NovelToon NovelToon

Terjebak Dalam Kegelapan

Menghindari

Sinta berlarian menjauh dari preman yang mengejarnya dari rumahnya saat akan berlangsungnya acara pertunangannya dengan salah satu pengusaha yang tak pernah menikah sampai usianya beda dua puluh tahun dengan Sinta.

Sinta masih berusia dua puluh satu tahun dan Sinta tidak mau menikah karena alasan Sinta sendiri tapi, karena himpitan ekonomi ayahnya terpaksa mengiyakan dan demi kebaikan juga hidup yang cerah untuk Sinta.

Sinta itu gadis cantik manis rambut berwarna hitam ikal panjang kulitnya Sawo matang dan tinggi sekitar seratus enam puluh senti meter. Sinta tak memiliki kelebihan apapun hanya saja pengusaha kaya raya itu sangat terobsesi dengan Sinta dan walaupun sekarang Sinta lebih berisi tak terlalu gemuk tapi, mirip seperti tubuh seorang model ideal yang tak terlalu kurus juga.

Saat ini adalah usahanya untuk bisa lepas dari Panji.

Sinta yang berlari sekuat tenaga sampai tak sadar ada truk bok lewat tiba-tiba didepan gang dan truk itu tak sadar jika Sinta bersenggolan dengan body samping truk atau tersempet truk dan langsung kembali berdiri karena tak ada yang terluka parah hanya saja kakinya pincang. Terpaksa Sinta harus melepaskan septu hak nya dan berlarian bertelanjang kaki.

Sopir truk itu turun dan melihat apa yang ia senggol dan suara seseorang mana yang tadi ada di sisi truk sebelah sini.

Sopir yang tak mau ambil pusing menggeleng dan kembali naik tapi, ia tak lihat dari sepionnya jika Sinta sedang berusaha berlarian dengan kaki pincangnya menjauh.

Saat ini Sinta masih berusaha lari walaupun kakinya pincang dan sakit. Sedikit ringisan dan sesekali merasakan keberadaan tempat di sekitarnya yang semakin banyak orang yang lewat.

Sinta tak perduli dengan mereka yang mau membantu yang penting Sinta berlarian menjauh. Saat berhenti di tempat.

Sinta yang mengindari semua orang seketika mendengar suara sirine polisi langsung menoleh kearah asal suara.

Matanya membulat lebar tak bisa bicara apapun saat melihat orang itu juga ada disana.

Ini G*la! Mengatai orang yang ia lihat.

"Tidak mungkin, Tidak boleh tertangkap, Pria g*la itu sampai membawa polisi dasar tidak waras." Bicara sendiri menatap kebelakang sesekali mendumel dan mengumpati pria tua itu. Sinta kembali berlarian dengan kakinya yang pincang dan tambah perih.

Sinta yang masuk ke setiap gang perumahan kompleks sederhana tanpa sadar dan keadaan dirinya panik akhirnya masuk ke salah satu teras rumah orang yang rumah salah satu warga yang gelap.

Agak berpikir untuk masuk tapi, semuanya buyar saat lampu mobil polisi menyadarkannya.

Sinta langung mengambil tempat dan berjongkok bersembunyi di tempat yang ia rasa aman seketika bersandar dan pintu tak terkunci.

Kaget!

Tapi, buru-buru Sinta masuk dan menutupnya. Suara riuh di depan rumah terdengar.

Perlahan dengan kaki pincangnya Sinta berjalan mendekati Jendela dan mengintip.

"Cari dia aku tak mau sampai dia hilang mau bagaimanapun Sinta harus menikah denganku." Pria itu menampar wajah salah satu anak buahnya dan memarahi ketiganya. Tiba-tiba salah satu tetua yang ada di kompleks itu mendatangi Pria yang mencari Sinta.

Didalam rumah Sinta menutup mulutnya sambil bergetar ketakutan dan menangis tanpa suara.

Saat pria yang di tuakan di kompleks itu mendekati Panji, pria tua berusia empat puluh tahunan yang juga menganggap dirinya calon suami Sinta.

"Yaa.. Pak tua siapa.. siapa kau berani mendekatiku?" ucapnya menantang dengan kedua tangan bertolak pinggang dagunya agak terangkat keatas menatap remeh lawan bicaranya.

