Gemericik hujan membasahi Jalanan kecil sudut Kota Rome. Sepasang kaki panjang berbalut Celana velvet Dan beralaskan sepatu boot berbahan kulit sapi berlari sekuat tenaga meski sepertinya sudah letih. Deru suara beberapa sepatu lain juga bergema lebih nyaring.
Tiba - tiba Sebuah Tangan kekar menarik lengannya. Dan membekap mulutnya ketika hendak berteriak.
"bruk...!!" tubuhnya menghempas Pada sosok kekar yang Kini melilitnya.
"Anthony..!!"
"sasst...."
Kami sama - sama menahan nafas sampai orang - orang itu menghilang
" Bukankah kamu Di Cisily?"
"Itu bukan urusanmu, tapi bagaimana kamu Bisa di sini?"
"Aku ingin menyusulmu" suara Renata nyaris tak terdengar.
Anthony tampak tidak senang dengan pernyataan Renata.
"Hidupku tidak mudah untuk kamu hinggapi" Gerutunya "Orang itu siapa? "
"Entahlah, mereka berusaha menculikku"
Anthony mengintip Jalanan yang makin sunyi. "Sepertinya mereka benar - benar pergi.... Kamu Bisa kembali"
"Tapi...bukankah kita sudah bertemu?"
Anthony tidak mengacuhkan Dan terus berlalu.
"Tapi aku istrimu!!! " Renata kali ini berteriak.
Anthony yang berencana meninggalkannya, mulai mempertimbangkan keputusannya.
"Gadis bodoh!!" hardiknya ketika jarak Di antara mereka mulai menipis "Teriakanmu Bisa membuat mereka kembali ke sini"
" Aku tidak peduli, lebih baik aku mati Di Tangan mereka dari Pada jadi janda Di usia seperti ini"
Deru sepatu mulai samar - samar mulai mendekat.
"****!!" Anthony segera menggenggam lengan Renata Dan menarik gadis itu untuk berlari bersamanya Di Jalanan sempit yang belum kering.
"Jangan pernah berteriak kamu istriku lagi" Desis Anthony ketika suasana mulai Di rasa aman. "Mereka nampaknya tidak menemukan arah kita"
"Tapi kita memang menikah" Renata coba mengingatkan Anthony Pada status keduanya yang belum Berahir.
"Kamu masih berfikir pernikahan itu serius?" nada Anthony terdengar mengeluh.
"Tentu saja!! Aku menjalaninya dengan sangat serius. Aku bahkan membagi kekayaanku denganmu"
Anthony mengusap wajahnya dengan kasar. "Kamu masih muda, carilah lelaki yang sepadan denganmu setelah kita bercerai"
"Aku tidak mau...!" Renata memasang wajah juteknya seketika." Setelah semua yang terjadi, kamu menceraikanku begitu saja?"
"Common.... Kamu cantik dan masih muda, tidak sulit mencari yang lebih baik dariku"
" Lihatlah... Betapa menyedihkan diriku, setelah aku menopangmu sekian lama untuk menumbangkan mantan istrimu itu... Sekarang kamu berusaha membuangku begitu saja"
Anthony mengarahkan kepalanya ke arah tembok Di sisi kiri Renata.
"OK!!! Kalau kamu memang tidak suka, aku akan menjadi gelandangan Di Rome... Akan aku teriakkan kalau aku adalah istri dari Anthony boldovino" Renata menatap berani Pada lelaki berusia kepala empat itu "Kita lihat seperti apa hasilnya, lagi pula aku memang tidak punya pilihan bila kamu tidak membantu ku. Mereka telah membawa tas Dan koperku"
Renata melewati Anthony begitu saja. Berlagak seakan dia sanggup menjalani hidup Di Jalanan seperti ancamannya. Tentu saja, ini hanya gertakan. Dia sedang bertaruh dengan sedikit rasa cinta Di hati Anthony atau setidaknya rasa balas budi yang bersemayam Di hatinya.
Satu.... Dua... Tiga... Renata menghitung dalam benaknya. Berharap jemari kekar nan hangat itu akan menyambutnya Di antara udara Rome yang dingin. Tapi... Sepertinya Anthony selalu tidak punya tempat untuknya.
