Happy birthday to you... Happy birthday to you....
"Happy sweet seventeen Ifa." Teman satu kelasnya serentak meneriakan ucapan yang langsung membuat Zifa mengembangkan senyum lebarnya. Wanita yang sedang berulang tahun itu bahkan tidak bisa berkata apa-apa. Saking kagetnya teman-temanya tahu hari ulang tahunya, bahkan dengan susah payah menyiapkan kejutan termanis sepanjang hidupnya. Sebab sebelum-sebelumnya tidak ada yang ngasih kejutan ulang tahun, bahkan untuk sebuah ucapan 'Selamat ulang tahun' tidak pernah ia rasakan. Entah bermimpia apa semalam, sehingga Zifa mendapatkan perlakuan semanis ini.
*****
Proook... prookkk...proookk... suara tepuk tangan dari teman-teman Zifa membuat Zifa yang tengah membersihkan papan tulis kaget, dan membalikkan badanya, ternyata Bu Herni dan teman-teman memberikan Zifa kejutan ulang tahun. Zifa terkejut bercampur haru. Pasalnya ia sendiri lupa dengan hari ulang tahunya. Namun wali kelas dan teman-teman barunya justru memberikan kejutan ini.
Tesss... air mata bahagia jatuh manakala Bu Herni dan teman-temanya mendekat ke arah dirinya yang masih mematung di depan papan tulis berwarna putih yang tengah di bersihkanya.
"Jadi ini semua, hanya ide Ibu dan teman-teman untuk memuluskan kejutan dari Ibu dan teman yang lainya di acara ulang tahun Ifa?" tanya Zifa sembari mengangkat penghapus papan tulis yang masih ia pegang, sebagai tanda kebingunganya.
"Hehehe... semua ide teman-teman kamu. Ibu hanya mengikuti arahan mereka," jawab Bu Herni kembali menyalahkan teman-teman Zifa, karena memang ide mengerjain Zifa yang tidak mengerjakan tugas, dengan cara menyembunyikan buka tugasnya agar Zifa dapat hukuman dari Bu Herni memang teman-temanya yang memiliki ide itu. Bu Herni hanya mengikut saja.
Zifa pun hanya bisa menangis haru, ia sangat berterima kasih, walaupun ia siswa pindahan dan berasal dari keluarga tidak mampu, tetapi teman-temanya tidak ada yang mengejeknya. Sangat berbeda, ditempatnya sekolah yang dulu, sampai Zifa bosan dengan pembulian hanya karena ia terlahir dari keluarga miskin, dan setiap pulang sekolah membantu orang tua berjualan donat, dan keripik lalu teman-temanya memperolok nasibnya, sungguh miris. Maka dari itu Zifa memutuskan untuk pindah sekolah di saat ia merasa tidak kuat lagi berada di lingkungan sekolah yang toxic.
Benar saja filling Zifa, di tempat yang baru ini justru sangat di hargai, dan tidak ada yang memperolok dirinya, hanya karena ibunya seorang pembantu, dan dirinya setiap pulang sekolah berjualan donat dan roti milik tetangganya.
"Ifa ayo tiup lilinya, berdoa ya Allah semoga aku bisa dapat suami tajir," celetuk salah satu teman pria yang terkenal kocak di kelasnya, Miza. Tentu doa itu hanya candaan semata.
"Amin..." jawab teman-teman zifa secara bersamaan dan termasuk Zifa da Bu Herni memberikan jawaban 'Amin'.
Zifa pun berdoa sebelum meniup lilinya. Buuuuhhhh... lilin pun mati seketika ketika Zifa tiup. Selanjutnya Zifa pun memotong kue dan memberikan suapan pertamanya untuk Bu Herni sebagai ganti orang tua di sekolahnya. Zifa sebenarnya ingin memberikan suapan untuk ibunya, tetapi ini tidak mungkin karena ada disekolah. "Apa aku minta kuenya satu potong untuk ibu dan kakaku," batin Zifa. "Baiklah aku akan meminta menyisakan kue ini satu potong untuk ibu aku," lagi-lagi Zifa bergumam dalam hatinya. Di mana ia sangat ingin membagi kebahagiaanya unguk ibu yang sudah berjuang mencari nafkah untuk dirinya dan kak Zara.
