NovelToon NovelToon

Jerat Cinta CEO Amnesia

Bab 1 Terbawa Arus Sungai

Senyum cerah tersungging dari kedua sudut bibir seorang pemuda tampan dengan segudang prestasi. Dia sangat bahagia saat memenangkan pelelangan lahan di sebuah kota kecil yang akan dijadikan sebagai kota industri. Dari sekian banyak pengusaha tanah air yang menginginkan lahan itu, akhirnya dialah yang menjadi pemenangnya.

Erlangga Bramantyo, seorang CEO muda perusahaan Elang Group. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, berencana akan mendirikan pabrik di kota itu. Dengan upah yang lebih kecil dari upah di kota besar, tentu akan memberikan keuntungan yang berlimpah untuknya.

"Calvin, kamu urus dulu surat-suratnya. Aku akan ke kota Bandung dulu. Darwin bilang, Felisha ada di sana. Aku ingin bertemu dengannya," suruh Elang pada assisten pribadinya saat dia keluar dari ruang pelelangan.

"Siap, Bos! Hati-hati di jalan! Sepertinya sebentar lagi hujan," pesan Calvin Barrack, assisten pribadi sekaligus sahabat Erlangga, saat melihat langit yang sudah gelap.

"Kamu tenang saja! Jarak dari sini ke kota Bandung tidak sampai dua jam. Aku berangkat sekarang," ucap Erlangga seraya memasuki mobilnya.

Benar saja apa yang dikatakan oleh assisten-nya. Tidak lama kemudian hujan deras mengguyur kota di bagian timur Jawa Barat. Dengan kilatan petir dan suaranya yang memekakkan telinga. Namun, Erlangga terus saja mengendarai kendaraan roda empat dengan kecepatan tinggi

Bukan tanpa sebab Erlangga melakukan hal itu. Rasa penasaran dan kerinduannya pada cinta pertama yang telah meninggalkan dia. Membuat dia tidak memperdulikan keselamatan dirinya sendiri. Sampai pada jalan yang berliku, dia baru menyadari kalau rem mobilnya tidak bisa bekerja dengan baik.

"Sial! Rem mobilnya blong. Siapa yang melakukan hal ini? Apa karena aku yang memenangkan lahan di kota Majalengka sehingga dia balas dendam padaku?" gumam Erlangga.

"Mana jalannya licin, berkelok lagi. Tuhan, ampuni semua dosaku jika saat ini waktuku menghadap padamu." Akhirnya Erlangga hanya bisa pasrah saat dia tidak bisa mengendalikan laju kendaraannya.

Sampai pada sebuah tikungan tajam, dengan sisi kiri sungai yang deras sedangkan sisi kanan jalan tebing yang tinggi. Dia benar-benar pasrah saat tidak bisa mengendalikan mobilnya, sehingga mobil yang dikendarainya terjun bebas ke dalam sungai

Byurrr ....

Erlangga berusaha keluar dari mobil. Niatnya akan berenang ke tepian. Namun arus sungai yang sangat deras, membuat dia hanyut terbawa arus sungai.

...***...

Keesokan harinya, di sebuah lapangan sepakbola yang ada di pinggir sungai Cimanuk, nampak anak-anak sekolah menengah atas sedang berlari mengitari lapangan itu. Mereka sedang melakukan test fisik untuk syarat ujian kelulusannya.

Rafika Qatrunada, salah seorang siswi yang sedang melakukan test fisik itu sangat bersemangat dengan apa yang dilakukannya. Dia memang sangat menyukai olahraga. Berbeda dengan sahabatnya Kiranti Wulandari. Gadis itu selalu saja menjadi yang terakhir setiap kali ada test lari.

"Karena kalian test di jam terakhir, setelah test selesai langsung pulang saja. Tidak boleh main di sungai dulu. Arusnya sangat deras," pesan Pak Samsudin, guru olahraga Rafika.

