NovelToon NovelToon

Aku, Cadarku & Jodohku

Keberangkatan Gadis Cantik

Berawal dari kisah seorang gadis cantik yang tinggal di Sukabumi. Dia memiliki tubuh mungil. Kini dia beranjak dewasa dan akan pergi meninggalkan desa untuk melanjutkan pendidikannya di Kota.

“Ambu, besok Annisa pergi ya Mbu ke Kota. Do’akan mudah-mudahan Nisa bisa lolos seleksi di Kampus pilihan Nisa,” ucap gadis cantik itu yang bernama Annisa.

“Iya nak Ambu pasti do'akan, hati-hati ya kamu harus bisa jaga diri di sana, jaga pergaulanmu ya,” Ambu membelai rambut panjang Annisa.

Annisa adalah anak bungsu perempuan satu-satunya. Dia memiliki 2 orang Kakak laki-laki yang kini tengah merantau. Kedua Kakak Annisa sudah menikah dan memiliki anak. Hanya tinggal Annisa saja yang belum menikah, setiap hari Abah selalu menanyakan calon untuk Annisa. Tapi Annisa lebih memilih fokus terlebih dulu untuk melanjutkan pendidikannya.

Ambu adalah panggilan untuk “Ibu” dalam bahasa Sunda, sedangkan Abah juga panggilan untuk “ayah” dalam bahasa Sunda.

Annisa memilih kuliah di Kota Kakak pertamanya tinggal yaitu Yogyakarta. Kakak pertamanya bernama Ahsan dia memiliki 2 orang anak yang bernama Laila dan Lisa juga seorang istri yang cantik dan solehah bernama Aisyah, istrinya ini selalu berpenampilan tertutup sederhana dan apa adanya meskipun suaminya kini tengah sukses di suatu perusahaan namun Aisyah selalu terlihat sederhana dalam berpakaian.

Sedangkan Kakak keduanya bermana Ahza dia memiliki 1 orang anak yang bernama Adam dan seorang istri yang cantik serta modern sebut saja Citra dia sangat berbeda dengan Aisyah, walaupun Citra selalu memakai pakaian tertutup tetapi dia selalu tampil modis layaknya perempuan yang bergaya sosialita. Kini Ahza juga sudah menjadi pegawai kepercayaan di suatu perusahaan di Jakarta.

***

“Mbu, Annisa berangkat dulu ya, Abah jaga Ambu ya,” Annisa bersalaman kepada Ambu dan Abah.

“Iya, kamu jaga diri di sana ya, kalau ada apa-apa kabari Abah, kalo kurang uang juga kabari Abah ya”.

Ambu dan Annisa berpelukan, mereka berderai air mata perpisahan. Abah juga seperti sedang menahan air matanya agar tidak keluar.

Annisa malambaikan tangan kepada Ambu dan Abah, dia pergi dengan mobil travel yang sudah menjeputnya sejak pukul 08.00 WIB. Ambu dan Abah juga melambaikan tangan pada putri kesayangannya itu.

Di jalan mata Annisa berkaca-kaca, sepertinya dia akan merindukan Abah dan Ambu karena ini pertama kalinya dia pergi dari rumah dengan jarak yang cukup jauh. Meskipun di sana nanti akan tinggal dengan Kakaknya Ahsan namun tetap rasanya akan berbeda, apalagi kini Kakaknya itu sudah berumah tangga. Annisa memang selalu diperlakukan baik oleh Kakak dan istrinya, namun tetap saja Annisa selalu merasa tidak enak.

Untuk sekarang Annisa hanya harus belajar dan terus belajar agar dirinya bisa lolos dalam ujian masuk Universitas.

Di perjalanan mobil travel Annisa berhenti di tempat peristirahatan. Annisa turun untuk pergi ke kamar mandi.

