Laila dan Qo'is adalah dua anak manusia yang saling mencinta tapi tidak dapat hidup bersama karena terhalang restu orang tua. Keduanya sudah menjalin kasih sejak lama tapi kehendak orang tua tetaplah sama. Tak tergerak untuk menyatukan dua orang yang saling mencinta dan mendamba.
Justru orang tua si gadis yang merupakan paman Qo'is menikahkan Laila dengan seorang pemuda pilihan mereka yang lebih segala-galanya dari pada Qo'is menurut pandangan mereka.
Akhirnya dengan terpaksa Laila menikah dengan orang yang di jodohkan dengannya meskipun cintanya tetap terpaut pada Qo'is semata.
Sedangkan pria yang bernama Qo'is itu pergi meninggalkan tempat tinggal wilayah mereka. Ia tak sanggup jika setiap hari harus melihat Laila tapi tak bisa memilikinya. Ia kemudian pergi melanglang buana tak tahu arah. Berjalan ke mana saja kakinya melangkah. Melewati lembah dan gurun sahara.
Dia seperti orang gila yang tak tahu dimana dia berada dan tak sadar bagaimana penampilannya. Pakaiannya lusuh dan compang-camping. Rambutnya panjang dan berantakan. Ia juga tak punya tempat tinggal sehingga dia tidur di mana saja. Kalimat yang keluar dari bibirnya yang kering hanyalah senandung cinta dan bait-bait puisi tentang Laila hingga semua orang mengenalnya sebagai orang yang gila karena cinta.
Ia tak sadar apa yang dia perbuat tapi saat ada orang yang mengajak bicara tentang Laila maka kesadarannya akan kembali dan dia bisa menceritakan tentang Laila dengan detailnya.
Pernah suatu ketika saat dia seperti biasanya berjalan tersaruk-saruk di padang pasir yang panasnya menyengat ada orang yang berteriak kepadanya.
"Wahai Qo'is tadi aku melihat Laila melewati jalan setapak di sana...!" Teriak orang itu dari jauh.
Dan Qo'is seakan tersadar dan kembali pada kewarasannya. Ia berlari tak perduli panasnya matahari menghanguskan tubuhnya. Kerinduannya yang dalam pada Laila mampu melupakan segala sakit yang mendera tubuhnya. Ia hanya ingin melihat Laila meski hanya dari jauh saja.
Tapi sayangnya saat ia tiba Laila sudah tak ada. Orang-orang yang melihatnya merasa kasihan dan memberikan sandal tang tadi dipakai Laila
Qoi's menerimanya dengan mata berbinar-binar. "Sungguh, debu yang menempel di terompah Laila itu lebih berharga daripada dunia seisinya" ucapnya sambil memeluk terompah tadi.
Pernah juga ia sampai di Ka'bah tapi tidak untuk beribadah. Di bawah ka'bah ia bergelantungan pada kiswah dengan terus menyebut nama Laila bukan nama Tuhannya.
Sampai ia mati mengenaskan dan orang-orang menguburkannya dengan nama Majnun (orang gila).
Sebagian mereka mengatakan sangat kagum pada Qo'is dan cinta sejatinya. Mungkin mereka tidak tahu cinta sejati itu antara makhluq dengan sang Pencipta.
..
..
..
Tapi yang akan ku kisahkan Ini bukan seperti cerita Laila majnun seperti yang ada di buku-buku cerita pernah ku baca.
Laila adalah seorang anak yatim piatu yang hidup berdua dengan adiknya. Kedua orang tuanya sudah meninggal dalam kebakaran yang terjadi di rumah mereka. Tak ada harta yang ditinggalkan keduanya karena semua hangus tak bersisa. Sedang tanah yang ditempati adalah tanah keluarga yang artinya itu milik bersama dan harus dibagi dengan saudara-saudara ibunya.
Sebenarnya masih ada keluarga dari pihak ayah maupun ibunya tapi mereka hidup di luar pulau jawa dan ekonomi mereka juga tidak bisa dikatakan berkecukupan.
Laila harus bekerja keras untuk menghidupi diri dan juga adiknya. Ia bertekad untuk menyekolahkan adiknya setidaknya sampai tamat SMA.
