanyut dalam pekerjaannya. Melupakan kebahagiaan yang seharusnya dirasakannya. Selama ini Almira selalu menomor satukan kepentingan ibu dan adiknya. Sakira ingin Almira juga memikirkan masa depannya. Hidup bersama seseorang yang akan mendampinginya.
Almira terdiam. Teringat kembali pernikahannya yang sudah gagal. Berat rasanya jika harus kembali memulai. Ada rasa takut dan tak percaya diri jika harus kembali memulai hubungan baru.
"Jangan bicarakan itu lagi! Kakak happy kok," sahut Almira.
"Aku punya kenalan seorang polisi baik lagi kak," kata Sakira.
"Untuk kamu saja." Almira langsung menolak. Dia berusaha menutup hatinya untuk saat ini. Mencari pekerjaan menjadi hal utama yang harus dipikirkannya.
Sakira selalu berusaha mengenalkan kakaknya dengan pria yang dikenalnya baik. Dia ingin kakaknya bahagia bersama seseorang yang menyayanginya. Tiga tahun setelah perceraiannya dari suami ketiganya, Almira tidak pernah lagi dekat dengan lelaki manapun. Dia selalu menyimpan kesedihannya sendiri. Sakira pernah melihat Almira menangis saat sholat malam. Almira begitu terluka dengan tiga kali kegagalannya. Apalagi dia tidak tahu dimana letak kesalahannya, hingga ketiga mantan suaminya menceraikannya. Padahal sejauh ini selama bersama para mantan suaminya Almira selalu berusaha sebaik mungkin untuk mereka.
Dengan mencarikan jodoh untuk kakaknya, Sakira berharap Almira segera menikah dengan lelaki yang baik dan akan benar-benar menyayanginya. Tapi Almira selalu menolak. Sakira lebih berfokus pada pekerjaannya. Dia memikul beban sebagai tulang punggung keluarga.
"Kak, aku ingin lihat kakak bahagia dengan seseorang yang kakak cintai," ucap Sakira.
"Amin, makasih dek," jawab Almira.
"Tidak semua laki-laki seperti para mantan suami kakak." Sakira berusaha meyakinkan Almira. Dia tahu Almira pasti trauma. Sudah menjadi janda tiga kali. Pasti gak mudah membuka hatinya lagi untuk move on.
Almira diam tanpa kata meskipun hatinya terluka setiap mengingat mantan suaminya. Bagaimana tidak, tiga kali menikah diceraikan mantan suaminya. Almira bahkan tidak tahu pasti dimana letak kekurangan dan kesalahannya kenapa ketiga mantan suaminya tidak bisa menerima dan mencintainya.
"Aku berangkat ke kampus dulu ya kak." Sakira berdiri. Dia pamitan pada Almira.
"Iya, hati-hati di jalan dek," sahut Almira memberikan tangannya pada adiknya. Seketika Sakira mencium punggung tangannya.
"Oke, kakakku yang baik. Assalamu'alaikum," ucap Sakira.
"Wa'alaikumsallam," jawab Almira.
Sakira pergi meninggalkan Almira ke kampus. Tinggal Almira masih terdiam di tempat. Sebenarnya Almira sangat sedih dengan keadaannya yang sudah gagal menjalani pernikahan sebanyak tiga kali tapi dia berusaha menutupi semuanya, dia tidak ingin Ibu dan Sakira bersedih karena kesedihan Almira. Kebahagiaan Ibu dan Sakira prioritas Almira. Biarlah Allah SWT menunjukkan jalan jodohnya. Walaupun terkadang dalam benaknya dia merasa dirinya banyak kekurangan sehingga para mantan suaminya tidak bisa mencintainya.
"Almira! Niken datang tuh!" panggil Indah masuk kamar Almira. Wanita paruh baya yang jalannya sudah tidak tegap lagi karena satu jari-jarinya dipotong karena diabetes.
"Ya Bu, sebentar lagi aku ke luar," jawab Almira seraya memasukkan semua berkas ke dalam map.