Sombong sekali orang itu, bisik-bisik orang-orang yang baru berdatangan melihat kedua pria beda usia itu berhadapan.

Pria tetua itu atau kakek itu tersenyum dan mengangguk sabat.

"Hey.. anak muda ini bukan wilayahmu jangan bawa semua anak buahmu kemari, disini bukan tempat yang pantas mereka datangi, kau membuat lingkungan ini jadi tidak tenang."

Panji menatap marah kakek di depannya. Ia tak suka di nasehati siapapun.

"Pak tua tak usah ikut campur diam dan berdoalah dirumah jangan ikut campur urusan orang lain, aku kemari hanya untuk mencari istriku yang kabur."

Kakek lagi-lagi tersenyum.

"Iya aku mengerti maksudmu anak muda. Masalah rumah tanggamu adalah dengan istrimu bicarakan baik-baik dan bawa ia dengan hati yang lega jangan mengusik lingkungan ini, kau membuat kami semua terganggu, ini juga sudah malam waktunya orang lingkungan ini beristirahat," ucapnya lagi tapi, dengan wajah lebih tegas dari yang tadi dan tanpa adanya keramahan.

Panji sedikit menciut dan mendesah kesal, dalam hatinya Panji merasa agak takut.

"Baik-baik.. kami pergi," ucapnya lalu pergi sungguhan dari sana. Sinta yang masih didalam rumah itu masih ketakutan dan terduduk masih menutup mulut dengan kedua tangannya. Mendengar sayup-sayup suara orang perlahan hilang. Tapi, ia tak berani melihat ke jendela lagi.

"Mereka masih disini... mereka masih disini aku ketakutan... Ibu... ibu tolong aku ibu... tolong... Kakak." Sinta menangis dengan seluruh badan mengigil ketakutan.

Di luar yang masih ramai perlahan mulai berkurang kembali pulang kerumah dan perlahan sepi. Sinta yang lelah menangis seketika berusaha berdiri tapi kakinya sangat sakit hingga terus berusaha berdiri dan berhasil.

Kedua tangannya merayap di tembok seperti menjadikannya pegangan berjalan kearah jendela. Sinta yang melangkah perlahan lahan tiba-tiba mendengar suara langkah kaki dan saat berbalik Sinta melihat lilin dan wajah yang sangat tampan tapi, itu sekilas dan membuatnya pingsan karena kaget.

Di luar sana Panji benarmencurigai rumah yang instingnya mengatakan kalo itu membuatnya curiga dan tidak tenang.

Pulang

"Kenapa ia pingsan?" Dengan meletakkan lilin itu di atas meja ia mengambil Sinta yang pingsan lalu di bawa ke tempat yang lebih nyaman di atas Sofa empuk dan di tidurkan dengan benar.

Lelaki dengan wajah yang tampan walau hanya dengan penerangan lilin itu terlihat sangat sempurna dan di tambah potongan rambutnya yang walaupun berantakan tetap terlihat rapi, Rambut hitam lurus milik lelaki itu terlihat basah.

Ia melangkah ke dalam dan mengambil kain selimut yang panjang. Saat ia hendak membentangkan selimut ada bau darah tercium indranya dan melihat ke lutut dekat lilin di atas meja ternyata kaki perempuan didepannya terluka parah. Kebetulan celana jeans yang Sinta pakai itu, bagian lututnya terbuka sampai sedikit memperlihatkan bagian bawah lututnya tapi, bagian belakangnya tertutup.

Melihat ke sikut ternyata ia terluka juga.

Lelaki itu menggeleng.

"Ceroboh sekali sampai membuat rumahku kotor, dan masuk tanpa izin." Ia berjalan mendekati lutut terluka itu dan pergi mengambil kotak p3k di dekat meja dekat sofa.

Saat memakaikan beberapa pembersih luka sesekali Lelaki itu mendengar suara ringisan.

Selesai dengan membalut luka Lelaki itu pergi meninggalkan perempuan itu. Walaupun belum sadar dari pingsannya tapi, biarlah ia tertidur sampai pagi tiba. Lagi pula ia tidak akan ada dirumah saat pagi.

