SEBELUM BACA NOVEL INI SAYA SARANKAN KALIAN BACA DULU SEASON PERTAMA CEO MARTIN DENGAN JUDUL YANG SAMA. DI SEASON PERTAMA MENCERITAKAN BAGAIMANA POLOSNYA KEYLA SAMPAI BISA BERUBAH MENJADI RUBAH LICIK YANG CERDIK NAMUN BERWAJAH POLOS MEMPESONA.
Suara petir masih menyambar-nyambar ditengah gelapnya malam sedangkan hujan turun semakin lebatnya. Dipinggiran jalan itu hanya ada kakak beradik yang sedang berkelahi atau paling tepatnya sang kakak' yang menyiksa adik kandungnya karna merasa cemburu namun satu hal yang tidak Jeni ketahui jika Keyla tengah hamil tiga bulan. Dan diusia janin yang masih sangat kecil itu sangat rentan mengalami keguguran.
"Huhuhu! Kak, hentikan aku mohon," Rengek Keyla sembari menangis sejadi-jadinya tangannya masih memegangi perutnya karna takut terjadi sesuatu pada janinnya.
"Jangan panggil aku dengan sebutan itu! Kau sudah merebut kekasihku!" Teriak Jeni dengan rahang mulai mengeras.
Jeni membenturkan kepala adiknya itu beberapa kali di aspal. Kepala Keyla mulai mengeluarkan darah segar. Keyla yang malang tak mempunyai tenaga sebanyak itu untuk melawan Jeni yang sedang murka.
Ada apa dengan Jeni padahal dia tak pernah membiarkan Keyla sampai menangis namun yang dia lakukan kali ini sungguh bisa membunuh Keyla yang sedang tidak berdaya. Jeni melepaskan tangannya dari kepala Keyla! Keyla tergeletak dengan luka di kepalanya, darah mengalir terus tanpa henti dari jidatnya kepalanya terasa pusing dan dia tak sanggup untuk berdiri namun Keyla masih dengan jelas melihat wajah Jeni yang sangat menyeramkan dia bukan seperti kakaknya yang selama ini selalu menyayanginya dan tak akan membiarkannya terluka walaupun sedikit pun.
"Kak, ada apa denganmu? Kau tidak pernah membiarkanku bersedih tapi hati ini kau bahkan ingin membunuhku." Celetuk Keyla lirih dia tak memiliki tenaga lagi dan wajahnya sudah di penuhi dengan darah namun darah itu mulai bercampur dengan derasnya air hujan. Jeni masih berdiri melihat Keyla yang sudah terkapar di aspal dengan wajah kelihatan pucat.
Jeni melihat kearah lain seolah-olah dia sedang mendengarkan sesuatu. Dan wajahnya berubah menjadi sedih dia mendudukkan tubuh di samping adiknya yang tidak berdaya itu, Keyla ingin sekali lari sejauh-jauhnya dari Jeni namun tubuhnya sangat lemas dan kepalanya terasa berat dia hanya bisa pasrah dengan apa yang akan dilakukan oleh Jeni selanjutnya. Tak ada satu kendaraan pun yang lewat hingga tak ada cela untuk Keyla meminta tolong tubuh Keyla semakin gemetaran saat Jeni mengusap wajahnya dengan telapak tangannya.
"Tuhan tolong selamatkan aku dari amarah kakak, dan jagalah anak yang sedang ada didalam rahimku ini aku tidak ingin kehilangannya! Sadarkan Kak Jeni supaya dia menghentikan penyiksa ini karna aku sudah mulai tidak tahan lagi." Gumam Keyla dalam hati.
Air mata mengalir semakin deras membasahi pipi Keyla matanya terlihat bengkak kondisinya sungguh memprihatinkan entah bagaimana dengan janinnya sekarang.
Namun yang tak disangka Jeni memeluk tubuh Keyla dengan lembut, dia menangis tersedu-sedu di telinga adiknya yang tadi sempat ingin dia habisi itu, mungkin saja Jeni sudah merelakan Martin untuk adiknya ataukah itu hanya tipu muslihat Jeni saja.