"Oke ibu sampaikan padanya," sahut Indah.
Niken adalah sahabat Almira saat sekolah SMA dan kuliah. Dia pindah keluar kota untuk bekerja. Niken bekerja jadi perawat di pelosok desa. Sudah lama Niken tidak bertemu Almira. Mereka hanya berhubungan via telpon. Niken biasanya jadi teman curhat Almira.
"Assalamu'alaikum," sapa Niken yang menyusul ke kamar Almira. Dia sudah tak sabar bertemu sahabatnya.
"Wa'alaikumsallam," jawab Almira menoleh ke arah Niken.
"Almira!" ucap Niken. Sumringah melihat Almira.
"Niken dah lama gak ketemu, aku kangen banget." Almira langsung memeluk Niken. Sudah lama mereka tak bertemu dan mengobrol seperti biasa.
"Aku juga kangen tahu Al." Niken membalas pelukan Almira. Dia juga merasakan hal yang sama dengannya.
Mereka berdua duduk di atas ranjang, mengobrol dan bersenda gurau. Niken sudah menganggap Almira seperti saudaranya sendiri. Dia sudah tidak canggung membicarakan apapun padanya.
"Almira, aku penasaran wajah para mantan suamimu. Mereka kok tega banget. Jangan-jangan berewokan, menakutkan dan dingin kata es kutub," ucap Niken.
"Ah Niken kamu bisa aja. Mereka gak kaya gitu. Tar naksir loh," sahut Almira tersenyum gara-gara celotehan Niken.
"Memang mereka ganteng. Jadi penasaran. Ada gak sih fotonya biar ku pelet siapa tahu mau sama nenekku," canda Niken agar Almira senang.
Almira tertawa kecil. Perutnya sampai mulas mendengar celotehan sahabatnya. Sudah biasa kalau ngumpul sama Niken pasti ada aja yang bikin Almira ketawa.
"Tunggu! Masih ada fotonya," ucap Almira.
Niken mengangguk. Almira pun bangun dari ranjang. Mengambil foto lama di dalam lemari. Lalu memberikan pada Nurul.
"Ini foto pernikahanmu dengan para mantan suamimu?" tanya Niken.
"Iya," jawab Almira.
"Uuu ... ganteng-ganteng banget mantan suamimu, sayang aku gak hadir dipernikahanmu," sahut Nurul. Tak disangka mantan suami Amanda tampan-tampan bak artis Korea.
"Gak papa, kamu kan sedang tugas di tempat yang jauh untuk mengabdi pada negara." Almira paham. Pekerjaan Niken bukan pekerjaan biasa. Dia harus menjadi perawat di desa terpencil yang sangat jauh.
"Aku cuma tau mereka dari telpon, gak tau aslinya ternyata ganteng-ganteng banget, kirain itu editan," kata Niken. Dia pikir foto-foto yang pernah dikirim Almira cuma filter jahat efek kamera jahat masa kini.
Almira diam tidak memberi komentar. Karena kenyataan tak seindah yang dilihat. Ketiga mantan suaminya memang tampan tapi kehidupan rumah tangganya tak satupun berjalan dengan mulus dan berakhir dengan indah.
"Almira, mereka ganteng-ganteng tapi nyakitin ati. Sayang gantengnya gak kepake. Bikin ngeselin," celetuk Niken kesal. Tampan bukan jaminan baik dan penyayang.
"Ah, kamu bisa aja." Almira menanggapi dengan santai. Dia sudah kebal dari rasa sakit.
Mereka berdua malah bercanda-canda. Niken tidak mengenal ketiga mantan suami Almira. Dia hanya tahu mereka dari Almira saat menelpon. Ini pertama kali Niken melihat wajah para mantan suaminya.
"Kau gak pernah ngasih tahu aku, kenapa kau bercerai dengan mereka. Sebenarnya apa yang terjadi Almira?" Niken penasaran dengan penyebab perceraian sahabatnya dengan ketiga mantan suaminya.