"Zifa ayo dong potong kuenya, lalu bagi-bagi kuat kita-kita, kayaknya enak tuh," pekik Dion dari ujung kelas, yah Dion terkenan paling resek tetapi juga selalu baik sama Zifa.
Zifa pun mengikuti perintah Dion, ia memotong kue dan membagikan pada teman-temanya.
Setelah meminta izin sama Bu Herni, Zifa memisahkan dua potongan kue untuk ibu dan kakaknya, Zara. Acara kejutan ulang tahun pun selesai, dan satu-satu teman Zifa memberikan selamat dan doa buat Zifa, tanpa terkecuali Bu Herni wali kelas Zifa yang sangat baik dan telah menganggap Zifa adalah anaknya sendiri.
"Selamat ulang tahun yah cantik, ingat kamu harus tambah rajin, tambah berbakti sama orang tuamu. Jangan lupa kerjakan kewajibanmu pada Tuhan dan selalu berbuat baik," Bu Herni memberikan doa untuk Zifa.
Terima kasih Bu, Zifa pasti akan selalu ingat pesan ibu, Zifa tidak akan mengecewakan Ibu sebagai pengganti orang tua Zifa di sekolah. Zifa akan tunjukan bahwa Zifa adalah mampu juga bisa sukses meskipun dari keluarga miskin." Zifa masih mengingat semua hinaan dan cemooh dari teman-teman sekolahnya yang dulu. Sangat berbeda dengan sekolah yang sekarang. Bahkan di sekolah ini Zifa mendapatkan banyak pelajaran arti dari kebersamaan dan saling bantu membantu.
Ehem... Suara deheman dari samping pintu begitu Zifa keluar kelas, di mana Zifa keluar paling akhir karena harus merapihkan bekas kekacauan acara ulang tahun yang teman-temanya rayakan untuk dirinya. Zifa menoleh ke sumber siara. "Kemal, kamu lagi ngapain?tanya Zifa yang kaget kenapa Kemal kekasihnya ada di situ. Eh... Kemal bukan kekasih Zifa hanya Kemal yang beberapa kali menembak Zifa tetapi tidak Zifa terima, Zifa memilih menjadilan Kemal temanya terlebih Kemal adalah anak orang kaya raya sedangkan Zifa anak orang tidak mampu. Kemal dan Zifa itu ibarat langit dan bumi itu alasan Zifa tidak mau menjadi kekasih Kemal. Berteman lebih baik, itu perinsif Zifa agar tidak ada kebencian di masa depan apabila hubungan mereka kandas.
Terbukti sudah lima bulan sejak Zifa belajar di sekolah ini hubungan keduanya akrab dan tidak ada selisih paham.
"Kamu hari ini ulang tahun? Kok nggak bilang-bilang. Selamat ulang tahun yah." Kemal menjulurkan telapak tanganya untuk mengucapkan selamat ulang tahun, dan Zifa pun membalasnya
"Terima kasih Kemal. Iya, aku pun lupa kalo hari ini ulang tahun. Teman-teman dan Bu Herni yang merayakanya," balas Zifa dengan berkata jujur.
"Hahaha... terlalu sibuk kamu, sampe ulang tahun sendiri lupa. Btw kado nyusul yah Beb..." ujar Kemal yang selalu menganggap kalo Zifa adalah kekasihnya.
Zifa hanya tersenyum, bahkan dia tidak mengharapkan kado, dengan ucapan selamat saja bagi Zifa sudah sangat berutung. "Oh iya, aku langsung pulang yah Mal, biasa mau langsung keliling jualan kue biar bisa beli buku." Zifa buru-buru hendak meninggalkan Kemal, tetapi.
"Tunggu Ifa!! Aku antar yah," ucap Kemal dengan wajah memohon.
Zifa ingin menolak, tetapi tidak diberi kesempatan protes oleh Kemal.
"Sebagai ucapan selamat ulang tahun," imbuh Kemal, sehingga Zifa mengembangkan senyumnya dan akhirnya mengangguk tanda setuju untuk Kemal antarkan Zifa pulang kerumahnya.