"Key, maafkan Kak Jeni, aku sungguh tadi sedang dalam kondisi yang tidak stabil! Bagaimana mungkin aku bisa melukai mu sampai seperti ini," Jeni menangis sembari mencium pipi adiknya yang masih tergeletak tak berdaya di pinggir jalan.
"Kak, aku sangat mengenalmu, kau tidak akan pernah sengaja melakukan hal yang akan menyakitiku." ucap Keyla lirih dengan tubuh lemas dan kepalanya semakin terasa berat.
"Key, bisakah kau rahasiakan apa yang barusan terjadi?"
"Baiklah Kak, aku juga tidak ingin jika sampai suamiku melukaimu! Aku sangat menyayangimu Kak Jeni."
Setelah mendengar ucapan polos adiknya itu, Jeni menarik salah satu senyumannya dia tak menyangka jika Keyla bisa semudah itu memaafkannya dan tak akan bicara pada siapapun. Keyla memang terlalu polos karna sebab itu dia begitu muda percaya dengan ucapan orang lain.
"Minggir jauhkan tanganmu dari istriku!" Teriak Martin dengan tatapan membunuh dia mendorong Jeni dengan kasar. Entah sejak kapan Martin mulai muncul dibelakangnya.
Martin melihat Keyla tergeletak tak berdaya dengan luka di kepalanya yang terus mengeluarkan darah. "Hen! Habisi Jeni!" Perintah Martin dengan melirik tajam kearah Jeni sebagai sorot mata membunuh.
"Jangan sentuh Kak Jeni, aku tadi terjatuh di aspal karna kepalaku terasa pusing. Kak Jeni datang menolongku," ucap Keyla lirih didalam pelukan suaminya.
Setelah mendengar apa yang Keyla ucapkan Martin pun membatalkan perintahnya pada asisten Hen. Mata Martin terlihat berkaca-kaca saat melihat istrinya terkulai lemas dalam pelukannya. Keyla yang mengeluarkan banyak darah di kepalanya itupun pingsan dalam dekapan suaminya. Pak Hen segera menuju mobil dan membukakan pintu untuk majikanya itu, Martin membopong tubuh Keyla masuk kedalam mobil.
"Martin, biar aku yang menjaga Keyla," Ujar Jeni dengan wajah memohon.
"Jangan banyak bicara duduklah didepan! Aku tidak akan membiarkanmu menyentuhnya!" Bentak Martin sembari masuk kedalam mobil.
Mobil yang dikemudikan oleh pak Hen segera melesat bak roket mobil mewah itu merajai jalanan yang terlihat kosong menerobos derasnya air hujan. Selama didalam mobil Jeni melihat kearah Martin dari balik kaca spion.
Martin memeluk tubuh istrinya yang sedang tidak sadar itu dan dia sebenarnya sangat ingin membunuh Jeni namun sebisa mungkin Martin mencoba menahan niatnya itu karna dia tak ingin jika sampai Keyla marah padanya.
"Sayang, maafkan aku. Kumohon bertahanlah demi anak yang ada di rahimmu sayang." Ucap Martin sembari tangannya mengusap lembut perut Keyla yang masih terlihat rata itu. Mata Jeni langsung melotot seketika saat mendengarkan apa yang Martin ucapkan barusan.
Dan Pak Hen diam-diam memperhatikan Jeni, namun Jeni tak mengetahuinya karna Jeni terlalu fokus pada Martin yang bersikap lembut pada adiknya.
LEISTER HOSPITAL.
Pak Hen segera turun dari mobil dan dia berlari membukakan pintu untuk Martin. Martin mengangkat tubuh Keyla perlahan dan dia segera berlari masuk kedalam rumah sakit. Dokter segera menghampiri Martin dan menyuruh Martin membaringkan Keyla di dalam ruangan UGD.
Martin hendak ikut masuk untuk mendampingi Keyla namun dokter tak membiarkan itu terjadi. Martin dan Jeni serta Pak Hen menunggu didepan ruangan UGD dengan wajah panik dan cemas.
Martin mulai melirik kearah Jeni yang sengaja menjaga jarak dengannya. Sorot mata Martin bagaikan hendak mencabik-cabik tubuh Jeni. Martin berjalan mendekati Jeni sembari mengepalkan jari-jari tangannya karna merasa sangat emosi hingga dirinya hampir meledak.