Banyak orang yang memperhatikan Annisa. Gadis mungil ini memang sangat cantik, turun dari mobil dengan menggunakan gamis panjang berwarna hitam dan hijab berwarna hitam. Semua mata tertuju padanya namun Annisa tidak berani menatap mata-mata itu, karena dirinya merasa ketakutan berada di tempat asing.

Dia turun dengan membawa tas kecil berisi barang-barang berharganya, sedangkan koper dia tinggalkan di dalam mobil travel.

Annisa melihat ke semua arah, menanyakan pada orang di mana letak kamar mandinya. Lalu salah satu pengunjung di sana menunjuk kamar mandi yang berada di paling ujung. Tanpa pikir panjang Annisa pergi ke kamar mandi itu.

Tempatnya sangat gelap dan bau aroma tidak sedap menusuk hidungnya. Annisa heran mengapa tampak luar tempat peristirahatan ini sangat bagus, namun kamar mandinya sangat kumuh. Dengan terpaksa dia memasuki salah satu kamar mandi tersebut dan segera pergi kembali setelah selesai dengan urusannya.

Namun saat sudah keluar dari kamar mandi, Annisa melihat beberapa orang laki-laki berbadan tegap penuh dengan tatto menghadangnya untuk pergi. Sepertinya mereka adalah preman di daerah ini.

“Mana dompet, serahkan sekarang juga!,“ ucap salah satu laki-laki bertatto itu.

“Tidak, jangan ambil dompet saya,” Annisa sangat ketakutan.

“Tolooong!,” Annisa teriak sekencang mungkin.

“Hahaha, tidak akan ada yang mendengar kamu nona cantik,” laki-laki bertatto itu mendekati Annisa.

“Diam, jangan sentuh saya,” Annisa mundur dan memegang tasnya dengan erat, diam-diam dia mengeluarkan handphone dan memasukkan ke dalam saku di roknya.

“Serahkan sekarang!,” pinta laki-laki bertatto.

Annisa melemparkan tasnya dan berlari keluar menjauhi laki-laki tersebut.

Sekarang Annisa sangat kebingungan, dia kehilangan uang dan barang berharga lainnya di dalam tas kecil itu. Hanya tersisa handphone dan sejumlah uang yang masih dia selipkan di kopernya. Tetapi dia bersyukur karena laki-laki bertatto tadi tidak menyentuhnya sedikitpun.

Kenapa orang-orang yang ada di luar tidak berani masuk ke dalam ruangan kecil tadi? padahal Annisa sudah berteriak sekencang mungkin tidak ada satupun yang menolongnya.

Annisa menuju ke mobil travelnya dengan tangan dan kaki yang bergetar ketakutan, di tambah dengan keringat yang terus bercucuran dari wajahnya.

Dia menenangkan diri dengan meminum air putih bekalnya dari Ambu. Setelah cukup merasa tenang terpaksa Annisa harus menelpon Kakaknya. Annisa menekan tombol handphone untuk menelepon Kak Ahsan.

Tuuutt … tuutt … tuutt …

Sayang sekali tidak tersambung, sekali lagi Annisa menekan tombol handphonennya untuk menghubungi istri Kak Ahsan.

“Assalamu’alaikum Annisa, kamu sudah sampai mana?,” akhirnya telepon di angkat oleh Kak Aisyah istri dari Kak Ahsan.

“Wa’alaikumsalam Kak. Hiks … hiks … hiks,” Annisa menangis karena sesak di dadanya tidak bisa dia tahan lagi.

“Kenapa Annisa? ada apa? jangan menangis coba ceritakan perlahan-lahan,” Kak Aisyah sangat mengkhawatirkan keadaan Annisa.

“Annisa ta … tadi kena copet Kak,” Annisa menjelaskan masih dengan kondisi menangis.

“Innalilahi, Annisa sekarang dimana?,” tanya Kak Aisyah.

“Annisa sekarang lagi di tempat peristirahatan Kak,” tangis Annisa sudah mulai mereda.