"Lumayan hemat waktu," batin Zifa dengan senyum samar berjalan di samping Kemal. Yah bagi Zifa waktu adalah uang, sehingga ia akan sangat perhigungan dengan waktu. Karena dengan waktu-waktu itu Zifa bisa menjajakan daganganya dan bisa mendapatkan pundi-pundi rupiah yang bisa ia gunakan untuk kebutuhan hidupnya.
Biasanya Zifa akan pulang dengan berjalan kaki ke rumahnya yang memang tidak terlalu jauh dari sekolahanya. Zifa berjalan kaki melewati gang kecil yang hanya bisa di lewati berjalan kami hal itu ia lakukan untuk menghemat ongkos. Namun juga kadang-kadang Zifa memakai sepeda bututnya. Hanya sajah lebih sering berjalan kaki.
Zifa naik di motor sport milik Kemal, dan laki-laki itu pun akan mengantarkan Zifa pulang. "Kita akan langsung pulang atau kemana dulu Zi?" tanya Kemal, yang mungkin Zifa ada yang ingin dia tuju sebelum pulang kerumahnya.
"Langsung kerumah ajah Mal, aku harus langsung berjualan kue kan, nanti kalo keluyuran dulu aku tidak bisa bantu ibu buat cari uang. Kasihan ibu aku sendirian banting tulang demi menghidupi kami," jawab Zifa yang entah mengapa sejak tadi hatinya sakit manakala menyebut ibunya.
"Kenapa aku merasa tidak enak yah setiap menyebut nama ibu." Zifa memegang dadanya yang setiap menyebut nama ibunya langsung sakit.
"Kamu memang anak yang baik Zi, patas saja hati ini selalu terketuk oleh kamu," balas Kemal dengan tersenyum lebar.
"Hemz... gombal banget kamu Mal." Zifa menepuk pundak Kemal sebagai tanda agar ia tidak melanjukan gombalanya.
Zifa melihat banyak orang-orang berlalu lalang di depan gang rumahnya yang sempit. "Tunggu kok itu ada bendera kuning, siapa yang meninggal?" batin Zifa, perasaanya semakin tidak tenang, ketika motor Kemal semakin di telan oleh mulut gang.
"Mal, orang-orang ini kok seolah berjalan kerumah aku yah, dan bendera kuning itu? Mal siapa kira-kira yang meninggal? Kenapa perasaanku tidak karuan begini sih," racau Zifa berbagai pertanyaan ia lontarkan pada Kemal yang Kemal sendiri dalam hatinya juga pasti bertanya dengan pertanyaan yang sama.
...****************...
#Hay readers,👋 othor bawa cerita baru nih, mohon dukunganya, dan jangan lupa tekan love, like komen sampe bawah....
Yuk ikuti kisah dari wanita tangguh Zifa, yang penuh liku, dan perjuangan untuk menemukan sebuah keadilan bagi keluarganya yang miskin dan tertindas oleh si kaya....
Perasaan Zifa semakin tidak karuan, ketika ia semakin dekat dengan rumahnya. "Setop!!!" Seketika itu juga motor yang dikendarai Kemal langsung berhenti.
Sraaakkk... suara ban motor yang bergesekan dengan aspal yang sudah banyak yang mengelupas, karena rem dadakan yang Kemal lakukan.
Tanpa peduli bahaya atau tidak, Zifa langsung turun meskipun motor Kemal belum berhenti sempurna, gadis itu berlari ke arah rumahnya. Air matanya sudah jatuh. Yah Zifa sudah sangat yakin orang-orang itu mendatangi rumahnya. Zifa terus berlari padahal jarak rumahnya dengan motor Kemal berhenti lumayan jauh, tetapi gadis bertubuh jangkung dan kurus itu terus menggunakan sisa tenanganya untuk segera sampai di rumah reyotnya.
Karena aksinya para tetangganya sebagian menatap iba ke arah Zifa. Tidak hanya Zifa yang berlari, Kemal pun yang panik, ia meninggalkan motornya di depan rumah tetangga Zifa dan memilih berlari juga menyusul Zifa.