Karena keadaannya itulah ia bercita-cita untuk mencari pria mapan yang sempurna. Sudah cukup lelah dan ingin mendapatkan kekayaan dengan cara yang instan saja.
Mereka berdua hidup berpindah-pindah tempat meski masih dalam kota yang sama untuk menyesuaikan dengan tempat kerja, biaya kos dan lain-lainnya.
Tanpa sepengetahuan Laila adiknya Doni sering bolos sekolah dan pergi mengamen atau ikut jaga parkir untuk meringankan beban hidup sang kakak.
Pergaulannya dengan anak-anak yang sama-sama kurang beruntung memperkenalkannya dengan dunia preman dan sejenisnya.
Ia juga terjerat hutang dengan rentenir karena berhutang pada mereka saat teman-teman nya yang senasib sepenanggungan ada yang sakit dan butuh biaya berobat. Karena diantara mereka dialah yang paling tua Doni kerap menjadi orang tua untuk mereka.
Mencoba memenuhi kebutuhan mereka padahal tunggakan sekolahnya yang sudah beberapa bulan belum juga dibayar. Dia malah mendahulukan kepentingan anak-anak kurang beruntung yang sudah dianggapnya sebagai adik dan keluarga.
Kerapkali dia mencuri uang atau barang dari orang-orang yang terlihat berharta dan tak kesusahan mencari nafkah. Ia tahu resikonya bisa masuk penjara tapi hatinya selalu tak tega melihat keadaan adik-adiknya.
Suatu saat ia mencoba mencuri di supermarket paling laris di kota itu karena salah satu dari anak-anak yang dia rawat harus masuk rumah sakit karena terkena demam berdarah.
Di supermarket TOP DEWE yang selalu dipadati pengunjung meskipun bangunannya tidak terlalu besar itu ia menaruh harapan untuk mendapatkan uang dalam jumlah besar dengan cara yang salah.
Naas, saat ia mengambil dompet seorang wanita yang terlihat kaya ia justru ketahuan. Wanita itu berteriak copet-copet pada Doni yang berlari di trotoar. Aksi amatirnya ini membuat seorang bertubuh atletis mengejarnya dan dengan mudah bisa segera menangkapnya.
Pemuda itu menghajar Doni karena remaja yang belum punya keahlian di bidang kriminal itu berusaha memberontak dan melarikan diri.
Di situlah dia pertama kali bertemu dengan dengan sosok yang langsung membuatnya takjub dan terpaku. Sosok kakak lelaki yang sejak dulu dia bayangkan untuk menjadi pendamping kakak satu-satunya. Perasaan itu muncul begitu saja saat dia melihat Lukman calon kakak iparnya.
Ia pun di bawa ke ruang terdakwa di supermarket itu oleh pria hitam manis yang menggebukinya tadi. Dan Doni baru ngeh jika kakaknya ternyata bekerja di situ dan ia yakin jika setelah kejadian ini kakaknya pasti akan mendapat masalah karena dirinya.
Bukannya membantu malah menimbulkan masalah untuk kakakku, hatinya memaki-maki kebodohannya sendiri.
Di ruangan itu sudah ada ibu-ibu yang di copetnya tadi, kemudian ada kakaknya, abang yang memukulinya dan seorang pria yang usianya tak lagi muda.
Doni mengamati kakaknya dan abang tadi dengan pandangan menyelidik mencoba mencari celah apakah kakaknya yang mata duitan itu sedikit tertarik dengan pemuda berwajah tegas dan rahang yang keras?
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!:!!!Cerita Laila majnun versi kalian bagaimana? Ada yang mau sharing denganku? Karena Laila majnun itu banyak versi mungkin buku yang kalian baca berbeda dengan yang aku tahu. Komen yang gengs!
Laila tampak senang ketika melihat seorang pria yang berpenampilan parlente datang. Ia bergegas mendatangi pria itu dengan tangan yang seolah ingin memeluknya untuk mengadukan nasib yang dihadapinya tapi pria berdagu terbelah itu langsung mengangkat kedua tangannya.
"Mundur La", perintahnya
"Tolong adik saya pak Zainal....!" kata Laila sambil mundur beberapa langkah dengan menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya. Ia menangis terisak-isak.
