NovelToon NovelToon

SELINGKUH LIMA LANGKAH

Awal Mula Selingkuh

"Bang, jangan gitu ah! Nanti kita ketahuan loh," protes ku pada bang Agus.

"Bentar aja, sayang," balas bang Agus sambil menciumi bibir ku.

"Tapi nanti kalau ada orang yang lihat, gimana coba?" tanya ku semakin gelisah.

"Biarin aja lah, sayang," balas bang Agus lagi.

Bang Agus terus menggerayangi tubuh ku dalam posisi berdiri, dan akhirnya aku pun hanya bisa pasrah dengan kelakuan nakal nya.

Ini lah kisah nyata dalam hidup ku yang saat ini sedang aku jalani. Jujur, aku melakukan semua ini karena sikap dan perlakuan suami ku yang dingin, dan tidak pernah memberikan ku kehangatan di ranjang.

Aku melampiaskan hasrat kepada tetangga yang hanya berjarak lima langkah dari rumah ku. Sebenarnya, aku tidak tega mengkhianati pernikahan ini. Tapi ya, mau bagaimana lagi?

Aku juga manusia biasa yang punya hasrat dan nafsu. Aku juga butuh belaian, kasih sayang, dan kehangatan. Dan semua itu, aku dapat kan dari tetangga lima langkah ku.

Awal mula aku berselingkuh dengan bang Agus, waktu itu aku berada di rumah sendirian. Lalu bang Agus datang menghampiri ku.

Berhubung aku berjualan pakaian di rumah, jadi sudah biasa bagi ku kalau ada orang yang datang ke rumah untuk melihat-lihat barang dagangan ku.

"Kak, ada baju kemeja ukuran ku gak?" tanya bang Agus.

"Kalo baju kemeja sih ada, bang. Tapi kalo ukuran untuk abang kurang tau juga. Coba bang cari sendiri!" usul ku.

"Oh iya, kak. Aku cari sendiri aja ya," balas bang Agus.

"Ya," jawab ku.

Aku menunjuk ke arah gantungan baju-baju yang terletak di pojok dinding. Bang Agus tersenyum, dan mulai memilah milih baju kemeja dan mencocokkan ke badan nya.

"Kak, yang besar gak ada ya?" tanya bang Agus.

"Udah habis bang, gak ada lagi. Tinggal itu aja baju kemeja nya," jawab ku.

"Wah, kekecilan kalo gitu, kak," lanjut bang Agus.

Aku menghela nafas panjang, saat mendengar penuturan bang Agus. Setelah itu, aku pun mulai mengoceh panjang lebar pada nya.

"Abang ni pun ada-ada aja. Semua mau nya serba yang besar. Baju yang besar, celana pun yang besar, sepatu juga harus yang ukuran besar. Semua serba besar," gerutu ku sambil tersenyum geli.

"Ah, kakak ini tau aja kalo semua nya serba besar, hahahaha,"balas bang Agus sambil tertawa lepas.

Setelah selesai dengan tawa nya, bang Agus pun kembali bertanya.

"Kak, ada punya teman cewek gak? Kenalin ke aku dong," tanya bang Agus sembari mencuri-curi pandang pada ku.

"Gak ada, bang. Teman-teman kerja ku dulu udah pada pulang kampung semua. Ada juga yang udah pada nikah," jawab ku jujur.

Pria kepala botak itu langsung manggut-manggut menanggapi penuturan ku. Kemudian ia pun kembali bertanya...

"Oh gitu ya, kalo sama kakak boleh gak?" tanya bang Agus sambil tersenyum genit pada ku.

Mata ku langsung membulat sempurna, ketika mendengar pertanyaan nyeleneh nya. Aku sama sekali tidak menyangka, jika tetangga lima langkah ku itu berani melontarkan pertanyaan seperti itu kepada ku, yang masih berstatus sebagai istri orang.

"Hah, apa aku gak salah dengar, bang? Aku kan masih ada suami, kalo aku janda sih gak masalah. Emang nya gak takut kalo sampe ketahuan suami ku?" tanya ku heran.

"Ya kalo ketahuan, kita nikah aja lah!" jawab bang Agus dengan santai nya.

"Boleh minta nomor ponsel nya gak, kak?" tanya bang Agus.

"Buat apa? Jangan macam-macam loh!" jawab ku.

"Gak lah, kak. Takut kali pun kakak ini. Aku juga tau batasan nya kok," balas bang Agus.

Bang Agus segera menyerahkan ponsel nya pada ku, lalu aku pun menerima nya dan mengetik nomor ku di benda pipih milik nya.

"Oke makasih ya, kak."

Bang Agus mengucapkan terima kasih, sambil melihat nomor ku yang sudah tersimpan di dalam ponsel nya. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Ya udah aku pulang dulu ya, kak. Nanti aku hubungi ya, boleh kan?" tanya bang Agus.

