NovelToon NovelToon

Gadis Beracun(Dikira Giggolo, Ternyata CEO)

Bab 1 • Bercinta di Toilet •

TOK

TOK

TOK

"BUKA!"

"BUKA!"

"BUKA KATAKU!"

BRAK!

BRAK!

"BUKA!"

Pintu yang digedor itu terbuka. Pria tampan keluar dari bilik tempatnya merenung.

"Apa keluhanmu menggedor privasi ku?" tanya pria itu dengan dingin.

"Kau! Dasar Bajingan!" umpat Jeni, wanita cantik yang tertutup oleh jerawat diwajahnya dan rambut yang berantakan. Jeni mabuk karena baru saja melihat tunangannya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.

"Kau berani mengumpat padaku?" Pria itu mendelik menatap gadis didepannya yang tengah meracau karena mabuk itu.

"Apa kurangnya aku padamu? Kau butuh uang aku kasih, kau butuh mobil aku berikan. Semua sudah aku berikan padamu!" Jeni masih saja meracau pada pria asing yang dia anggap sebagai tunangannya. "Aku bahkan rela di usir dari rumah demi kamu, tapi apa balasanmu padaku?"

"Hanya karena aku tak bisa memberikanmu keperawanan ku, kau bermain dengan Yovie! Dasar Bajingan Kau!" umpat Jeni lagi dengan emosi yang meluap.

"Wanita! Kau mabuk! Kau meracau pada orang yang salah!" pria itu menyingkir dari hadapan Jeni, dia tak ingin berurusan dengan wanita mabuk yang menyusahkan.

"Hahahaha..... Jadi tubuh Yovie bagus haaahh? Dia lebih cantik dan putih dariku hah?" Jeni menarik lengan pria itu dan memepetnya sampai disalah satu pembatas bilik. "Lebih bagus dari tubuhku, Haahh?"

Jeni yang sudah dipengaruhi oleh alkohol itu meracau sambil melepas pakaiannya.

"Kau gila! Wanita..... ummppp..."

Jeni dengan cepat melummaat bibir pria didepannya. Lidah Jeni menari-nari didalam rongga mulut pria asing itu. Mata pria itu melebar, rasa manis bercampur rasa alkohol membuatnya ikut mabuk. Tenggelam dalam ciuman yang Jeni berikan.

Pria asing itu memejamkan mata nya menikmati belitan lidah Jeni. Tangannya memeluk tubuh Jeni yang kini hanya tinggal mengenakan pakaian dalam saja.

"Kau! Wanita sialan." umpat pria tampan asing itu, mendekap erat tubuh Jeni.

"Kau membuatku tergugah. Jangan salahkan aku."

Pria itu mengangkat paha Jeni hingga kepinggangnya, lalu mengangkat bokong Jeni. Jeni memeluk leher pria asing itu. Menautkan kembali bibirnya pada sang pria yang menggendongnya seperti koala.

"Uumpp...."

Lidah mereka kembali saling membelit.

KRIIEEETT...

pintu salah satu bilik merenung terbuka. Pria itu melepaskan ciumannya dengan terpaksa. Mengambil baju Jeni yang tercecer dilantai toilet lalu menutupi tubuh Jenin yang terbuka.

"Sialan! Keluar kalian semua dari sini!" suara bariton pria itu membuat beberapa orang yang masih berada didalam bilik toilet bergidig dan keluar dengan segera.

Beberapa pria berbadan tegap menerjang masuk. Menunduk hormat pada pria itu karena mendengar suara berteriak.

"Brengsek! Aku menyuruh kalian keluar! Bukan masuk! Mencoba menguji kesabaran ku haahh?" Pria itu sudah sangat terlihat beremosi.

"Maaf Tuan!" Menunduk dengan hormat dan penyesalan.

KRIIEEETT(suara beberapa pintu bilik merenung dibuka)

BRAAK(Beberapa pria yang masih bersembunyi di dalam bilik terjatuh saking takutnya.)

BRRAAK(Suara pintu bilik merenung yang dibuka paksa oleh anak buah pria misterius itu dan menyeret keluar orang yang masih membuang hajat.)

"Biarkan saya bersih-bersih dan pakai celana dulu... Aaaarrrgg...!" pekik orang yang diseret itu keluar dari toilet.

Kini didalam toilet laknut itu hanya menyisakan Jeni dan Pria misterius yang sepertinya memiliki kuasa itu.