Kaki Zifa seolah tidak bertulang ketika dia melihat ada bendera kuning berada di depan rumahnya. Padahal jarak Zifa masih tiga rumah lagi dari rumah orang tuanya, tetapi ia sudah bisa menyimpulkan bahwa kabar duka memang dari rumahnya. Namun siapa yang meninggal? Itu yang sekarang ada di pikiran Zifa.
Kak Zara atau ibunya? Zifa berusaha menyeret kakinya dengan sisa tenanganya, air mata dan rasa sesak di dadanya sudah tidak bisa ia sembunyikan lagi. "Inikah kado ulang tahun dari Engkau, Tuhan," jerit Zifa dalam hatinya, ingin ia memakin Tuhan, memaki takdir yang seolah tengah bercanda dengan dirinya.
"Zifa yang sabar yah, kamu harus kuat, kamu harus tetap tegar." Itu ucapan-ucapan dari sebagian warga yang datang ke rumah duka. Zifa bahkan tidak bisa membalas ucapan duka itu. Bibirnya seolah kaku dan tidak bisa digerakan.
Begitu sampai di ambang pintu. "Ibu??? Apa yang terjadi dengan Ibu? Kenapa bisa Ibu meninggal?" batin Zifa dengan penuh lara, Zifa tahu tubuh yang terbujur kaku di tutup dengan kain batik (Jarit) adalah ibunya, sebab Kak Zara ada di samping ibu. Meskipun mungkin kakanya tidak tahu betul apa yang terjadi dengan wanita yang sidah melahirkanya tetapi wajah sedih kakaknya itu sangat terlihat.
Runtuh, seolah langit yang terbentang luas nan kokoh runtuh menindih tubuhnya. Tubuh Zifa lemas seketika untung ada Kemal yang sigap menangkapnya, sehingga Zifa tidak jatuh.
"Kamu yang sabar yah, semua ini pasti ada hikmahnya." Kemal menuntun tubuh Zifa yang seolah tidak ada tulangnya lagi dan duduk bersimpuh di samping tubuh ibunya yang sudah terbuju kaku itu.
Perlahan Zifa membuka kain putih penutup wajah ibunya. Wajah pucat, dengan bibir membiru menadakan bahwa wanita yang telah melahirkanya memang benar-benar sudah berpulang. Ini bukan mimpi, inilah kado yang Tuhan siapkan untuknya. Seketika tangisnya Zifa pecah ketika ia sadar bahwa ia sudah di tinggal meninggal dunia oleh ibunya.
"Hihihihikkkk... Ibu kenapa Ibu ninggalin Zifa, Ibu Zifa tidak sanggup hidup sendirian tanpa Ibu yang menemani Zifa. Apalagi harus merawat Kak Zara. Zifa tidak sanggup," rancau Zifa menangis memeluk tubuh kaku ibunya.
Sementara Zara gadis yang memiliki kelainan keterbelakangan mental atau orang bilang Down Syndrome. Seolah tidak paham dengan apa yang tengah terjadi dihadapanya. Zara memang sesekali terlihat menangis, tetapi Zifa sangat yakin bahwa kakaknya tidak paham betul apa yang terjadi di hidupnya saat ini.
Kemal yang memang mengikuti Zifa pun mengusap pundak Zifa, sebagai tanda bahwa ia seolah memberikan kekuatan pada Zifa agar gadis yang baru merayakan ulang tahun ke tujuh belas tahun itu kuat, untuk menghadapi ujian yang Tuhan bebankan pada pundaknya.
Zifa setelah merasakan bahwa ada tangan kekar yang mengusap pundaknya untuk memberika kekuatan pun tahu siapa gerangan yang melakukan itu. Kemal, yah temanya itu tengah berusaha memberikan dukungan kekuatan, agar Zifa kuat melewati cobaan ini.
Namun cobaan ini buka sekedar ia kehilangan ibunya. Bukan sekedar ia ditinggal meninggal oleh orang yang melahirkanya. Melainkan Zifa juga harus merawat kakaknya yang mengalami down syindrome, dan juga kondisi kakanya, Zara saat ini yang tengah hamil.