"Boleh, tapi jangan di waktu suami ku di rumah ya," balas ku.

Aku mewanti-wanti bang Agus, agar tidak sembarang untuk menghubungi ku di saat suamiku sedang berada di rumah.

"Oke siap, kak," jawab bang Agus, dan dia pun mulai berjalan keluar dari rumah ku.

"Hadehh, ada-ada aja," gumam ku sembari menghela nafas panjang.

Aku tersenyum menatap kepergian bang Agus. Tak berselang lama, ponsel ku pun berdering nyaring tanda panggilan masuk.

"Nomor baru, siapa ya kira-kira?" batin ku heran.

Tanpa pikir panjang lagi, aku pun segera menerima panggilan tanpa nama itu.

"Halo, siapa nih?" tanya ku.

"Ya ampun, kak. Baru aja kita ketemu tadi, masa udah lupa sih?" oceh bang Agus.

"Ohh, bang Agus ya. Kirain siapa," jawab ku.

Aku tidak menyangka, kalau bang Agus akan benar-benar menghubungi ku.

"Kak, boleh video call gak?" tanya bang Agus.

"Boleh, tapi jangan lama-lama ya, soal nya bentar lagi suami ku pulang," jawab ku kembali mewanti-wanti nya.

"Iya, kak bentar aja kok," jawab bang Agus lagi.

Bang Agus langsung mengalihkan panggilan nya menjadi video call. Setelah itu, terpampang lah wajah nya dengan jelas, yang sedang tersenyum manis dengan wajah imut nya. Menurut aku sih begitu ya, pemirsa. Entah kalau menurut kalian, hahaha.

"Lagi ngapain, kak?" tanya bang Agus.

"Gak lagi ngapa-ngapain, bang. Lagi duduk santai aja," balas ku.

Aku menjawab sambil duduk selonjoran di atas sofa, dan memijat-mijat pelan betis dan lutut ku yang terasa sedikit pegal dan kesemutan.

"Kak, aku boleh manggil say gak?" tanya bang Agus lagi.

"Hah," pekik ku dengan mata terbelalak.

Aku langsung terkejut dan melongo, saat mendengar permintaan bang Agus. Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya aku pun pasrah dan memperbolehkan nya untuk memanggil ku dengan sebutan "say."

"Terserah abang, aja lah," balas ku.

"Oke, makasih ya, say."

Bang Agus langsung cengar-cengir salah tingkah, setelah mendengar persetujuan ku. Dia tampak sangat senang karena mendengar jawaban ku barusan.

"Bang, aku boleh nanya gak?" tanya ku.

"Mau tanya apa, say?" tanya bang Agus balik.

"Hmmmm, abang beneran serius dengan ucapan yang tadi?" tanya ku penasaran.

"Ya serius lah, say. Emang nya kenapa, gak boleh ya?" tanya bang Agus.

Aku menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong menerawang. Sambil terus memegangi ponsel, aku pun kembali berceloteh pada nya.

"Ya, aneh aja sih. Abang kan tau sendiri kalo aku udah punya suami. Kenapa berani ngomong kayak gitu sama ku?" selidik ku.

"Kalo aku mau jujur boleh gak, say?" tanya bang Agus.

"Iya boleh," balas ku sambil tersenyum.

Bang Agus terdiam sejenak, ia tampak sedang memikirkan kata-kata yang pas untuk di utarakan pada ku. Setelah beberapa saat berpikir, ia pun mulai mengungkapkan isi hati nya.

"Sebenarnya aku tu udah lama suka sama mu, say. Tapi aku gak berani untuk ngungkapin nya," tutur bang Agus lirih.

"Aku takut kamu marah. Aku juga sering curi-curi pandang, kalo aku lewat di depan rumah mu," terang bang Agus.

Aku tidak menjawab sepatah kata pun, aku hanya diam sambil terus mendengarkan ucapan nya.

"Aku juga sering memperhatikan dirimu, kalo kamu pergi ke warung," tambah bang Agus lagi.

Setelah mendengar penuturan bang Agus, aku pun menghela nafas dalam-dalam. Suasana pun menjadi hening seketika. Setelah beberapa saat saling membisu, aku pun kembali bertanya pada nya.

"Emang nya apa yang abang suka dari aku? Aku tu cantik enggak, kaya pun enggak. Gak ada yang bisa di harap kan dari ku," balas ku.

"Bagi ku, kamu itu sangat cantik, say. Cantik luar dalam malah, hehehe," balas nya lagi.

"Hmmm, sok tau abang tu. Kayak pernah lihat dalam ku aja, hahahaha," ujar ku sambil terkekeh.

"Ya, emang blom pernah sih. Emang nya boleh gak kalo aku pengen lihat dalam mu?" tanya bang Agus.

"Iiihh, gilak!" umpat ku sambil tersipu malu, di hadapan wajah bang Agus yang ada di layar ponsel ku.