***

Pagi tiba. Sinta yang masih tertidur di atas sofa terbangun saat mendengar suara keras didepan ternyata seekor kucing melompat dari seng rumah warga ke asbes rumah warga lainnya dan sangat keras suaranya.

Sinta membuka matanya perlahan menyesuaikan cahaya sampai suatu kesadaran membuatnya sadar sepenuhnya jika ini bukanlah tempatnya.

Ini rumah siapa?

Sinta langsung menyikap selimut yang entah kemana dan berdiri seketika menatap seluruh ruangan sederhana dan sempit ini.

"Rumah.. rumah... rumah si.. aaku ingat aku masuk rumah orang tiba-tiba." Sinta malu rasanya ia sadar telah numpang tidur dan juga istirahat. Seketika akan mengambil tasnya yang jatuh didekat kakinya Sinta melihat lututnya di balut perban dan siapa yang melakukannya.

Sinta bingung tapi, rumah ini hampa sepi, harus bertanya pada siapa kalo tak ada orang di rumah ini. Sinta tak mau memikirkan perban ini dan memilih merapikan kain selimutnya dan mencari pemilik rumah.

Sinta tak menemukannya dan mengetuk beberapa pintu di ruangan itupun Sinta tak mendapat jawabannya. Sinta putuskan untuk menulis rasa terimakasihnya di kertas dan meletakannya didekat selimut dan bantal Sinta berjalan keluar dari rumah itu dengan tenang.

Tampatnya kompleks perumahan ini cukup sepi dan para penghuninya pun jarang. Sinta lebih sering melibat ayam dan Kucing, kadang suara burung dan anjing.

Sinta menoleh pada layar ponselnya yang memperlihatkan jam delapan pagi.

"Huuf... sudah siang sekali ternyata. Baiklah aku akan pulang saja." Saat Sinta berjalan berbelok kerarah kiri Lelaki pemilik rumah itu baru pulang dari lari paginya dengan jaket dan celana selututnya keringatnya terlihat menetes di masing-masing bagian pelipis dan dahinya. Setengah wajahnya tertutup tudung jaketnya. Tanpa sadar mereka berdua bersebrangan dan tidak sadar.

Benar-benar pulang.

Sinta pulang kerumah dan saat akan masuk rumah ia melihat mobil Panji ada didepan rumah.

Rasa berat dan gelisah menyelimuti perasaannya.

Ia mengepalkan kedua tangannya merasa sesak dan merasa tak suka sama sekali tapi, harus di paksakan.

"Tidak... Jangan sampai si brengs*k itu ada di rumah semoga ia sedang ke warung atau hanya menitipkan mobil."

Sinta mengigit kuku jempolnya sambil berjalan pelan melangkah ke teras dan beralih akan membuka pintu.

Sinta menarik nafasnya dan menghembuskannya. Lalu mengulanginya sampai lima kali dan lama kelamaan Sinta tak semakin tenang semakin takut gugup khawatir juga jadinya.

Sinta bergetar ketika akan menyentuh pegangan pintu. Tapi, tangan kirinya dengan cepat menahan agar tetap tenang.

Sinta membuka pintu dan masuk setelah salam.

"Kau tidak menemukannya bagiamana bisa. Aku yakin putriku keluar rumah saat itu kau tidak menemukannya bagaimana keadaannya dia di luar sana." Ayah Sinta marah pada Panji yang tak terus berusaha.

"Kau tahu aku sudah kesana dan aku tak menemukannya bahkan semua anak buahku sedang mencarinya jika saja kau lebih baik menguncinya dalam kamar itu tak akan merepotkan."

Ayah Sinta dan Panji sama-sama berdebat tapi, Sinta yang di perdebatkan ada disana dan mendengar semuanya.

"Mau kau lunasi hutangmu dan hidup bahagia atau kau..." Seketika melihat Sinta yang berlari masuk kamar dan menguncinya dari dalam.

Ayah Sinta dan Panji sama-sama diam.

"Dia pulang.. Panji.. Putriku pulang sekarang kau kembalilah pulang." Ayah Sinta meminta Panji pulang tapi, rasa rindu dan khawatirnya pada Sinta membuatnya kekeh di rumah Sinta.