"Baik, Pak!" sahut semua muridnya.

Namun, bukan Rafika namanya jika dia langsung patuh pada perintah guru. Gadis tomboy yang sering kali nyeleneh, dia memutuskan untuk membersihkan tangan dan kakinya di sungai setelah test fisik itu selesai. Tidak ketinggalan Kiranti yang selalu mengekor pada gadis itu.

"Fika, jangan terlalu jauh, arus sungainya deras sekali." Kiranti nampak ragu saat dia akan turun ke tepian sungai.

"Kamu tenang saja! Aku kan pintar renang. Memangnya kamu, renang saja gaya batu." Rafika memajukan bibir bawah untuk mencibir sahabatnya.

"Kamu mah, dikasih tahu juga. Awas saja kalau kamu hanyut, aku gak mau nolongin."

"Gimana mau nolongin, kalau kamu ikutan hanyut. Hahaha ...."

"Eh, Fika Fika, lihat itu yang mengapung warna putih apaan? Jangan-jangan itu lelembut. Ayo kita pulang saja!" Wajah cantik Kiranti berubah pucat. Dia selalu takut dengan makhluk yang tak kasat mata.

Bukannya takut, Rafika yang memang memiliki ajian sambatan pamacan yang diturunkan oleh kakeknya, malah penasaran dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya. Dia langsung mendekat ke arah kain putih yang terlihat mengapung di antara bebatuan besar.

Matanya langsung melotot saat melihat sesosok orang yang dia kira mayat. "Kiran, lain jurig. Jelema dodol!" seru Rafika.

"Seriusan? Jangan-jangan yang dibilang Tantra itu," tanya Kiranti seraya mendekat ke arah Rafika

Rafika langsung membalikkan badan orang yang menelungkup di antara bebatuan besar itu. Lagi-lagi matanya membulat sempurna. Saat melihat wajah tampan yang pucat di depannya

"Fika, jurigna kasep!"

Rafika tidak menanggapi ucapan sahabatnya. Dia langsung menempelkan telunjuknya ke lubang hidung laki-laki tampan itu. Saat dia merasakan hembusan napas laki-laki itu, barulah dia berbicara pada Kiranti.

"Kiran, dia masih hidup. Cepat minta bantuan ke abang-abang penambang pasir itu. Pasti mereka masih ada di sana," suruh Rafika.

"Malu Fika. Mereka suka genit. Apalagi bosnya yang perutnya buncit itu, dia senang sekali godain anak sekolah yang cantik kayak aku."

"Astaga, Kiran! Ini urgent. Tapi kalau kamu gak mau, kamu balik badan sana! Awas jangan melihat ke arahku," pesan Rafika.

"Iya, iya. Kamu mau panggil kakek kamu kan?"

"Sudah tahu nanya, cepetan balik badan!"

Kiranti dengan patuh membalikkan badannya. Lalu Rafika mulai mengeluarkan ajian sambatan pamacan yang dimilikinya. Dengan mulut yang komat-kamit, dia mulai memanggil para leluhurnya.

"Aki Arya, Aki Anja datanglah! Bantulah cucumu yang kesusahan. Datanglah Aki! Datanglah!"

Rafika terus saja memanggil kakeknya dengan mengucapkan jampi-jampi yang lain. Sampai akhirnya ada sebuah kekuatan yang masuk ke dalam tubuhnya. Dia pun langsung mengangkat lelaki itu ke atas sungai. Tanpa diketahui pergerakannya oleh Kiranti.

Rafika memang tidak pernah memberi tahu pada siapa pun dengan ilmu yang dimilikinya. Dia bahkan menyembunyikan hal itu dari orang-orang. Hanya orang terdekat dan orang yang sangat dia percaya yang mengetahuinya.

"Kiran ayo naik!" seru Rafika saat dia sudah berada di atas sungai.