*****
Zifa memutar memory di kepalanya di mana semalam ibunya sempat bercerita kondisi kakanya saat ini. "Zifa keluarga kita sedang dilanda cobaan yang berat," eluh Ibu, mencoba memulai obran dedenganya. Mengungkapkan apa yang mengganjak di hati ibu.
Zifa yang baru duduk mendekati ibunya yang sedang menonton televisi pun kaget dengan ucapan ibu. "Cobaan apa Bu?" tanya Zifa dengan penasaran. Mungkin saja setelah ia tahu permasalahan yang mengganjal pikiran ibunya. Zifa bisa membantu memberikan solusi dengan apa yang terjadi di keluarganya.
"Kakak kamu hamil."
"Hah, kok bisa? Kak Zara kan...(Zifa tidak melanjutkan ucapanya, ia melirik ke arah kakaknya yang sudah meringkuk pulas dipangkuan ibunya dengan tangan ibu sebelah dipeganginya soalnya gadis itu ketakutan ibunya akan pergi.
"Ibu curiga anak majikan ibu yang melakukanya." Tanpa ditanya, ibu menjawab pertanyaan yang belum sempat Zifa ucapkan. Pandanganya menatap layar televisi yang menampilkan acara pencarian bakat kesukaan ibu. Namun Zifa tau fikiran ibu tidak tertuju dengan acara yang ibu lihat. Tubuh lelahnya dibiarkan bersandar ke dinding tembok yang warnanya sudah pudar. Bahkan coretan dari gambar mahakarya hasil tangan kakanya mendominasi tembok itu.
"Kok ibu bisa bicara seperti itu? Apa ibu melihatnya?" tanya Zifa, tentu harus ada bukti dasar yang kuat ketika kita mencurigai sesuatu. Takutnya kalo salah duga jadi fitnah.
Ibu menggeleng lemah, itu tandanya wanita paruh baya itu tidak melihat kejadian itu. "Ibu memang tidak pernah melihat kejadinya dengan pasti, tapi beberapa kali kakak kamu hilang dari pandangan ibu. Padahal biasanya kalo ibu bekerja kaka kamu selalu ada mengekor kemana pun ibu pergi. Tapi beberapa kali ibu yang sedang fokuz bekerja kehilangann jejak kakak kamu, ibu cari-cari tidak ketemu. Karena kerjaan yang masih menumpuk ibu pun mendiamkanya toh nanti juga Zara akan mencari ibu lagi. Mungkin dia sedang melihat ikan atau burung peliharaan majikanya. Dan tidak dengar ketika ibu panggil. Benar saja ketika ibu sedang mengerjakan kerjaan ibu, kakak kamu kembali, tapi dengan pakaian yang berantakan, dan wangi parfum peria. Kejadian itu terjadi beberapa kali, dan selalu ketika orang-orang rumah sedang pergi. Hanya ada anak majikan ibu yang saat itu tengah sakit, tapi ibu enggak memiliki fikiran jelek saat itu. Baru saat ini ibu kefikiran kejanggalan kakak kamu saat itu sepertinya ada hubunganya dengan anak bos ibu, yang bisa saja melakukan pelecehan sama kakak kamu, hingga dia hamil." Suara liirih nan pelan ibu menceritakan apa yang ada difikiranya.
"Siapa namanya anak bos ibu?" tanya zifa dengan hati marah, tetapi Zifa tidak bisa berbuat apa-apa.
"Abas," jawab ibu. "Dia sudah menikah lama, tetapi belum juga memiliki anak. Berulang kali dia menjalani program bayi tabung, tetapi gagal," imbuh ibu.
Zifa tidak melemparkan pertanyaan lagi, fikiranya sedang merencanakan sesuatu untuk keadilan kakanya, tetapi bagai mana?
"Ibu besok akan mencoba bertanya pada Den Abas mungkin sajah dia mau mengakuinya dan mau bertanggung jawab dengan kondisi kakamu," terang ibu, setidaknya ia akan mencoba mencari keadilan.
Obrolan malam ini pun selesai ketika jam menunjukan pukul sepuluh malam, dan acara pencarian bakat pun sudah selesai dari setengah jam yang lalu. Sebenarnya mereka biasa tidur jam sembilan mengingat ibu harus bangun pagi-pagi dan bekerja. Zifa pun harus bersekolah. Namun karena obrolan penting yang ibu sampaikan mereka lupa waktu dan baru sadar setelah rasa mengantuk menghampiri mereka dan benar saja ternyata memang waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam.