"Ini sebenarnya sudah lama, aku juga sudah melupakan semuanya. Meskipun sesekali hatiku masih sakit ketika mengingat perceraian itu," jawab Almira.
"Maafin aku ya Almira jadi bikin kamu inget lagi," sahut Niken. Dia merasa bersalah telah mengingatkan Almira pada rasa sakit yang mungkin berusaha dilupakannya.
"Gak papa, semua sudah terjadi. Ini sudah jadi takdir hidupku," jawab Almira.
"Kasih tau dong alasannya kenapa mereka tega menceraikanmu, padahal kamu sangat baik hati," sahut Niken. Di matanya Almira sosok wanita sempurna. Sampai hati mereka menyakiti Almira sahabatnya.
Sesaat Almira terdiam. Matanya menahan sedih. Sebenarnya Almira tidak ingin mengingat masa lalu. Tapi sedikit bercerita pada Niken mungkin bisa membuat hatinya lega.
"Saat aku menikah dengan suami pertamaku itu murni perjodohan orang tua, jadi kami tidak saling mencintai. Aku hanya menikah dengan Sultan selama 6 bulan lalu kami bercerai. Sultan masih menjalin hubungan dengan pacarnya selama kami menikah," jawab Almira.
"Itu namanya belum move on, seharusnya dia tidak menerima pernikahan itu, dia malah nyakitin kamu Al," sahut Niken kesal.
Almira menarik nafas panjangnya. Rasa sakit itu tidak boleh kembali menggoreskan luka di hatinya.
"Terus mantan suamimu yang kedua?" tanya Niken.
"Suamiku yang kedua, saat itu aku dan Evander mengikuti kencan aplikasi, semacam kencan buta. Tiga kali bertemu kami memutuskan menikah. Ternyata Evander selalu mengacuhkanku, dia bahkan menghindar dariku setiap kali aku berusaha mendekat. Pernikahan kami hanya bertahan satu tahun," jawab Almira.
"Dia penyuka sesama jenis ya?" tanya Niken.
"Aku tidak tahu. Hanya saja dia membenci wanita tapi aku tidak tahu alasannya, sepertinya Evander menikahiku untuk status saja," jawab Almira.
"Lalu suami yang ketiga?" tanya Niken. Baru dua kali mendengar seperti apa suami Almira rasa getir begitu memenuhi benaknya.
"Dia duda yang memiliki seorang anak perempuan yang masih kecil. Saat itu kami bertemu saat aku mengajar di TK. Anaknya murid di kelasku. Aku tidak tahu ternyata Devan menikahiku hanya demi anaknya. Dia belum bisa melupakan istrinya yang sudah meninggal. Aku hanya menjadi ibu pengganti anaknya," jawab Almira.
"Al, sedih banget ceritamu bersama para mantan suamimu. Mereka tidak benar-benar mencintaimu dan malah memanfaatkanmu untuk tujuan mereka," sahut Niken kesal. Tak terima sahabatnya disakiti para mantan suaminya.
"Tidak apa-apa, aku juga sudah melupakan semua itu," jawab Almira.
Niken langsung memeluk Almira. Entah terbuat dari apa hati Almira. Kalau Niken pasti sudah frustasi. Mampukah tetap berdiri. Bertahan dari rasa sakit dan kekecewaan.
"Yang sabar ya Al. Allah pasti akan memberimu kebahagiaan untukmu. Mereka akan menyesal sudah menyia-nyiakanmu," ujar Niken.
Almira meneteskan air matanya. Kali ini dia membiarkan isi hatinya tertuangkan. Tidak menyembunyikan seperti biasanya. Hanya di depan Niken dia bisa mencurahkan isi hatinya.
Setelah bercerita pada Niken, Almira merasa bebannya berkurang selama ini tidak ada yang tahu pasti penyebab perceraiannya. Di pengadilan alasan Almira bercerai karena beda prinsip. Almira sengaja menyembunyikan alasan yang sebenarnya demi menjaga hati ibunya. Dan demi nama baik keluarga kedua belah pihak.