"Hah! Kapan kamu naiknya?" tanya Kiranti langsung berjalan cepat ke arah Rafika.

"Gak usah tahu, kamu yang manggil angkot atau jaga dia di sini? Kita harus bawa dia ke rumah sakit agar nyawanya bisa diselamatkan."

"Aku yang panggil angkot. Aku gak mau nemenin laki-laki itu, takut!" tukas Kiranti.

Setelah Kiranti mendapatkan angkot yang kosong, mereka pun segera membawa korban sungai itu ke rumah sakit daerah yang ada di Kota Majalengka. Demi membayar ongkos angkot, dua gadis itu memutuskan untuk patungan karena uang jajan masing-masing memang tidak terlalu besar.

"Fika, sekarang bagaimana? Uangku sudah habis buat bayar angkot tadi," tanya Kiranti cemas.

"Aku mau nelpon Kakek Guru dulu. Rumahnya kan dekat dari rumah sakit ini," jawab Rafika. Dia pun segera menghubungi adik neneknya untuk membantunya.

Berkat bantuan dari kakeknya, mereka akhirnya bisa pulang ke rumah dan menitipkan laki-laki yang ditolongnya itu pada dokter dan perawat yang menangani. Karena tidak mungkin jika kedua gadis itu harus menginap di sana.

Barulah keesokan harinya mereka kembali ke rumah sakit untuk memastikan kondisi lelaki itu. Namun, sepertinya Rafika tidak bisa menemukan laki-laki itu di ruang IGD. Dia sudah dipindahkan ke ruang perawatan.

Saat keduanya akan bertanya pada resepsionis, seorang dokter keluar dari ruang IGD. Rafika dan Kiranti pun segera menghampiri dokter itu.

"Bagaimana, Dok keadaan pasien yang hanyut dari sungai kemarin?" tanya Rafika.

"Pasien sudah sadar, tapi dia kehilangan ingatannya. Selain itu dia juga kehilangan penglihatannya. Tapi itu hanya untuk sementara. Dengan pengobatan yang tepat pasti dia bisa kembali pulih," jelas dokter.

"Syukurlah, Dok!"

...~Bersambung~...

NOTE :

Lelembut : Makhluk halus

Jurig : Setan

Kasep : Tampan

Jelema : Manusia

Bab 2 Aku Tidak Ingat

"Dok, apa boleh kami melihatnya?" tanya Rafika penasaran.

"Silakan, tapi jangan terlalu lama. Biarkan dia istirahat dulu," pesan Dokter.

"Baik, Dok!" sahut Rafika.

"Apa kalian sudah menghubungi keluarganya?"

"Aku tidak menemukan dompet di kantong celananya, Dok!"

"Oh, begitu! Lalu apa yang akan kalian lakukan? Mungkin dua tiga hari lagi, dia sudah diperbolehkan pulang."

"Biar nanti dia ikut dengan saya saja, Dok. Sampai keluarganya datang menjemput," jawab Rafika.

"Begitu ya! Kalian anak-anak yang baik. Biar nanti untuk biaya pengobatannya, saya usulkan agar dipotong 50%."

"Terima kasih, Dok! Kalau begitu saya permisi mau melihatnya," pamit Rafika.

"Apa kalian tahu ruang perawatannya," lagi-lagi dokter yang masih terlihat muda itu bertanya.

"Belum tahu, Dok! Baru kami mau tanyakan ke depan," jawab Kiranti yang sedari tadi diam.

"Dia ada di ruang melati nomor tiga."

"Baik, Dok. Kami permisi!" Rafika langsung menarik tangan Kiranti. Dia sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada laki-laki yang ditolongnya.

Kedua sahabat itu menyusuri lorong rumah sakit, mencari ruang perawatan yang dikatakan oleh dokter tadi. Saat sudah sampai di tempat yang dituju, keduanya langsung masuk begitu saja. Mereka langsung cengengesan saat semua mata penghuni ruangan itu menatap ke arahnya.