"Duduk dulu...! Lelaki manis itu melihat sekeliling ruangan.
Doni mengamati tatapan kakaknya pada sang pria yang terlihat seperti seorang atasan. Ia yakin kakaknya mengincar pria itu. Tampan dan kaya. Mungkin dalam mimpi bisa terwujud keinginannya.
Doni kemudian membandingkannya dengan lelaki yang tadi memukulinya. Badannya tinggi dan kekar terlihat dari otot-otot tangannya yang menyembul keluar. Wajahnya hitam manis dengan rahang yang kokoh dan tatapan matanya seperti elang. Rambutnya agak sedikit berhamburan, sebagian menutupi keningnya dan itu malah terlihat macho dan keren. Dua kancing kemeja bagian atas terbuka dan sedikit memperlihatkan dadanya yang bidang. Lengan kemejanya pun digulung setengah lengan hingga tampak ototnya yang kekar. sungguh tampak berbeda dan itulah definisi lelaki yang seharusnya menurut Doni.
"Bang Lukman..? Pria necis itu seperti menyapa seolah tak percaya dan ingin meyakinkan dirinya. Lukman tak menjawabnya dengan kata-kata, ia hanya menggerakkan dagunya mengarah pada wanita paruh baya yang terlihat angkuh.
" Bagaimana kejadiannya tadi?" Pria itu duduk di dekat pak Dirman.
"Dia mencopet dompetku. Anak kecil ini harus dihukum dan aku akan mengajukan tuntutan pada swalayan ini karena disini tidak aman. Pasti ini sudah direncanakan oleh pihak swalayan dan anak-anak berandal seperti dia. Kalian memancing pelanggan datang kemari kemudian mencopet dompet-dompet mereka. Cih.. trik murahan!" katanya bersungut-sungut.
Semuanya tampak tegang, bagaimana bisa wanita di depan mereka bisa berpikir sejauh itu, masalahnya akan menjadi rumit kalau begini ceritanya.
"Bu Carla, sabar dulu. coba kita dengarkan dulu bagaimana kejadiannya tadi!" kata pak Dirman pada wanita yang bernama bu Carla yang langsung melengos.
"Lukman, Bagaimana tadi kejadiannya ?" lanjut pak Dirman.
" Tadi aku sedang berjalan menuju musolla. Kemudian aku mendengar orang-orang di parkiran berteriak 'copet-copet' aku pun berlari mengejar seorang remaja yang sedang berlari sambil memeluk sesuatu. Saat mendapatkannya aku melihatnya memegang dompet wanita tapi karena dia terus melawan dan mencoba melarikan diri terpaksa aku memukulnya dengan keras, " Lukman menjelaskan awal kejadiannya
"Siapa namamu anak muda?" tanya Zainal
"Doni" jawab sang remaja dengan singkat
" Kau mencopet dompet ibu ini?"
" Ya " Di luar dugaan ternyata dia menjawab dengan jujur tanpa di harus di tekan dan di paksa.
"Apa salah satu kami ada yang menyuruhmu melakukan ini?" lanjut Zainal
"Aku tidak percaya. Aku yakin kalian bersekongkol," bu Carla menyela dengan berteriak.
"Apa kalian tahu aku ini kakaknya walikota. Aku akan mengadukannya pada adikku dan membawa kasus ini ke pengadilan." lanjut bu Carla
"Kita bisa merundingkannya baik-baik bu," pak Dirman ikut berbicara.
"Kenapa ? apa kalian takut ? Kalau kasus ini sampai ke pengadilan, kalian sendiri yang akan rugi. Orang-orang pasti tidak akan mau lagi belanja lagi ke sini. dan kalian akan bangkrut," bibir menornya menyeringai.
"Ibu tidak bisa menuduh kami sembarangan, memangnya bukti apa yang ibu punya untuk tuduhan ibu yang tidak masuk akal itu?" kata Zainal terpancing emosi.
"Apalagi? sudah jelas. Anak berandal ini adalah adik dari pegawai swalayan ini. Pasti kalian sudah merencanakannya."
"Tidak ada yang menyuruhku. Aku melakukannya karena kemauanku sendiri," kata Doni menyanggah perkataan bu Carla.