***
Almira akan berangkat ke Perusahaan Hector Oliver Group untuk interview. Hari ini hari yang sangat membahagiakannya setelah berkali-kali mengirim surat lamaran kerja ke berbagai perusahaan akhirnya ada satu yang menghubunginya. Alhamdulillah setelah menunggu cukup lama Almira bisa interview hari ini. Almira mengenakan pakaian yang rapi dan sopan, pakaian kantor untuk wanita berhijab. Tak lupa membaca doa pada Allah SWT. Dia yakin setiap langkahnya akan selalu dalam ridhoNya.
"Almira kamu mau berangkat interview?" Indah duduk di sofa yang berada di ruang tamu.
"Iya Bu, doain ya semoga Almira bisa keterima," sahut Almira. Dia percaya doa seorang ibu sangat manjur.
"Pasti, doa ibu selalu bersamamu," jawab Indah.
"Ibu jangan capek-capet dan jangan banyak pikiran ya," ucap Almira.
"Iya nak," jawab Indah.
Almira meraih tangan Indah dan mencium punggung tangannya.
"Nanti sepulang interview biar Almira yang mengerjakan pekerjaan rumahnya," ucap Almira.
"Iya nak," jawab Indah.
"Almira berangkat dulu ya Bu, assalamu'alaikum," ucap Almira.
"Wa'alaikumsallam," jawab Indah.
Almira pun berangkat ke Perusahaan Hector Oliver Group.
***
Sampai di perusahaan itu Almira menunggu di ruang tunggu. Di sana banyak yang sedang interview juga. Tapi Almira tetap optimis. Rejeki tidak mungkin tertukar, Allah sudah mengatur setiap rejeki hambaNya. Biarbagaimapun Almira harus segera bekerja demi pengobatan ibunya dan biaya kuliah adiknya. Saat dia sedang menunggu, seorang wanita berpenampilan rapi memanggilnya.
"Almira Benadzir!"
"Ya saya," jawab Almira bergegas bangun dari kursi dan menghampiri wanita itu.
"Silahkan masuk!"
"Baik," jawab Almira. Dia memasuki ruangan itu untuk interview. Posisi yang sedang dilamar Almira adalah staf akunting. Selama satu jam Almira menjalani interview. Akhirnya interview itu selesai, Almira bisa bernafas lega. Dia bisa pulang dengan tenang setelah interview.
Almira berjalan menuju lift. Baru sampai depan lift, lift itu langsung terbuka, Almira masuk ke dalam lift tersebut. Di dalam lift itu ada seorang laki-laki yang menundukkan kepala ke arah handphonenya. Laki-laki itu sibuk dengan handphonenya sampai tidak melihat ke arah Almira yang memasuki lift. Lift itu bergerak turun, laki-laki itu mulai mematikan handphonenya dan menaruhnya di sakunya. Almira hanya melihat ke depan tanpa melihat ke samping. Laki-laki itu hendak menekan tombol lift, ternyata secara bersamaan Almira juga hendak menekan tombol lift tersebut. Tubuh mereka akhirnya bertabrakan satu sama lain. Saat mereka mulai menoleh satu sama lain ternyata mereka saling mengenal. Laki-laki itu adalah Evander Kalendra, mantan suami kedua Almira.
"Evan," ucap Almira.
"Almira," sahut Evander.
Seketika Almira coba untuk mundur tapi justru kakinya tergelincir hampir terjatuh namun Evander menangkap tubuhnya. Per sekian detik mereka sempat menatap satu sama lain. Namun Almira langsung melepaskan diri dari tangan Evander.
Deg
Jantung Almira berdebar karena rasa canggung.
Air matanya menetes tanpa sadar, semua ingatan tentang Evander di masa lalu seakan kembali diingatnya. Hatinya kembali menelan rasa sakit akan kegagalan rumah tangganya bersama Evander.
Suara ketukan palu perceraian masih terngiang di telinganya. Surat perceraian yang diajukan Evander seolah terpangpang jelas di matanya.
