NovelToon NovelToon

BUKAN SALAH NIRA

01

Beberapa bulan berlalu namun Raka masih bisa merasakan sakitnya hati karena ulah Friska.

Friska benar benar sudah membuat hidupnya hancur.

Raka yang tulus menyayangginya kini merasa sangat patah hatinya.

Setelah mengetahui fakta tentang Friska, Raka memang sudah tidak lagi mengunjungi Nira, bukan tanpa sebab karena Ia tidak ingin semakin sakit melihat adik dari kekasihnya yang sudah meninggal itu.

Raka menyibukan diri dengan bekerja bekerja dan bekerja hingga perusahaan yang diberikan Aiden kini sukses ditangannya.

Meski begitu kenangan menyakitkan tentang Friska masih tetap menyelimuti pikiran nya.

Malam ini Raka menghabiskan malam disebuah club malam, setelah pekerjaan nya selesai, Raka ingin menghibur dirinya sejenak, bersenang senang dengan para gadis murahan yang menawarkan diri padanya.

"Tuan ponselmu berdering." Ucap gadis yang menemani Raka minum.

Raka mengambil ponselnya, melihat nama Nira yang ternyata meneleponnya. Raka membiarkan ponselnya berdering hingga akhinya mati sendiri.

Tak berapa lama satu pesan masuk yang tak lain juga dari Nira,

"Bagaimana kabarmu kak? Sudah lama tidak menjenguk Nira, apa kakak baik baik saja?"

Raka tersenyum sinis membaca pesan itu dan tak berapa lama ada satu pesan lagi dari Nira.

"Besok aku lulus kak, apa kakak tidak ingin merayakan kelulusanku?" Tanya Nira lagi.

Raka kembali tersenyum, "Merayakan kelulusan, sepertinya ide yang bagus." Gumam Raka yang akhirnya membalas pesan dari Nira.

"Baiklah, aku pasti besok akan datang, kita rayakan kelulusanmu." Balas Raka.

Sementara Nira yang sudah lama menunggu kedatangan Raka, tampak senang saat pesannya di balas oleh Raka.

Entah apa yang terjadi, Nira merasa Raka sudah berubah, jarang menjenguknya di asrama dan mengajaknya ke makam Friska padahal sebelum ini, Raka tidak pernah absen, setiap minggu selalu menjenguk dan mengajaknya ke makam Friska.

"Apa karena kak Raka sudah memiliki kekasih baru?" Tebak Friska.

"Tidak, kak Raka tidak boleh memiliki kekasih baru sebelum menemukan siapa pembunuh Kak Friska, besok aku harus bicara padanya." Gumam Friska dan langsung beranjak tidur karena hari ini sudah larut malam.

Pagi ini Nira terlihat sangat bahagia, akhirnya hari yang Ia tunggu sudah tiba dimana Ia merayakan kelulusan sekolah menengahnya.

Setelah kelulusan Ia akan menikah dengan kekasihnya. Vans, pria yang sudah setahun menjadi kekasihnya itu.

Ponsel Nira berbunyi, satu pesan masuk memudarkan senyum Nira. Pesan dari Vans yang mengatakan jika Ia tidak bisa datang menemani hari kelulusan membuat Nira kecewa. Ya tentu saja Nira akan kecewa karena hari ini Nira berencana mengenalkan Vans pada Raka meskipun Nira tahu mereka sudah saling mengenal.

Satu panggilan dari Vans diabaikan oleh Nira karena Nira merasa kesal dengan Vans yang selalu saja mengutamakan pekerjaan dari pada dirinya.

"Terus saja bekerja sampai kau juga lupa akan menikahiku!" Omel Nira sambil menatap ponselnya.

Sampai disekolahan, Nira melihat semua teman temannya didampingi keluarga membuat Nira merasa iri. Mengingat Ayahnya dipenjara tidak mungkin bisa menemaninya dan kakaknya... ah sudahlah.

"Apa yang kau pikirkan?" Suara bariton seorang pria mengejutkan lamunan Nira.

Nira berbalik menatap pria itu dan langsung tersenyum lebar, "kak, aku pikir kakak tidak akan datang." Kata  Nira senang melihat Raka datang menemani wisudanya.

Raka tersenyum, Ia mengulurkan bucket bunga untuk Nira, "Bunga yang cantik untuk adik ku yang paling cantik hari ini." Ucap Raka membuat Nira tersenyum malu.