"Kalo aku ajak keluar mau gak, say?" tanya bang Agus lagi.

"Emang nya mau kemana sih?" tanya ku penasaran.

"Kita ke hotel aja mau gak? Kalo mau, besok kita jumpa di taman ya. Kamu naik ojek aja dari rumah, biar gak ada yang curiga," usul bang Agus.

Aku tersentak kaget mendengar ajakan bang Agus. Aku sama sekali tidak menyangka, kalau dia berani terang-terangan mengajak ku untuk berkencan di hotel.

Setelah berpikir sejenak, akhirnya dengan berat hati aku pun menolak secara halus ajakan nya.

"Aku pikir-pikir dulu ya, bang. Aku gak bisa janji atau pun memutuskan sekarang," jawab ku.

"Iya gak papa, say. Oke lah, sampai jumpa besok ya, bye!" balas bang Agus.

Bang Agus menutup panggilan video nya. Setelah panggilan berakhir, aku tersenyum-senyum sendiri mengingat ucapan tetangga lima langkah ku itu.

Aku pun langsung menghayal yang tidak-tidak akibat ulah bang agus.Tak lama kemudian, suami ku pulang dari tempat kerja nya.

"Assalamualaikum," salam bang Darma.

"Wa'laikum salam," balas ku.

Bang Darma melangkah masuk ke dalam rumah, dan aku pun segera menyambut kepulangan nya dengan mencium punggung tangan nya takzim.

Setelah itu, bang Darma langsung bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri nya. Sambil menunggu bang Darma selesai mandi, aku menyiap kan cemilan pisang goreng dan secangkir teh manis hangat. Lalu meletakkan nya di atas meja kamar.

Karena aku sudah hafal kebiasaan suami ku itu. Kalau dia selesai mandi dan sholat, dia pasti langsung bermain ponsel di kamar sambil rebahan. Maka dari itu, cemilan dan teh nya aku letakkan di kamar, bukan di ruang tamu.

"Gimana kerja nya tadi, bang?" tanya ku basa-basi.

"Ya, biasa aja. Tadi ada pembeli, trus ya di layani. Trus muat barang buat di jual," jawab bang Darma.

Dia menjelaskan tentang kegiatan nya di gudang besi tua.

"Oh," balas ku.

Waktu terus berlalu, tiba lah saat nya waktu tidur. Aku mendekati tubuh Bang Darma yang sedari tadi sibuk dengan ponsel nya di sebelah ku.

Dengan posisi bang Darma yang miring menghadap tembok, aku pun mulai memeluk nya dari belakang dan menciumi tengkuk leher nya. Aku juga menggesek-gesekkan kaki ku ke betis nya sambil berbisik...

"Bang, aku pengen!" bisik ku dengan suara serak akibat terbakar gairah ku sendiri.

"Abang capek, dek," jawab bang Darma.

Aku berucap dengan nafas yang mulai memburu. Namun, jawaban bang Darma sangat mengecewakan bagi ku. Dia menolak ku sambil melepaskan pelukan ku.

Mendapat perlakuan seperti itu, aku pun langsung merubah posisi untuk memunggungi nya. Hati ku terasa sangat sakit karena mendapatkan penolakan dari nya.

Tanpa sadar, air mata pun jatuh membasahi pipi ku. Ini bukan pertama kalinya dia menolak ku, tapi sudah sering kejadian seperti ini aku alami.

Jangan kan membelai dan memberikan kehangatan pada ku, mencium ku saja belum tentu setahun sekali. Memanggil ku dengan kata sayang pun tidak pernah, sejak menikah selama 6 tahun ini.

Apa lagi kalau bang Darma minta jatah, dia sama sekali tidak perduli, apakah aku sudah merasa puas atau belum? Apakah aku sudah memuncak atau belum?

Yang penting bagi nya adalah, dia sudah merasa puas sendiri. Ya, bagimana aku bisa puas? Kalau lima kali goyang saja punya dia sudah keluar, sedang aku belum apa-apa.

Jujur, aku sering merasa kecewa setiap kali bermain di ranjang dengan suami ku itu. Dia selalu saja seperti itu pada ku. Tanpa cumbuan dan tanpa belaian, langsung main masuk saja. Setelah lima atau enam kali goyang, sudah keluar.

Setelah menerima penolakan dari bang Darma, aku pun memutuskan untuk menerima tawaran dari bang Agus. Aku mengambil ponsel yang berada di atas meja, lalu mengetik pesan kepada bang Agus.

"Oke, besok aku mau, bang."

Aku mengirim kan pesan teks itu kepada bang Agus. Tak butuh waktu lama, bang Agus pun langsung membalas pesan ku.

"Jam berapa kita jumpa nya, say?" tanya bang Agus.

"Jam sepuluh pagi aja," balas ku.

"Oh oke, say," balas bang Agus.