"Hehehe ... Maaf kami sedang mencari korban hanyut di sungai," ucap Rafika kikuk.

"Oh, itu tirai yang paling ujung." Salah satu penunggu pasien menunjuk pada sebuah tirai yang masih tertutup rapat.

"Makasih ya, Mas!" Lagi-lagi Rafika menarik tangan Kiranti agar segera mengikutinya.

Kala tirai itu disingkap, nampak seorang pemuda tampan yang gagah sedang duduk menyender di head board tempat tidur. Pemuda itu hanya diam, mendengarkan suara pergerakan yang ditimbulkan oleh Melati. Sampai akhirnya, dia pun berbicara.

"Apa itu dokter?" tanyanya.

"Bukan! Aku Rafika bersama dengan sahabatku Kiranti. Bagaimana keadaannya?"

"Lebih baik, apa kalian yang menolongku? Tolong katakan siapa aku?"

Rafika dan Kiranti saling berpandangan. Mereka pun bingung harus menjawab apa. Karena keduanya pun tidak mengenal laki-laki yang sudah ditolongnya.

"Apa benar, Om tidak ingat siapa Om sebenarnya?" tanya Kiranti yang terus menyelidik penampilan lelaki itu

"Aku tidak mengingatnya."

"Ya sudah jangan sedih! Aku kasih nama aja, Kang Asep. Bagaimana mau tidak?" usul Rafika untuk mencairkan suasana.

"Aku suka, terima kasih untuk namanya."

"Dia udah Om-om kenapa dipanggil akang?" bisik Kiranti tidak setuju.

"Tapi masih kasep. Tidak terlihat om-om." Rafika pun berbisik kembali.

"Kamu jangan suka sama dia! Kita tidak tahu asal usulnya. Lebih baik kamu terima saja cintanya Zaenal," lagi-lagi Kiranti berbisik.

"Kalian sedang membicarakan apa?" tanya Asep.

"Gak ada, Kang. Kang Asep sudah makan belum?" Rafika langsung mengalihkan pembicaraan.

"Sudah tadi dibantu oleh perawat."

"Kami pulang dulu ya, Kang. Nanti ke sini lagi," pamit Rafika.

"Iya, Terima kasih sudah menolongku."

...***...

Dua hari kemudian, saat jam pelajaran telah usai, semua murid SMA negeri berhamburan keluar. Mereka begitu bersemangat menjejakkan kakinya keluar dari sekolah. Begitupun dengan dua orang gadis yang berlari kecil menuju ke pintu gerbang.

Rafika dan Kiranti begitu terburu-buru. Mereka tidak sabar saat tadi dokter menelpon kalau Erlangga Bramantyo, lelaki yang mereka sebut Kang Asep sudah bisa dibawa pulang. Hingga mereka memutuskan untuk bolos dari les tambahan dan langsung pergi ke rumah sakit.

"Fika, apa kamu sudah membawa uangnya?" tanya Kiranti.

"Aku bawa uang tabungan aku buat kuliah. Kata kakek, kita tidak boleh tanggung kalau menolong orang," jawab Rafika.

"Lalu, kuliah kamu bagaimana?" tanya Kiranti lagi. Dia merasa heran dengan jalan pikiran sahabatnya. Kenapa Rafika memakai uang tabungannya untuk membayar rumah sakit? Padahal mereka berdua tidak mengenal laki-laki itu.

"Itu gimana nanti aja. Kalau ada rejeki, aku pasti lanjut."

Selama perjalanan mereka terus saja bercakap-cakap. Sampai tidak terasa sudah sampai di tempat pemberhentian angkutan kota. Kedua gadis itu segera turun setelah membayar ongkos dan berganti angkutan kota yang menuju ke rumah sakit.