"Hanya Malam ini..." Suara Berat itu ahirnya mengisi ruang dengarnya. "Aku akan mendapatkan barangmu kembali" Lanjut pemilik suara itu ketika Renata belum juga berbalik.
Tapi Renata masih tertegun bahagia akan harapan yang muncul dari Anthony. Tubuhnya membeku hingga tak sanggup mengucapkan soraknya.
"Ayolah..." kata itu kembali muncul usai derup langkah cepat yang baru saja terhenti Di sisinya.
"Gendong...!! Aku lelah" Rengek Renata dengan manja, seperti hari - hari mereka dahulu kala.
******
Setiap hari dia menghawatirkan hal - hal kecil yang tak Di perlukan. Selalu bekerja hingga larut. Serta selera yang sulit di Toleransi.
Aku pernah mengenalnya sebagai orang yang berkomitmen Dan juga perfectionist. Dan aku mencoba memahaminya sebagai kelebihan yang harus aku hargai.
Sampai suatu saat aku sadar ketika aku memasuki ruang kerjanya yang mulai sedikit berdebu, usai kepergiannya seminggu yang lalu.
Sebuah buku tulis bersampul hijau kutemukan Di tumpukan dokumen pekerjaan. Aku menertawakannya, karena bagaimana mungkin lelaki se macho suamiku menulis buku harian se manis ini.
Aku berfikir aku akan Di kejutkan dengan. Hal - hal yang sangat pribady. Mungkin cerita masa kecil atau romansa picisan yang telah berlalu tapi....
Paranoia....
Aku memicingkan mataku Pada kata itu.
Bukankah itu adalah salah satu nama penyakit mental? Apakah mental suamiku bermasalah?
Aku menderita Paronia...
Begitu kalimat lengkapnya. Menderita...??? Itu Sungguh penyakit.. Dan...
Aku membaca dengan teliti tanggal Dan tahun Pada lembar terahir ini. Aku kembali tertawa tapi kali ini aku sedang tidak bahagia. Karena hal itu sudah terjadi sepuluh tahun yang lalu.
Dan aku tahu betul, suamiku tidak pernah pergi ke psikologi apalagi psikiater. Jadi... Semua sifat itu bukan kelebihan tapi Kekurangan. Dan siksaan itu bukan sementara tapi terancam untuk selamanya.
Karena... Aku tidak mungkin bercerai darinya. Ini masalah gengsi yang tidak bisa aku tarik lagi, aku sangat bersikukuh menikah dengannya Pada waktu itu. Meski pernikahan kami Berdasarkan keuntungan Bisnis.
Tapi cinta dariku adalah tanpa pamrih.. Hanya saja Kenapa harus ada kondisi seperti ini.
****
Antonio Boldovano, usianya sudah menginjak 47 tahun. Dia di adopsi oleh keluarga Boldovano ketika menginjak usia 14 tahun.
Keluarga aslinya adalah bukan dari kalangan miskin, Namun Entah alasan apa yang membuatnya terdampar Di panti asuhan sejak usia enam tahun.
"Ayahnya adalah seorang dokter yang cukup terkenal Di kampung halamannya"
Sale, Manchester tertulis sebagai lokasi kelahiran Antonio Dan itu bukan area miskin. Rumah - rumah besar Dan rapi menjadi Daya tarik tersendiri untuk Kota Di salah satu sudut Manchester , England.
"Apakah kedua orang tuamu meninggal? Maksudku keluarga aslimu. Terus terang, aku ingin sekali mengunjungi Kota Manchester anadaikan kita ke eropa.
" Boleh...! "Antonio selalu menjawab singkat Dan berlalu dariku, ketika aku memulai membahasnya.
Perhaps... Ada yang dia tidak suka. Tapi aku tidak penasaran sama sekali saat itu hingga ahirnya aku menemukan sederet kalimat ini.
*****
"Kamu tinggal Di sini?" Renata sedikit begidik dengan Apartment sempit Di mana Anthony ahirnya menghempaskan tubuhnya.
"Sementara..." Anthony menawarkan sekaleng minuman soda dari lemari pendingin.
Tanpa menolak Renata segera meneguk dengan mata yang menyapu tempat tinggal Anthony yang jauh dari kesan rupawan.