Dengan wajah merah padam Martin yang bersikap dingin dan diam saja sudah sangat menakutkan. Apalagi di saat Martin sedang murka jika mengingat istrinya berlumuran darah dan tergeletak di jalanan itu sungguh membuat Martin hampir gila jika saja Keyla tidak memperingatkannya tadi pasti Martin akan membunuh mantan kekasihnya itu dengan tangannya sendiri.
"Aku tidak bersalah, bukankah kau sudah tau tadi jika Keyla terjatuh." Ucap Jeni sembari berjalan mundur tubuh Jeni semakin merasakan kedinginan karna bajunya basah kuyup ditambah lagi dengan sorot mata Martin yang dinginnya melebihi bongkahan es semakin membuat tubuh Jeni merinding.
"Aku akan membunuhmu!"
Martin mengeluarkan pistol dari balik bajunya dan dia mengarahkannya tepat di kening Jeni. Tubuh Jeni gemetaran dengan sangat hebat bahkan lututnya seakan kehilangan penopangnya hingga membuat Jeni terkulai lemas di lantai Jeni tak mengira jika Martin akan tega melakukan hal itu padanya.
Selama ini Martin tidak menyentuhnya semua itu karna cintanya pada Keyla namun Martin tak bisa lagi menahan amarahnya terlalu lama saat melihat Keyla berlumuran darah dan tergeletak di tengah derasnya guyuran hujan. Bahkan Martin sendiri tidak pernah melukai hati Keyla dia sangat menjaga istri kecilnya itu.
Jeni tau dia sedang dalam masalah yang besar bahkan Dikra tidak ada disampingnya saat ini. Ya pria itu masih ada di Paris karna ada urusan bisnis dia hanya membantu Jeni kembali ke Irlandia. Penjagaan tidak Martin perketat karna sebab itu Jeni bisa lolos dengan begitu mudahnya bahkan selama dua hari di Irlandia diam-diam Jeni selaku memantau tingkah Martin dan Keyla dari kejauhan. Rasa cinta dan sayang Martin pada adiknya lah yang membuat Jeni hampir gila dia bahkan tak meminum obat penenang yang selama ini dia konsumsi rutin itu.
"Ku bunuh kamu!" Teriak Martin sembari menarik pelan pelatuknya. Pak Hen hanya bisa diam dibelakang Martin tanpa membela Jeni karna Pak Hen juga tidak pernah menyukai Jeni yang sering membuatnya kerepotan.
Jeni memejamkan matanya erat-erat dia tak bisa berpikir apapun lagi! Dia hanya bisa pasrah dengan nasibnya. Belum sempat Martin menarik pelatuk itu namun suara orang yang tidak asing ditelinga ya itu seketika mengurungkan niatnya untuk membunuh Jeni saat itu. Jeni pun bisa bernafas lega saat mengetahui kedua orang tua datang untuk menolaknya.
"Tuan muda," Teriak Sinta dan Jordan dari kejauhan sembari berlari memeluk Jeni. Kedua orang tua itu datang setelah mendapatkan kabar dari asisten Hen.
Jeni membuka matanya saat mengetahui kedua orang tuanya telah berada disampingnya. Jeni tau jika kedua orang tuanya tak akan membiarkannya terbunuh walaupun dia bersalah sekalipun.
Ya semua orang tua akan melakukan hal yang sama pada anak-anaknya seperti yang dilakukan Jordan dan Sinta saat ini. Mereka rela berlutut dihadapan Martin demi menolong Jeni yang sedang kurang stabil emosinya. Mereka rela kehilangan harga dirinya demi melihat anak sulungnya hidup.
Sinta berlari beriringan bersama Jordan, dia memeluk tubuh Jeni dengan sangat erat. Selama didalam mobil hati Sinta terlihat tidak tenang dan ternyata karna firasat seorang ibu memang selalu tepat mereka akan merasa tidak tenang jika anaknya dalam bahaya.
"Apa yang kalian lakukan? Cepat berdiri kalian tak pantas berlutut di hadapanku." Teriak Martin pada Jordan dan Sinta.
Karna Martin sangat menghargai kedua orangtua istrinya itu. Walaupun Martin bicara dengan nada kasar namun sebenarnya dia tak ingin bersikap demikian karna rasa emosi yang tak bisa Martin tahan membuatnya lepas kendali.