Setelah percakapan kami berakhir, aku kembali meletakkan ponsel ke atas meja dan mulai memejamkan mata. Tak berselang lama, aku pun tertidur pulas dengan posisi saling memunggungi dengan bang Darma.

Pagi menjelang, aku beranjak dari ranjang dan melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai, aku segera membuat kan teh manis hangat untuk bang Darma.

Bang Darma tidak pernah mau sarapan pagi, tidak biasa kata nya. Maka nya cuma teh manis hangat saja yang aku sediakan untuk nya. Selesai mandi, bang Darma pun duduk di sofa dan mulai menyeruput teh nya dengan perlahan.

"Dek, abang berangkat kerja ya," pamit bang Darma.

"Iya," balas ku sambil mencium kedua pipi nya.

Setelah kepergian bang Darma, aku bergegas ke dapur untuk memasak makan siang. Karena jam dua belas nanti dia pasti pulang untuk makan di rumah.

Selesai masak, aku melanjutkan tugas ku mencuci baju. Setelah semua pekerjaan beres, aku pun bergegas membersihkan diri di kamar mandi.

Setelah memakai pakaian, aku segera mengambil ponsel untuk menghubungi bang Agus.

Tut tut tut...

Setelah panggilan tersambung, aku pun langsung bertanya tentang keberadaan nya.

"Halo lagi dimana, bang?" tanya ku.

"Aku udah di taman nih, kira-kira masih lama gak, say?" balas bang Agus.

"Bentar lagi, aku cari ojek dulu," jawab ku.

"Oke, say jangan lama-lama ya," balas bang Agus.

"Iya," jawab ku.

Aku menutup panggilan dan segera melangkah keluar dari rumah. Setelah selesai mengunci pintu, aku langsung berjalan menuju pangkalan ojek yang berada tidak jauh dari rumah ku.

"Bang, tolong antar kan ke taman ya!" pinta ku pada si tukang ojek.

"Oke siap, kak," jawab nya lalu menyerahkan helm pada ku.

Selesai memakai helm, aku langsung naik ke atas motor dan dia pun mulai melaju kan kendaraan roda dua nya untuk menuju taman kota.

Sesampainya di taman, aku segera turun dari motor dan menyerahkan helm sambil membayar ongkos nya.

"Makasih ya, bang," ucap ku sembari tersenyum.

"Sama-sama, kak," balas si tukang ojek.

Setelah menerima uang ongkos dari ku, tukang ojek itu pun segera melajukan motornya kembali ke jalan raya.

Beberapa saat kemudian, bang Agus pun tiba di depan ku dengan mengendarai motor nya.

"Ayo, say!" ajak bang Agus.

Dia memberikan helm pada ku dan aku pun segera memakai nya. Setelah itu, aku pun langsung naik ke atas motor, dan melingkarkan kedua tangan ku di perut nya.

Setelah menempuh perjalanan sekitar kurang lebih sepuluh menit, kami berdua pun tiba di depan gedung hotel yang cukup tinggi. Sekitar lima lantai lah kira-kira. Lupa ngitung soal nya, hehehe.

Bang Agus memarkir kan motor nya dengan rapi di tempat parkiran yang sudah tersedia. Lalu kemudian, kami berdua pun mulai berjalan beriringan menuju meja resepsionis.

"Ada kamar kosong, kak?" Bang Agus bertanya pada wanita resepsionis yang sedang bertugas.

"Ada, bang. Bentar ya," jawab nya.

Resepsionis itu menyerahkan kunci kamar. Lalu bang Agus pun langsung menerima kunci itu dan membayar tagihan nya.

Setelah selesai urusan dengan resepsionis, kami segera melangkah menuju kamar yang berada di lantai dua dengan bergandengan tangan.

"Kayak mau nyebrang jalan aja pake acara gandengan tangan segala, hihihi," batin ku terkikik geli.

Sesampainya di depan kamar, bang Agus segera membuka pintu. Setelah itu, kami berdua pun langsung melangkah masuk dan mengunci pintu kembali.

Setelah sampai di dalam kamar, bang Agus langsung mendekap erat tubuh ku dan menciumi bibir ku.

"Sabar dulu, bang!" ujar ku sambil meregangkan pelukan nya.

"Kenapa sih, say?"

Bang Agus bertanya dengan mata yang sayu dan nafas yang memburu, akibat gairah nya sendiri yang sudah naik sampai ke ubun ubun.

"Aku kebelet buang air kecil. Tunggu bentar ya!" jawab ku.

Aku berucap sambil berlari kecil menuju kamar mandi, untuk membuang air kecil dan mencuci kaki.

Setelah selesai, aku melihat bang Agus sedang mengotak-atik remot AC untuk menyetel suhu nya. Bang Agus yang sudah melihat ku keluar dari kamar mandi, kembali melancarkan aksi nya yang sempat tertunda tadi.