"Ini tidak Cocok untukmu" keluhnya lebih mirip untuk diri sendiri.
Anthony tersenyum miring Dan menyusul untuk menyandarkan punggungnya Di sofa dua seater Di mana Renata menggerutu.
"Kamu lupa bahwa aku anak dari panti asuhan"
"Ya.. Ya... Tapi dengan semua uangmu Dan semua yang kamu dapat selama ini. Kamu hanya sanggup mendapatkan tempat singgah seperti ini?" Renata meneguk lagi sisa soda di tangannya "Menyedihkan.. Uhf..!"
Jemari Anthony yang kekar segera mendarat Di sepasang rahang Halus Renata. "Aku bilang hidupku tidak mudah.. Ini bukan soal uang" Geramnya dengan gigi menggeretak "pergilah kalau tidak suka"
Anthony bukan sosok yang sabar, apalagi menghadapi putri manja seperti Renata.
Anthony menghisap habis sodanya Dan segera berdiri meraih pintu salah satu cabinet Di mini bar.
"Pergilah...!" Anthony melempar seikat uang bertuliskan angka seratus dengan lambang Euro. "Kamu Bisa tinggal Di tempat lebih baik dengan itu, dan berhenti membuatku pusing"
Anthony kemudian meraih sesuatu dari sakunya Dan kemudian memasukkan ke mulutnya.
"Drugs..." tuduh Renata tanpa dasar.
"Aku bukan bodoh.." Ucap Anthony sebelum berlalu Dan meringkuk Pada sudut ranjangnya.
****
Pernikahan Renata Dan Anthony bukanlah singkat. Hanya karena tujuan yang tidak semestinya, membuat mereka tidak mengenal dengan cukup baik.
Anthony adalah seorang duda yang tampan dengan seorang anak dari pernikahan sebelumnya. Sedangkan Renata adalah putri dari puta kedua keluarganya yang memiliki kerajaan Bisnis dengan reputasi mumpuni.
Hanya saja, pertarungan politik perusahaan membuat Renata harus terkapar tanpa memiliki dasar atas pilihannya yang memihak Anthony. Dia hanya pernah berharap bahwa lelaki yang menjadi suaminya akan menjadi seutuhnya miliknya.
Tapi... Hidup itu tidak sesederhana dalam pikiran Renata. Harapan mengejar Anthony lebih buruk dari apa yang pernah di bayangkan.
Lelaki yang tidak muda Namun rupawan itu, hanya mampu menampungnya dengan kondisi seperti sekarang.
"Tidakkah kamu punya sedikit selera tentang hidup"
Anthony membuka matanya Sejenak.
"Aku punya selera Re... selera yang mungkin sulit kamu bayangkan"
Renata hanya termenung memandangi Anthony yang kembali mengatupkan sepasang mata indahnya Dan kemudian terlelap.
****
"Salah..?"Renata mulai mempertanyakan keputusannya sendiri.
Rasa sakit mulai menjalar perlahan Di tubuhnya sejak beberapa detik yang lalu. Dengan tenaga yang tersisa dia mulai menopang dahinya dengan the jemari.
Anthony yang Kini sudah terjaga," Kamu Kenapa? "Tanyanya tegas.
Renata hanya mampu bernafas kasar. Wajahnya pucat Dan memaling sesaat.
" Oh GoD..!! Give mea break!! "pekiknya.
Anthony menggebrak kaki ya ke lantai saat menuruni ranjang. Wajahnya ikut panik. Mencoba mencari sesuatu Di dalam laci Dan lemari.
Sesaat kemudian dia kembali dengan kotak berwarna silver. Dan mendekati Renata.
" Tahan... Semoga ini masih Bisa" Anthony mengeluarkan suntikan Dan segera memberikannya Pada Renata setelah membaca beberapa deret huruf.
"Kamu datang hanya memberiku beban" keluh Anthony. "Gadis manja sepertimu harusnya menunggu saja di sarangmu hingga aku kembali"
"Aku tidak sanggup..." Suara Renata lirih terdengar. "Aku begini karena membelamu" lanjutnya "Tapi ternyata kamu kalah, kamu tidak pernah terus terang tentang banyak hal padaku"
Berangsur tenaga Renata mulai pulih. "termasuk keadaanmu yang ini"
Renata Dan Anthony Saling menatap tajam.