"Goyangkan pinggang mu, Wanita!" Seringai pria itu melumatt bibir Jeni.

Tangan pria itu mengusap punggung Jeni yang terbuka, hingga tangannya menyentuh pengait bra milik Jeni. Dengan cepat pengait itu lepas, membuat longgar penutup dada milik Jeni. Pria itu menarik lepas dan melemparkannya begitu saja.

Bibir pria itu menyusuri leher jenjang Jeni, semakin kebawah. Membuat tanda kemerahan di dada atas Jeni.

Gadis itu melenguh, merasakan sensasi gelayar menyenangkan yang menjalari sekujur tubuhnya. Jeni tersenyum lebar, rasa geli merayapi di ujung punnuk beracun miliknya. punggung Jeni merasakan dingin. Pria itu memepetkan tubuhnya didinding. Menurunkan kaki Jeni hingga berdiri diatas kakinya sendiri.

Lidah pria itu masih asyik bermain dengan punnuk kembar didepannya. Sementara tangannya sibuk melucuti pakaian nya sendiri.

Jeni melenguh lagi, saat tangan pria itu bermain dengan area sensitif nya. Tubuh Jeni menggelinjang, bibir pria asing didepannya mengecup setiap inci tubuhnya, mengecup perut Jeni, turun ke pusar gadis itu, lalu berpindah ke pinggangnya, dan terakhir bibir bawahnya.

Lidah nya mengorek-ngorek hingga Jeni semakin menggelinjang tak karuan. Tubuh gadis itu merosot hingga kelantai toilet.

Gadis itu melenguh lagi. Suara indah yang membuat Pria itu semakin gencar dengan aksinya.

"Uuuugggghhh.... ssssttttt.... haaaaaaa....." Suara Jeni menggoda gairah pria yang masih beraksi dengan bibir bawah Jeni.

"Sialan!" umpat Pria itu tak mampu lagi menahan gelora didalam tubuhnya.

pria itu menghentikan aksinya, menarik kaki Jeni mendekat hingga tepat baginya memposisikan diri, siap menembak di sarang beracun yang basah.

Jeni menggelinjang, merasakan tubuhnya dimasuki benda asing dengan kuat.

"Ha-aaaa.........." Dessaaahh suara Jeni memancing pria itu semakin menguatkan hentakannya.

"Wanita! Kau milikku! Kau tak akan aku lepaskan!"

Bisik pria itu ditelinga Jeni yang memejamkan matanya. Jeni menggigit bibir bawahnya. Semburan hangat merasuki jalan rahimnya. Keringat keluar dari tubuh Jeni, nafasnya yang memburu dengan cepat membuat dadanya naik turun. Pria asing itu menelan ludahnya.

"Wanita! Jangan menggodaku lebih jauh." pria itu memperingatkan.

Jeni masih kepayahan dibawah Kungkungan pria diatasnya, dada Jeni masih naik turun mengatur nafasnya yang tersengal. Pria itu menelan ludahnya lagi.

"Wanita! Kau sudah menggodaku sejauh ini. Rasakan akibatnya!"

Pria itu memakai kembali pakaiannya, dia melirik tubuh polos Jeni yang bersandar pada dinding toilet. Pria itu memunguti pakaian Jeni melilit kan ditubuh gadis itu, terakhir menutupi tubuh Jeni dengan jas mahal miliknya.

Pria asing itu membopong tubuh Jeni yang tak sadarkan diri. Dan melangkah keluar dari toilet.

"Siapkan kamar pribadiku di hotel ini!" titahnya dingin pada orang-orangnya yang berbaris diluar toilet.

"Baik, Tuan Suga." tunduk mereka bersamaan.

***

Sesampainya mereka di suite room, ruangan yang di dominasi warna putih yang cerah. Suga, pria berbadan proporsional itu membaringkan Jeni yang perlahan membuka mata. Baju yang melilit ditubuhnya bergeser dan sedikit menampakan beberapa bagian tubuhnya yang indah menggoda. Suga menelan ludahnya tak pernah ia melihat tubuh seindah itu selama ini.

Jeni menatap pria yang berdiri memandangnya dengan intens itu dengan pandangan yang berkabut dan mata yang menggantung. Gadis cantik itu masih belum sepenuhnya menguasai kesadarannya.

"Apa kau hanya akan melihat saja?"

"Kau mau aku bagaimana, Honey?"