“Mau Kakak jemput ke sana?,” Kak Aisyah menawarkan untuk menjemput Annisa.

“Tidak usah Kak, sebentar lagi Annisa sampai kok,” sekarang kondisi Annisa sudah benar-benar tenang.

“Yasudah kamu hati-hati ya jangan mudah percaya sama orang lain, nanti kabari kalo sudah sampai, masalah uang nanti biar kita bicarakan di sini, yang penting kamu selamat ya”.

“Iya Kak, terimakasih ya”.

“Iya, Kakak tutup teleponnya ya, Assalamu’alaikum,” Kak Aisyah mengakhiri teleponnya.

“Wa’alaikumsalam”.

Kini Annisa sudah mulai lega karena bisa menghubungi Kakaknya. Mobil travel mulai berjalan, semua penumpang bertanya kepada Annisa tentang kejadian yang menimpanya. Dia menceritakan semuanya kepada penumpang itu.

Para penumpang merasa iba kepada Annisa. Mereka mengumpulkan uang untuk Annisa, sempat di tolak olehnya namun para penumpang itu sangat baik dan ikhlas memberikan sebagian uangnya kepada Annisa. Dengan terpaksa Annisa menerima uang tersebut dan berterimakasih karena sudah mau membantunya. Uang Annisa terkumpul sebanyak Rp 1.000.000.

Disambut Dengan Baik

Annisa melanjutkan perjalanannya dia tertidur sangat pulas. Semua penumpang sudah turun karena sudah sampai ke tempat tujuannya masing-masing sehingga hanya tersisa Annisa.

“Dek, maaf rumahnya di sebelah mana ya?,” Pak supir membangunkan Annisa.

Annisa terbangun dari tidurnya.

“Oh itu Pak, di depan rumahnya,” Annisa menunjuk rumah besar berwarna putih.

Pak supir mengangguk dan menepikan mobilnya tepat di depan rumah besar berwarna putih itu. Annisa sangat takjub dengan perubahan rumah Kakaknya itu, waktu kecil dia berkunjung rumahnya tidak sebesar ini. Sekarang sudah sangat besar dan mewah, Annisa mengetahui rumahnya karena Kakaknya sering mengirim foto kepada Ambu dan Abah.

Pak supir menurunkan koper Annisa dan berpamitan untuk melanjutkan perjalanan.

Annisa menyusuri pagar rumah Kak Ahsan yang sangat luas, dia sampai pada pintu pagar dan memencet bel.

Tingnong … tingnong … tingnong.

Keluarlah seorang perempuan memakai baju panjang motif bunga-bunga dengan tubuh yang berisi dan memakai celemek, kira-kira usianya sekitar 45 tahun, Annisa tidak mengenalinya.

“Maaf cari siapa ya?,” tanya perempuan itu.

“Apakah benar ini rumah Kak Ahsan dan Kak Aisyah?,” jawab Annisa dengan nada yang sangat sopan.

“Oh iya betul dek, dengan siapa ya?,” tanya perempuan itu lagi.

“Saya adiknya Kak Ahsan,” jawab Annisa sambil tersenyum.

“Oalah maaf ya dek, si Mbak tidak mengenalinya, ayo masuk,” sepertinya ini adalah ART Kak Aisyah dan Kak Ahsan.

Annisa dipersilakan untuk duduk menunggu di ruang tamu. Dia duduk di sebuah sofa yang empuk dan bagus berwarna nude. Annisa memperhatikan sekeliling, betapa mewahnya rumah dari Kakaknya itu. Dinding tepat di depan Annisa terpampang foto keluarga yang terlihat sangat harmonis.

Tak lama kemudian Mbak datang dengan menyuguhkan Annisa air putih dan cemilan yang sepertinya sangat lezat. Kebetulan sekali Annisa merasa sangat lapar.