"Bukankah kamu cukup hidup mewah Di cosily?"
"Aku sedang butuh aman. Bukan mewah" sejenak dia menarik nafasnya dalam - dalam. "Kamu sudah salah mendatangiku"
"Bukankah kamu cukup hidup mewah Di cisily?"
"Aku sedang butuh aman. Bukan mewah" sejenak Anthony menarik nafasnya dalam - dalam. "Kamu sudah salah mendatangiku"
"Tidak ada kesalahan seorang istri menghampiri suaminya"
Susu mata Anthony melirik tajam ke arah jendela. Tanpa peduli dengan Renata, Anthony segera menghambur ke arah jendela. Menyapu Sejenak Pada hamparan suasana yang gelap Di luaran sana. Dengan cekatan jemari kekarnya mulai mengunci setiap jendela Dan pintu yang Sebenarnya sudah terkunci.
"Bukankah sudah terkunci?"
Anthony kembali duduk Di sofa.
"Bukan urusanmu" desahnya dengan kesal "kamu bahkan tidak membawa insulin? Huh.. Seharusnya kamu lebih menghawatirkan dirimu sendiri. Kamu terlalu muda untuk mati"
Renata hanya terdiam mengamati Anthony yang nampak resah tanpa alasan. Deretan giginya perlahan mengertak Dan mulai menggigiti sisi ujung jemarinya Dan mengikis lapisan kukunya.
"Jadi semua itu benar?" Renata mendesah pelan. Matanya tertutup Rapat menahan kenyataan bahwa harapannya adalah salah.
****
Anthonio...
Namaku Antonio, aku hanya anak dari panti asuhan. Tanpa tahu asal usulku. Dan aku tidak pernah peduli. Yang aku tahu Dan peduli adalah aku bagian dari keluarga Nottingham orphan yang berjumlah 30 anak Dan empat orang dewasa. Itulah keluargaku saat itu. Hingga....
"Usia kamu sudah tidak lagi anak - anak" Miss Beatrix menjelaskan alasannya memanggilku keruangannya hari itu.
"Sudah waktunya kamu untuk menjalani hidup Di lingkungan masyarakat" Sepasang mata teduh Dan penuh kasih sayang itu nampak juga redup. Ada kesedihan yang tertular padaku.
"Tapi... Aku tidak ingin pergi, kalian adalah keluargaku. Aku akan mencari kerja Dan akan mengabdi Pada panti asuhan" Anthony mencoba untuk menolak situasinya yang tidak akan lama lagi berkumpul dengan keluarga Nottingham orphan.
Miss Beatrix menggeleng pelan. "Kamu tetap bagian dari kami, tapi ada beberapa hal yang di luar kendali kami" but Iran bening sudah tak muat lagi dalam kantong mata wanita paru baya itu. Hingga terpaksa ia mengusapnya tergesa - gesa.
"Tapi aku tidak mau..."
"Anthony... Takdir adalah yang terbaik. Kami akan selalu menerima kedatanganmu Apabila kamu rindu. Tapi kami tidak bisa menghalangi takdirmu" miss Beatrix mengangkat wajahnya tinggi - tinggi mencegah aliran bening dari matanya yang lain.
Tarikan nafas terdengar kasar dari keduanya. Tangan keriput miss Beatrix segera menggenggam erat jemari lunglai Anthony yang harus berserah atas takdir yang menantinya Di ruang aula.
"Baik - baik lah, bagaimanapun mereka juga keluargamu tetaplah menjadi matahari Di hati mereka seperti yang kamu lakukan Pada keluargamu Di sini"
****
Miss Beatrix Mengantar Anthony dengan busana terbaiknya hari itu. Sebuah senyum ramah nan keibuan Di hadirkannya untuk Mengantar Anthony yang masih enggan menerima keluarga yang akan menjemputnya.
"Miss.... Aku tidak mengenal mereka. Bagaimana?"
Miss Beatrix berlutut mensejajarkan wajahnya dengan wajah Anthony yang mulai sembab.
"Bagaimanapun dia adalah pamanmu, mereka pastinya akan memperlakukan yang terbaik. Bukankah darah lebih kental daripada budi?"