Jeni tergelak. "Jeni, bukan honey."

"Terserah. Itu sama saja."

Jeni mengerjabkan matanya perlahan, kepalanya masih pusing, dan kesadarannya benar-benar belum kembali. Jeni memiringkan tubuhnya membelakangi Suga.

"Lupakan saja. Sebelumnya Yovie, lalu sekarang Honey."

Suga mencondongkan tubuhnya kearah Jeni, mengusap lengannya dan mencoba membalikan tubuh gadis itu. Dia sudah susah-susah membawa gadis itu ke kamarnya, tidak mungkin dia akan biarkan saja tanpa menyentuhnya. Setidaknya satu atau dua permainan lagi.

"Baiklah Jeni." Bujuk Suga pelan membalikkan tubuh Jeni dan menguncinya.

"Apa maumu?" Suga mengungkung tubuh gadis dibawahnya.

"Selalu ada wanita lain, aku tau aku tidak benar-benar berharga."

Mata Suga melebar dengan ucapan Jeni. Suga tersenyum tipis, 'sepertinya dia benar-benar sedang putus cinta.' batin Suga.

"Aku baru tersadar, jika aku tidak benar-benar berharga. Semua menghianatiku, kekasihku, sahabatku, bahkan keluarga yang aku percayai pun membuangku." Ucap Jeni pelan dengan wajah sedih."Kenapa aku bisa begini sial?"

"Apa yang kau ocehkan wanita?" Suga semakin mendekatkan wajahnya pada Jeni. "Ayo kita bersenang-senang saja malam ini."sambungnya menempelkan bibirnya pada bibir Jeni yang pink menggoda. Melummat dan membelit lidahnya. Tangan Jeni terangkat memeluk leher Suga.

"Iya, puaskan aku malam ini. Pria."

Bersambung....

bab 2 • Harga diriku tercabik •

Jeni membuka matanya, tubuh gadis itu serasa remuk semua, dia bergeliat di atas ranjang merenggangkan tangannya.

"Uuuggg.... Tubuhku sakit, remuk. Rasanya aku akan mati saja. Apa yang terjadi?" batin gadis itu.

Karena mabuk dia bahkan tidak sadar dengan apa yang dia lakukan semalaman dengan pria asing yang baru pertama kali dia temui. Tangannya menyenggol tubuh Suga, merasa ada yang tak beres dengan yang ia senggol, Jeni menoleh. Netranya membola, melihat Suga terbaring disisnya, bertelanjang dada pulak.

"Anj***!" Umpatnya sepontan bangun terduduk. Selimut yang semula menutupi tubuhnya tersibak dan melorot. Mulut Jeni ternganga, melihat tubuhnya juga tanpa busana.

"Oh My God!" Gegas Jeni menutupi tubuhnya dengan selimut. Jeni segera turun dari ranjang tempatnya terbaring, tapi kakinya lemas, hingga dia terperosot jatuh dilantai.

"Aaaahhh... Sial! Apa yang terjadi?" gumamnya, tanpa sengaja melihat tubuh polos Suga yang atletis diatas ranjang karena selimut sudah ia tarik untuk menutupi tubuhnya. Jeni mengernyit geli.

"Waaaa....." Jeni memalingkan wajahnya ke samping sambil menutup matanya. Begidik membayangkan sudah melakukan hal yang iya-iya dengan pria tampan yang terbaring disana.

"Siapa bajingan ini?"

Jeni mengintip dari sudut matanya yang sedikit terbuka pada pria yang tidur pulas diatas ranjang.

"Sialan. Bagian sensitif ku sakit sekali." Umpatnya lagi.

Jeni mencoba mengingat-ingat lagi. Sekelebat bayangan dia dan pria asing disampingnya yang tengah bercinta. Dan dia yang terus bergoyang diatas tubuh pria itu membuatnya kembali mengernyit geli.

Jeni kembali teringat dengan permainan semalam, entah kenapa dia begitu bersemangat ditambah permaian pria tampan yang tak ia kenal begitu hebat. Membuatnya beberapa kali bergetar dan mencapai puncaknya. Jeni menutup matanya dan menggeleng. Malu sekaligus jijik.

"Shitt!" Umpat Jeni membuka matanya lagi."Apa yang sudah kulakukan? Bagaimana bisa aku melakukannya dengan pria asing seperti ini?" Lanjutnya meruntuki dirinya sendiri.