"Tidak.. tolong biarkan aku bicara dengan Sinta aku ingin meminta ia agar tetap menurut." Ayah Sinta memutar bola matanya malas.

"Tidak.. tidak... pulang dan kembalilah dengan selamat kerumah. Aku yang akan bicara, Ok." Ayah Sinta tetap meminta Panji pulang tapi, mata Panji tetap menatap ke arah pintu dimana kamar Sinta. Panji sampai harus didorong ayahnya Sinta untuk keluar.

"Sekali saja mohonkan aku untuk bicara dengan nya... Ayolah Calen," ucap Panji memohon pada ayah Sinta.

"Tidak Panji, kau membuat putriku pergi tiba-tiba di waktu pertunangannya pasti kau mengatakan hal yang macam-macam pasti itu, sekarang pulang lah." Panji menepis tangan Calen.

"Baik. Aku pulang dan jadikan Sinta sebagai istriku secepatnya aku ingin Sinta menjadi istriku, Aku sangat-sangat mencintainya dan juga hutang mu padaku akan lunas."

Ayah Sinta mendesah malas dan menutup pintu agak keras. Panji di perlakukan sangat kasar padahal ia juga lelah mencari Sinta dan itu membuatnya muak.

Lihat saja Panji akan mengambil Sinta apapun yang terjadi Sinta harus menjadi miliknya.

Kabur

Sinta menganti pakaiannya dan tak menggunakan pakaian rumahan melainkan pakaian lebih nyaman untuk keluar rumah.

Sinta tak mau membuka pintunya bahkan sudah beberapa kali ayahnya mengetuk. Sejak ia masuk ke dalam kamar dan menguncinya lalu segera mandi dan mengganti pakaian juga mengambil barang dan uang yang ia butuhkan.

Sinta pun masih mendengar percakapan sang ayah dan Panji di luar kamarnya.

"Sayang buka pintunya nak, putriku ayo bicara pelan dengan ayah, ayah ingin kita selesaikan masalah ini, nak."

Sang ayah hampir hilang kesabaran ini adalah kalimat yang berulang kali ia gunakan dan sama sekali Sinta tak membuka pintunya.

Sinta mendesah malas. Ia masih takut dosa ia juga takut masuk neraka tapi, ayahnya sama sekali tidak mau memahami ucapannya bahkan terus memaksa nya lalu jika Sinta kembali setelah kabur mau berubah? Tidak mungkin terjadi, jawabannya.

"Ayah tahu, Sinta sakit hati Sinta Sakit, Ayah berikan Sinta pada pria seperti Panji."

Mendengar suara dari dalam, Sang ayah mendekatkan telinganya.

Sinta mundur perlahan dan duduk di depan pintu.

"Ayolah nak keluar dan bicara baik-baik dengan ayah, akan ayah pertimbangkan agar kau tidak menikah dengannya."

Bujukan ayahnya masih belum bisa meluluhkan hati Sinta.

"Tidak mau. Sampai kapanpun Sinta tidak mau, dan Ayah memaksa Sinta, yah." Kesalnya tak bisa terbendung dan berakhir dengan air mata.

"Ayah tahu dia itu lebih tua dari Sinta."

"Sinta gak mau nikah sama dia, ayah. Kenapa juga ayah punya hutang, Sinta bisa hidup berhemat ayah, kita tinggal di rumah sederhana juga Sinta mau ayah, kenapa?" Sinta menangis didalam kamar sambil bicara.

Sang ayah yang ada didepan pintu mendengarkan dengan seksama sampai hatinya juga merasakan perih.

Tapi, tak ada cara lainnya sebentar lagi umurnya tak lama Sinta harus bahagia dengan pilihan Sang ayah.

"Nak.. Panji itu baik, dia akan memberikanmu apapun yang kamu mau, Apapun nak." Sinta menggeleng didalam kamar.

"Enggak butuh ayah... Enggak butuh Sinta hal apapun Sinta cuman mau hidup tenang sama Ayah sama Kakak Lukas, bukan hidup kayak gini." Sinta mengusap air matanya.

"Nak Panji itu orang paling kaya, terpandang, Ayah bukan apa-apa dan Ayah sama sekali banyak kurangnya. Lebih baik kamu bahagia tanpa memikirkan kakak mu, dia mungkin sudah mati."