Anthony menggeleng cepat. Dia tidak ingin percaya pepatah palsu itu. Bukankah keluarganya telah mendaparkannya Di panti asuhan selama belasan tahun? Bagaimana mungkin darah lebih kental.
****
Perlahan pintu aulapun terbuka. Jajaran kursi kayu berwarna coklat tua yang berjejer rapi menjadi saksi bisu dari moment hari itu.
Sepasang suami istri nampak tersenyum Di ujung aula dengan tangan Saling menggenggam cukup erat.
Aroma wangi parfume mahal telah tercium sejak beberapa meter dari tempat mereka berdiri. Membuat Anthony sedikit kesulitan membayangkan kehidupan yang jelas nampak timpang yang akan dia Jalani.
"Lihatlah... Dia sangat mirip" desis wanita cantik itu sambil mengusap sisi kiri pipinya dengan punggung Tangan yang terbungkus sarung Tangan beludru.
Lelaki tampan Di sampingnya pun langsung mengangguk mantap Dan segera berjongkok membentangkan kedua tangannya menyambut Anthony yang perlahan mendekat seiring langkah Miss. Beatrix.
"Miss...." Anthony menghentikan sepasang kakinya. Wajahnya mengadah ragu ke arah wanita yang sudah di anggap ya lebih dari sekedar ibu.
"Semua baik - baik saja" Miss Beatrix berucap lirih dengan senyum Dan air mata yang tidak senada. Antara Sedih Dan bahagia.
Anthony kembali menatap lelaki dewasa yang masih menyiratkan wajah bahagia Di hadapannya dengan tangan yang masih membentang.
Ragu, bahagia, Sedih Dan penasaran serta harapan. Wajah yang hampir mirip dengannya itu tidak bisa tersangkal akan garis keluarga Di antara mereka. Tapi senyum lebar itu sedikit meragukannya atas ketulusan lelaki itu. Dan sesungguhnya harapan siapa yang akan terwujud Di antara mereka ketika mereka bersama nanti.
Sekali lagi Anthony memandangi wajah miss Beatrix Dan untuk ke sekian kali pula miss Beatrix meyakinkan bahwa semua baik - baik saja.
Anthony tidak ada pilihan selain ahirnya membenamkan diri berada Di Pelukan sepasang suami istri itu Dan menumpahkan tangisannya yang diperuntukkan untuk perpisahannya dengan keluarganya Di Nottingham Orphan.
*****
Sebuah porshe berwarna biru pekat terparkir Di halaman rumah mewah bergaya classic Italy dengan aroma anggur yang ranum.
"Selamat datang Di rumahmu" Wanita yang akan dia panggil ibu itu me genggam kembali tangannya yang mulai dingin.
Anthony muda hanya mengatupkan sepasang bibirnya yang beku. Tidak ada pilihan lain. Ini lah kehidupan barunya, menjadi bagian dari keluarga yang nampaknya berlimpah ruah.
Jajaran pria bertubuh tegap segar a menghampiri mereka. Dengan cekatan mereka semua membantu sepasang suami istri itu memasuki rumah dengan semua barang.
Dan sengan sigap para wanita Dan perempuan berseragam Di dalam rumah melayang mereka dengan sangat proffesional.
"Segelas ristreto" ungkap pria yang mirip dengannya kepada salah satu pelayan
"I just want a good red wine" Timpal sang wanita dengan aksen Spanish yang kental.
"Bagaimana denganmu pangeran kecil" seorang wanita muda berseragam hitam menghampirinya.
"Bisakah coklat Panas?" Anthony berharap mendapatkan minuman favoritnya.
"Tentu Bisa..." Wanita be rambut coklat itu segera berlalu usai mengusap lembut kepala Anthony.
"Ahirnya menjadi pewaris kakakmu bukan lagi mimpi" Wanita cantik yang beberapa saat lalu nampak keibuan sekejap berubah sedikit culas.
"Sungguh akal yang sangat pintar menyembunyikan pewaris kecil ini Di sana" Lelaki yang lain menyahut dengan nada yang cukup lega. "Bukankah takdir harus seperti ini?" sepasang suami istri itu menatap Anthony yang masih nampak bingung dengan situasi baru Di hadapannya.
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!