"Jangan merayuku kak, ingat aku ini adikmu."

"Ya seharusnya kau menjadi adik iparmu jika saja kakakmu tidak mati." Kata Raka penuh penekanan membuat Nira sedikit heran, merasa ada yang aneh dengan ucapan Raka.

"Kakak sedang ada masalah?" Tanya Nira.

Sadar dengan apa yang Ia ucapkan, Raka segera menggeleng, "Pergilah kesana, sepertinya namamu dipanggil sebentar lagi." Kata Raka yang akhirnya diangguki Nira.

Nira meninggalkan Raka, Ia berjalan mendekati teman temannya. Dalam hati Nira merasa aneh dengan sikap Raka yang berubah tidak seramah biasanya.

Selesai acara, Nira kembali menemui Raka yang duduk dikantin seorang diri. Menghisap rokok dan menikmati es kopi.

"Sejak kapan kakak merokok?" Tanya Nira mengingat selama Ia bertemu dengan Raka, Nira sama sekali belum pernah melihat Raka merokok.

"Sejak dulu, kamu saja yang tidak tahu." Balas Raka acuh.

"Apa kakak sedang marah padaku?"

Raka menggelengkan kepalanya, "Tidak, mengurus perusahaan membuatku sangat pusing."

"Tapi kakak terlihat semakin tampan sekarang." Puji Nira.

"Benarkah?" Raka tersenyum penuh arti.

"Kakak ingin mengajak ku kemana? Katanya kita akan bersenang senang hari ini." Tagih Nira.

"Benar sayang, kita akan bersenang senang hari ini."

Nira mengerutkan keningnya, Raka memanggilnya sayang  membuat Nira terdengar aneh namun seketika Nira menghapus pikiran buruknya.

"Tenang jangan khawatir, dia hanya menganggapmu adik, dia hanya mencintai kak Friska." Batin Nira menenangkan dirinya.

Setelah berganti baju dan membawa beberapa baju ganti, Nira keluar dari asrama dan memasuki mobil Raka.

Raka mengatakan jika akan mengajak Nira pergi ke villa dimana ada sebuah pantai disana yang membuat Nira sangat girang karena sudah lama Nira tidak pergi ke pantai.

"Apa kita tidak ke makam kak Friska dulu kak? Aku ingin bercerita padanya kalau aku sudah lulus." Kata Nira saat Raka membelokan mobilnya ke kiri padahal arah makam Friska ke kanan.

"Kita kesana lain kali saja hmm."

Nira mengangguk mengerti, Ia tidak ingin banyak protes mengingat suasana hati Raka sedang tidak baik.

Setelah tiga jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di villa yang dituju. Villa mewah dimana letaknya sangat dekat dengan pantai.

"Wow ini sangat indah." Ungkap Nira.

Nira mengeluarkan ponselnya ingin memotret Villa namun sayangnya baterainya lowbat dan ponselnya mati.

"Ayo masuk dan makan malam lebih dulu." Ajak Raka yang diangguki Nira.

Keduanya memasuki Villa dan Nira merasa mereka hanya berdua disini.

"Apa tidak ada orang lain lagi kak?" Tanya Nira.

"Tidak ada, hanya kita berdua."

Nira hanya mengangguk saja, ada rasa khawatir saat dia hanya berdua dengan Raka namun segera kekhawatiran itu Ia tepis karena Ia tahu Raka hanya menganggapnya sebagai adik, tidak lebih.

Hingga akhirnya apa yang Nira khawatirkan benar terjadi dimana saat Nira ingin menganti bajunya dengan piyama namun tas yang Ia bawa tidak ada di mobil Raka.

"Tadi aku menaruhnya dibagasi."

"Jika tidak ada pakai baju yang ku belikan." Kata Raka.

Nira mengambil paper bag yang dibawa Raka lalu membukanya namun Ia terkejut dengan isi paper bag itu.

"A apa ini?"

"Pakai saja." Kata Raka tersenyum nakal.

Jantung Nira berdegup kencang melihat baju yang Ia pegang, bukan baju melainkan sebuah lingerie berwarna hitam.

"Sepertinya warnanya sangat cocok di kulit putihmu."

Bersambung...

Holaa readers... selamat datang didunia Nira, Raka dan Vans,... semoga kalian suka sama ceritanya.

Jangan lupa tinggalkan jejak yess... like vote dan komen...