Tidak butuh waktu lama, angkutan kota yang mereka tumpangi sudah tiba di depan rumah sakit. Kedua sahabat itu segera turun setelah sebelumnya membayar ongkos. Dengan langkah tergesa, Rafika dan Kiranti menyusuri lorong rumah sakit.

"Fika, memang yakin dia itu manusia? Bukan pangeran duyung atau siluman ular yang menjelma manusia gitu? Aku heran, kenapa dia bisa tampan sekali seperti pangeran-pangeran di negeri kahyangan," tanya Kiranti saat sudah tiba di kamar inap laki-laki itu.

"Aku yakin dia manusia," ucap Rafika yang menatap lekat laki-laki yang sedang terpejam.

Perlahan laki-laki itu membuka matanya. Namun, tetap saja cahaya gelap yang dia lihat. Laki-laki itu pun berusaha untuk bangun dan duduk di atas tempat tidur. Secepatnya Rafika membantu laki-laki agar bisa duduk dengan nyaman.

"Terima kasih," ucap Erlangga.

"Sama-sama. Kang Asep, hari ini kata dokter sudah boleh pulang. Akang bersiap saja dulu, nanti aku mau urus administrasi dulu. Ini ada makanan, kali aja Akang lapar."

Rafika mengeluarkan satu kantong plastik makanan yang dia bawa dari rumah. Ibunya sengaja menyiapkan makanan saat Rafika mengatakan sepulang sekolah akan pergi ke rumah sakit. Dia pun membukakan kotak nasi yang berisi kue.

"Akang makan saja dulu, aku mau ke depan lagi. Ini kuenya dan ini minumnya," ucap Rafika seraya menyimpan kotak nasi yang dibawanya di pangkuan Erlangga serta menyimpan botol minuman di samping pemuda tampan itu.

"Fika, aku saja yang urus administrasinya. Sini uangnya!" pinta Kiranti.

"Beneran gak apa kamu ke depan lagi?" tanya Rafika memastikan.

"Iya, gak apa!"

Daripada aku harus di sini menjaga dia, lebih baik aku yang pergi. Aku belum yakin kalau dia manusia. Mungkin saja dia lelembut yang berwujud manusia, batin Kiranti.

Rafika mengambil uang yang dia simpan di dalam tas-nya dan memberikannya pada Kiranti. Sesaat dia memejamkan matanya, untuk meyakinkan hatinya kalau apa yang dilakukannya karena Allah. Apalagi Rafika selalu teringat pesan kakeknya, untuk ikhlas saat menolong orang dan jangan mengharapkan imbalan dari orang itu.

Sesaat setelah kepergian Kiranti untuk mengurus administrasi, Rafika pun duduk di kursi samping tempat tidur. Dia terus memperhatikan cara laki-laki itu makan. Yang menurut Rafika cara makan Erlangga terlihat sangat Elegan.

"Kang, beneran Akang tidak ingat apa-apa? Atau jangan-jangan, Akang pangeran bawah sungai yang sedang menyamar." Rafika mulai bersuara

"Kenapa berpikir kalau Akang seorang pangeran?" tanya Elang menghentikan makannya sesaat.

"Soalnya Akang ganteng banget. Artis sini lewat kalau ketemu Akang," puji Rafika.

Erlangga tersenyum mendengar apa yang Rafika katakan, lalu dia pun berkata, "Apa Akang seganteng itu? Tapi kalau ganteng tidak bisa melihat rasanya percuma, tidak bisa melihat wajah sendiri di cermin."

"Biar aku aja yang jadi cerminnya. Akang tinggal bertanya, rambut aku sudah rapi belum? Belek aku masih ada apa tidak? Atau bisa tanya jerawatku sudah matang apa belum?"

"Apa jerawat bisa dimasak?"

"Hahaha ... Si Akang bocor! Masa iya jerawat dimasak?"