Jeni memandang pria yang tertidur pulas itu.

"Sial! Bagaimana kalau dia penipu yang akan memerasku nanti. Sial! Dimana aku mendapatkannya?"

"Ini semua gara-gara penghianat laknut itu. Aku harus membalas mereka."

Jeni terus mengumpat-umpat kesal. Ia lalu tersadar dengan sendirinya, ia tidak boleh berlama-lama disana, sebelum pria itu bangun dan semakin merugikannya.

"Aku harus segera pergi dari sini." Gumamnya bergegas memakai pakaiannya tanpa membersihkan diri lebih dulu. Ia mengambil tas bahunya, merogoh ke dalam, mengambil beberapa lembar uang merah dan meletakkannya di bantal samping pria itu tidur.

"Aku rasa ini cukup untuk mu." Ujar Jeni dengan memfoto pria yang terlelap dan uang yang baru saja dia letakkan itu. "Yah, ini cukup jadi bukti kalau-kalau dia mencoba memerasku nanti." Jeni tersenyum kecil dan memasukkan hpnya ke dalam tas." Jangan meminta lebih karena aku tak punya uang."

Jeni memastikan tak ada lagi barangnya yang tertinggal. Jeni berjingkat keluar dari suite room itu tanpa menoleh lagi.

Jeni bersandar pada tembok di lorong hotel, mengatur nafasnya begitu ia sudah jauh dari kamar dimana dia keluar tadi. Jeni mengernyit, menahan rasa perih di bagian sensitif nya. Jeni merasa sesak di dada teringat kembali dengan penghianatan yang Verel lakukan. Apalagi ia juga dihianati oleh sahabatnya sendiri. Hingga ia berakhir seperti ini. Mabuk-mabukan dan berhubungan badan dengan pria asing.

Jeni berjalan dengan berpegangan pada tembok. Mencoba nguatkan hati dan tubuhnya. Di ujung jalan, Jeni melihat sepasang pria dan wanita yang berjalan dengan begitu mesra. Jeni tertawa kecut. Dia segera menyembunyikan diri dibalik tembok tak jauh dari sana. Menelan ludahnya lagi dengan sangat susah.

"Kenapa aku bisa sesial ini."

Sepasang laknut itu adalah kekasihnya Verel dan Yovie sahabatnya.

"Verel sayang, aku ingin tas her*** yang kemarin di pajang di toko depan itu." Rengek Yovie manja.

"Santai aja nanti aku beliin." Verel menyentil pipi Yovie sambil mengerling nakal.

"Yang bener?"

"Iya dong, apa sih yang enggak buat kamu?"

"Tapi saldomu kan habis semalam buat bayar nginap di hotel ini." Yovie memasang wajah masam.

"Tenang, kan ada si JJ. Dia pasti ngasih kalau aku minta." Verel mengendikkan alisnya.

"Hihihi... Iya ya, JJB." Yovie menyetujui.

"Apa JJB?" Verel menautkan alisnya.

"Jeni Jelek Bodoh." Cengir Yovie.

"Ha-ha-ha...." Keduanya tertawaa bersama,

Jeni menggeretak kan giginya marah tapi tetap membiarkan mereka melewati nya begitu saja karena selain memang tidak melihat Jeni, juga karena Jeni ingin membalas kedua penghianat yang menertawainya itu. Kedua penghianat dalam hidup Jeni itu tertawa-tawa dan saling bergelayut manja. Jeni mengepalkan tangannya dengan tekat membara.

"Akan kubuat kalian menderita karena sudah membuatku begini." Gumam Jeni dengan mata berkilat marah.

_____

Sementara itu, Suga mulai membuka matanya saat cahaya matahari menyusup melalui celah jendela yang sedikit terbuka mengenai wajahnya. Suga mengerjap, memindai suit room dimana dia terbangun. Ia teringat, semalam telah melewati percintaan yang indah dan begitu menggairahkan selama hidupnya.

Suga mengulas senyum diwajah tampannya.

Tangannya meraba ruang kosong disampingnya. Senyumnya perlahan menyusut, dia menoleh kesisi kanan. Mencari-cari wanita yang sudah membuatnya tergugah dan membuatnya dengan suka rela menyerahkan tubuhnya pada wanita yang baru saja ia temui untuk pertama kalinya setelah sekian lama.