Thankyou.

02

Nira menatap Raka dengan tatapan tidak menyangka. Saat ini Raka benar benar sudah melecehkan dirinya.

Dengan penuh keberanian, Nira melemparkan lingerie itu tepat mengenai wajah Raka.

"Aku tidak mengerti apa maksud Kakak, tapi bukankah ini sangat keterlaluan?" tanya Nira dengan emosi mengebu.

Raka tertawa, "Apa kau lupa siapa yang sudah merawatmu setelah Friska mati?"

Nira kembali menatap Raka tak percaya "Ku pikir Kakak tulus merawatku karena mencintai kak Friska, ternyata aku salah." ucap Nira tersenyum hambar tidak menyangka dengan kenyataan pahit ini.

"Tidak ada yang gratis di dunia ini Nira, kau harus membalas budi dengan melayani ku malam ini!"

"Tidak, aku tidak mau!" tolak Nira mengingat Ia memiliki kekasih yang sangat Ia cintai dan Nira tidak ingin mengkhianati kekasihnya itu.

"Kau tidak bisa menolak!" Raka berjalan mendekati Nira membuat Nira berjalan mundur menjauhi Raka.

Nira yang takut segera berlari keluar namun sayang satu pintu sudah terkunci, Ia berlari lagi mencari pintu lainnya dan semua sudah terkunci.

Raka terlihat menertawakan ketakutan Nira,

"Ku mohon kak jangan lakukan ini." pinta Nira dengan tangan memohon.

"Sudah ku bilang tidak ada yang gratis di dunia ini Nira, kau harus membayar semuanya sekarang!"

Nira menggelengkan kepalanya sambil menangis, "Tidak kak, aku tidak mau."

Seolah tidak peduli dengan tangisan Nira, Raka menarik tubuh Nira dan membawanya ke kamar.

"Ku mohon kak jangan lakukan ini, ingatlah pada kak Friska, dia sangat mencintaimu."

Mendengar nama Friska dan cinta membuat emosi Raka semakin mengebu, bukan nya berhenti Raka malah melanjutkan aksinya melucuti baju Nira hingga polos tidak mengenakan apapun.

"kau lebih indah dari kakakmu." ucap Raka.

Nira menangis, Ia hanya bisa menangis menikmati setiap sentuhan Raka yang kasar. Tidak ada kenikmatan yang ada hanyalah sakit sakit dan sakit.

Hanya satu kali permainan, Raka sudah menghentikan aksi bejatnya, "Ternyata kau sama saja huh, wanita murahan! Bagaimana bisa kau tidak menjaga kesucianmu padahal kau masih sekolah!" ucap Raka sebelum meninggalkan Nira memasuki kamar mandi.

Nira kembali menangis, Tidak lagi menangis karena perlakuan Raka melainkan ucapan Raka yang mengatakan jika dirinya murahan.

Nira akui dirinya memang sudah tidak perawan karena sudah Ia berikan pada Vans kekasihnya, namun tidak seharusnya Raka mengucapkan itu. Raka benar benar tidak berhak mengatakan itu.

Sementara didalam kamar mandi, Raka menguyur tubuhnya dibawah shower. Ia sudah membalas kan sakit hatinya pada Friska dengan memperkosa Nira namun yang Ia rasakan tidak ada kepuasan. Nira benar benar tidak nikmat untuknya.

"Mereka sama saja, murahan!" gumam Raka lalu tersenyum sinis.

Selesai mandi, Raka segera keluar melihat Nira masih meringkuk dan menangis namun Ia sama sekali tidak peduli.

Raka mengabaikan Nira dan langsung keluar begitu saja tanpa mengucapkan apapun membuat Nira semakin hancur.

Nira menjambaki rambutnya sendiri, Ia benar benar sangat jijik dengan tubuhnya sendiri. Tubuh yang biasanya hanya di jamah oleh kekasihnya namun sekarang tubuh itu bahkan di jamah oleh orang lain yang bukan kekasihnya.

"Kenapa aku harus mengalami semua ini kak." ucap Nira sambil menangis, mengadu pada Friska yang sudah tidak mungkin lagi mendengarnya.

Nira membuka matanya setelah mendengar suara burung dan barulah sadar jika ini sudah pagi.

Nira merasa tubuhnya sangat lengket mengingat semalam Ia ketiduran dan belum sempat mandi.