Keduanya pun larut dalam obrolan garing. Yang tadinya terasa kaku, kini suasananya sudah mulai mencair. Rafika sudah mulai memperlihatkannya sifat aslinya di depan orang asing itu. Sampai akhirnya Kiranti datang setelah selesai mengurus administrasi.

"Fika, semuanya udah beres. Tinggal cus pulang saja. Gila Fika! Ternyata biaya rumah sakit itu mahal. Padahal ambil kelas tiga, gimana kalau VIP seperti di film-film. Pasti bikin tekor! Noh, abis isi tabungan kamu," ucap Kiranti seraya mengembalikan ATM pada sahabatnya.

"Yang murah itu berobat ke puskesmas, Kiran!" Rafika langsung memutar bola matanya malas. Dia khawatir Erlangga tersinggung karena membicarakan soal biaya pengobatannya di depan dia.

"Maaf, sudah merepotkan kalian."

...~Bersambung~...

Bab 3 Ayo Pulang!

Seminggu sudah Erlangga berada di rumah Rafika. Meskipun pada awalnya tetangga Rafika sering berbisik-bisik di belakang Rafika dan ibunya, tetapi mereka tidak memperdulikannya. Kedua ibu dan anak itu dengan telaten merawat Erlangga. Selain dengan obat yang dibawa dari rumah sakit, mereka juga memberikan obat herbal pada Erlangga agar keadaan pemuda itu cepat membaik.

"Asep, jamunya sudah diminum?" tanya Sofie, ibunya Rafika.

"Sudah, Bu. Tadi pagi Fika sudah memberikannya padaku," jawab Erlangga yang biasa dipanggil Asep oleh ibunya Rafika.

"Oh, ya sudah. Ibu mau jualan keliling dulu. Biasa ibu-ibu di sini kalau tidak ditagih ke rumahnya, bayar hutangnya suka susah. Sebentar lagi, Fika juga pulang sekolah," ucap Sofie lagi.

Ibu Rafika memang memutuskan untuk menjanda semenjak kematian suaminya. Dia khawatir laki-laki yang menjadi suaminya nanti tidak menyayangi putrinya. Apalagi dia tahu betul sikap putrinya yang terkadang bersikap ajaib.

"Iya, Bu. Hati-hati, Bu!" pesan Erlangga.

Kasian sekali anak itu. Masih muda sudah tidak bisa melihat. Dia juga tidak tahu siapa dirinya sendiri. Semoga saja keluarganya cepat menemukan keberadaan dia. Kalau dilihat-lihat dari sikap dan penampilan dia, seperti bukan orang biasa seperti aku. Tutur katanya sangat lembut kalau berbicara pada orang tua, batin Sofie.

Tidak lama setelah kepergian Sofie, Rafika pun datang dari sekolahnya. Memang setiap hari gadis itu selalu pulang terlambat karena selain jarak sekolahnya yang jauh, dia juga harus ikut les terlebih dahulu di sekolahnya.

Setiap kali pulang ke rumah, gadis itu pasti datang dengan wajah kusut. Namun saat melihat wajah tampan Erlangga, senyum cerah kembali menghiasi wajahnya. Meskipun pada akhirnya dia kembali cemberut.

"Assalamu'alaikum," ucap Rafika saat memasuki rumahnya.

"Wa'alaikumsalam," jawab Erlangga yang sedang duduk di kursi tamu yang sudah usang termakan usia. "Baru pulang?" tanyanya kemudian.

"Iya, nih Kang! Males banget ikut les bikin otak ngebul disuruh isi semua soal-soal. Tega banget sih mereka," keluh Rafika seraya mencium punggung tangan Erlangga.

"Bukan mereka tega, tapi mereka sayang sama kamu. Sini duduk samping Akang! Biar Akang pijitin kepala kamu kalau pusing," suruh Erlangga.

Rafika hanya menurut dengan apa yang dikatakan oleh Erlangga. Dia langsung duduk di samping pemuda itu saat Erlangga bergeser ke samping. Dia pun mengambil tangan Erlangga dan menempelkan di kepalanya.