Suga mengangkat tubuhnya dan bertumpu pada lengannya. Melihat beberapa lembar uang merah di bantal dia tertawa kesal. Ia dibayar untuk satu malam yang hebat itu membuat harga dirinya terluka.

"Brengsek! Apa dia pikir aku ini gigolo?" Gumamnya meremas uang merah itu.

Suga tertawa lagi, tawa jengkel sekaligus pahit. Dia benar-benar terluka dibayar dengan uang merah oleh gadis yang pergi begitu saja setelah percintaan mereka semalam. Tak seperti wanita kebanyakan yang pernah ia tiduri. Yang bersedia dengan suka rela merangkak ke ranjangnya hanya untuk merasakan satu malam bersamanya.

Suga membersihkan dirinya di kamar mandi sekaligus meredam amarahnya di bawah guyuran air shower. Ia keluar begitu sudah cukup berkurang rasa kesalnya. Dengan berbalut handuk di pinggangnya dan handuk kecil di bahunya.

Suga melihat lagi lima lembar uang merah yang masih ada diatas ranjang. Darahnya kembali berdesir kesal, ia menendang ranjang didepannya.

"Sialan! Dia membayar ku dengan uang receh!" Umpatnya dengan wajah merah saking marah nya.

Tak berapa lama, asistennya masuk dan menunduk hormat pada nya.

"Tuan Suga."

Suga menunjuk uang lima ratus ribu di atas ranjang bercover putih itu.

"Kau lihat? Aku dibayar dengan recehan."

Asistennya Kenzo melirik uang merah yang bosnya tunjuk, lalu tersenyum geli. Bagaimana tidak, Seorang Suga dibayar untuk satu malam yang panas oleh gadis biasa senilai lima ratus ribu. Benar-benar sejarah.

"Kau menertawakan ku?"

Dengan jengkel Suga menendang paha Kenzo. Asistennya itu mencoba menghindar.

"UPS... Maaf tuan." Kenzo menahan tawanya dengan mengepalkan tangan di depan mulutnya sambil berdehem. Tentu itu membuat Suga semakin jengkel.

"Cari wanita menyebalkan itu." Titah Suga menggeretak kan gigi hingga tampak deretan putih yang begitu rapi."Aku harus membuat perhitungan dengannya."

"Baik." Tunduk Kenzo masih dengan sedikit kekehan.

Bersambung...

bab 3 • Mengambil keputusan •

Jeni berjalan di trotoar dengan langkah gontai. Lalu duduk di halte. Disana dia hanya terdiam menatap kendaraan yang lalu lalang. Rasanya ia sudah enggan untuk pulang, sejak ayah dan ibunya mengusirnya dari rumah kemarin.

Jeni menghela nafasnya. Merasa beban berat berada dipundaknya. Ia menatap langit yang begitu cerah, berwarna biru dengan kumpulan awan yang berarak-arak terbawa angin.

Burung-burung beterbangan bersama dengan Daun kering yang tertiup angin.

"Kenapa aku begitu sial? Di usir dari rumah, dihianati oleh kekasih dan sahabatku sendiri, lalu kehilangan keperawanan ku dengan seorang penipu." Gumam Jeni meratapi nasibnya, menghela nafasnya berulang kali agar sesak didada nya berkurang.

"Semoga saja gigolo itu tidak memerasku nanti. Kurasa uang itu cukup untuk percintaan semalam.

Haaaiiiisssshhhh,, dasar sial. Sudah hilang keperawanan ku, hilang uang pula untuk membayarnya. Harusnya aku tidak perlu meninggalkan uang itu disana."

Jeni berfikir lagi, "tapi jika dia cukup tau diri dia tak akan datang lagi dan meminta uang. Haaiss, bagaimana sih cara kerja gigolo."

Jeni menepuk kepalanya, "haisss, sudahlah, tak perlu dipikirkan. Sekarang ayo kerja. Aku memang sial karena runtutan peristiwa itu, tapi setidaknya aku masih punya pekerjaan. Okey. Semangat Jeni."

Jeni mengepalkan tangannya di depan dada dan menganggukkan kepalanya untuk menyemangati dirinya sendiri. Tepat saat itu bus berhenti didepannya. Jeni segera naik dan mengambil duduk di sisi sebelah kanan dekat jendela.