“Ayo dek, di makan dulu yo, Mbak ke dalam dulu, sudah di panggilkan ibu sedang turun dari kamarnya menuju ke sini,” ucap Mbak

“Terimakasih ya Mbak,” ucap Annisa dengan memamerkan senyuman manisnya.

Mbak pergi meninggalkan Annisa. Sekarang Annisa melihat ke arah minuman yang di sajikan tadi. Dia ingin meneguk air putih tersebut.

“Bismillah,” Annisa meminum air putih itu.

Gluk … gluk … gluk.

“Alhamdulillah,” Annisa kembali menyimpan gelas ke atas meja.

Tidak lama kemudian Kak Aisyah menghampiri Annisa.

“Assalamu’alaikum Annisa, maaf ya menunggu lama, Kakak habis dari kamar mandi dulu,” Kak Aisyah menghampiri Annisa dan memeluk tubuh mungil adik iparnya itu.

“Wa’alaikumsalam Kak, iya tidak apa-apa maaf ya Annisa ke sini malah merepotkan Kakak,” Annisa membalas pelukan Kakak iparnya.

“Merepotkan apa sih kamu ini, bagaimana keadaan kamu? Baik-baik sajakan? Tidak terluka setelah di copet?,” tanya Kak Aisyah melepas pelukannya dan memperhatikan adiknya.

“Tidak Kak, cuma Annisa takut saja tadi di hadang oleh beberapa laki-laki bertatto,” jawab Annisa.

Annisa menceritakan awal mula kejadian dirinya di copet tadi. Kak Aisyah merasa kasihan mendengar adiknya bercerita.

Setelah selesai menceritakan semuanya, Annisa dipersilakan oleh Kak Aisyah untuk membawa kopernya ke kamar yang sudah di siapkan oleh Mbak sejak 2 hari yang lalu.

“Ini kamar kamu ya, anggap saja rumah sendiri, kalo butuh apa-apa tinggal bilang sama Mbak, dia yang mengurus semua keperluan dan kebutuhan di rumah ini,” jelas Kak Aisyah dengan menunjukan kamar yang akan Annisa tempati.

“Terimakasih banyak ya Kak, ngomong-ngomong Kak Ahsan kemana?”, tanya Annisa karena dari tadi dia belum melihat Kakaknya.

“Mas Ahsan masih di kantor, katanya dia ada rapat penting, tapi dia akan pulang kok malam ini,” jawab Kak Aisyah tersenyum.

“Sudah, sekarang kamu istirahat ya, nanti setelah solat magrib kita makan bersama,” Kak Aisyah memegang pundak adiknya dengan penuh kasih sayang.

Annisa mengangguk dan pergi masuk ke dalam kamarnya.

Saat dia menutup pintu betapa terkejutnya melihat kondisi kamar yang luas dan lengkap dengan peralatan yang dia butuhkan. Kasur dengan ukuran 160cm x 200cm di baluti dengan sprei berwarna ungu, lemari 3 pintu tempat menyimpan pakaian, meja belajar, rak buku dan cermin sudah tertata rapih di kamarnya itu. Nuansa kamar yang elegan dengan warna perpaduan ungu dan putih membuat Annisa sangat betah berada di sini.

Annisa berjalan memegang satu persatu perlengkapan yang ada di dalam kamarnya, dia melihat sebuah laptop di atas meja belajar.

Dalam hatinya dia bertanya-tanya, punya siapa ya? apakah ini di sediakan untukku?.

Annisa akan bertanya kepada Kak Aisyah nanti saat makan malam bersama. Karena kebetulan Annisa sangat membutuhkan laptop untuk belajar.

Adzan magrib telah berkumandang, Annisa sudah bersiap untuk melaksanakan solat magrib di kamar barunya itu.

Dia memakai mukena putih bersih untuk melaksanakan solat magrib.

Setelah selesai solat magrib tidak lupa Annisa berdo’a kepada Allah agar di lancarkan dan diberi kemudahan untuk melaksanakan ujian masuk ke salah satu Universitas impiannya.