Perlahan Erlangga memijat kepala Rafika, membuat gadis itu terpejam keenakan. Semakin lama pijatan lembut Erlangga semakin membuat Rafika semakin tidak kuasa membuka matanya. Apalagi rasa lelah yang mendera membuat gadis itu tidak kuasa menahan kantuknya.

"Fika, kamu tidur?" tanya Erlangga setelah lebih dari tiga puluh menit dia memijat kepala dan pundak gadis itu.

Namun, sedikit pun Rafika tidak bergeming. Dia benar-benar terlelap dalam tidurnya. Erlangga oun akhir merebahkan kepala gadis itu ke pangkuannya.

Dia terus mengelus rambut panjang Rafika, menghirup aroma tubuh gadis yang tertidur di pangkuannya. Rasanya menenangkan saat wangi kayu putih bercampur keringat menyeruak ke indera penciumannya.

Terima kasih, Fika. Berkat pertolongan kamu, aku masih bisa menghirup udara bebas. Meskipun aku tidak ingat siapa aku sebenarnya. Tapi aku bahagia bisa mengenal kamu dan hidup bersama kamu, batin Erlangga.

Lama Rafika tertidur di pangkuan Erlangga sampai ibunya datang, dia masih terlelap tidur di sana. Sofie sempat terkaget saat melihat kedekatan mereka. Namun, sebisa mungkin dia menepis prasangka buruk.

"Fika, bangun! Anak gadis tidak boleh tidur sore-sore," ujar Sofie seraya menggoyangkan tubuh putrinya.

"Ibu sudah pulang? Tadi katanya Fika sakit kepala, makanya aku pijitin. Tapi malah ketiduran, mungkin dia lelah seharian belajar," jelas Erlangga.

"Maaf, Asep. Malah merepotkan kamu. Dia memang suka manja pada lelaki. Mungkin karena dia kangen dengan almarhum ayahnya." Sofie terus saja mencoba membangunkan Rafika. Namun gadis itu tetap saja tidak mau bangun.

"Fika ayo bangun! Nanti Akang ajari bagaimana mengerjakan soal-soal dengan mudah," ucap Erlangga dengan mengelus lembut pipi gadis itu.

Rafika pun seketika terbangun dari tidurnya. Dia merasa khawatir saat mendengar kata soal. Karena setiap hari dia dibuat stres dengan soal-soal yang diberikan oleh guru di sekolahnya. Apalagi kalau sudah soal Fisika, Matematika, Kimia. Membuat kepalanya mendadak keluar asap.

"Ayo mandi dulu! Pulang sekolah malah tidur di paha Asep. Kasian dia harus mencium bau badan kamu," ketus ibunya yang merasa tidak enak hati pada pemuda itu.

"Iya, iya Fika Mandi. Akang, nanti ajarin Fika ngerjain soal Fisika ya. Tadi ada PR," ucap Rafika sebelum beranjak pergi.

"Iya, nanti Akang ajari."

...***...

Seperti yang sudah disepakati, Rafika mengajak Erlangga ke tepi sungai yang ada di belakang rumahnya, untuk mengerjakan soal Fisika. Karena kalau malam, dia harus pergi ke surau untuk belajar mengaji.

Di bawah rindangnya pohon asam dengan angin sepoi-sepoi yang menerpa kulit. Keduanya terlihat serius mengerjakan soal yang diberikan guru Rafika. Meskipun Erlangga tidak bisa melihat, tetapi dia bisa mendikte jawaban dari setiap pertanyaan.

"Wah, Kang. Aku gak nyangka Akang pintar sekali. Pasti Akang sarjana makanya bisa mengerjakannya soal yang sulit begini," puji Rafika saat dia sudah selesai mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan guru.

"Mungkin juga. Fika kalau kamu lihat, kira-kira usia Akang berapa?" tanya Erlangga.