Selama ini Jeni biasa naik mobil miliknya, namun karena Verel menginginkan mobil untuknya bekerja kesana kemari, Jenipun akhirnya memberikan mobilnya pada Verel karena rasa cintanya pada laki-laki itu begitu besar. Dan Verel pun bertugas mengantar jemput Jeni. Namun beberapa hari terakhir, Verel berkilah hingga Jeni terpaksa menggunakan bus.

Sayangnya, Verel hanya memanfaatkan nya saja. Hingga kemarin dengan mata kepalanya sendiri Jeni menyaksikan Verel dan Yovie berselingkuh di sebuah hotel. Mendengar bagaimana keduanya mencaci dan mengoloknya dibelakang. Tentu itu membuat Jenin terpuruk hingga ia minum minuman keras dan mabuk.

Jeni melangkah masuk kesebuah kosan milik salah satu teman kantornya. Liana namanya. Ia menginap disana setelah diusir oleh keluarganya.

"Hei, kenapa wajahmu kusut begitu?" Tanya Lia begitu Jeni masuk kekamar dan merebahkan tubuhnya keranjang kamar."Kenapa semalam kamu nggak pulang? Harusnya kamu ngabari, jadi aku nggak cemas."

"Maaf."

Lia yang melihat Jeni begitu tak bersemangat menghela nafasnya. Dan tak bertanya lebih lanjut, toh Jenin pasti bakal cerita jika memang sudah siap untuk berbicara.

"Bersihkan dirimu dan ayo berangkat kerja bersamaku."

Jeni melirik temannya itu, "baiklah. Aku mandi dulu."

Seusai mandi dan berpakaian Jenin dan Lia berangkat menggunakan motor milik Lia. Sesampainya di kantor Jeni masuk keruangan. Menyandarkan tubuhnya di kursi dimana dia biasa bekerja.

Jeni awalnya bekerja di perusahaan keluarga Barata namun ia di pecat oleh ayahnya sendiri. Hingga ia akhirnya bekerja di sebuah pabrik cabang dari negara sakura. Ia menjabat sebagai kepala bagian Engineer.

Sementara Lia sebagai kepala bagian produksi. Dan Verel juga bekerja ditempat lain setelah ayah Jeni juga memecat pria itu karena tidak jujur dan sering membolos saat Verel bekerja di perusahaan Barata grub sebelum akhirnya memecat anaknya sendiri.

Akibatnya, Jeni jadi dimusuhi oleh keluarganya karena Verel. Selain karena memang entah mengapa ayah, ibu dan adiknya begitu tidak menyukainya.

Jeni melirik hp nya, Verel sudah beberapa kali menghubunginya, namun karena Jenin sudah tau dan terlanjur terluka dengan penghianatan kekasihnya itu, Jeni mengabaikan. Rasanya ia hanya ingin menenangkan diri dulu.

"Haahh?" Jeni menghela nafasnya saat ia istirahat makan siang bersama Liana.

"Kenapa?"

"Verel."

"Kenapa lagi dengan benalu itu?" Tukas Lia enteng menjejalkan nasi beserta lauknya kemulut."Eh, sorry. Pacarmu."

Liana baru teringat jika Jeni pasti menatapnya dengan tajam dan tidak suka setiap kali dia menyebut Verel benalu karena pria tak bermodal itu terus merong-rong sahabatnya.

Namun, bodohnya, Jeni yang terlanjur cinta mati pada Verel tetap membela dan menatap tak suka jika kekasihnya itu disebut benalu. Namun, kali ini dia melihat wajah Jeni berbeda. Ia biasa saja mendengar kata benalu.

"Ada apa? Sesuatu terjadi diantara kalian?"

"Yah, aku pikir, mungkin kami akan putus saja."

"Yes! Kenapa baru sekarang. Harusnya dari dulu. Kenapa? Apa yang terjadi?" Cerca Lia antusias untuk tau. Ia sangat senang, akhirnya sahabatnya itu membuka matanya juga. Bahwa Verel bukan pria yang baik.

"Menurutmu, bagaimana caraku mengambil lagi mobil yang Verel bawa?"

"Hmmm... Gampang saja. Toh itu masih pakai namamu. Bilang saja kamu akan keluar kota dan harus menggunakan kendaraan itu. Selesai."

"Baiklah. Akan kucoba." Jeni mengangguk.

"Sekarang jelaskan padaku, kenapa kau tiba-tiba jadi sedikit pintar?"

"Apa maksudmu?" Kekeh Jeni mendengar sindiran sahabatnya itu.