Nada dering handphone Annisa berbunyi, ternyata Ambu meneleponnya.

Ambu menanyakan kabar Annisa, dia memberitahu kalau sudah sampai di rumah Kak Ahsan. Dia bercerita bahwa dia di perlakukan sangat baik oleh Kak Aisyah. Mendengar kabar itu Ambu dan Abah merasa sangat lega karena putri kesayangannya sudah dengan selamat sampai di tujuan. Annisa tidak memberitahu kepada orang tuanya kalau dia di copet, karena takut mereka akan mengkhawatirkannya.

Setelah selesai menelepon Ambu, Annisa mendengar suara gerbang di buka, dengan cepat dia membuka gorden di kamarnya yang langsung tertuju ke depan gerbang. Di lihat oleh Annisa dengan seksama siapa yang datang dengan sebuah mobil sedan berwarna hitam. Ternyata Kak Ahsan telah pulang dari kantornya.

Annisa bergegas membuka mukenanya dan memakai kerudung untuk menyambut kakaknya itu.

“Assalamu’alaikum,” suara Kak Ahsan sangat jelas.

“Wa’alaikumsalam, sini aku bawakan tasnya mas,” ucap Kak Aisyah.

Kak Aisyah mencium tangan suaminya itu begitu pula Kak Ahsan mencium kening cantik milik istrinya.

“Annisa sudah datang?,” tanya Kak Ahsan pada istrinya.

“Sudah, ada di kamarnya,” jawab Kak Aisyah.

Tak lama kemudian Annisa datang dari kamarnya menghampiri Kak Ahsan.

“Akhirnya adikku tersayang sudah datang,” sapa Kak Ahsan kepada Annisa.

Annisa tersenyum dan bersalaman dengan Kakaknya itu.

“Tadi kamu telepon Kakak ya? Kakak gak bisa angkat karena sedang meeting,” Kak Ahsan memberikan alasan kenapa tadi dia tidak mengangkat telepon dari Annisa.

“Iya Kak, tidak apa-apa Annisa paham kok,” Annisa masih tersenyum kepada Kakaknya itu.

“Mas, Annisa tadi kena copet di jalan, makannya tadi dia telepon aku,” Kak Aisyah memberi kode agar kami duduk di sofa.

“Innalilahi kenapa bisa? tapi kamu tidak apa-apa?,” tanya Kak Ahsan.

“Tidak Kak, Alhamdulillah Nisa selamat, hanya barang-barang Nisa yang hilang karena di bawa oleh pencuri itu,” Annisa duduk di samping Kak Ahsan.

“Alhamdulillah yang terpenting kamu tidak apa-apa masalah uang dan yang lainnya nanti kamu tinggal minta sama Kakak ya, semua kebutuhan kamu di sini akan Kakak penuhi,” ucap Kak Ahsan membelai kepala adik tersayangnya itu.

Annisa tersenyum mendengar perkataan Kakaknya itu.

Dia memeluk Kakaknya dengan sangat erat.

Setelah selesai berbincang Annisa dan Kak Aisyah pergi menuju ke ruang makan. Sedangkan Kak Ahsan pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri terlebih dahulu.

Kak Aisyah memanggil anak-anaknya yang letak kamarnya berada di lantai dua. Lisa dan Laila turun menghampiri Annisa dan bersalaman, karena baru sempat bertemu dengan bibinya itu.

Laila baru berumur 12 tahun, sedangkan Lisa berumur 9 tahun.

Merindukan Ambu dan Abah

Kak Ahsan turun dari kamarnya dan menuju ke ruang makan.

“Ayo kita makan,” Kak Ahsan duduk di samping istrinya.

Annisa melihat menu makanan yang di sediakan di meja makan. Begitu banyak pilihan dengan berbagai macam lauk pauk.