"Sudah pasti lebih tua dari aku. Aku saja mau delapan belas tahun nanti November. Apa Akang tiga puluh tahun ya! Atau baru dua puluh tahun. Nanti aku tanya ke ibu deh," jawab Rafika.

"Begitu ya!"

"Kenapa memangnya? Kho tanya umur segala?"

"Tidak apa. Akang hanya ingin tahu, apa Akang pantas ada di sisi kamu?"

"Maksudnya?" tanya Rafika yang tidak mengerti dengan arah pembicaraan Erlangga.

"Tidak ada, Fika! Kamu belajar yang rajin! Bukannya bulan depan sudah mulai ujian nasional," tanya Erlangga mengalihkan pembicaraan.

"Pasti, dong! Kan ada Akang yang ngajarin. Apa yang Akang jelasin dengan apa yang Pak Atlanta jelasin, aku lebih ngerti dengan apa yang akan jelasin."

Pastilah, yang jelasinnya cowok cakep. Rafika terkekeh sendiri dalam hatinya.

"Ya sudah, setiap sore kita belajar di sini. Akang suka suasananya, adem."

Gak tahu aja Kang Asep kalau malam jadi tempatnya jurig, lagi-lagi Rafika terkekeh sendiri dalam hatinya.

"Iya Kang. Asal Akang mau ngajarin, aku pasti ajak Akang ke sini."

Semenjak hari itu, Rafika dan Erlangga setiap hari menghabiskan waktu sorenya di sana. Dengan sabar Erlangga mengajari gadis itu yang terkadang nyeleneh. Namun berkat kesabarannya, Rafika jadi mudah menjawab setiap soal yang diberikan gurunya.

Sampai pada suatu hari, datang orang-orang dengan mobil mewah dan berjas rapi ke kampung Rafika. Mereka menanyakan tentang korban kecelakaan yang hanyut dibawa sungai. Setelah memberikan fotonya, barulah salah seorang warga menunjukkan rumah Rafika.

"Permisi!" sapa orang yang berjas mahal itu.

Sofie yang baru datang dari pasar, langsung membukakan pintu rumahnya. Dia sangat terkejut melihat tamu yang datang. Dengan gugup, dia pun bertanya. "Maaf mau mencari siapa, Tuan?"

"Apa Ibu tahu dengan orang yang ada di dalam foto ini?" tanya orang itu.

"I-ini kan Asep. Dia orang yang telah diselamatkan oleh putri saya," jawab Sofie semakin gugup.

"Boleh kami bertemu dengannya. Saya Kakeknya."

"Silakan masuk, Tuan!"

"Terima kasih."

Kedua orang yang berjas mahal itu langsung masuk ke dalam rumah Rafika. Mereka mengedarkan pandangan melihat ke sekeliling rumah yang sudah tua itu. Namun, tidak ada satupun dari mereka yang ingin duduk di kursi yang sudah usang itu.

"Sebentar Tuan saya panggilkan Asep dulu," ucap Sofie. Dia bergegas masuk ke dalam kamar kecil yang ditempati oleh Erlangga.

"Siapa mereka, Bu?" tanya Erlangga saat terdengar suara pintu yang dibuka oleh Sofie.

"Sepertinya mereka keluarga kamu. Ayo menemui mereka dulu!" ajak Sofie.

Pria kharismatik dengan setelan jas mewah langsung memeluk Erlangga saat dia dan Sofie keluar dari kamar. Pria paruh baya itu terlihat sangat bahagia saat melihat cucunya ternyata masih hidup. Begitupun dengan dengan pemuda seusia cucunya yang selama ini mencari keberadaan Erlangga.

"Elang, ayo kita pulang!"

...~Bersambung~...

...Jangan lupa dukungannya ya kawan! Langsung saja klik like, comment, rate, gift dan favorite....

...Terima kasih....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!