Fikiran Zifa yang sedang bercabang ini lah yang membuat ia sangat mudah di kerjai di sekolahnya tadi, kesalahan demi kesalah Zifa di manfaatkan temanya untuk mengerjainya, dan ibu guru Herni menghukumnya, sampai teman-temanya masuk membawa satu cake dan lilin yang menancap dengan lilin angka tujuh belas. Namun kebahagiaan yang teman-temanya beri untuk Zifa tidak bertahan lama.
*****
Zifa kembali menatap kosong tubuh ibunya. "Apa yang terjadi dengan ibu, bukankah ibu tadi pagi berangkat dalam keadaan sehat. Bahkan karena ada niat menemui Abas, anak majikanya. Ibu lebih terlihat bersemangat. Apa mungkin Abas membunuh ibu?" batin Zifa tidak bisa menerima kematian ibunya begitu saja.
...****************...
Sebelum lanjut pollow ig othor dulu yuk...
👉👉Onasih_Abilcake follow yah adik/kakak daringku...
Di atas tanah merah yang masih baru, Zifa masih terisak dengan pilu, suara tangisan lirih yang seolah tertahan menambah rasa sesak bagi yang mendengarnya. Wanita baru berumur tujuh belas tahun itu, masih berharap penuh bahwa yang barusan terjadi adalah sekenario teman-temanya, ngeprank dirinya yang hari ini tengah berulang tahun. Lalu mayit yang dia mandikan, ia kafani, dan di kuburkan hanya manekin buatan yang menyerupai ibunya.
Memang itu terlihat sangat mustahil, tetapi Zifa berharap begitulah kenyataanya. Ia masih sangat gelap dengan apa yang harus ia tentukan di masa depanya. Sedangkan sang pencari nafkah utama telah tiada. Ibu dan Ayahnya sudah kembali ke pemilik sesungguhnya. Kini ia hanya sebatang kara dan harus merawat sang kakak yang bahkan nasibnya sudah lebih buruk darinya. Memiliki kelainan keterbelakangan mental dan dilecehkan oleh orang tidak bertanggung jawab. Lalu sekarang tanpa pemilik raga tahu, bahwa di dalam rahimnya ada sebuah kehidupan. "Apakakah salahku Tuhan, sampai Engkau permainkan hidupku selucu ini." batin Zifa, seketika ia membenci takdir hidup penuh duka lara yang menyelimutinya.
"Fa, udah yuk kita pulang kerumah, ini udah gerimis dan baju kita semua juga mulai lembab karena tetesan air yang turun. Meskipun tidak deras tetapi cukup membuat basah dan takutnya nanti kalian malah sakit," rayu kemal teman satu-satunya yang masih pedulu dengan dirinya, menemani dirinya sampai proses pemakaman ibu tercintanya selesai.
Zifa mendongakan kepalanya dan menatap dengan iba ke arah Kemal. "Aku harus apa setelah ini, ibuku sudah pergi, tampa meninggalkan sesuatu. Aku yakin ibuku di bunuh dengan orang berkuasa di tempat ibuku mengais rezeki. Kamu tahu kan tadi dari sudut bibir ibuku mengeluarkan busah ketika dimandikan. Itu tandanya ada kemungkinan racun yang ada di tubuh ibuku masih berkerja merusak organ yang bahkan sudah tidak berfungi lagi. Bantu aku Mal, untuk mencari kebenaran ini," lirih Zifa dengan wajah masih mendongak menatap Kemal yang menunduk tepat di sampingnya. Wajah memohon dengan sangat pilu menatap tajam kearah Kemal, seolah tengah berkata hanya Kemal yang bisa membantu Zifa mengungkap kematian ibunya.