Nira bangun dan berjalan pelan ke kamar mandi, Ia segera menguyur tubuhnya dengan air dingin. Mengosok tubuhnya agar tidak ada bekas bibir Raka yang menempel. Mengingat Raka, Ia kembali menangis. Masih tidak menyangka Raka adalah pria jahat bukan pria baik.

Selesai mandi, Nira mengenakan lagi pakaian yang Ia pakai semalam. Ia lalu duduk melihat ke arah luar dimana terlihat ada pantai di sana.

Nira ingin kesana, Ia ingin pergi ke pantai itu namun Ia tidak ingin keluar dari sini dan bertemu Raka.

Nira akhirnya hanya duduk disana, tidak pergi kemanapun meskipun Ia merasakan perutnya sangat lapar.

"Aku benar benar ingin mati saja di sini." ucap Nira pada dirinya sendiri.

Tak berapa lama, seseorang mengetuk pintu kamarnya. Nira tidak memperdulikan karena Nira tahu jika itu pasti Raka dan Nira tidak ingin bertemu dengan Raka.

Nira mengabaikannya hingga Ia mendengar suara yang berbeda, bukan suara Raka.

"Nona, keluarlah sebentar!" suara orang asing yang tidak dikenali oleh Nira.

Karena penasaran akhirnya Nira bangun dari duduknya dan berjalan membuka pintu yang tidak di kunci itu.

Dan benar saja ternyata dia bukan Raka.

"Nona saya sopir yang di sewa oleh Tuan Raka untuk mengantar Nona pulang. Apa Nona ingin pulang sekarang?"

Nira terkejut tentu saja terkejut. Raka benar benar sangat kejam padanya, tidak hanya memperkosanya namun juga meninggalkannya, pulang lebih dulu.

"Dia benar benar brengsek!"

"Bagaimana Nona? Kita pulang sekarang?" tanya pria itu lagi yang akhirnya di angguki Nira.

Nira mengambil tas dan ponselnya, Ia berjalan mengikuti pria itu dan memasuki mobil.

Di dalam mobil Nira kembali menangis, mengingat perlakuan Raka kepadanya.

"Nona baik baik saja?" tanya pria yang menyetir di depan melihat Nira menangis.

Nira tidak menjawab, Ia kembali menangis dan menangis sampai di asramanya.

Di asrama pun, Nira mengurung diri dan menangis lagi hingga matanya bengkak karena terlalu lama menangis.

Ponsel Nira berdering, Ia pikir Raka yang meneleponnya namun ternyata Vans. Nira mengabaikan panggilan Vans. Saat ini Ia tidak ingin bertemu dengan siapapun termasuk Vans. Nira bahkan ikut menyalahkan Vans yang tidak datang ke acara wisudanya. Jika saja Vans datang mungkin ceritanya akan berbeda, mungkin Raka tidak akan memperkosa dirinya.

Hingga sepuluh panggilan dari Vans Ia abaikan, Nira akhirnya mematikan ponselnya agar tidak kembali berdering.

Vans sudah berada di lantai bawah asrama dengan membawa bucket bunga untuk Nira.Namun panggilannya di abaikan oleh Nira bahkan ponselnya Nira sengaja di matikan.

"Apa dia marah?" gumam Vans.

Vans akhirnya memberanikan diri bertanya pada staff asrama yang berjaga di bawah.

"Apakah saat ini Nira ada di kamarnya?"

Staff itu mengangguk, "Dia baru saja kembali tiga puluh menit yang lalu."

Vans mengangguk, Ia tahu jika Nira pergi liburan bersama Raka karena Nira sudah memberitahunya kemarin saat berangkat.

"Apa saya boleh ke atas melihatnya? Saya tidak bisa menghubungi Nira."

"Apa Tuan keluarganya?" tanya staff itu.

"Bukan saya-"

"Maaf Tuan tidak di perbolehkan menjenguk kecuali keluarganya!"

Vans mengangguk mengerti, "Baiklah jika begitu bisakah panggilkan Nira untuk ku?"

Staff itu mengangguk dan segera pergi ke kamar Nira.

Tak berapa lama Staff itu kembali namun Ia sendiri tanpa Nira.

"Nira mengatakan jika Ia tidak ingin bertemu dengan Anda."

Bersambung...