Perasaan Annisa kini campur aduk, antara sedih dan bahagia, dia sedih karena teringat Ambu dan Abahnya di Sukabumi. Di sana dia hidup sangat sederhana, makan dengan seadanya, Annisa tidak pernah mempermasalahkan keadaanya yang sederhana, yang terpenting adalah Annisa bisa berkumpul bersama dengan Abah dan Ambu.

Meskipun Kak Ahsan dan Kak Ahza selalu mengirim uang untuk Ambu, Abah dan Annisa tetapi tetap saja uang dari mereka tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Ambu dan Abah tidak pernah meminta uang kepada anak-anaknya, karena mereka pikir dengan mendengar kesuksesan anak-anaknya sudah cukup membuat Ambu dan Abah bahagia.

Melihat Lisa dan Laila mengambil lauk pauk dan nasi silih berganti, Annisa hanya tersenyum melihat kelakuan keponakannya itu.

Kak Aisyah mengambilkan nasi dan lauk pauk untuk Annisa. Dia tersenyum karena diperlakukan dengan baik oleh Kak Aisyah.

Setelah semua orang mengambil makanannya, Kak Ahsan memimpin untuk berdo’a.

Sesak di dada Annisa kini bertambah, entah kenapa Annisa teringat kepada Ambu dan Abahnya.

Suapan pertama Annisa masih bisa menahan air matanya. Suapan kedua air mata Annisa mulai terlihat di kelopak matanya. Suapan ketiga sudah tidak bisa di bendung lagi, Annisa menangis di meja makan.

Kak Ahsan sangat terkejut melihat adiknya menangis begitu juga Kak Aisyah, Lisa dan Laila.

“Kenapa Nisa menangis?,” tanya Kak Ahsan menghampiri kursi Annisa.

Annisa tidak menjawabnya dan masih tetap menangis dengan posisi tangan dan kepala menunduk mengarah ke meja makan.

Kak Ahsan membelai kepala Annisa dengan lembut dan penuh kasih sayang.

“Kamu rindu sama Abah dan Ambu ya?,” tanya Kak Ahsan, sepertinya Kak Ahsan sangat tau perasaan Annisa, karena ini memang pertama kalinya Annisa jauh dari Abah dan Ambu.

Masih dengan kondisi menangis Annisa mengangguk pelan.

Melihat itu Kak Aisyah tersenyum kepada suaminya lalu bergegas menuangkan air putih untuk di berikan kepada Annisa.

“Annisa minum dulu ya, tenangkan dulu yu,” Kak Aisyah menghampiri Annisa yang sedang menangis. Kali ini Kak Ahsan duduk kembali di kursinya.

Annisa mengangkat kepalanya, air matanya membasahi pipi cantiknya.

Kak Aisyah menghapus air mata Annisa dengan menggunakan tissu dan memberikan segelas air putih.

Annisa meminum air putih tersebut dan mulai bisa mengontrol emosinya. Annisa sudah berhenti menangis.

“Annisa harus belajar mandiri ya, jauh dari Ambu dan Abah untuk mengejar cita-cita, di sini kamu harus fokus belajar, 2 hari lagi akan di laksanakan ujian masuk Universitas. Jadi kamu harus membuktikan kepada Ambu dan Abah kalau kamu bisa lolos seleksinya,” Kak Aisyah memberikan nasihatnya.

“Mereka pasti akan bangga sama kamu,” lanjut Kak Ahsan.

“Iya bibi Annisa kan di sini juga sama kita, keluarga,” Lisa berusaha membuat Annisa kembali ceria.

Annisa tersenyum mendengar perkataan dari Lisa.

“Iya Kak, maafin Annisa ya, belum terbiasa jauh dari Ambu dan Abah, maaf juga apabila Annisa di sini merepotkan kalian,” mata Annisa mulai berkaca-kaca lagi.