"Kumohon nak Martin, jangan bunuh Jeni kami tau dia mungkin yang bersalah. Tapi orang tua mana yang tega melihat anaknya akan mati dihadapannya." Ucap Sinta sembari beranjak berdiri dan dia menyatuhkan kedua tangannya di hadapan Martin dengan pipi berlinang air mata. Sedangkan Jordan membantu Jeni untuk berdiri dari posisi duduknya.
"Asisten Hen! Tunjukkan rekaman di pinggir jalan itu pada mereka!"
Flashback!
"Cepat cek semua rekaman cctv di setiap jalanan! Aku harus segera menemukannya." Perintah Martin sembari masuk kedalam mobil wajah Martin terlihat panik dan khawatir karna tiba-tiba hujan turun sangat lebat.
Sayang kamu dimana, maafkan aku! Aku akan segera menemukanmu hujan begitu lebat kamu pasti kedinginan. Bahkan kamu tidak mengunakan mantel ataupun membawa umbrella. Begitu kira-kira yang sedang ada didalam pikiran Martin saat itu rasa resah dan gelisah menari-nari di benaknya sangat terlihat jelas dari raut wajahnya.
Setelah mendengar ucapan Martin, Pak Hen segera menghubungi seseorang di telvon.
_ _ _ _
Sebelum memberikan rekaman tersebut pada Jordan dan Sinta. Pak Hen lebih dulu membungkukkan badannya pada Martin dan dia mengeluarkan ponselnya dari balik saku celananya. Pak Hen memutar rekaman cctv yang ada dipinggir jalan itu. Bagaimana cara Jeni hampir saja membunuh adiknya dan beruntung Martin tiba tepat waktu hingga hal tragis itu tak sampai terjadi.
Plakkk!
Suara tamparan yang terdengar begitu nyaring. Tangan Jordan langsung merasa gatal saat melihat Jeni membenturkan kepala adiknya di aspal itu! Bahkan yang membuat Jordan semakin geram adalah rengekan Keyla tidak di gubris sedikitpun oleh Jeni. Cinta dan rasa cemburu lah yang membutakan hati Jeni saat itu sampai dia tak memiliki belas kasih terhadap adiknya.
Adik yang sangat dia rindukan selama ini namun semua berubah menjadi kebencian saat Jeni mengetahui Keyla adalah suami pria yang paling dia cintai.
Melihat amarah Jordan pada Jeni, Martin memberikan pistol tersebut pada Asistennya dan Martin menatap kearah Jeni dengan menajamkan alisnya.
"Jen! Apa yang telah kau lakukan Nak? Keyla adalah adikmu bagaimana kamu bisa berbuat kejam bagaikan binatang seperti itu." Ujar Sinta sembari berlinang air mata. Sinta tak pernah menyangka rasa takut yang selama ini menyelimuti keluarganya itu benar-benat terjadi.
"Ma, maafkan Jeni aku sungguh tidak sadar telah melakukan hal kejam itu pada Key," Rengek Jeni sembari terduduk kasar dan dia memeluk kaki Sinta dan Jordan bergantian.
"Adikmu sedang mengandung tiga bulan! Bagaimana dengan kondisi janinnya kau harus tanggung jawab jika sampai terjadi sesuatu pada kandungan adikmu!" Ucap Sinta dengan memundurkan kakinya menjauhi Jeni dan begitu pula dengan Jordan.
Hingga membuat Jeni memeluk angin. Air mata Sinta mengalir semakin deras dan tak bisa dia hentikan. Mata Jordan terlihat berkaca-kaca hatinya seakan tercabik-cabik dengan kenyataan yang melibatkan kedua anak kandungnya itu.
"Terjadi sesuatu pada calon bayi ku! Aku akan membuatmu menemaninya." ucap Martin dengan rahang mulai mengeras. Tak ada satu orangpun yang berani bicara saat Martin sedang murka seperti itu tak ada suara yang terdengar selain isakan tangis Sinta yang terdengar sangat memilukan.
Jordan hendak menampar Jeni untuk yang kedua kalinya namun dokter yang tadi merawat Keyla membuka pintu ruangan UGD itu. Dan Jordan menghentikan niatnya mereka semua mengerumuni dokter tersebut dengan wajah kelihatan panik.