"Selama ini kau kan bodoh. Piara cowok ga modal. Mending piara tuyul malah dapat uang. Lah ini? Kamu justru keluar uang terus. Kalau bukan bodoh apa namanya?"

"Cinta."

"Cih!" Lia meludah kesamping walau tak sampai keluar cairanya." Apa yang kamu dapat dari cinta?"

"Aku di usir dari rumah." Ucap Jeni sendu,"Penghianatan."

"Hah! Apa kubilang?" Kesal Lia mengambil es teh nya lalu menyeruput.

"Keperawanan ku."

"Apa?" Kaget Lia tersedak, ia terlihat begitu kesakitan karena air yang masuk hingga ke kerongkongannya."UHUK, UHUK.. Dia ambil kemurnianmu juga? Bangsat memang!"

Dengan geram Lia memukul meja didepannya hingga estehnya menyiprat dari dalam gelas. Wajah Jeni berubah sedih, ia menggeleng pelan.

"Lalu?"

Jeni pun menjelaskan awal mula ia melihat Verel dan Yovie yang saling menggoda, mengejeknya di belakang dan melihat mereka begitu mesra sampai masuk kedalam kamar hotel. Hingga Jeni mabuk-mabukan dan melakukan cinta satu malam dengan seorang Gigolo.

"Kau sudah tidak waras, kenapa mesti mabuk-mabukan sih? Kenapa tidak memanggilku saja? Bodoh sekali." Lia sangat kesal dan menyayangkan perbuatan sahabatnya yang tidak mengingat dirinya sama sekali sebagai sahabat. Jika ada Lia mungkin keperawanan Jeni masih bisa di pertahankan.

"Haahh, rasanya aku mau gila saja." Jeni memegangi kepalanya frustasi.

"Jangan! Dasar bodoh!" Lia mentoyor kepala Jeni saking kesalnya. "Karena sudah terjadi mau bagaimana lagi. Yang penting sekarang ambil kembali mobilmu."

"Lalu kita rencanakan pembalas dendaman." Ucap Lia menepuk bahu Jeni."Masalah uangmu, relakan saja, dia tak akan punya uang untuk mengembalikannya padamu."

"Tidak bisa, dia harus membayar semua." Ucap Jeni bertekat.

Sore harinya, Jenin tertegun melihat Verel sudah berada di depan kantornya. Bersandar pada pintu mobil yang tertutup.

"Kenapa telponku tak pernah kamu angkat?" Hardik Verel begitu Jeni sudah berada didepannya.

"Aku sibuk. Hari ini sedang banyak pekerjaan." Tukas Jeni dengan nada kesal.

"Masuklah." Verel membukakan pintu untuk Jeni, gadis itu menurut saja. Dalam perjalanan, Verel kembali mempermasalahkan tentang Jeni yang tidak membalas pesan dan panggilannya.

"Aku kan udah bilang sibuk. Ini juga belum ada satu hari."

"Seenggaknya kan kamu bisa bilang, apa sih susahnya balas sebentar." Verel sudah memasang tampang kesal. "Aku sangat butuh uang itu."

"Oh ya?" Jeni berucap dengan malas.

'kenapa sikap Jeni menjadi begitu acuh kepadaku? Tidak seeprti dia yang biasanya manja dan menurut setiap kali aku minta uang. Kali ini seret sekali.' pikir Verel bermonolog sambil melirik kecil pada Jeni.

"Kita mau makan dimana?"

"Aku nggak punya uang. Langsung pulang aja." Potong Jeni memejamkan matanya.

"Ya udah, aku yang traktir." Putus Verel merasa mood Jeni sedang tidak baik, jadi ia pikir keluar uang dulu untuk Jeni tak masalah, mana tau setelah mood Jeni membaik dia bisa porotin gadis itu lagi.

"Benarkah? Wah, baik sekali kamu." Dengan nada sindiran tanpa melirik sedikitpun pada Verel.

"Yeah, cowokmu ini kan memang baik." Verel tersenyum girang. Sepertinya berhasil juga, sedikit merayu Jeni ia sudah dipuji.

"Ooh, iya. Mumpung kamu lagi baik, nanti aku antar kamu ke rumahmu, besok aku harus keluar kota dan memerlukan kendaraan. Jadi mobil aku bawa."

"APA?"

Bersambung...

Kira-kira apa reaksi Verel pas tau mobilnya akan ditarik balik oleh Jeni?

🤔🤔

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!