“Sudah ya, itu kewajiban Kakak untuk menjaga kamu, makan lagi ya nanti sakit,” ucap Kak Ahsan.

Annisa mengangguk dan Kak Aisyah kembali duduk di kursinya. Mereka semua meneruskan makan malamnya. Kini Annisa sudah merasa tenang dan tidak terlalu mengingat Abah dan Ambunya.

Setelah selesai makan malam, Annisa memberanikan diri untuk bertanya kepada Kak Ahsan tentang laptop yang berada di atas meja belajarnya.

“Kak, laptop yang ada di atas meja belajar, itu punya siapa ya?,” tanya Annisa.

“Itu buat kamu Nisa, Kakak tau pasti kuliah membutuhkan laptop,” jawab Kak Ahsan.

“Tapi Kak, aku bisa pakai laptop bekas saja, ini masih baru takut rusak hehehe,” Annisa tersenyum malu.

“Rusak? Emang mau kamu apakan? Di banting? hahaha kamu ini, sudah ya terima saja Nisa,” ucap Kak Ahsan.

Annisa mengangguk dan berterimakasih kepada Kak Ahsan dan Kak Aisyah.

***

Hari demi hari telah Annisa lewati, dia sudah belajar setiap hari dan sekarang sudah siap untuk test masuk Universitas yang ada di Yogyakarta.

Hari ini Kak Aisyah akan mengantar Annisa untuk test, dia sudah bersiap dari pukul 06.00 WIB. Karena jarak Kampus dan rumahnya hanya sekitar 40 menit saja.

Begitu juga Annisa sudah mempersiapkan segala hal yang akan dia butuhkan nanti.

Kak Aisyah memakai baju gamis berwarna nude dengan hijab yang senada dengan warna gamis, tidak lupa Kak Aisyah memakai cadar berwarna hitam. Sejak dulu Kak Aisyah memang selalu memakai cadar.

Annisa menggunakan baju gamis yang di jait khusus oleh Ambunya berwarna navy dan menggunakan hijab berwarna Abu.

“Annisa sudah siap?,” tanya Kak Aisyah

Annisa hanya mengangguk dan tersenyum.

“Ummi, mau kemana dengan Bibi?,” tanya Lisa yang sedang sarapan di ruang makan.

“Ummi mau ke Kampus, hari ini kan Bibi Nisa mau test,” jawab Kak Aisyah dengan lembut kepada anaknya itu.

“Kenapa Bibi Nisa tidak memakai cadar seperti Ummi?,” tanyanya lagi.

Kali ini Kak Aisyah melirik ke arah Annisa, menunggu jawaban dari Annisa.

Sedangkan Kak Ahsan yang sedang melahap makanannya ikut mendengarkan penjelasan dari adik tersayangnya.

“Uumm … Bibi kan,” Annisa berhenti berbicara karena dia sendiri bingung harus menjawab apa kepada keponakannya itu.

“Bibi Nisa juga kan pakaiannya tertutup, tidak harus selalu memakai cadar sayang, nanti juga Bibi Nisa akan memakai cadar seperti Ummi, iya kan?,” Kak Aisyah melirik ke arah Annisa.

“Ah … iya betul InsyaAllah,” ucap Annisa dengan sedikit senyuman.

Sejujurnya Annisa belum siap dan tidak pernah terpikir akan memakai cadar. Karena baginya dengan memakai pakaian tertutup dan tidak terlihat aurat pun sudah sangat sulit di lakukan olehnya.

“Sekarang kita berangkat ya, tadi kita sudah sarapan lebih awal,” ucap Kak Aisyah.

Annisa mengangguk.

Kak Aisyah berpamitan dan bersalaman kepada suami dan anak-anaknya, di ikuti oleh Annisa dari belakang Kak Aisyah.

Kak Ahsan mendo’akan Annisa agar di beri kelancaran dan kemudahan untuk menjawab semua pertanyaan.