Dokter berhenti tepat didepan pintu UGD itu.
"Jika kau berani memberikan berita yang buruk tentang istriku! Habis kamu." Ancam Martin sebelum dokter itu bicara.
Lagi-lagi Martin selalu menggunakan mantra kutukannya untuk membuat orang lain hampir kehilangan nyawanya. Ya dia selalu bicara seperti itu dan wajah dokter tersebut sampai berwajah pucat pias seketika dan terlihat tubuhnya mulai gemetaran dibuatnya.
Sinta segera bicara saat melihat dokter itu seakan shock seusai mendengar kutukan yang Martin ucapkan barusan.
"Bagaimana dengan keadaan anak saya Dok?" Tanya Sinta sembari menyeka air mata di kedua pipinya.
"Alhamdulillah, luka di kepala Nona tidak terlalu parah namun dia mendapatkan beberapa jahitan di jidatnya." Ujar dokter tersebut dengan menyeka peluh di jidatnya keringat itu terasa dingin seperti tatap tajam Martin padanya.
"Lalu bagaimana dengan kondisi janin yang ada didalam kandungan anak saya Dok?" Tanya Jordan sembari melingkarkan tangannya di pundak Sinta.
"Alhamdulillah kondisi janin yang ada didalam rahim Nona muda baik-baik saja tapi,"
"Tapi apa!" Sela Martin yang merasa tidak sabar dengan apa yang diucapkan oleh dokter spesialis kandungan itu.
"Janinnya sangat lemah akhibat benturan pada perutnya dan Nona muda tidak boleh boleh terlalu banyak berfikir sesuatu yang berat agar tidak berpengaruh pada janin yang ada didalam kandungan nya." Tutur Dokter tersebut dengan tak berani menatap Martin. "Dan Nona hanya boleh di jenguk satu orang saja karna dia harus banyak istirahat, saya permisi dulu Tuan muda." ucapnya sembari melangkah pergi.
Sangat jelas terlihat raut lega diwajahnya karna dia bisa lolos dari manusia sedingin es itu. Namum tak lama kemudian Martin kembali memanggil dokter malang tersebut.
"Berhenti di sana!" Ujar Martin dengan tak menoleh pada dokter tersebut.
Deg!
Dokter tersebut tersentak kaget wajahnya yang terlihat mulai tenang kini kembali pias lagi. Dokter tersebut segera berbalik arah dan menundukkan pandangannya. "Iya Tuan muda," Ucapnya dengan suara bergetar.
"Asisten Hen! Berikan hadiah atas kerja kerasnya barusan." Perintah Martin sembari melirik kearah Asistennya.
Tuan muda anda ingin memberikan dokter tersebut hadiah, tapi kenapa ucapan anda seakan-akan hendak mencabik-cabik tubuh dokter paru baya itu. Lihatlah wajahnya sampai putih pucat seperti itu karna ketakutan akan panggilan anda. Siapapun akan merasa terancam jika anda memberikan hadiah dengan cara tidak wajar seperti itu.
Asisten Hen melangkah mendekati dokter tersebut dan dia segera mengeluarkan cek dari saku jas nya. Dia menulis nominal angka
yang sangat besar dan setelah itu Pak Hen memberikannya pada Dokter tersebut.
Sangat jelas raut wajah bahagia terpancar dari matanya yang berbinar-binar saat melihat jumlah uang yang begitu banyak kini menjadi miliknya. Selesai berterimakasih Dokter Tersebut berlalu pergi dengan wajah bahagia karna mendapatkan segepok uang dari CEO Martin.
_ _ _ _
Martin mengalihkan pandangannya pada Jeni, "Jangan kira masalah akan selesai sampai di sini Jen!" Ancam Martin sembari melangkah masuk kedalam ruangan Keyla dirawat. Martin dan Jordan menganggukkan kepalanya menandakan jika mereka setuju jika Martin yang menjenguk Keyla lebih dulu.