"Ya Allah kenapa aku bertemu kembali dengan Evander, ikhlaskan hatiku Ya Allah. Mudahkan langkahku dan hilangkan luka hatiku," batin Almira.
Evander dan Almira canggung saat mereka menatap bersamaan. Ini kali pertama mereka bertemu setelah sekian lama mereka berpisah. Evander sadar betul melihat air mata yang menetes di pipi Almira. Saat tangan hendak naik untuk mengusap air mata itu, Almira langsung memalingkan muka dan mengusap air matanya. Setelah air mata itu menghilang dari wajahnya, Almira memberanikan dirinya untuk berbicara pada mantan suaminya itu.
"Evan, sudah lama tak bertemu," ucap Almira.
"Iya," jawab Evander datar.
"Bagaimana kabarmu?" Almira basa basi karena canggung bertemu mantan suami keduanya.
"Baik," jawab Evander.
"Bagaimana kabar Papa?" tanya Almira. Dia teringat ayah mertuanya.
"Papa sehat," jawab Evander.
Setelah bicara sepatah dua kata Almira diam, dia bingung ingin bertanya apa lagi, dia hanya diam terpaku menunggu lift naik dan terbuka.
"Almira, sedang apa kau disini?" tanya Evander.
"Interview," jawab Almira.
Pintu lift terbuka mereka menyudahi percakapannya. Evander lebih dulu ke luar dari lift itu. Sedangkan Almira ke luar dari lift itu setelah Evander. Almira tidak menyangka bertemu mantan suami keduanya. Dia berpikir sudah melupakan Evander sejak lama tapi kini harus mengingatnya lagi.
***
Evander Kalendra adalah CEO dari Perusahaan Hector Oliver Group. Dia anak dari Antony Bagaskara dan Safira Anita. Evander sangat dingin, tertutup dan acuh pada wanita. Menikah dengan Almira hanya selama satu tahun. Dia yang menceraikan Almira tanpa memberi tahu alasan perceraiannya dengan pasti. Semua itu ada hubungannya dengan ibunya yang entah ada di mana keberadaannya sekarang. Wajahnya tampan, kulit putih, hidung mancung, dan tubuhnya atletis. Siapa saja yang melihatnya akan jatuh hati, tapi sayangnya Evander sangat menjaga jarak dengan makhluk yang bernama wanita.
Evander berada di ruang kerjanya, dia memanggil sekretarisnya. Sekretaris Evander seorang wanita berpenampilan seksi. Dia sangat menyukai Evander sejak lama. Dia selalu berusaha mendekati Evander, tapi Evander tidak meladeninya. Sekretaris Evander bernama Maya Safira.
"Maya tolong panggilkan bagian HRD!" pinta Evander. Dia duduk dengan arogannya. Wajah tampannya tanpa celah ditambah sikap cold-nya membuat para wanita bertekuk lutut. Sayangnya dia tidak suka wanita.
"Baik Evan," jawab Maya.
"Panggil aku Presdir! ini kantor," sahut Evander menatap tajam Maya.
"Kenapa sih kamu Evan? padahal kita ini dulu teman kuliah di luar negeri," protes Maya.
"Kau masih ingin kerja di sini?" ujar Evander.
Maya mengepalkan tangannya. Evander begitu sulit digoda. Padahal selalu berusaha mendekati dan menggodanya. Seakan Maya tahu segalanya tentang Evander. Dia juga sering menganggap Evander kekasihnya di depan staf di kantor. Untung saja semua staf tidak ada yang percaya. Mereka tahu bosnya alergi wanita. Dia tidak suka berdekatan atau ramah pada wanita manapun. Jadi mustahil kalau Maya kekasihnya Evander.
Maya ke luar memanggil Manager HRD. Tak lama Manager HRD masuk ke dalam ruangan CEO. Dia berdiri di depan meja bosnya. Manager HRD itu bernama Dedi Herwawan.
"Pagi Presdir."