"Enggak Ayah. Kakak gak mungkin mati, Kakak masih hidup!" Sinta mengeraskan suaranya didalam kamar dan di depan pintu sang ayah memejamkan matanya menahan amarah yang sejak tadi hampir lepas kendali.

"Baiklah ayah akan pergi jika kau lapar ayah buatkan makanan di meja makan dan makanlah, Kau harus memiliki tenaga untuk lusa besok." Sinta menggeleng dan mengatakan tidak dengan berbisik.

Sang Ayah pergi keluar rumah dan Saat itu Sinta yang habis menangis keluar kamar menyadari rumah sepi. Sinta memeriksa setiap sudut rumah dan Sinta melihat roti di dalam kulkas ia mengambilnya dan memasukkan kedalam tasnya. Sinta keluar lewat belakang rumah dan saat baru saja menutup pintu pagar belakang rumah. Sinta melihat mobil Panji lewat pasti ia akan bertamu kerumahnya

Sinta harus cepat.

Sinta yang sudah mengantongi uang pergi ke terminal dan membeli tiket bus antar kota. Sinta yang sudah mendapatkan kursi seketika melihat beberapa penumpang juga masuk dan duduk di kursi mereka. Sisa satu kursi kosong di sebelah Sinta dan itu tiba-tiba diduduki seorang lelaki yang sama yang mengobati lutut Sinta.

Sinta tak sadar itu.

Lelaki itu menoleh dan tersenyum tipis tanpa Sinta tahu karena fokus melihat ke luar kaca jendela bus.

Saat bus mulai pergi meninggalkan kota kelahirannya Sinta merasa sedih dan juga harus meninggalkan ayahnya sendirian.

Saat bersamaan Sang ayah pulang kerumah dan merasakan kalo hawa rumah sangat hampa. Panji yang ada didepan mobilnya menghampiri Ayah Sinta yang baru kembali dari pasar.

Ayahnya tak perduli dengan tamu membosankan itu malah memilih melangkah ke teras dan masuk kedalam rumah saat sudah membuka pintu dan meletakkan belanjaannya Sinta sama sekali tak menyentuh makanannya.

Sang Ayah khawatir dan mencari kunci cadangan di lemari dapur dan membuka pintu kamar Sinta yang ternyata tidak di kunci.

Sang ayah perlahan membuka mengira Sinta tertidur. Tapi, yang dilihatnya adalah kamar berantakan dan tak ada ponsel dan celengannya di pecahkan itupun, semuanya. Sinta pergi dari rumah saat ia sedang kepasar.

Sang ayah memegang kepalanya mengusapnya dan menjambaknya pada rambut yang sangat pendek hampir tak bisa di jambaknya.

"Sinta.!"

"Sinta!"

Suara panggilan sangat keras itu mengagetkan Panji yang sedang duduk di ruang tamu di acuhkan juga oleh Ayahnya Sinta.

Panji berdiri terkesiap menatap Ayahnya Sinta berlarian keluar masuk ruangan yang ada di dalam rumah.

"Sinta kabur dan itu karenamu!" Tuduh ayahnya Sinta pada yang baru saja datang.

Panji yang padahal ia baru datang dan tak melihat siapapun keluar rumah.

"Panji cari Sinta sampai dapat atau kau tak akan pernah menikahinya dan aku doakan putriku akan menikahi pria lebih baik dari pada kau!" Tunjuk Ayah Sinta didepan wajah Panji.

Dan itu berhasil membuat wajah Panji berubah kesal dengan apa yang dikatakan ayahnya Sinta.

"Tidak akan pernah terjadi sampai kapanpun Sinta hanyalah milikku dan akan menjadi istriku, Siapapun orangnya aku akan membunuhnya." Dengan amarah yang hampir memunculkan urat leher dan urat di kepalan tangannya begitu nyata.

Ayahnya Sinta tidak memperdulikan hal itu dan pergi keluar mencari putrinya sendirian.

Panji langsung menghubungi semua kenalannya termasuk kenalan gengster yang ia bayar mahal untuk menjadi sekutunya Untuk mencari Sinta.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!