Kemal tidak langsung mengiyakan permintaan Zifa, laki-laki berusia hampir sama dengan Zifa pun tidak menolak permintaan yang mengiba itu. "Caranya? Kita tidak ada bukti yang menguatkan Zifa, yang ada ditakutkan malah orang berkuasa itu menuduh balik kamu dan membuat kamu terkurung di tempat yang mengerikan, (Penjara) lalu siapa yang akan mengurus kakak kamu yang kamu bilang tengah hamil anak majikan ibu kamu. Kakak kamu sangat membutuhkan kamu sebagai pelindung raga dan mentalnya. Tidak hanya itu setelah anaknya lahir, kamu lah yang ia butuhkan untuk merawat anaknya. Apa kamu tidak memikirkan kalo kamu terlibat masalah dengan orang berkuasa sangat kecil kemungkinan untuk menang, sedangkan bukti sangat minim, uang uatuk mencari keadilan juga sangat dibutuhkan, dan itu jumlahnya tidak sedikit Zifa." Kemal berusaha menasihati Zifa agar jangan salah bertindak, tujuanya baik agar Zifa tidak terjebak dalam situasi yang sulit. Karena keadilan bagi rayat jelata hanya semuah dongeng belaka, nyatanya uanglah segalanya.
Zifa kembali menunduk dan isakan menyedihkan itu kembali terdengar. Rasanya Kemal yang bukan siapa-siapa Zifa, hanya sebatas teman saja hatinya terkoyak ketika mendengar isakan itu. "Ibu, aku harus gimana untuk mencari keadilan ini. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Ibu, disaat kami tidak tahu?" bisik Zifa di atas pusaran basah ibunya.
"Ifa aku akan membantu kamu, tetapi dengan caraku. Akan aku usahakan kamu untuk melalui masa sulit ini, dengan cara yang ada di pikiranku, Kamu jangan berbuat yang aneh-aneh, tetap hidup dengan ketidak tahuan apa-apa itu akan lebih baik. Setidaknya sampai masa sulit ini kamu lewati. Setidaknya sampai kaki-kaki rapuhmu sampai bisa menopang beban kehidanmu. Gunakan ketidak tahuanmu untuk tetap mencari bukti yang menguatkan dengan semua yang terjadi diantara ibumu dan kakakmu. Aku akan tetap membantumu meskipun nanti kita tidak bersama lagi." Kemal berbicara dengan sangat lembut dan menekankan setiap katanya.
Zifa kembali menatap wajah Kemal, "Aku akan lakukan seperti apa yang kamu katakan. Aku akan terus berharap bahwa keadilan akan singgah di kehidupan kami. Terima kasih Kemal, kamu tidak meninggalkan aku di saat aku rapuh. Nasihamu sangat berarti untuk aku, sehingga aku tidak tenggelam dengan emosi yang menguasaiku. Aku akan mencari bukti, sampai kaki dan bahuku kuat untuk mengungkap apa yang ibuku alami sampai beliau meregang nyawanya. Di kembalikan dengan kondisi yang kaku. Dibekali dengan keterangan penyebab meninggalnya memang, tetapi itu terlihat sangat mustahil. 'Serangan jantung', sedangkan ibuku baik-baik saja. Aneh bukan?" Bibir tipis Zifa tersenyum masam, kehudupan rakyat bawah memang bisa di manipulasi. Termasuk dugaanya terhadap kematian ibunya.
Setelah merasa cukup memandangi dan mengeluarkan segala unek-unek yang mengganjal di hatinya Zifa, Zara dan Kemal pun kembali ke rumah Zifa. Hujan yang turun semakin deras menandakan bahwa alam juga seolah tahu kesedihan mereka. Zifa menuntun tubuh kakanya, yang juga seolah kakanya tahu bahwa mereka tengah berduka. Zara tidak rewel seperti biasa yang bertingkah seperti anak kecil. Zara kali ini sangat manis bahkan bibir mungilnya sejak siang tadi tidak mengucapkan sepatah katapun. Entah ia tengah larut dengan kesedihanya atau ia tengah berfikir hal yang mengganjal sehingga tidak begitu memperhatikan dengan jeli sekelilingnya.