"Pagi, tadi ada seorang wanita bernama Almira Benadzir interview ya?" tanya Evander.
"Iya Presdir."
"Dia melamar bagian apa?" tanya Evander.
"Staff akunting Presdir."
"Menurutmu bagaimana dia?" tanya Evander.
"Dia pintar, berpengalaman, cakap, lulusan universitas ternama, dan juga ramah orangnya."
Dedi mengungkapkan semua penilaiannya tentang Almira.
"Apa dia berhak menjadi kandidat utama?" tanya Evander.
"Iya Presdir, tapi ada yang lebih muda dan lulusan luar negeri Presdir."
"Bukannya yang pintar dan berpengalaman lebih dibutuhkan bukan?" tanya Evander menatap tajam Dedi.
"Iya Presdir."
"Berikan dia kabar baik secepatnya!" titah Evander.
"Baik Presdir."
Dedii ke luar dari ruangan Evander setelah bicara dengannya. Evander terdiam. Dia merasa ada yang aneh pada Almira.
"Kenapa dia masih mencari kerja? bukannya kompensasi perceraian yang aku berikan sangat banyak. Harusnya sangat cukup untuk hidupnya sampai tua," gumam Evander sambil termenung.
Dulu saat bercerai Evander memberikan 4 Milyar untuk kompensasi perceraian. Evander tidak ingin Almira merasa dirugikan karena menjalani pernikahan yang hanya status bersamanya. Evander tidak tahu dikemanakan uang 4 Milyar itu oleh Almira.
Almira sedang membantu ibunya membereskan rumah. Selama menganggur Almira mengerjakan pekerjaan rumah ibunya. Dulu Almira memiliki asisten rumah tangga untuk bekerja di rumahnya agar ibunya tidak capek. Tapi karena Almira habis kontrak, jadi dia memutuskan memberhentikan asisten rumah tangganya. Almira mengambil alih pekerjaan itu. Dia lebih memilih uangnya untuk biaya check up dan obat ibunya. Semenjak ibunya sakit jantung Almira harus memiliki uang yang cukup banyak untuk pengobatan ibunya.
Almira berusaha agar ibunya tidak capek dan banyak pikiran. Dia juga menjaga pola makan dan istirahat ibunya.Dia tidak mau ibunya kambuh lagi. Semenjak ayahnya meninggal, Almira bertanggungjawab penuh pada keluarganya. Selain menjaga ibunya, Almira juga harus menjaga adik perempuannya. Ibu dan Sakira adalah anggota keluarga yang dicintainya. Merekalah yang membuat Almira semangat dan mampu menghadapi semua masalahnya.
Almira masuk ke kamarnya, dia beristirahat di ranjang setelah menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Tak lama Almira mendapat telpon. Ternyata itu telpon dari perusahaan milik Evander. Almira senang sekali akhirnya dia diterima bekerja. Ibunya datang ke kamarnya karena mendengar suara Almira begitu senang.
"Almira kenapa kamu terdengar begitu senang?"
"Ibu terimakasih atas doanya, aku diterima kerja."
Raut mimik wajah Almira terlihat senang.
"Benarkah?" Nawang memastikannya kembali.
"Iya Bu."
"Alhamdulillah, akhirnya kamu keterima kerja nak." Nawang ikut senang mendengar berita bahagia dari Almira. Dia tahu anaknya itu sudah menjadi tulang punggung keluarga. Dia selalu bekerja keras agar bisa membahagiakan ibu dan adiknya.
Nawang tersenyum bahagia. Semenjak habis kontrak dari perusahaan sebelumnya, Almira sudah menganggur selama setengah tahun. Nawang lelah menjawab pertanyaan tetangga karena Almira menganggur. Air mata Nawang menetes di pipinya. Perasaan haru bercampur bahagia dirasakannya bersamaan.
"Ibu, ibu jangan sedih." Almira menyeka air mata ibunya.
"Ibu justru senang kau sudah mendapat pekerjaan."
Tiba-tiba Nawang memegangi dadanya. Dia kesulitan bernafas. Jantungnya berdebar kencang.