"Diam kau bocah!! Orang tuamu pasti tidak mendidikmu dengan baik sampai anaknya menjadi berandalan sepertimu..!"
"Ibu bisa memaki-maki kami kenapa harus membawa-bawa orang tua!!,"Laila pun ikut berteriak, dia tidak terima orang tuanya jadi bahan olok-olokan.
"Beraninya kau bicara tidak sopan pada orang yang lebih tua, " bu Carla hendak berdiri untuk mendatangi Laila.
BRAKKK!!!!
Lukman menggebrak meja, membuat semua orang yang ada di ruangan itu kaget. Bu carla yang ikut terkejut langsung terduduk kembali sambil mengusap-usap dadanya.
Lukman melihat bu Carla dengan seksama. "Tidak masalah jika ibu ingin lewat jalur hukum"
Ia kemudian menoleh ke arah Zainal, "Panggil pengacara kalian dan biarkan dia yang mengurusnya!" Suaranya keras menggelegar.
Zainal kemudian mengambil hapenya dan mencari nama pengacara keluarganya. Ia menekan nama M lutfi SH kemudian menempelkan hp ke telinganya.
"Tunggu dulu! bagaimana kalau kita berdamai. Aku tidak akan menuntut kalian asalkan kalian memberi ganti rugi padaku sebesar 10 juta. Itu lebih menguntungkan bukan ?"
"Ya pak Lutfi ini saya Zainal." Zainal langsung berbicara dengan pengacara keluarga dan perusahaannya.
"Begini pak Lutfi, tadi ada seorang remaja yang mencopet di area parkir swalayan."
.
"Sudah, pelakunya sudah ditangkap tapi masalahnya korban mengatakan bahwa pihak swalayan punya andil dan sudah merencanakan semuanya untuk menjebak para pelanggan disini. Dia bersikeras membawa masalah ini ke pengadilan atau minta ganti rugi sepuluh juta"
Zainal mengerutkan kening, " emmm.... jadi kita bisa menggugat balik?"
"Pencemaran nama baik"
"Tuduhan palsu "
"Pemerasan"
"oohh. baik baik. Terima kasih pak Lutfi. Saya akan menghubungi bapak kembali jika memang harus ke pengadilan".
Zainal menyudahi telponnya kemudian memandang ke arah bu Carla.
"Saya tidak akan membawa masalah ini ke pengadilan tapi anda harus memberi ganti rugi pada saya 10 juta. Itu uang yang sangat sedikit untuk swalayan seramai ini. Dan anda tidak akan rugi karena tidak akan ada pemberitaan miring tentang swalayan. Bagaimana?"
Kata wanita paruh baya itu sambil tersenyum menyeringai.
Pak Dirman kemudian menunjukkan layar laptonya pada Zainal. Zainal melihat dengan seksama wajah itu, sama persis dengan wajah bu Carla meski terlihat sedikit lebih muda dan dandanannya agak kampungan. Pak Dirman dan Zainal berdiskusi sebentar untuk mengambil keputusan.
"Baiklah kita bawa kasus ini lewat jalur hukum" kata pak Dirman dengan suaranya yang tenang.
"Kalian tidak bisa seenaknya seperti itu y!" Kini wanita itu tampak ketakutan tapi tetap berusaha kelihatan sangar dan seolah-olah ia bisa membalik keadaan karena punya bakingan.
" Apa ibu masih ingat ini?" pak Dirman membalik layar laptopnya agar semua orang yang hadir bisa melihatnya.
Di layar laptop terlihat foto bu carla yang tampak lebih muda memegang arloji dan diatasnya terdapat tulisan besar menggunakan huruf kapital TERSANGKA 34 dan dibawahnya tertulis nama Siti Maysaroh.
Melihat hal itu bu Carla yang punya nama asli Maysaroh langsung pucat pasi. Beberapa tahun yang lalu dia pernah mencuri jam tangan di swalayan ini tapi naas ia ketahuan. Saat itu ia hanya diperingatkan tanpa harus membayar denda seperti peraturan yang seharusnya yaitu membayar sepuluh kali lipat dari harga barang yang di curi. Melihat pelakunya adalah orang yang sudah cukup berumur dan mengaku tidak punya siapapun pihak swalayan berbaik hati melepasnya hanya dengan peringatan saja.