Dengan perlahan dia mulai membuka pakaian ku satu persatu. Setelah itu, dia juga membuka pakaian dalam ku sampai polos tak bersisa.

Setelah melucuti semua pakaian ku, tanpa pikir panjang lagi bang Agus pun langsung menyerang ku. Dia mulai mencumbui seluruh tubuh ku, tanpa terlewatkan satu inci pun. Dan akhirnya, pergumulan panas pun terjadi di kamar hotel tersebut.

Bang Agus melakukan aksinya itu sampai berulang-ulang kali. Hingga membuat badan ku menjadi lemas tak berdaya. Setelah pergumulan panas itu berakhir, bang Agus tersenyum pada ku dan berkata...

"Makasih ya, say," ujar bang Agus.

Dia mengecup kening ku dengan mesra, kemudian dia pun menjatuhkan tubuh nya di samping ku dengan nafas yang masih ngos-ngosan.

Dia tampak sangat kelelahan akibat pertempuran panas tadi. Dan akhirnya, kami berdua pun mulai memejamkan mata sambil berpelukan.

Tak butuh waktu lama, kami mulai terlelap dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun di bawah selimut.

Sepulang Dari Hotel

"Bang, bangun. Ayo kita pulang!" seru ku.

Aku mengguncang pelan lengan bang Agus. Dia langsung membuka mata, dan menggeliat kan badan nya yang masih di tutupi oleh selimut.

"Udah jam berapa?" tanya bang Agus.

"Hampir jam dua belas. Ayo cepetan kita pulang, keburu bang Darma balek nanti!" desak ku sambil menarik-narik lengan bang Agus.

"Iya, say. Ayo mandi dulu, siap tu balek!" balas bang Agus.

Kami berdua turun dari ranjang, lalu bang Agus pun langsung menggendong tubuh ku ala bridal style menuju kamar mandi.

Aku dan bang Agus mandi bersama di bawah guyuran air hangat dari shower. Setelah selesai mandi, kami pun segera bergegas memakai pakaian masing-masing.

Setelah beres semua, aku dan bang Agus keluar kamar menuju meja resepsionis untuk menyerahkan kunci kamar. Lalu kemudian kembali berjalan menuju parkiran.

Sesampainya di motor bang Agus, aku segera naik ke atas boncengan, dan dia pun langsung tancap gas menuju taman di tempat janjian tadi.

Setelah sampai di taman, aku pun segera turun dari motor nya. Sebelum pergi, bang Agus menggenggam tangan ku dan menyelipkan uang merah beberapa lembar ke dalam genggaman ku.

"Untuk beli jajan ya, say!" ucap bang Agus.

"Iya, makasih banyak ya, bang," balas ku.

Aku menjawab sambil tersenyum pada bang Agus, dan menyimpan uang pemberian nya itu ke dalam saku celana.

"Oke lah, aku duluan ya, say!" pamit bang Agus.

Bang Agus mulai menyalakan kembali motor nya, dan berlalu pergi dari hadapan ku.

"Ya, hati-hati ya, bang," balas ku.

Aku melambaikan tangan pada bang Agus, dan menatap kepergian nya itu dengan senyuman. Setelah itu, aku segera berjalan menuju pangkalan ojek dan memanggil salah satu tukang ojek yang sedang duduk di atas motor nya.

"Ojek, bang!" pekik ku dengan suara melengking sambil melambaikan tangan.

"Iya bentar, kak," jawab si tukang ojek.

Si tukang ojek pun langsung menghampiri ku dan memberi kan helm nya pada ku.

"Mau di antar kemana, kak?" tanya nya.

"Ke alamat ini ya, bang," jawab ku lalu mengatakan alamat rumah pada nya.

"Oke siap, kak," balas nya.

Setelah itu, aku pun segera naik ke atas motor matic nya. Abang ojek pun langsung menyalakan motor nya, dan melajukan kendaraan roda dua nya itu menuju rumah ku. Tak lama kemudian, kami sudah tiba di depan rumah dengan selamat.

"Makasih ya, bang," ucap ku.

Aku memberikan helm milik nya sambil menyerahkan ongkos ojek pada nya.

"Iya, sama-sama, kak," balas nya.

Setelah menerima ongkos dari ku, tukang ojek itu pun kembali menyala kan motor nya dan berlalu pergi dari hadapan ku.

Sesampainya di depan pintu rumah, aku merogoh saku celana untuk mengambil kunci. Setelah mendapat kan nya, aku bergegas membuka pintu dan masuk ke dalam rumah, sambil mengucapkan salam.

"Assalamualaikum," salam ku.

Setelah menutup pintu kembali, aku pun bergegas melangkah ke dalam kamar. Selesai berganti pakaian, aku segera membuka kios dan menyusun barang-barang dagangan ku.

Tepat pukul dua belas lewat sepuluh menit, bang Darma pun pulang dengan motor nya yang di parkir di depan kios.