"Ibu! Ibu! kenapa?" Almira melihat ibunya memegang dadanya.
"Dada ibu sakit Almira, nafas ibu mulai sesak."
"Ayo kita ke rumah sakit Bu! mungkin ibu kambuh lagi."
Nawang mengangguk. Almira membawa ibunya ke rumah sakit. Di rumah sakit ibunya langsung mendapatkan perawatan sementara di UGD. Almira mulai registrasi di konter administrasi.
"Nona Almira maaf Dokter Rizal sudah resign."
Adim rumah sakit memberitahu Almira.
"Ya sudah, ada dokter jantung lain?"
"Ada, Dokter Kevin dan Dokter Sultan, tapi Dokter Kevin sedang cuti hari ini. Jadi adanya Dokter Sultan, bagaimana?"
"Dokter Sultan? baiklah, tidak apa-apa."
Sekilas Almira teringat mantan suami pertamanya. Namanya sama tapi seingat Almira, Sultan bekerja sebagai Dokter Umum bukan Dokter Jantung.
"Tidak, yang namanya Sultan kan banyak, lagi pula Kak Sultan tidak bekerja di rumah sakit ini waktu itu," batin Almira.
"Baik, jadi Dokter Sultan ya."
Almira merasa familiar dengan nama Sultan. Dia tidak berpikir itu mantan suaminya, hanya saja namanya sama.
Almira dan ibunya yang sudah mulai stabil kondisinya menuju ke ruang Dokter Sultan. Almira tidak memperhatikan foto dan nama yang terpasang di depan pintu ruangan itu karena lebih fokus pada kondisi ibunya. Saat dia masuk ke ruangan itu, Almira terkejut melihat wajah Sultan.
"Almira!"
"Kak Sultan!"
Almira dan Sultan terpaku melihat wajah mereka masing-masing. Masa lalu seakan kembali di depan mata. Semua rasa campur aduk, bahkan bingung harus mengawali percakapan itu kembali.
"Ya Allah aku bertemu lagi dengan mantan suamiku yang pertama, semoga semuanya baik," batin Almira.
"Dokter kenal Nona Almira?"
"Kami dulu saling kenal ya Almira."
"Iya."
Mereka berdua seakan bermain sandiwara. Padahal jelas mereka mengenal, bahkan dulunya sepasang suami istri.
Suasana canggung memenuhi ruangan itu. Almira tidak menyangka dalam dua minggu ini bertemu dengan ketiga mantan suaminya. Apalagi dengan Sultan, sudah 8 tahun Almira baru bertemu lagi.
"Sultan!" panggil Nawang dengan suara pelan.
"Ibu!" Sultan langsung mendekat dan mencium tangan Nawang.
"Gimana kabarmu?"
"Baik Bu."
"Dokter sudah saya siapkan peralatannya," ucap Perawat.
"Baik."
Adelia berkonsultasi pada Sultan tentang sakit yang diderita ibunya kemudian Sultan memeriksa kondisi Nawang. Dulu waktu menikah dengan Almira, Sultan hanya Dokter Umum setelah kuliah lagi sekarang Sultan menjadi Dokter Jantung.
"Almira, Ibu harus menjaga pola makan, istirahat dan dikontrol stressnya."
"Oke."
"Kalau bisa olahraga yang ringan seperti jalan santai tiap pagi hari."
"Ya, saya akan usahakan."
Sultan menulis resep obat yang akan diberikan pada Nawang. Sesekali dia melirik ke arah Almira. Di mata Sultan, Almira masih sama seperti dulu ramah dan baik hati. Jangan dipertanyakan soal wajahnya, Almira memang cantik meskipun usianya menginjak kepala tiga.
"Ini resep obatnya, dan jangan lupa untuk rutin check up."
"Iya Dok."
Meskipun mereka saling kenal tapi Sultan bersikap sangat profesional. Sultan memang tidak lama menikah dengan Almira, tapi dari dulu Sultan sangat ramah dan baik.