"Bagaimana kalau kita lanjutkan di pengadilan bu Carla...oh maaf bu Siti Maysaroh maksud saya?" tanya pak Dirman dengan menekan suaranya mencoba mengintimidasi orang yang tadi sudah menipunya dengan mengatakan namanya adalah Carla.
Bu Carla buru-buru berjalan ke arah pak Dirman kemudian duduk bersimpuh di lantai sambil memegang kaki pak Dirman.
"Maafkan saya pak....! Tolong ampuni saya! Saya salah saya khilaf..... tolong jangan bawa saya ke penjara ! Tolong maafkan saya pak! " bu Carla mengatakannya sambil menangis entah itu air mata penyesalan atau air mata buaya karena dulu dia juga berjanji begitu tapi kini ia kembali lagi dengan tampilan yang sedikit berbeda dan trik yang berbeda pula.
"Jangan begitu bu! " Kata pak Dirman sambil berdiri dan bu Carla pun melepaskan tangannya dari kaki pak Dirman, " Mari ikut ke ruangan saya!" lanjut pak Dirman.
Pak Dirman meninggalkan ruangan itu diikuti oleh bu Carla yang berjalan menunduk sambil meremas kedua tangannya.
Tinggallah keempat anak muda yang berada di ruangan itu. Lukman menatap Doni dengan tajam membuat bulu kuduk remaja itu berdiri. Remaja itu menggerakkan kepalanya perlahan ke arah Lukman. Saat mata mereka bertemu Doni langsung begidik ketakutan.
"Kau.... ikut aku!" Lukman memberi perintah sambil berjalan ke arah pintu dan dengan kesadaran penuh Doni pun langsung beranjak mengikuti pria berbadan tegap yang dikaguminya meskipun ini pertama kalinya mereka bertemu.
Tiba-tiba Laila berdiri dan menghadang Lukman di depan pintu. Ia merentangkan tangannya membuat buah melonnya seakan mau meletus karena pakaian yang dipakainya sangat ketat dengan kancing baju yang merenggang seperti mau lepas karena tekanan buah super miliknya.
"Tidak boleh. Mau kau bawa kemana adikku? Apa kau mau mencari tempat yang sepi untuk memukulinya lagi?" Hardik Laila.
Lukman memejamkan mata perjakanya. Ia lelaki normal yang bisa tegang hanya karena memandang. Ia pun menarik nafas dengan kuat kemudian menghembuskannya perlahan Hu..... Alloh, dalam hati ia berdoa agar diberi kekuatan untuk menahan godaan dan nafsunya.
"Aku belum solat, mau ke musolla. Kalian muslim kan?", Matanya melihat ke atas melihat cicak yang sedang tertawa mengejeknya.
" Iya lah kami ini orang islam, tulen. Sejak bayi kami ini sudah beragama Islam tapi solat kan nggak boleh dipaksakan, harus datang dari keinginannya sendiri," bantah Laila.
"Ooh begitu.... Kalau adikmu sakit keras dan tidak mau makan kau akan membiarkannya mati kelaparan atau kau akan memaksanya untuk makan?"
"Ya harus dipaksa makanlah" Katanya senewen.
"Solat juga sama, harus dipaksa . Kalau nunggu ikhlas ya sampai matipun nggak akan kelaksana. Minggir!" Bentak Lukman pada Laila.
Laila tak bergeming mendengarkan ceramah singkatnya lukman meski nadanya sedikit kasar. Hatinya mencair karena sudah lama tak ada orang yang mengingatkannya untuk beribadah pada Tuhan.
Lukman mendorong kening Laila dengan jari telunjuknya sambil berkata, "Apa kau minta ku cium dulu agar mau minggir dari sini, aku tidak keberatan melakukannya di depan mereka...." Lukman menyeringai menakut-nakuti gadis itu karena pada kenyataannya ia tak akan mau melakukan hal itu pada gadis yang belum halal untuknya.
Laila segera bergeser dari tempatnya berdiri sehingga Lukman bisa membuka pintu ruangan itu dan berjalan keluar diikuti oleh Doni dan Zainal.