"Assalamualaikum," salam bang Darma.

Ia melangkah masuk ke dalam rumah, lalu berjalan ke kamar mandi untuk mencuci tangan nya.

"Wa'laikum salam," balas ku sembari menghampiri nya dan mencium punggung tangan nya.

Aku langsung menyiapkan makan siang untuk bang Darma. Selesai menghidangkan nya di atas meja, aku dan bang Darma pun mulai makan siang bersama di ruang tamu.

Selesai makan, bang Darma lanjut membersihkan diri ke kamar mandi, lalu menunaikan shalat zhuhur.

"Dek, nanti abang pulang nya agak malam karena ada lembur," ujar bang Darma sambil memakai pakaian kerja nya kembali.

"Berarti gak usah masak makan malam lah ya? Abang makan nya di tempat kerja kan?" tanya ku.

"Iya, adek gak usah masak. Nanti kami dapat jatah makan malam di sana," jawab bang Darma.

"Oh, ya udah kalo gitu," balas ku.

Aku memeluk dan mencium pipi kanan dan kiri nya. Setelah itu, bang Darma pun melangkah keluar dan berlalu pergi dengan motor nya.

Itu lah kebiasaan yang sehari-hari aku lakukan jika bang Darma akan berangkat bekerja. Aku pasti memeluk dan mencium kedua pipi nya. Setelah kepergian bang Darma, ponsel ku pun berdering tanda panggilan masuk.

"Bang Agus."

Aku bergumam dengan kening mengkerut, saat melihat nama yang yang tertera di layar ponsel.

"Halo ada apa, bang?" tanya ku menerima panggilan dari si botak.

"Lagi ngapain, say?" tanya bang Agus.

"Baru siap makan sama bang Darma tadi, emang kenapa?" tanya ku balik.

"Gak ada apa-apa, say. Cuma kangen aja," jawab bang Agus santai.

"Apa? Tadi kan kita baru ketemuan. Baru aja sejam yang lalu. Kenapa udah kangen lagi?" tanya ku sembari terpekik kuat.

"Ya, nama nya juga lagi kasmaran, say. Mau nya bersama trus setiap hari," jawab bang Agus.

"Heleh, lebay banget sih. Kayak anak ABG aja pake acara kasmaran segala, hahahaha," cibir ku.

Aku langsung terkekeh geli, mendengar penuturan bang Agus yang cukup aneh menurut ku.

"Ya iya lah, say. Nama nya juga sedang jatuh cinta, pasti mau nya ketemu terus," balas bang Agus lagi.

"Setiap hari juga kita ketemu kok. Lah wong tempat tinggal kita aja cuma beda dua rumah," balas ku.

"Hahahaha, iya juga ya, say," ujar bang Agus sambil tertawa terbahak bahak.

"Naaah, tu tau," balas ku sembari tersenyum sendiri.

"Ke warung lah, say! Aku mau lihat dirimu. Aku lagi duduk di meja nih," pinta bang Agus.

Meja itu terletak di depan rumah bang Agus, yang berada di samping warung sembako.

Maka dari itu, bang Agus menyuruh ku untuk ke warung, agar dia bisa berjumpa dengan ku dan saling pandang-pandangan tentu nya, hihihi. Ribet amat yak.

"Malas, ah. Ngapain juga sih harus ke warung segala? Gak ada yang mau aku di beli juga di sana," tolaj ku malas.

"Sini lah, say! Beli garam kek, atau beli terasi sebiji kek, atau beli yang lain kan juga bisa," ujar bang Agus tetap ngeyel menyuruh ku untuk pergi ke warung.

"Oke, tunggu lah disitu! Aku mau beli minyak goreng aja," jawab ku lalu menutup panggilan sepihak.

Setelah panggilan berakhir, aku pun meletakkan ponsel itu kembali ke atas meja.

"Memang lah botak tuyul satu itu, ada-ada aja permintaan nya," gerutu ku dalam hati.

Aku selalu meledek bang Agus dengan sebutan botak tuyul. Karena dia tidak pernah betah punya rambut. Kepala nya selalu saja botak persis seperti tuyul.

Tapi jangan salah ya, sensasi bercinta dengan lelaki yang berkepala botak itu beda dengan lelaki yang ada rambut nya. Kalau tidak percaya, cobalah.

Aku segera mengambil uang di dalam dompet, dan berjalan ke warung yang berjarak hanya sekitar dua rumah dari rumah ku. Setelah sampai di warung, aku melihat bang Agus yang sedang duduk santai di samping warung itu, sambil tersenyum manis menatap ku.

Aku membalas tatapan nya dengan menjulurkan lidah pada nya. Melihat tingkah nyeleneh ku, bang Agus pun langsung tertawa ngakak.

"Kak, minyak goreng dua liter ya!" ujar ku.

Aku segera memesan kepada yang punya warung yang bernama kak Nila.