Annisa dan Kak Aisyah pergi menggunakan mobil dan supir pribadi Kak Aisyah. Supir pribadi Kak Aisyah adalah seorang perempuan. Karena menurutnya tidak baik jika berpergian berdua dengan seorang supir laki-laki.

Annisa merasa takjub dengan mobil milik Kakaknya itu. Pintu belakang otomatis terbuka sendiri, sebelumnya Annisa belum pernah menaiki mobil mewah ini. Annisa hanya terdiam saat pintu mobil sudah terbuka.

“Nisa, Ayo masuk,” ucap Kak Aisyah yang sudah duduk di kursi mobil.

“Eh … iya Kak,” Annisa masuk dan membuka flatshoes yang di pakainya.

“Loh … kenapa di buka?,” tanya Kak Aisyah.

“Itu Kak, umm … takut kotor mobilnya kena sepatu Nisa hehe,” jawab Annisa dengan melebarkan senyumannya.

“Ya ampun Nisa, tidak apa-apa sayang, nanti mobilnya bisa di cuci,” Kak Aisyah tertawa melihat kelakuan adik iparnya itu.

Kak Aisyah memperhatikan sepatu, tas dan baju yang di pakai oleh Annisa. Memang sangat jauh berbeda dengan yang di pakainya. Walaupun Kak Aisyah memakai baju sederhana, namun harga pakaiannya lumayan cukup mahal.

Annisa menggunakan flatshoes berwarna hitam yang hampir pudar warnanya, maklum dia hanya memiliki satu itu pun sering dia cuci sehingga membuat warna aslinya memudar.

Baju yang di pakai oleh Annisa masih sangat bagus, karena itu pakaian baru dari Ambu.

Di perjalanan Annisa melihat gedung-gedung yang ada di luar. Karena ini baru pertama kalinya dia melihat gedung-gedung bagus.

“Nisa, setelah selesai test nanti kita pergi ke Mall ya, kita makan dan belanja, kamu boleh memilih kebutuhan kamu selama tinggal di sini,” ucap Kak Aisyah.

“Jangan Kak, Nisa bawa peralatan dari rumah kok, masih bagus juga,” ucap Annisa menolak ajakan Kakaknya.

“Loh, tidak apa-apa, kamu boleh beli tas baru, sepatu baru untuk keperluan kamu kuliah nanti,” Kak Aisyah memaksa Annisa untuk berbelanja.

“Iya Kak kalo begitu kita beli yang memang Annisa butuhkan saja ya,” ucap Annisa.

Kak Aisyah mengangguk dan tersenyum. Meskipun terhalang oleh cadarnya namun terlihat dari matanya seperti sedang tersenyum.

***

Setelah sampai di Kampus, Annisa bergegas menuju ruangan yang sudah di dapatkan saat pertama mendaftarkan diri.

Test berlangsung selama kurang lebih 4 jam.

Sangat tidak mungkin untuk Kak Aisyah menunggu Annisa di sana terlalu lama. Kak Aisyah bersama supir pribadinya sebut saja Mbak Mia memutuskan untuk pergi ke Mall terdekat, kebetulan Kak Aisyah mempunyai bisnis pakaian online, jadi dia bisa mengerjakan pekerjaannya sambil menunggu Annisa di Mall.

***

Kurang lebih sudah 4 jam Kak Aisyah menunggu Annisa di Mall. Dia menyuruh Mbak Mia untuk menjemputnya kembali ke Kampus. Sedangkan Kak Aisyah menunggu di cafe Mall tersebut.

Tak lama kemudian Mbak Mia datang dengan Annisa.

“Ayo, kamu pilih makanannya, kita makan dulu ya,” ucap Kak Aisyah.

“Iya Kak, kebetulan Nisa lapar nih,” Annisa membuka menu yang ada di depannya.

Annisa mengerutkan keningnya.

Sepertinya dia tidak paham dengan nama-nama makanan yang ada di menu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!