Saat di depan ruangan direktur mereka dengan serempak menghentikan langkahnya karena Lukman tiba-tiba berhenti. Ia menoleh ke belakang menatap Zainal dengan tajam.
Seakan tahu jika tatapan Lukman mengandung pertanyaan, kenapa kau mengikuti ku?. Zainal gugup dan berkata "A.. aku juga belum solat dhuhur. Aku juga mau ke musolla bang..."
"Kalian jalan dulu!" kata Lukman sambil menggerakkan lehernya ke arah musolla. Lukman juga menatap tajam ke arah Laila yang ternyata juga mengikuti mereka.
"A... aku juga mau ikut solat" katanya sedikit takut sambil memberikan senyum terpaksanya pada Lukman.
Lelaki berkulit sawo matang itu tak bereaksi, mukanya tetap datar dan garang.
Saat ketiganya sudah meninggalkannya beberapa langkah, Ia kemudian mengetuk pintu disampingnya. Lukman masuk ke dalam ruangan direktur setelah mendapatkan izin.
.
.
Ketika sampai di musolla Zainal langsung menuju tempat wudlu. Sedangkan Doni masih duduk di serambi musolla menunggu Lukman. Doni senang saat melihat lukman datang sambil membawa tas kain yang besar.
Lukman memberikan tas itu kepada Doni setelah mengambil sarung dan kopyah hitam dari dalam tas kain itu.
"Pakai ini!" kata Lukman dengan suara baritonnya.
Doni melihat isi tas itu, di dalamnya ada kemeja dan sarung.
"Utuk apa bang?" tanya Doni sambil mengangakat tas itu.
"Untuk solat. Kamu tadi jatuh ke comberan kan? " lukman ingat sewaktu dia memukul Doni, remaja lelaki itu jatuh terhuyung-huyung di comberan.
"Tapi lukaku kalau kena air pasti perih bang!" Sahutnya meminta keringanan agar di perbolehkan untuk tidak solat lagi.
"Sini biar ku tambah lagi!" Kata Lukman sambil mengepalkan tangannya lalu meniup buku-buku jarinya. Doni pun langsung lari terbirit-birit ke arah kamar mandi. Ia ingat bagaimana tadi Lukman sudah menghajarnya hingga babak belur .
Lukman pun melepas sepatu ketsnya dan berjalan menuju kamar mandi sambil membawa sarung dan meninggalkan kopyahnya di pagar serambi masjid.
"pfffftthhh....."Zainal tertawa sambil menutup mulutnya saat melihat Doni yang baru keluar dari tempat wudlu. Ia yang tadi berpenampilan preman kini terlihat lucu dengan kemeja dan sarung yang dipakainya.
Doni memalingkan mukanya. Ia juga merasa malu memakai pakaian seperti itu karena sudah lama sekali ia tak solat. Kecuali pada hari raya, Terakhir kali ia solat mungkin saat kelas 7 saat ada praktek solat untuk pelajaran agama.
Sebenarnya keinginan untuk solat sering terlintas dalam benaknya apalagi ketika melewati masjid yang di dalamnya orang-orang sedang melaksanakan solat berjamaah. Tapi ia malu tidak tahu bagaimana harus memulainya.
Ia merasa bahagia ketika Lukman memaksanya solat meski sebelumnya ia dihajar sampai babak belur oleh pria itu. Ia menyadari kesalahannya justru ia merasa mempunyai seorang kakak laki-laki yang menghajarnya ketika dia salah dan mengingatkannya saat dia lalai.
Beberapa saat kemudian Lukman keluar dari tempat wudlu dan mendatangi mereka sambil merapikan rambutnya dengan tangan. Ia tampak sangat mempesona dengan tatapan tajamnya, rahangnya yang keras, rambut dan wajahnya yang basah ditambah lagi sarung yang melekat pada kakinya membuatnya sangat berbeda.
Zainal dan Doni yang cowok saja merasa iri dengan aura yang terpancar dari wajah Lukman. Tubuhnya tinggi tegap dengan otot-otot yang menonjol di lengannya. Dadanya keras dan bisa dipastikan perutnya kotak-kotak layaknya roti sobek.
Dari dalam masjid Laila sampai ternganga melihat penampilan pria yang biasanya terlihat culun dan wira-wiri di dalam swalayan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!