"Iya, mbak." jawab nya.

Kak Nila pun mengambil minyak goreng di atas rak jualan nya, lalu menyerahkan nya pada ku. Aku pun menerima minyak goreng itu dan segera membayar nya.

"Oke makasih ya, mbak," ujar kak Nila sambil menerima uang dari ku.

"Iya, sama-sama, kak," jawab ku.

Setelah itu, aku pun kembali berjalan pulang menuju rumah. Sambil berjalan, ekor mata ku melirik ke arah bang Agus yang masih setia dengan senyuman aneh nya.

"Edan," gumam ku pelan.

Sesampainya di rumah, aku meletakkan minyak goreng itu ke dapur. Kemudian, aku melangkah kembali ke dalam kamar. Aku merebahkan diri di ranjang sambil menatap langit langit kamar.

"Maaf kan aku bang Darma. Aku telah mengkhianati pernikahan kita. Aku telah menduakan mu, maaf kan aku," gumam ku dengan mata berkaca-kaca.

Tanpa sadar, air mata ku pun menetes dan membasahi kedua pipi ku. Apakah aku menyesal telah berselingkuh? Ah entahlah, aku juga bingung.

Tak lama kemudian, aku terlelap dengan posisi memeluk guling dan masuk ke alam mimpi yang indah.

POV Agus

Nama ku Agus, usia 36 tahun. Aku bekerja di kantor perusahaan yang menggeluti bidang pelayaran, mengurus paspor dan surat surat jalan para pelaut.

Status ku duda anak dua, dan kedua anak ku itu ikut tinggal ke kota Ambon bersama mantan istri ku.

Saat ini aku sedang menjalin cinta terlarang dengan istri orang nama nya Ayu lestari, panggilan sehari-hari nya adalah Ayu.

Ayu adalah tetangga ku yang berjarak hanya dua rumah saja dari rumah ku. Bahkan setiap hari aku bisa berjumpa dengan nya, karena memang jarak tempat tinggal kami hanya sekitar lima langkah saja.

Aku sering bertegur sapa dengan nya, dan dia juga pernah sesekali memberikan makanan pada ku, kalau di rumah nya sedang mengadakan acara.

Sebenarnya, sudah sejak lama aku menyukai dan mengagumi diri nya. Hanya saja, aku tidak punya nyali untuk mengungkapkan nya.

Apa lagi dia masih berstatus sebagai istri orang. Membuat nyali ku semakin ciut untuk mendekati nya. Aku hanya bisa mencuri curi pandang saja pada nya, tanpa bisa meraih nya.

Dia wanita yang baik dan ramah pada siapa pun. Wajah nya yang cukup cantik dan manis bagi ku, semakin membuat ku jatuh cinta pada nya. Ingin rasa nya aku memiliki diri nya, tapi apa lah daya, dia masih menjadi istri orang lain.

Aku selalu berdoa, semoga Ayu cepat menjadi janda agar aku bisa segera menikahi nya, hahaha. Doa yang aneh bukan?

Ayu membuka kios di depan rumah nya. Dia berjualan pakaian, tas, sepatu, sandal, dan lain-lain.

Beberapa tahun yang lalu, dia pernah berjualan gorengan dan pecel sayur di teras rumah nya. Aku menjadi salah satu pelanggan setia nya.

Aku suka membeli kue-kue dan gorengan nya. karena semua makanan itu memang enak-enak rasa nya. Salah satu alasan ku juga, agar bisa ngobrol dan lebih lama menatap wajah nya.

Aku tidak tahu, apakah Ayu mau dengan ku atau tidak jika aku mengungkapkan isi hati ku pada nya. Aku takut kalau Ayu menolak dan malah menjauhi ku. Ah entahlah, aku bingung.

Aku juga sering memasuki kios baju Ayu. Sebenarnya itu alasan ku saja, agar bisa berlama-lama dengan nya. Aku sering bertanya tentang sepatu lah, baju lah, tas lah, semua lah pokok nya aku tanyain.

Walau aku tidak jadi membeli, tapi Ayu tetap melayani ku dengan baik. Sebenarnya, Ayu itu orang nya tertutup. Dia tipe cewek rumahan, tidak pernah nongkrong sana sini seperti wanita-wanita lain.

Dia jarang keluar rumah, kecuali menyapu halaman dan pergi ke warung saja, selebihnya dia hanya di rumah saja.

Hingga suatu hari, aku memberanikan diri untuk mengungkap kan isi hati ku. Dari pada kelamaan takut nya di ambil orang duluan, mendingan aku ungkap kan saja isi hati ku pada nya.

Mau di terima atau tidak, itu urusan belakangan. Yang penting, Ayu sudah tahu tentang perasaan ku pada nya.

Siang itu, aku datang menemui Ayu di kios nya. Kebetulan, dia lagi sendirian di kios tersebut. Aku pun iseng menanyakan baju kemeja pada nya. Berhubung ukuran besar tidak ada, aku pun tidak jadi membeli baju kemeja tersebut.