"Zifa aku pamit pulang yah, nanti kalo ada apa-apa, kamu jangan sungkan hubungi aku pasti aku akan bantu kamu. Kamu jangan merasa aku orang asing. Kalo kamu tidak bisa menganggap aku sebagai kekasihmu, maka anggaplah aku sebagai abangmu," ucap Kemal memecah lamuna Zifa, bahkan gadis malang itu baru tahu bahwa mereka sudah ada di halaman rumah mereka, yang masih terlihat banyak kursi dan tenda-tenda yang tetangganya buat.
"Terima kasih Mal, aku tidak tahu harus ngomong apa sama kamu. Kamu terlalu baik buat aku. Mohon maaf kalo nanti aku akan sering merepotkan kamu yah, aku tidak punya siapa-siapa lagi. Aku cuma punya kamu yang selalu baik sama aku," isakan pilu kembali terdengar dan air matanya menghangatkan pipi yang sudah menggigil kedinginan karena pakaian yang mereka kenakan sudah basah kuyup.
"Dengan senang hati Zifa, aku akan membantu kamu, jangan sungkan untuk menguhubungi ku. Karena aku sudah menganggapmu sodara jadi jangan ada kata tidak enak hati." Kemal pun berpamit pulang, tubuhnya juga sama sudah menggigil, ingin buru-buru berendam air hangat. Dan meredakan fikiranya yang seolah berubah jadi beku sehingga tidak bisa berfikir dengan jernih.
"Kak, kita masuk yah!" Zifa menuntun tubuh Zara yang seolah mencari-cari di mana ibunya.
"Ifa, Ibu mana?" tanya Zara. Pertanyaan yang sejak tadi Zifa takutkan benar-benar keluar dari bibir kakaknya yang sudah membiru karena kedinginan.
Sekuat apapun hatinya bertahan agar tidak terasa sesak, rasanya tidak akan bisa. Zifa terlalu menghayati peranya. Air matanya kembali jatuh, bahkan ia ingin meluapkan kesedihanya dengan berteriak dan menangis meraung-raung memaki takdir yang tengah membercandainya. Namun akal fikirnya menolak, apa kata orang nanti, dan mereka akan menganggapnya gila.
Zifa membuka pintu dan mengajak kakaknya mandi. Ia menyalakan kompor untuk memasak air untuk mandi sang kakak, ia takut kakaknya akan jatuh sakit. Tubuhnya yang tengah hamil dan kelelahan bisa saja menambah lemah fisiknya.
Zifa yang tidak memiliki bekal jawaban pertanyaa Zara memilih diam dan mengabaikan pertanyaa itu. Meskipun Zifa tahu bahwa kakaknya akan terus mengulang pertanyaan horor itu, sampai akal fikirnya menangkap dan paham dengan keadaan keluarganya.
Tidak mudah menjelaskan suatu kejadian pada kakaknya, keterbelakangan daya pikir membuat ia sulit menangkap apa yang sebenarnya terjadi denganya. Itu sebabnya sang pemerkosa masih bisa bernafas tanpa diketahui siapa ia sebenarnya.
#Catatan Author....
Down syndrom yang Zara alamin sebenarnya bukan yang parah, andai ia mendapatkan penanganan terapi dan pendampingan khusus, ia bisa mengolah emosi dan menangkap kejadian sekitar dengan baik. Namun karena keterbatasan materi dan untuk medapatkan penanganan tersebut butuh dana yang tidak sedikit sehingga Zara dibiarkan apa adanya. Jadi kemungkinan untuk mengingat ia masih ada, tetapi di mana down syndrom identik dengan fikiran anak-anak. Jadi Zara masih bingung yang mana kenyataan yang mana mimpi atau ilusi.
Tubuh Zara juga tegolong bagus tinggi, dan lebih berisi dari Zifa, siapapun yang melihatnya bisa tergoda karena Zara memiliki wajah ayu dan tubuh mulus. Kalau kebayakan diluaran sana orang-orang yang mengalami down syndrom tubuhnya pun akan mengalami pertumbuhan terhambat seperti anak kecil, lagi-lagi berbeda dengan Zara yang justru tubuhnya seperti orang normal. Belum lagi buah dada yang lebih berisi membuat kaum adam yang melihatnya ingin mencicipinya. Itu sebabnya mungkin sang pemerkosa tergoda dengan tubuh sintal nan mulus milik Zara.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!