"Terimakasih Dokter Sultan."
"Ibu juga berterimakasih nak Sultan."
"Sama-sama Bu."
Almira dan ibunya keluar dari ruangan Sultan. Mereka menuju konter administrasi untuk membayar jasa konsultasi Dokter dan menebus obatnya.
"Nona Almira semua sudah dibayarkan," ucap Admin rumah sakit.
"Saya belum bayar."
"Iya, maksud saya sudah dibayar."
"Siapa yang bayar?"
"Disini sudah dibayar, tapi saya tidak bisa memberitahu siapa."
"Begitu ya, baiklah."
"Apa mungkin Sultan yang membayarnya?" batin Almira.
Almira dan ibunya menuju lobi rumah sakit untuk menunggu taksi. Almira memesan taksi online.Tapi karena macet taksi itu membatalkan pesanannya. Almira masih menunggu di depan lobi bersama ibunya untuk memesan taksi online lainnya. Tiba-tiba ada sebuah mobil berhenti di depannya. Setelah kaca mobil dibuka ternyata mobil milik Sultan.
"Almira biar kuantaran kamu dan ibu pulang ke rumah!"
"Tidak apa-apa, kami sedang pesan taksi."
"Nanti kelamaan kasihan ibu."
Almira terus menolak, Sultan yang tadi masih di dalam mobil, akhirnya turun menghampiri Almira dan ibunya.
"Nak Sultan tak perlu repot-repot."
"Tidak apa-apa Bu, kebetulan sekalian pulang."
"Ugh ... ugh ... ugh ...." Nawang terbatuk karena udara yang dingin.
"Bu, pakai jaket ya."
"Almira biar ku antar pulang ya, anginnya semakin kencang dan udaranya dingin, kasihan ibu."
Almira berpikir sejenak. Dia merasa canggung bila harus satu mobil dengan mantan suami pertamanya. Tapi kondisi ibunya cukup membuatnya khawatir. Dia harus mengambil keputusan yang terbaik.
"Baiklah."
Sultan membukakan pintu mobilnya. Dia juga membantu ibu Almira masuk ke mobilnya. Sultan mengantarkan Almira dan Nawang pulang ke rumah mereka.
***
Seusai sholat Isya, Almira tidur di kamarnya, Sakira yang baru pulang dari kampus langsung masuk ke kamar kakaknya. Dia sengaja mengagetkan kakak kesayangannya.
"Da!"
"Sakira, kirain siapa." Almiraa terkejut dan melihat ke arah adiknya.
"Kakak kok tumben dah tidur sih? gak nunggu aku pulang."
"Hari ini kakak cukup lelah dan capek."
Sakira ikut berbaring disamping Almira. Dia ingin mendengar cerita kakaknya lebih banyak lagi.
"Aku dengar dari ibu, kakak bertemu Kak Sultan ya?"
"Iya."
"Betulkan tebakanku, kakak akan bertemu Kak Sultan, setelah bertemu Kak Evander dan Kak Devan. Ini namanya takdir, jangan-jangan kakak akan berjodoh lagi dengan salah satu di antara mereka."
"Ngomong apa sih kamu anak kecil."
"Tapi jangan deh kak, mendingan sama Kak Rey."
Sakira coba menjodohkan kakaknya dengan Rey Renaldi, seorang anggota polisi yang menurutnya baik dan cocok dengan kakaknya. Dari pada cinta lama bersemi kembali dengan ketiga mantan suaminya. Lagian mereka sudah menyakiti kakaknya. Bagi Sakira mereka tak pantas mendapatkan kakaknya yang baik hati itu.
"Siapa lagi Kak Rey?"
"Itu polisi ganteng yang waktu itu aku ceritakan sama kakak."
Sakira tak lelah membujuk kakaknya untuk bersama dengan Rey. Dia menceritakan semua kebaikan Rey pada Almira agar kakaknya mau, dia merasa kakaknya cocok dengan Rey yang tampan, berkharisma dan baik hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!