Jangan lupa like vote dan komenn yahh

03

Sudah seminggu lamanya, Nira masih saja mengurung diri dikamar. Rasanya Ia sudah tidak ingin melanjutkan hidupnya lagi, bahkan Raka sama sekali tidak menghubunginya untuk minta maaf membuat Nira semakin hancur. Yang ada hanyalah ratusan panggilan dan pesan dari Vans yang Ia abaikan.

Ya Vans kekasihnya yang sama sekali belum tahu keadaannya saat ini.

Satu persatu Ia di datangi teman temannya untuk menanyakan apa yang terjadi namun Ia tidak ingin menceritakan pada semua orang, Tidak Nira akan menyimpan aib ini sendiri.

"Kau yakin baik baik saja? tidak periksa ke dokter? kau terlihat pucat Nira." tanya Lesti teman dekat Nira yang setiap hari datang ke kamarnya untuk menanyakan hal yang sama.

"Aku baik baik saja. aku hanya ingin sendiri." balas Nira dengan suara lemah, sudah beberaap hari Nira mogok makan, hanya makan sekali sehari.

"Kau putus dengan kak Vans?" tanya Lesti yang mengetahui hubungannya dengan Vans.

Nira menggelengkan kepalanya, "Tidak, aku hanya ingin sendiri saja."

"Baiklah, aku tidak akan menganggu tapi kau harus ingat waktu kita berada di asrama hanya tinggal tiga bulan lagi, sebaiknya kau segera cari tempat tinggal lain." jelas Lesti yang langsung diangguki Nira.

Setelah Lesti keluar, Nira kembali merenung. Rencananya dulu setelah keluar dari asrama Ia akan menikah dengan Vans dan hidup bahagia bersama kekasihnya itu. Ia tidak harus bekerja dan Vans sudah mencukupi kebutuhannya dan biaya kuliahnya namun melihat keadaan nya sekarang rasanya Ia ragu akan melanjutkan hubungannya dengan Vans.

Meskipun Vans orang pertama yang menyentuhnya namun tetap saja saat ini dirinya menjadi wanita kotor karena telah di sentuh oleh pria lain Raka.

Mengingat Raka, Nira kembali menangis. Ia masih tidak percaya dengan apa yang Raka lakukan padanya.

"Jika saja kak Friska masih hidup, semua ini tidak akan terjadi." gumam Nira kembali menangis.

Sementara itu Vans sendiri terlihat sangat kacau dan uring uringan. Nira kekasihnya tidak menjawab teleponnya dan membalas pesannya bahkan Nira tidak ingin menemui dirinya padahal Vans setiap hari datang ke asrama, berharap Nira menemuinya dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Vans merasa ada yang tidak beres dengan Nira karena selama ini Nira tidak pernah marah hanya karena masalah sepele seperti ini apalagi hanya karena kesibukan Vans, Nira selalu bisa mengerti kesibukannya sebagai pengganti Hutama mengurus semua bisnis Hutama yang kini sudah pensiun dan hidup tenang di sebuah kampung.

"Sebenarnya apa masalahmu." gumam Vans masih berusaha menelepon Nira namun sejenak nomor Nira malah tidak aktif.

"Benar benar menyebalkan!" Vans membanting ponselnya di meja. Ia hanya ingin bertemu dengan Nira saat ini.

Vans meraup wajah nya frustasi, Ia sangat stres dan tak tahu lagi apa yang harus Ia lakukan agar Nira menghubunginya.

"Apa yang sedang anda pikirkan bos?" tanya Boni asisten Vans.

"Ck, Nira tidak bisa di hubungi membuatku sangat frustasi."

Boni tersenyum kecil merasa geli melihat bosnya begitu bucin dengan kekasihnya.

"JANGAN TERTAWA!"

Boni tersentak, "Maaf bos."

Vans menatap Boni kesal, Ia benar benar sangat frustasi dan Boni malah menertawakannya.

"Kenapa kita tidak melakukan yang biasa kita lakukan bos."

"Apa maksudmu?"

"Kita culik saja dia."

Seketika Vans tersenyum lebar mendengar saran dari Boni.

Bodoh, kenapa sama sekali tidak terpikirkan. dengan menculik Nira Ia bahkan bisa tahu alasan Nira marah padanya.

"Ck, jika masalah seperti ini tanyakan pada saya bos, saya pasti bisa mencari solusi." kata Boni dengan angkuhnya membuat Vans mendengus sebal.