Mata Martin langsung tertuju di ranjang dingin pasien. Hatinya seakan tersayat melihat istrinya terbaring tak berdaya di sana. Kepalanya di perban dengan infus yang tertancap ditangannya membuat Martin seakan tak berdaya rasa sedih semakin menyelimutinya Martin berjalan perlahan dan mendudukkan tubuhnya di kursi samping ranjang Keyla. Mata Martin berkaca-kaca dia segera meraih lembut tangan istrinya yang tidak ada infusnya.
"Sayang, cepatlah sembuh aku sangat merindukan ocehan mu dan sikap menjamu. Andai aku tidak menyakitimu saat di restoran maka kau tidak akan berada disini sekarang." Ucap Martin dengan suara terdengar penuh penyesalan bahkan Martin sampai menjatuhkan air matanya.
Ya baru kali pertama CEO kejam itu menitihkan air matanya, Sangat jelas terlihat rasa sakit yang terpancar dari sorot matanya. Sekuat dan sekejam apapun orang itu tetap saja ada sisi lembut dalam dirinya sama halnya seperti Martin sekarang. Dia merasa sedih dan tak kuasa menahannya hingga tanpa dia sadari untuk pertama kalinya dia takut akan kehilangan sesuatu yang berharga dalam dirinya.
Keyla sudah menjadi suatu hal yang tak bisa dipisahkan darinya kehadiran Keyla mampu membuat Martin meninggalkan dunia hitam yang sempat di jalani sebelumnya.
Keyla bagaikan cahaya baginya yang dapat membuat Martin keluar dari dunia hitam itu dunia malam yang sempat dia datangi setiap malam. Kepolosan istrinya mampu membuat hati Martin luluh dan terpatri padanya kini didalam hidup Martin hanya Keyla lah yang paling dia sayangi. Martin mengusap air matanya dan dia tangannya membelai lembut pipi Keyla sembari berkata. "Sayang, anak kita baik-baik saja kau tidak perlu khawatir." ucap Martin sembari beranjak berdiri dan dia mengecup lembut perut istrinya.
Martin tak hentinya memandang wajah pucat istrinya itu. Dia kemudian beranjak berdiri dan keluar dari ruangan Keyla.
Tatapan yang terlihat penuh kasih sayang yang dia tunjukkan pada Keyla tadi dengan sekejap mulai hilang. Kini tatapan itu berubah menjadi kobaran api yang hendak menelan tubuh kurus Jeni yang masih terisak-isak sembari masih terduduk dilantai.
"Ma, masuklah!" Ujar Martin yang tak ingin Sinta mendengarkan apa yang akan dia bicarakan dengan Jordan dan Jeni.
Sinta menoleh pada Jordan tanpa bicara. Jordan hanya menganggukkan kepalanya menandakan jika dia setuju dengan ucapan Martin barusan.
Pak Hen segera membukakan pintu untuk Sinta. Dan setelah Sinta masuk kedalam ruangan itu Martin segera mendudukkan tubuhnya di kursi panjang rumah sakit sedangkan Jordan ikut duduk disampingnya, seperti biasa Pak Hen masih setia berdiri di samping Martin seperti manekin hidup yang tak berekspresi.
Ketika Martin hendak bicara, terdengar gelak tawa dari sudut ruangan Martin segera mengarahkan pandangannya pada dua suster yang berjalan kearahnya sembari bersenda-gurau renyah. Suster cantik tersebut tak menyadari jika ada sepasang mata menatap kearahnya dengan tajam.
Salah satu suster menyenggol pelan lengan sahabatnya memberi peringatan agar sahabatnya itu diam dan menatap kedepan.
Kedua suster itu tau jika mereka salah arah, mereka melihat wajah murka CEO Martin dan seketika lutut mereka menjadi lemas. Mereka segera membungkukkan badannya dan langsung kabur terbirit-birit.
"CEO Martin sangat tampan dan mempesona tapi kenapa jika marah sangat menakutkan dan membuat orang jantungan seperti itu sih!"
"Jaga bicaramu jika dia memangil kita, maka kelar sudah hidup mu hari ini." Sahut suster Tersebut sembari melangkah pergi menjauhi mara bahaya yang ada didepan mereka barusan.
Jangan lupa baca novel baru khairin Nisa yang berjudul "Kontrak Pernikahan Tuan Arogan." bisa di baca di Mangatoon atau Noveltoon
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!