Setelah mengobrol dan bercanda ria dengan Ayu, aku pun memberanikan diri untuk meminta nomor ponsel nya.

Awal nya dia sempat ragu. Tapi lama kelamaan, akhir nya dia memberikan nya juga. Tapi dengan syarat, jangan sembarang waktu saat menghubungi nya. Aku pun langsung menyetujui syarat nya tersebut.

Setelah mendapat nomor ponsel Ayu, aku pun pamit pulang ke rumah. Ternyata Ayu orang nya asyik juga untuk di ajak bercanda. Dia selalu nyambung kalau di ajak mengobrol.

Aku jadi semakin cinta pada nya, pada sifat nya, kepribadian nya, dan juga pada diri nya tentunya.

Keluar dari rumah Ayu, aku kembali ke rumah ku. Sesampainya di dalam kamar, aku membaringkan diri di atas kasur.

Dengan posisi telentang menghadap langit-langit kamar, aku tersenyum-senyum sendiri kala mengingat percakapan ku dengan Ayu tadi.

"Coba telpon Ayu, ah. Trus ngajak dia ketemuan di luar. Kira-kira, Ayu mau gak ya?" gumam ku sedikit ragu.

"Mau atau tidak nya Ayu, itu urusan belakang lah. Yang penting usaha aja dulu, siapa tau dia mau," batin ku.

Akhir nya, aku pun menghubungi Ayu. Dan alhamdulillah, dia mau menerima panggilan dari ku. Tapi aku kecewa dengan jawaban nya. Karena dia tidak bisa berjanji untuk menerima ajakan ku itu.

Malam pun tiba, di saat aku sedang melamun memikirkan Ayu, tiba-tiba ada pesan masuk di ponsel ku. Ternyata pesan itu berasal dari orang yang sedang aku pikir kan sedari tadi. Ya, itu pesan dari Ayu.

Dia mengatakan bahwa dia menerima ajakan ku untuk ketemuan di luar. Alhamdulillah ya Allah, aku sangat bersyukur dan bahagia ketika mendengar jawaban dari nya.

"Akhirnya, aku bisa memiliki mu juga Ayu lestari."

Gumam ku sambil tersenyum sumringah, sambil terus memandangi pesan dari wanita incaran ku di layar ponsel. Tidak terasa, waktu yang di tentukan Ayu pun tiba. Dia minta ketemuan pukul sepuluh pagi.

Aku pun langsung bergegas menyiapkan diri. Memakai pakaian yang rapi, menyemprot parfum dan memakai sepatu. Setelah semua persiapan beres, aku langsung berangkat menuju taman, tempat janjian kami berdua.

Sesampainya di taman, aku celingak celinguk mencari keberadaan Ayu. Ternyata, Ayu baru turun dari motor ojek yang mengantar nya.

Aku pun bergegas menghampiri nya, dan mengajaknya check in di hotel yang berada tidak jauh dari taman tersebut.

Setelah aku dan Ayu berada di kamar hotel, aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku langsung mendekap dan menciumi nya dengan rakus.

Ya, aku langsung mencumbui nya tanpa meminta izin terlebih dahulu pada nya. Aku pikir Ayu bakalan menolak atau pun marah atas tindakan ku itu, tapi ternyata tidak. Dia malah membalas semua cumbuan ku itu dengan ganas dan lincah.

Aku menggauli Ayu sampai tiga kali. Sampai akhirnya, kami berdua ketiduran sebentar karena saking lelah nya.

Setelah pertempuran panas dengan Ayu selesai, kami memutuskan untuk pulang ke rumah masing masing. Pertemuan kami di buru waktu. Karena kami harus pulang sebelum suami Ayu sampai di rumah saat jam makan siang.

Setelah sampai di rumah, aku membaringkan tubuh ku di atas kasur. Aku kembali membayangkan kejadian yang sangat indah bersama Ayu tadi.

Ingin rasa nya aku mengulangi kejadian itu lagi. Tapi ya apa boleh buat, dia masih milik orang lain. Aku harus mengerti dengan batasan ku yang mencintai istri orang lain.

Aku sering mengajak nya untuk menikah dengan ku. Tapi dia tak mau menjawab. Ayu hanya mengatakan, "kalo memang jodoh, kita pasti di persatukan." Itu lah kata-kata yang di ucap kan Ayu, setiap kali aku mengajak nya serius untuk menikah.

Pertemuan singkat itu lah yang menjadi awal perselingkuhan ku dengan wanita cantik itu, yang sampai saat ini masih kami jalani. Cinta terlarang yang sangat indah yang sudah berjalan hampir setahun belakangan ini.

"Ayu, semoga engkau lah jodoh ku kelak. Amin amin ya rabbal a'lamin," gumam ku penuh harap.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!