"Bawa beberapa anak buahmu dan segera dapatkan Nira untuk ku." perintah Vans.

"Siap bos."

Vans tersenyum puas, begitu mudahnya hidup saat sudah menjadi bos. Ia bahkan tidak harus mencari sendiri dan semua beres. berkat kebaikan Tuan Hutama Ia bisa mendapatkan pencapaian setinggi ini.

Malam ini Boni memulai aksinya, bersama dua rekannya Ia mulai menyelusup ke asrama Nira.

Setelah salah satu rekannya berhasil membuat penjaga pingsan, Boni segera naik ke lantai atas mencari kamar Nira, kamar nomor tiga ratus enam.

Hingga bibir Boni melengkungkan senyum saat sudah mendapatkan kamar yang Ia tuju.

Segera Boni membuka pintu kamar yang terkunci itu. Boni memasuki kamar dan melihat seorang gadis mengenakan piyama berbaring meringkuk, Boni melihat wajah cantik gadis itu.

"Pantas saja bos sangat tergila gila padamu, lihatlah kau sangat cantik Nona." gumam Boni.

Boni mengeluarkan jarum suntik dan menyuntikan obat bius pada Nira agar tidak bangun setelah itu Boni segera membawa tubuh Nira ke mobil.

"Apa gadis ini untuk senang senang malam ini?"

Plakk, Boni memukul kepala salah satu rekannya, "Kau gila? dia kekasih bos!"

Seketika rekan Boni menutup mulutnya dan tidak lagi bicara.

Mobil yang mereka tumpangi sudah sampai di pekarangan rumah mewah milik Vans. bahkan Vans sudah menunggu kedatangan mereka di depan pintu.

"Bos..." sapa Boni tersenyum bangga bisa melakukan pekerjaannya dengan baik.

Vans mendekat lalu memukul lengan Boni, "Jangan menyentuhnya biar aku saja yang membawa ke kamar." kata Vans posesif.

Boni tersenyum geli dan mempersilahkan bosnya mengendong Nira.

"Padahal aku yang mengendongnya saat di asrama tadi." gumam Boni saat Vans sudah berjalan menjauh membawa Nira.

Vans membaringkan tubuh Nira di ranjangnya. Vans menatap wajah kekasihnya itu, Ia merasa Nira terlihat berbeda dari terakhir saat mereka bertemu.

Nira terlihat lebih kurus, wajahnya pun tampak sedih.

"Apa yang terjadi sayang? apa yang membuatmu begitu sedih?" gumam Vans sambil mengelus pipi Nira.

Sementara Raka menjalani kehidupan seperti biasanya. Tidak ada rasa bersalah dalam hatinya karena sudah mempekosa Nira. Yang ada di pikiran Raka saat ini adalah mereka sama saja. Entah Friska ataupun Nira mereka sama sama murahan.

Raka kembali meneguk alkoholnya, mengingat Friska membuatnya sangat marah apalagi mengingat video yang Vans perlihatkan padanya, tampak Friska menikmati sangat menikmati sentuhan pria tua itu, sama seperti saat sedang bersamanya.

"******!" gumam Raka lalu meneguk minumannya hingga habis.

"Tuan, kau sudah mabuk sebaiknya kita segera memesan kamar." kata wanita malam yang menemani Raka.

Raka menatap wanita itu yang semakin lama semakin mirip Friska. Raka tersenyum lalu berkata, "Baiklah ayo kita ke kamar sekarang baby."

Wanita itu tersenyum girang dan segera memapah tubuh Raka, membawanya masuk ke dalam kamar.

"Tuan kau harus membayarku mahal malam ini." ucap wanita itu saat mereka sudah berada di kamar.

Plakk... Raka menampar pipi wanita itu lalu mendorong tubuhnya hingga terjungkal di ranjang.

"Tuan apa yang kau lakukan!" ucap wanita itu marah.

Raka tersenyum sinis, "Wanita murahan sepertimu pantas mendapatkan ini."

Raka menarik ikat pinggangnya lalu memukulkan ke tububh wanita itu hingga wanita itu menjerit kesakitan.

"Tuan, apa yang kau lakukan! jangan gila!" umpat wanita itu ingin melawan namun tenaganya sangat lemah.

Puas memukuli wanita itu hingga menangis, Raka melemparkan segepok uang lalu pergi meninggalkan wanita itu.

BERSAMBUNG...

jangan lupa like vote dan komen yahh

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!